ANALISIS PENGGAMBARAN DISKRIMINASI RAS, ETNIS, DAN KEBANGSAAN BESERTA DAMPAK YANG DITIMBULKAN DALAM TEKS POSTKOLONIAL FAMILIEFEEST KARYA THEODOR HOLMAN Penulis : Astrina Nadia Wandasari NPM : 0906643345 Pembimbing : Eliza Gustinelly S.S., M.A. NIP : 196108041993032001 Fakultas Program Studi : Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya : Sastra Belanda 1
Abstract What happened during the Netherlands colonialism in the Dutch East Indies left deep impression to every side that involved this moment, not only the inferior side but also the superior side. About what that happened on colonial period was told through many media, one of them is through postcolonial literature, Familiefeest by Theodor Holman. Discrimination was clearly and obviously happened on that moment. By using descriptive-synchronic method, the description and the effects of discriminations on Familiefeest were researched and found. On Familifeest was found racial, ethnic, and nationality discriminations that were experienced by the personages that on this story were superior people on colonialism moment. The effects that they experienced weren t simple things because those have correlation with psychological problem and how they faced their future. It changed their character, behavior, and life. They looked negatively about their future and haunted by fear, threat, and shame. Keywords The Dutch East Indies; Postcolonial; Discrimination. Abstraksi Apa yang terjadi pada masa penjajahan Belanda di Hindia Belanda meninggalkan kesan yang begitu dalam bagi setiap pihak yang terlibat, tidak hanya kaum inferior tetapi juga kaum superior. Penceritaan kembali mengenai apa yang terjadi pada masa kolonial dilakukan melalui berbagai media, salah satunya karya sastra postkolonial Familiefeest karya Theodor Holman. Secara jelas dan nyata pasti terjadi diskriminasi pada masa tersebut. Dengan metode penelitian deskriptif-sinkronis, diteliti bagaimana penggambaran diskriminasi yang ditemukan dalam cerita Familiefeest beserta dampak yang dihasilkannya. Melalui cerita ini, ditemukan diskriminasi ras, etnis, dan kebangsaan yang terjadi pada tokoh didalamnya, yang notabene adalah kaum superior pada masa kolonial tersebut, dan dampak yang dialami para tokoh tersebut tidaklah ringan karena menyangkut masalah psikis dan masa depan mereka. Diskriminasi yang mereka alami mengubah sifat, perilaku, dan kehidupan mereka. Mereka memandang negatif akan masa depan dan selalu dihantui oleh rasa takut, terancam, dan malu. Kata Kunci Hindia Belanda; Postkolonial; Diskriminasi. PENDAHULUAN Jejak peninggalan masa kolonial Belanda di Hindia Belanda begitu terasa, baik oleh kaum penjajah atau kaum superior, maupun kaum terjajah atau kaum inferior. Apa yang terjadi pada saat itu terekam jelas dan diceritakan kembali melalui berbagai cara dan media, salah satunya dalam bentuk karya sastra. Karya sastra tersebut dapat berupa cerita, novel, puisi, drama, film, dan lain-lain. Melalui karya sastra, dapat diketahui apa yang terjadi 2
pada masa karya tersebut, meskipun terkadang tidak semua yang diceritakan benar dan sempurna adanya karena terdapat beberapa karya yang dibumbui oleh kisah fiktif untuk berbagai tujuan. Begitu pula dengan apa yang terjadi pada masa kolonial Belanda di Hindia Belanda, diceritakan kembali setelah masa kolonial tersebut berlalu / postkolonial dan tentu saja dengan sudut pandang yang berbeda. Gusti Agung Wahyu (2010) menyatakan bahwa postkolonialisme umumnya didefinisikan sebagai teori yang lahir setelah kebanyakan negara-negara terjajah memperoleh kemerdekaannya. Sedangkan kajian dalam bidang kolonialisme mencakup seluruh intekstual nasional. Postkolonialisme sering juga disebut pascakolonial yang merupakan reaksi dari dampak-dampak kolonialisme. Postkolonialisme merupakan bentuk penyadaran dan kritik atas kolonialisme. Postkolonialisme menggabungkan berbagai disiplin keilmuan mulai dari filsafat, cultural studies, politik, bahasa