ARTIKEL KARYA SENI. Oleh : I WAYAN MAHAPAPMA JELANTIK

dokumen-dokumen yang mirip
KRITIK SENI BUSANA LIKU DMA TARI ARJA

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

Tari Pendet Bali Pergeseran Tarian Sakral Menjadi Tarian Balih-Balihan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DESKRIPSI DUKUH SILADRI. Dipentaskan pada Festival Seni Tradisional Daerah se- MPU di Mataram, Nusa Tenggara Barat 1 Agustus 2010

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

ARTIKEL KARYA SENI PROSES PEMBELAJARAN BERMAIN DRAMA GONG BAGI SISWA KELAS XII AP 1 SMK PGRI PAYANANG

SKRIP KARYA SENI GERAHING MEDANG KEMULAN

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penilitian skripsi yang berjudul Kesenian Tradisional Mak Yong di

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan

ARTIKEL KARYA SENI KAJIAN ESTETIS DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TARI TELEK DI DESA JUMPAI KABUPATEN KLUNGKUNG

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

DESKRIPSI TARI TABUH TUAK OLEH : I Gede Oka Surya Negara,SST.,M.Sn

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA

Seni Pertunjukan Gambuh Kajian Makna Dan Nilai Budaya (1) Oleh: Wardizal, S.Sen., M.Si. Abstrak

3. Karakteristik tari

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni

BAB I PENDAHULUAN. kerajaan, serta tindakan-tindakan penting lainnya (Kanta dalam Suarka, 1989: 1).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

ARTIKEL KARYA SENI PENGEMBANGAN VIDEO PEMBELAJARAN TOKOH GALUH DALAM DRAMATRI ARJA DI SANGGAR SENI SIWARATRI DESA KERAMAS BLAHBATUH GIANYAR

TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA LINGGA

BAB I PENDAHULUAN. lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan

KERAGAMAN EKSPRESI SENI DI ERA GLOBAL: PENGALAMAN BALI. Abstrak

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kesenian yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah

BAB I PENDAHULUAN. permainan modern seperti game on line dan play station. Dongeng dapat

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2012

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. a. Upaya pemertahanan bahasa Bali dalam keluarga. Hal ini tampak dalam situasi

Gambuh Sebagai Inspirator Seni Pertunjukan Bali Kiriman: A.A.Ayu Kusuma Arini, SST.,M.Si. Indonesian Institute of the Art Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk

ARTIKEL KARYA SENI. Oleh : NI WAYAN PHIA WIDIARI EKA TANA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asti Purnamasari, 2013

INTERNALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DAN PELESTARIAN BUDAYA DAERAH MELALUI PERTUNJUKAN KETHOPRAK

BAB I PENDAHULUAN. hidup (Sudirga, 2005 : 1). Tentunya hal tersebut merupakan suatu bentuk pernyataan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

DESKRIPSI PENATAAN TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA DEWATA NAWA SANGA

BAB V KESIMPULAN. Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa

Taksu Seni Budaya Mewujudkan Ajeg Bali

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkunjung dan menikmati keindahan yang ada di Indonesia khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan dan kesenian tradisionalnya.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dari generasi ke generasi yang semakin modern ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KOTA DENPASAR

ARTIKEL KARYA SENI FUNGSI DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM SENI PERTUNJUKAN CEPUNG DI DESA JAGARAGA, KECAMATAN KURIPAN, KABUPATEN LOMBOK BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki warisan budaya yang beranekaragam. Keanekarangaman warisan

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN BAHASA UNTUK MASYARAKAT DAERAH

Pranaraga Sebuah Lakon Drama Tari Gambuh Generasi Muda Oleh Sanggar Seni Satriya Lelana Batuan Gianyar Di Ajang Pesta Kesenian Bali Xxxix 2017

MARGINALISASI GAMELAN BATEL DALAM SENI PERTUNJUKAN WAYANG KULIT DI DESA SIBANGGEDE, KABUPATEN BADUNG

BAB V PENUTUP. Pengkajian uraian dari berbagai aspek historis tentang tarian Deo Tua dalam upacara minta

BAB I PENDAHULUAN. Peneliti mengenal penari-penari wayang topeng di Malang, Jawa Timur sejak

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

ARTIKEL KARYA SENI PENERAPAN MESATUA BALI SEBAGAI EKSPRESI MEDIA BERMAIN DRAMA MONOLOG PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI 24

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN

PEMBUATAN FILM ANIMASI 2D YANG BERJUDUL EMPAT MONSTER PADA KOMUNITAS MULTIMEDIA AMIKOM SURAKARTA

PERJALANAN HIDUP DAN UPAYA MEMBANGKITKAN KEMBALI SENI OPERA BATAK TILHANG SERINDO

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk ungkapan kehidupan atau pernyataan diri masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Destri Srimulyan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yulia Afrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. didapat dalam semua kebudayaan dimanapun di dunia. Unsur kebudayaan universal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. Seni Pertunjukan Daerah Dulmuluk

TAYUB NINTHING: TARI KREASI BARU YANG BERSUMBER PADA KESENIAN TAYUB

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesenian Angklung Buncis merupakan kesenian turun temurun yang

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini tari pendet dikenal sebagian masyarakat sebagai tarian

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

KINERJA PENDAMPING DESA DALAM PEMBANGUNAN DESA DI KECAMATAN JIPUT KABUPATEN PANDEGLANG

BHISMA DEWABHARATA (BABAK I)

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

EKSISTENSI SANGGAR TARI KEMBANG SORE PUSAT - YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Seni pertunjukan merupakan sebuah penyajian bentuk karya seni dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, yakni dengan penggunaan handphone

Transkripsi:

ARTIKEL KARYA SENI NILAI-NILAI PENDIDIKAN DAN MARGINALISASI DRAMATARI GAMBUH DI DUSUN BUDAKELING, DESA BUDAKELING, KECAMATAN BEBANDEM, KABUPATEN KARANGASEM Oleh : I WAYAN MAHAPAPMA JELANTIK PROGRAM STUDI S-1 SENDRATASIK FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 1

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DAN MARGINALISASI DRAMATARI GAMBUH DI DUSUN BUDAKELING, DESA BUDAKELING, KECAMATAN BEBANDEM, KABUPATEN KARANGASEM I Wayan Mahapapma Jelantik, Ni Ketut Yuliasih, Rinto Widyarto Prodi Pendidikan Sendratasik, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar E-mail: mahapapmajelantik03@gmail.com ABSTRAK NILAI-NILAI PENDIDIKAN DAN MARGINALISASI DRAMATARI GAMBUH DI DUSUN BUDAKELING, DESA BUDAKELING, KECAMATAN BEBANDEM, KABUPATEN KARANGASEM Dramatari Gambuh merupakan sebuah kesenian yang dianggap sebagai sumber dari segala seni pertunjukan yang muncul kemudian seperti dramatari arja, topeng dan lain sebagainya. Dramatari Gambuh khususnya di Budakeling merupakan kesenian yang adiluhung dengan kandungan nilai-nilai pendidikan di dalamnya. Namun dewasa ini kesenian ini mengalami keterpurukan dan dianggap hampir punah di Budakeling. Untuk itu penelitian ini perlu dilakukan guna mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung serta hal yang menyebabkan keterpurukan/ keterpinggiran (marginalisasi) dramatari Gambuh di Budakeling, dengan mengangkat tiga permasalahan pokok, yaitu: nilai-nilai pendidikan, bentuk marginalisasi dan faktor marginalisasi. Untuk mengkaji nilai-nilai pendidikan, bentuk marginalisasi, serta faktor marginalisasi dramatari Gambuh di Budakeling dipergunakan metode kualitatif dan pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, tehnik wawancara, tehnik studi kepustakaan, dan tehnik dokumentasi, kemudian dianalisis dengan mempergunakan teori Pendidikan Klasik, teori Nilai Pendidikan dan teori Marginalisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam dramatari Gambuh di Budakeling jika dilihat dari prosesi pertunjukan, tata tata rias, lakon, karakter dan bahasa yang digunakan akan didapatkan empat nilai pendidikan yang terkandung didalamnya yakni, nilai pendidikan religius, nilai pendidikan moral nilai pendidikan karakter dan nilai pendidikan sosial. Keterpinggiran/ marginalisasi dramatari Gambuh dapat dilihat dari menurunnya nilai-nilai tradisi di masyarakat, tergesernya kesenian tradisi dramatari Gambuh di Budakeling, dan penyempitan ruang pentas dramatari Gambuh di Budakeling. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya minat masyarakat, kuarangnya sikap terbuka, kurangnya bantuan dari pemerintah serta faktor ekonomi masyarakat Budakeling yang semakin kompleks. Kata Kunci: Dramatari Gambuh, nilai-nilai pendidikan, marginalisasi. ABSTRACT VALUE EDUCATION AND MARGINALIZATION DRAMATARI GAMBUH IN BUDAKELING, BUDAKELING VILLAGE, DISTRICT BEBANDEM, KARANGASEM REGENCY Dramatari Gambuh is an art which is considered as the source of all the performing arts that emerged later as dramatari arja, mask and so forth. Dramatari Gambuh particularly in Budakeling is the valuable art with the content of educational value in it. But today this art crash and is considered endangered in Budakeling. For this study needs to be conducted to determine the educational values 2