sastra, ilmu sosial, sosiologi, dan feminisme. Postkolonialisme memiliki arti sangat penting, karena mampu mengungkap masalahmasalah tersembunyi yang terkandung di balik kenyataan yang pernah terjadi, dengan beberapa pertimbangan, salah satunya membangkitkan kesadaran bahwa penjajahan bukan semata-mata dalam bentuk fisik, melainkan psikologis. Tidak kalah pentingnya juga bahwa teori postkolonialisme bukan semata-mata teori, melainkan suatu kesadaran itu sendiri, bahwa masih banyak pekerjaan besar yang harus dilakukan, seperti memerangi imperialisme, orientalisme, rasialisme, dan berbagai bentuk hegemoni dan diskriminasi lainnya, baik material maupun spiritual, baik yang berasal dari bangsa asing maupun bangsa sendiri. 1 Secara nyata pasti kita mengetahui bahwa diskriminasi memang benar terjadi yang tentunya memiliki dampak bagi individu yang mengalaminya. Menurut KBBI Online; dis kri mi na si n pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dsb); -- kelamin pembedaan sikap dan perlakuan thd sesama manusia berdasarkan perbedaan jenis kelamin; -- ras anggapan segolongan ras tertentu bahwa rasnya itulah yg paling unggul dibandingkan dng golongan ras lain; rasisme; -- rasial pembedaan sikap dan 1 http://arsa90gmail.blogspot.com/ 3
perlakuan thd kelompok masyarakat tertentu krn perbedaan warna kulit; -- sosial pembedaan sikap dan perlakuan thd sesama manusia berdasarkan kedudukan sosialnya; 2 Diskriminasi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu: 1. Diskriminasi Usia (Age Discrimination) 2. Diskriminasi Bahasa (Language Discrimination) 3. Diskriminasi Kebangsaan (Discrimination on the Basis of Nationality) 4. Diskriminasi Ras dan Etnis(Racial and Ethnic Discrimination) 5. Diskriminasi Gender (Sex, Gender, and Gender-identity Discrimination) 6. Diskriminasi Kerja (Employment Discrimination) 7. Diskriminasi Agama (Religious Discrimination) Dalam artikel ini dibahas penggambaran diskriminasi ras, etnis, dan kebangsaan beserta efek yang ditimbulkan dalam teks postkolonial karya Theodor Holman. Artikel ini berusaha menjawab bagaimana penggambaran diskriminasi ras, etnis, dan kebangsaan beserta efek yang ditimbulkan dalam teks postkolonial Familifeest karya Theodor Holman. TINJAUAN TEORITIS Dalam analisis ini, penulis mencari 2 jenis diskriminasi yang terjadi, yaitu diskriminasi ras dan etnis, dan diskriminasi kebangsaan. Diskriminasi ras dan etnis adalah diskriminasi yang didasari karena adanya perbedaan ras dan etnis (warna kulit) antar masyarakat di suatu tempat. Salah satu pihak merasa ras dan etnisnya lebih dominan dan menganggap ras dan etnis lainnya lebih rendah sehingga terjadilah diskriminasi atas suatu ras atau etnis. Diskriminasi kebangsaan adalah diskriminasi yang didasari oleh kebangsaan atau status warga negara seseorang. Diskriminasi ini terlihat dari tingkat penerimaan dalam sebuah lingkungan yang membedakan perlakuan terhadap anggota warga negara tertentu yang dominan di kelompok tersebut. Dampak dari diskriminasi tidaklah sederhana, meskipun dampak yang dihasikan berbeda tergantung pada individu yang mengalaminya. Ada yang berdampak ringan namun juga ada yang berdampak cukup buruk hingga menyebabkan individu tersebut melakukan kekerasan 2 http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php 4
dan pelecehen, kehilangan motivasi dan menimbulkan kemarahan, efek merusak, memberontak, hingga menimbulkan depresi. 3 Menurut KBBI Online; dep re si /déprési/ n Psi gangguan jiwa pd seseorang yg ditandai dng perasaan yg merosot (spt muram, sedih, perasaan tertekan); 4 Ada 3 faktor yang menyebabkan depresi, yaitu faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial. Yang akan penulis gunakan sebagai teori adalah faktor psikososial dengan teori kognitif yang banyak digunakan sebagai bahan penelitian oleh banyak ahli. Julita Tarigan (2003) mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama pada depresi yang disebut sebagai triad kognitif, yaitu : a) Pandangan negatif terhadap masa depan, b) Pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh, pemalas, tidak berharga, c) Pandangan negatif terhadap pengalaman hidup. Depresi adalah reaksi seseorang terhadap pengalaman hidup. 