embodied and things that cause marginalization dramatari Gambuh in Budakeling, with raised three key issues, namely: the values of education, forms of marginalization and marginalization factor. To assess the value of education, forms of marginalization, as well as factors marginalization dramatari Gambuh in Budakeling used qualitative methods and data collection is done by observation, interview techniques, technical literature studies, and technical documentation, and then analyzed by using the theory of Education Classical theory of Value Education and the theory of marginalization.the results showed that the values of education contained in dramatari Gambuh in Budakeling when viewed from the procession of the show, hairdressing cosmetology, the play, the characters and the language used will be obtained four educational value contained therein namely, the value of religious education, the educational value of moral values character education and social educational value. Marginalization can be seen from the decline of traditional values in society, displacement of traditional art dramatari Gambuh in Budakeling, and narrowing of the performance space dramatari Gambuh in Budakeling. It is caused by several factors, namely the lack of community interest, lack of openness, the lack of support from the government as well as economic factors Budakeling an increasingly complex society. Keywords: Dramatari Gambuh, values education, marginalization. Pendahuluan Bali dikenal dengan kebudayaannya yang khas, berbagai macam tradisi yang mencerminkan adat Bali sangat menarik banyak untuk dilihat lebih dekat keunikan budayanya. Salah satu kebudayaan yang paling terkenal di Bali adalah kesenian, dan yang paling menonjol, menarik serta yang paling banyak diminati adalah seni pertunjukan. Seni pertunjukan menurut The Liang Gie (1983:11), bahwa seni adalah segenap kegiatan budi pikiran seorang seniman yang secara mahir menciptakan suatu karya sebagai pengungkapan perasaan manusia. Sedangkan pertunjukan sama dengan pementasan/dipertontonkan, jadi seni pertunjukan adalah sebuah bentuk penyajian karya seni yang ditampilkan dengan cara dipentaskan atau dipertunjukkan, seperti drama, tari, teater, dan musik. Seni pertunjukan Bali dari masa ke masa memperlihatkan perubahan dan pembaharuan yang dinamis dengan bentuk serta sifat yang berbeda-beda. Seni pertunjukan tradisional dan klasik pada masyarakat Bali merupakan pangkal dari perkembangan seni pertunjukan yang bersifat baru pada jaman sekarang. Sumber seni pertunjukan tradisional dan klasik yang menjadi pangkal semua seni pertunjukan di Bali adalah Gambuh (Bandem dan Murgiyanto, 1996:115-127). Dramatari Gambuh merupakan seni pertunjukan Bebali, tempat pertunjukan menggunakan halaman pura bagian tengah /jaba tengah (Bandem 2004: 38). Dramatari Gambuh sebagai warisan masa lampau merupakan wujud roman pangeran (Formaggia, 2000:19). Bandem dalam Panitithalaning Pegambuhan (1975:11) mengatakan bahwa roman pangeran berarti sebuah perjalanan kisah cinta seorang pangeran dalam mengejar cinta sang putri. Hal berarti, Gambuh merupakan pertunjukan yang 3

awalnya menggunakan cerita malat, sebuah epik Panji dari kerajaan Majapahit, dengan kisah percintaan pangeran dalam mencari cinta sejatinya dengan kebudayaan kerajaan. Dramatari Gambuh sebagai kesenian adiluhung yang banyak bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, salah satunya dalam nilai-nilai pendidikan yang memberikan pengajaran kepada masyarakat. Seni pertunjukan dramatari Gambuh dapat mempengaruhi pola pikir dan prilaku seseorang yang membawa dampak atau berkontribusi pada kehidupan masyarakat di Bali, salah satunya sebagai sarana upacara dan sarana pendidikan. Kenyataan saat ini, Gambuh di Desa Budakeling terjadi marginalisasi. Marginalisasi sebagai sebuah fenomena yang menimbulkan kemelaratan dan ciri kebudayaan pribumi tertentu yang biasanya tertahan dan menunjukkan fenomena integral dalam masyarakat (Casanova, 2001:45). Terjadinya marginalisasi dramatari Gambuh di Budakeling diakibatkan oleh berkurangnya minat masyarakat untuk mempelajari Gambuh hingga kurangnya para generasi yang ingin mempertahankan kesenian tersebut. Selain itu kebutuhan ekonomi masyarakat yang begitu tinggi, berdampak pada keberadaan kesenian klasik dianggap tidak begitu memberikan kontribusi dibidang bidang ekonomi maupun kehidupan sehari-hari. Pertunjukan dramatari Gambuh jika dikaji secara mendalam mengandung banyak manfaat mengenai nilai-nilai kehidupan yang mendidik bagi masyarakat. Untuk itu, kajian mengenai dramatari Gambuh di dusun Budakeling dengan pendekatan kualitatif dikaji berdasarkan nilai-nilai pendidikan dan marginalisasinya. Bagian Inti Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma sosial merupakan salah satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Terkait dengan penelitian ini, bentuk-bentuk 4

marginalisasi terhadap dramatari Gambuh di Dusun Budakeling, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem dapat diamati melalui fenomena yang terjadi di lapangan. Bentuk-bentuk marginalisasi Gambuh di Budakeling adalah menurunnya nilai-nilai tradisi dimasyarakat, tergesernya kesenian tradisi dramatari Gambuh di Budakeling, dan penyempitan ruang pentas dramatari Gambuh di Budakeling. Gambar 1. Wawancara dengan Guru Made Degung yang merupakan penari Gambuh tertua yang masih ada di budakeling Foto. Koleksi Mahapapma Jelantik Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam maupun faktor dari luar, baik dari seniman pendukungnya maupun dari lingkungan masyarakatnya serta dukungan dari pemerintah terhadap kelangsungan hidup kesenian klasik ini. Secara garis besar faktor yang menyebabkan termarginalnya dramatari Gambuh di Budakeling, yaitu kurangnya minat masyarakat terhadap dramatari Gambuh di Budakeling, kurangnya sikap terbuka dalam menerima masukan terhadap dramatari Gambuh di Budakeling, kurangnya bantuan dari pemerintah terhadap kesenian klasik seperti Gambuh di Budakeling, faktor ekonomi masyarakat Budakeling yang semakin kompleks sehingga menganggap dramatari Gambuh tidak terlalu penting karena tidak memberikan kontribusi terhadap perekonomian mereka, serta kemajuan teknologi dan informasi. Gambuh di Budakeling ketika masih menjadi dramatari istana memiliki fungsi sebagai pengiring upacara ritual dan untuk menghibur para tamu kerajaan. Fungsi utama Gambuh sebagai 5