5 METODE PENELITIAN Berdasarkan waktu dan jangkauan penelitian, sebuah penelitian karya sastra dapat dibedakan menjadi dua, yaitu deskriptif sinkronis dan diakronis. Dua istilah ini dipopulerkan oleh F. De Sausure melalui Pateda (1990), yang menyebutkan bahwa deskripsi sinkronik hanya digunakan dalam kurun waktu tertentu, sedangkan diakronik melibatkan dua waktu atau lebih secara komparatif. Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah deskriptif sinkronis dimana penulis hanya menganalisis tanpa membandingkan dengan karya lainnyapenggambaran diskriminasi ras, etnis, dan kebangsaan beserta efek yang ditimbulkan dalam teks postkolonial Familiefeest dalam buku Familiefeest karya Theodor Holman yang dirilis tahun 1992. Dalam membahas dan menganalisis cerita Familiefeest, penulis menggunakan metode penelitian studi pustaka untuk mengumpulkan data, informasi dan referensi pendukung lainnya yang digunakan dalam analisis cerita tersebut. 3 http://technorati.com/lifestyle/article/diversity-harmful-effects-of-discrimination-part4/ 4 http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php 5 Tarigan, C., Julita 2003. Perbedaan Depresi Pada Pasien Dispepsia Fungsional dan Dispepsia Organik. Diakses dalam http://www.usu.go.id. 5
PEMBAHASAN Familiefeest, judul yang begitu unik dan juga ironis karena arti dari kata Familiefeest adalah pesta keluarga namun bercerita tentang kematian ayah Ik (Theo). Ik sebagai verteller menceritakan kisah ayahnya (Pappa) yang adalah seorang Indo Eropa yang lahir dan besar di Hindia Belanda, melanjutkan studi di Belanda dan kemudian kembali ke Hindia Belanda dan bekerja sebagai asisten residen. Pappa tidak lagi bekerja sebagai asisten residen ketika masa penjajahan Belanda di Indonesia sudah berakhir. Ia sempat diasingkan di dalam kamp oleh orang-orang Jepang yang pada saat itu berganti menduduki Indonesia. Ia berusia 34 tahun saat masa penjajahan Belanda berakhir dan saat itulah ia mulai menata kembali kehidupannya, kembali ke Belanda, menetap disana beserta istri dan anak-anaknya, hingga ajal menjemputnya. Meskipun Pappa adalah seorang penjajah karena ia orang Belanda yang bertugas di Hindia Belanda, namun ia juga korban dari penjajahan yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia. Perang berakhir saat ia berusia 34 tahun dan saat itulah ia mulai membangun kehidupannya. Ia banyak mengalami diskriminasi dalam hidupnya, mulai dari bangku sekolah hingga pasca perang dan penjajajahan Belanda atas Indonesia. Nooit heb ik ook maar één verhaal gehoord dat hem iets geweigerd vanwege zijn afkomst of zijn kleur. (Racisme heeft hij altijd een moderverschijnsel gevonden, al ergerde hij zich wel aan hetbuigende gedrag van de Nederlanders tegenover de inlanders.) halaman 500 Dalam kutipan tersebut, tampak diskriminasi warna kulit dan kebangsaan, bagaimana Pappa ditolak karena ia berasal dari Hindia Belanda dan warna kulitnya yang coklat. Ia juga menceritakan bagaimana orang Belanda merendahkan kaum pribumi. Ik ben een jaar of negen, tien. Zik loop met mijn vader bij de Munt. Daar had je toen langs de kant van de weg een grote grijze politieverkeerstoren met een luidspreker. Op een gegeven moment gript mijn vader me stevig bij de hand en we steken de Munt over. Onmiddelijk hoor ik vanuit de hemel de ijzingwekkende metalen stem gebieden, Wil die Indische mijnheer met dat keline jongetje terugkeren en bij het stoplicht oversteken! Die Indische mijnheer met dat kleine jongetje! Terugkeren en bij het stoplicht oversteken! Mijn vader rakt mij nog steviger vast en stapt ferm door. Weer die stem: Die 6
Indische mejnheer met die grijze jas en die alpinopet op, met dat kleine jongetje! Terugkeren naar het stoplicht! Pap papa, piep ik langs zijn arm naar hem op kijkend, dat zijn wij die agent bedoelt ons pap. Mijn vader loopt gewoon door en zegt tegen mij: Ik ben geen Indische mijnheer. Ik ben Nederlander. Halaman 502 Dalam kutipan ini, tampak sangat jelas diskriminasi yang dilakukan polisi lalu lintas Belanda terhadap Pappa. Saat itu Pappa dan Ik sedang berjalan di de Munt namun mereka tidak menyeberang jalan di tempat yang seharusnya, sehingga polisi memanggil mereka untuk kembali dan menyeberang di lampu lalu lintas. Namun polisi tersebut memanggil Pappa dengan sebutan Indische mijnheer, entah karena warna kulit Pappa yang coklat atau karena Pappa melanggar peraturan maka para polisi tersebut menyebutnya orang Indis karena stereotip buruk orang Belanda terhadap orang Indis pada saat itu. Ini merupakan diskriminasi warna kulit dan kebangsaan. Diskriminasi juga dirasakan oleh teman sejawat Pappa, Wim Schuitemaker. je hebt altijd moeite gehad om hier in Holland te aarden. Dit land had geen horizon, zei je. Die benauwdheid zorgde er vreemd genoeg voor dat jij je terugtrok je sloot alle deuren om je heen, je sloot jezelf op. Je liet niemand meer binnen. Alleen je herinneringen liet je nog binnen herinneringen aan een land dat niet meer bestaat, aan Indië halaman 502 Zus knikte: Een Indishman. Hij had zichzelf opgesloten in dat pension in de Warmoestraat Een rotvent halaman 503 Die Wim was natuurlijk gewoon gek geworden door het kamp, zei Broer. Halaman 503 Wim Schuitemaker adalah seorang Indis yang bertemu dengan Pappa di kamp tempat mereka diasingkan oleh pihak Jepang setelah Jepang mengambil alih kekuasaan atas Indonesia. Schuitemaker merasa depresi dengan diskriminasi yang dilakukan oleh pihak Jepang dengan menempatkannya di kamp pengasingan sehingga merubah dirinya menjadi orang yang tertutup dan mengurung diri. Ia juga mungkin mendapat diskriminasi sebagai orang Indis sehingga ia selalu mengalami kesulitan saat tinggal di Belanda. Depresi yang ia 7
hadapi membuatnya memandang negatif masa depan dan pengalaman hidupnya. Bahkan Zus pun secara tidak langsung ikut mendiskriminasikannya dengan menyebutnya een rotvent yang berarti seorang laki-laki brengsek dan een proleet van een man yang berarti laki-laki tidak beradab/tidak sopan. Stereotip yang buruk terhadap orang Indis juga menguasai Zus sehingga ia menganggap Schuitemaker sebagai orang Indis yang brengsek dan tidak beradab. Diskriminasi dalam teks ini juga muncul di halaman 503 yang dilakukan oleh orang Jepang, tampak dalam kutipan berikut: Het Rode Kruis had ons tweehonderd gram rijst gezonden. Daarvan nam de Jap de helft Henk heeft toen uit de keuken een baal rijst gestolen, dat niet voor zichzelf gehouden, maar naar het hospital gebracht Henk werd toen door de Jap zwaar gestraft Orang Jepang mengambil jatah beras orang Belanda yang seharusnya mendapat 200 gram beras namun hanya mendapat setengahnya. Ini merupakan diskriminasi kebangsaan dan ras. Orang Jepang merasa dominan dan berkuasa saat itu sehingga dengan mudahnya mendiskriminasi orang Indis. Efek dari diskriminasi tersebut membuat rekan Pappa, Henk Winsdorp memberontak dan ia mencuri satu karung beras bukan untuk dirinya tetapi ia membawanya ke rumah sakit. Namun pihak Jepang mengetahui hal tersebut dan memberi Henk hukuman berat. Efek dari diskriminasi juga sangat dirasakan Pappa, terlebih saat ia berada di kamp. Keluarga ini tidak pernah membicarakan mengenai hal tersebut, karena hal tersebut meninggalkan sakit yang mendalam bagi keluarga tersebut terlebih lagi bagi Pappa. Sehingga wacana mengenai kamp tidak pernah dibicarakan dan menjadi hal yang tabu dan sensitif di keluarga tersebut. Waarom spreken en spraken we er niet over? Omdat we niemand pijn willen doen,, zei ik. Dat is juist, zei Zus, ik vind praten over he kamp een vorm van onbeschaafdheid. Het is niet fatsoenlijk. Je praat niet over je ziektes, zei Broer. Halaman 505 8