persembahan untuk mengiri upacara ritual juga dapat pula ditontonkan dan sekaligus menghibur para peserta upacara. Selain itu gambuh dipentaskan juga unntuk tujuan naur sesangi (membayar hutang) seperti yang sering dijumpai di Budakeling pada masa ketenaran Gambuh dahulu. Dilihat dari tata krama pewarisan nilai berupa penggunaan tingkat tutur bahasa dalam bentuk dialog dan narasi yang disampaikan dalam pertunjukan, bahwasannya Gambuh dapat pula berfungsi sebagai sarana pendidikan. Penggunaan bahasa ini berkaitan pula dengan penguasaan literatur yang diangkat sebagai lakon. Gambuh dapat pula berfungsi sebagai pendidikan moral ditinjau dari isi serta makna yang terkandung dalam lakon-lakon yang dipentaskan. Keberadaan Gambuh juga memiliki fungsi untuk mengukuhkan integrasi sosial, dilihat dari kebersamaan dalam mengayomi Gambuh sebagai warisan leluhurnya berarti juga bahwa Gambuh dapat berfungsi sebagai pelestari budaya. Jika dilihat dari segi fungsi dan aturan mengenai ritual dalam dramatari Gambuh khususnya di Budakeling maka nilai-nilai pendidikan tentang religius akan memberikan pengajaran kepada masyarakat baik yang melihat maupun yang bergelut dalam dramatari Gambuh seperti pembuatan sesajen serta kandungan spritual dalam dramatari Gambuh akan mendidik masyarakat untuk menjadi lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Disamping itu para penari akan taat kepada ajaran agama, karena setiap mereka akan tampil maka mereka akan selalu memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa baik untuk keselamatan dirinya dan kelancaran pementasan. Hal ini menunjukkan bahwa dramatari Gambuh memiliki kandungan nilai pendidikan religius yang mendidik pelaku maupun penikmat seni pertunjukan Gambuh agar lebih taat kepada ajaran agamanya Dalam Panithitalaning Pegambuhan (Bandem dkk 1975: 11) menyatakan bahwa tema umum Panji cyclus (Malat) adalah cinta. Cerita Malat mengandung falsafah rwa bhineda yang selalu mendasari lakon dalam dramatari Gambuh. Adanya dua pembagian tokoh yang berbeda yakni tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang berada pada sisi baik sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang berada pada sisi jahat. Tokoh yang ada dipihak yang baik yaitu Panji, Demang, Tumenggung, Rangga, Kadean-kadean, sedangkan Arya, Potet, Prabangsa, ada dipihak Prabu yang jahat. Dalam pertunjukan tradisional, yang jahat harus dikalahkan oleh yang baik, kalau tidak sutradara atau dhalang bisa dilempari batu oleh penonton (Soemanto 2001: 11). Dilihat dari cerita serta penokohan yang ada dalam dramatari Gambuh, dapat dikatakan bahwa dramatari Gambuh memiliki nilai moral yang sangat tinggi dan dengan adanya pembelajaran mengenai sesuatu yang berbau kejahatan pasti akan dikalahkan oleh hal yang berbau 6

kebaikan. Nilai moral yang dapat dipetik dalam dramatari gambuh adalah bagaimana kita hidup sebagai manusia yang memiliki dua jalan yaitu jalan kebaikan dan jalan kejahatan, dan bahwasannya harus selalu berada dijalan kebajikan menuju kebenaran hakiki yang berlandaskan cinta kasih. Dramatari Gambuh merupakan dramatari yang diselingi nyanyian dengan menggunakan bahasa Kawi sebagai dialog ini telah mengalami perkembangan karakterisasi yang cukup rumit. Secara garis besar terdapat empat tipe karakter pokok, yaitu putri manis (halus dan rendah hati), putri keras (dinamis), putra manis (halus dan rendah hati), putra keras (gagah dan dinamis). Tipetipe karakter pada pertunjukan dramatari Gambuh di Budakeling bisa kita jumpai pada tokoh-tokoh utamanya. Misalnya saja tipe karakter putri manis dilakukan oleh raja putri dan Galuh Candrakirana. Tipe karakter putri keras untuk Condong serta kakan-kakan (dayang-dayang istana). Tipe karakter putra manis terdapat pada tokoh Panji, Prabu atau raja manis, dan begawan. Adapun tipe karakter putra keras terdapat pada penampilan kadean-kadean, arya, Prabu atau raja keras, Prabangsa, Demang dan Tumenggung. Para penasar atau panakawan yaitu Semar, Togog, Potet dan Turas, walaupum keras, tetapi banyak diwarnai oleh gerak-gerak improvisasi. Di samping penampilan geraknya perbedaan antara tipe karakter satu sama lainnya juga nampak jelas pada tata busana serta rias mereka, terutama pada penutup kepala yang disebut gelungan. Gambar 2. Tempat penyimpanan gelungan Foto. Koleksi Mahapapma Jelantik 7