Pappa juga mengalami depresi saat ia berusaha untuk bangkit setelah peristiwa perang tersebut dan mencoba menata kembali kehidupannya. wanneer het geluk hem niet deelachtig zou worden, zou dat weer een vernedering zijn. Een vernedering op die vernedering van de oorlog. Dan kon niet. Het verwerken van de oorlog is het niet verweken van fysieke pijn, maar het voorkomen van nieuwe vernederingen. Alle oorlogsslachtoffers proberen de oorlogsbeelden die in hun geëst zijn, in harmonie te brengen met het dagelijks leven. Maar ze weten niet hoe. Wat ze in hun geest zien, is te verschrikkelijk om waar te zijn Ze waren tenslotte bang. Ze hadden angst voor een nieuwe vernedering. Halaman 506 Setiap korban perang adalah korban diskriminasi dan efek yang ditimbulkan sangatlah buruk. Dalam teks dituliskan Pappa selalu dihantui oleh rasa malu dan takut akan penghinaan yang akan diterimanya. Kemudian membuatnya memandang pengalaman hidupnya sebagai sesuatu yang buruk dan negatif. KESIMPULAN Pada masa kolonial hingga masa postkolonial memang banyak terjadi diskriminasi yang dilakukan oleh berbagai pihak. Dalam teks ini pun ditemukan banyak diskriminasi, namun penulis mempersempitnya dengan menganalisis diskriminasi ras, etnis, dan kebangsaan. Setelah menganalisis, menggunakan kacamata postkolonial, bagaimana pandangan postkolonial ini mengkritisi kejadian-kejadian pada masa kolonial, penulis menemukan beberapa diskriminasi ras, etnis, dan kebangsaan, yang dilakukan oleh banyak pihak baik secara eksplisit maupun implisit, yaitu warga negara Belanda terhadap orang Indis dan orang pribumi, polisi Belanda terhadap orang Indis, dan orang Jepang terhadap orang Indis. Pappa sebagai tokoh sentral yang diceritakan kisah hidupnya mengalami banyak diskriminasi. Sebagai seorang warga Negara Belanda namun keturunan Indis, Pappa sering diberi perlakukan berbeda karena warna kulitnya yang coklat dan ia lahir, besar, dan bekerja di Hindia Belanda. Efek daripada diskriminasi tersebut bukanlah hal yang sederhana, bahkan dapat merubah sifat dan perilaku pihak yang terdiskriminasi, seperti rasa takut akan penghinaan, malu, was-was, kehilangan harga diri, kesepian, menutup diri terhadap sekitar, memberontak terhadap kondisi yang ia terima, bahkan depresi yang berakibat memandang negatif terhadap masa depan, dirinya sendiri, dan pengalaman hidupnya. Dalam teks ini, bukan hanya menceritakan diskriminasi yang dialami Pappa, tetapi yang juga dialami oleh 9
rekan sejawatnya yaitu Wim Schuitemaker dan Henk Winsdrop. Wim Schuitemaker mengalami diskriminasi sehingga membuatnya depresi memandang pengalaman hidupnya dan berubah menjadi sosok yang tertutup dan memandang negatif masa depannya, Henk Winsdrop juga mengalami diskriminasi saat diasingkan dalam kamp penjajahan Jepang, perlakuan yang diterimanya membuat ia memberontak dan menuntut keadilan. Diskriminasi yang dialami Pappa juga memengaruhi kehidupan Pappa, rasa takut, malu, dan terancam terus meneror kehidupannya hingga meninggal dunia. SARAN Peneliti selanjutnya dapat menganalisis tema yang penulis analisis dengan lebih dalam disertai dengan sumber referensi yang lebih banyak. Selain itu, peneliti lain dapat melanjutkan analisis penulis maupun meneliti tema yang serupa dengan lingkup yang lebih luas. KEPUSTAKAAN Holman, Theodor. (1992). Familifeest. Amsterdam: Nijgh & Van Ditmar Wahyu, Gusti Agung. Postkolonialisme. Filsafat Postkolonialisme. http://arsa90gmail.blogspot.com/ (23 Des. 2012) http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php (24 Des. 2012) http://www.duniapsikologi.com/depresi-pengertian-penyebab-dan-gejalanya/ (24 Des 2012) Andrade, Sahar. Diversity: Harmful Effects of Discrimination - Part 3. http://technorati.com/lifestyle/article/diversity-harmful-effects-of-discrimination-part4/ (24 Des. 2012) Tarigan, C., Julita. Perbedaan Depresi Pada Pasien Dispepsia Fungsional dan Dispepsia Organik.. http://www.usu.go.id. (26 Des. 2012) Van der Pol, Kees. Boekverslag van Familiefeest. http://www.scholieren.com/boekverslag/59945 (26 Des. 2012) 10