Dramatari Gambuh khususnya di Budakeling memiliki nilai-nilai pendidikan karakter yang sangat banyak, diataranya adanya karakter kepemimpinan dari masing-masing tokoh raja serta kebijaksanaannya dalam memimpin kerajaan. Di samping itu adanya kesetiaan dari masing-masing tokoh abdi kerajaan baik kepada kerajaan maupun kepada pemimpinnya. Sehingga nilai-nilai karakter dalam dramatari Gambuh khususnya di Budakeling dapat memberikan pengajaran kepada masyarakat yang menyaksikan pertunjukan dramatari Gambuh unntuk menjadi masyarakat yang taat kepada negara serta menjadi seorang manusia yang memiliki sifat yang bijaksana dalam mempimpin dirinya dan orang lain untuk menjadi manusia yang lebih baik. Sistem sosial yang terkandung dalam dramatari Gambuh di Budakeling dapat dilihat dari penggunaan bahasa dan lakon dalam dramatari Gambuh di Budakeling serta hubungan antara penonton dengan pelaku dalam dramatari Gambuh di Budakeling. Dramatari Gambuh di Budakeling biasanya menggunakan cerita Malat, yakni cerita yang mengisahkan kerajaan-kerajaan Majapahit terdahulu. Hal ini menunjukkan dalam Gambuh akan terdapat sistem sosial yang bercirikan sistem kerajaan. Sudah barang tentu ada pemimpin dan ada yang dipimpin. Akan terdapat tata cara seorang pemimpin dalam memimpin kerajaannya, terdapat pula hubungan antara pemimpin kerajaan dalam hal ini raja dengan para menteri serata hubungan antara raja dengan rakyatnya. Sistem sosial ini dalam dramatari Gambuh ditunjukkan melalui penggunaan bahasa dari masing-masing tokoh. Adanya perbedaan intonasi serta tata cara berbahasa (tutur) membuat dramatari Gambuh di Budakeling khususnya memiliki nilai sosial yang tinggi. Penutup Dramatari Gambuh yang merupakan kesenian klasik yang adiluhung yang memiliki kandungan nilai edukasi dan estetik. Agar seni pertunjukan ini terus lestari dan digemari masyarakat baik tua maupun muda, hendaknya dramatari ini terus dikembangkan secara fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman. Baik dari segi bentuk pertunjukan maupun dari tata penyajiannya agar sebagai sebuah warisan budaya, dramatari ini akan selalu diminati oleh para generasi dan lapisan masyarakat. Untuk menjaga kelangsungan tarian ini sebaiknya proses regenerasi dilakukan secara berkelanjutan, sehingga tarian ini terus dapat dipentaskan. Untuk memupuk kerjasama perlu ditingkatkatkan rasa saling menghargai sesama, agar hubungan antar warga yang selama ini telah terjalin baik dapat menjaga kelangsungan hidup dramatari ini sebagai kebanggaan masyarakat Budakeling. 8

Daftar Rujukan Bandem, I Made & dkk. 1975. Panitithalaning Pegambuhan. Denpasar: Proyek Pencetakan/ Penerbitan Naskah-Naskah Seni Budaya dan Pembelian Benda-Benda Seni Budaya. Bandem, I Made & Fredrik Eugene deboer. 2004. Kaja dan Kelod; Tarian Bali dalam Transisi. Jogyakarta: Badan Penerbit ISI Jogjakarta. Bandem, I Made & Sal Murgiyanto. 1996. Teater Daerah Indonesia. Yogyakarta: Kanisius Casanova, Pablo Gonzales. 2001. Penomena Pedesaan. Surabaya: Intan Pariwara Formaggia, Maria Cristina. 2000a. Gambuh Dramatari Bali. Jakarta: Yayasan Lontar. 2000b. Gambuh Dramatari Bali. Jakarta: Yayasan Lontar. Gie, The Liang. 1983. Garis Besar Estetik. (Filsafat Keindahan). Yogyakarta: Gramedia. Soemanto Bakdi. 2001. Jagat Teater. Yogyakarta: Media Pressindo 9