I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dikatakan baik apabila terjadi peningkatan pada laju pertumbuhan di

BAB I PENDAHULUAN. antar daerah dan struktur perekonomian yang seimbang (Sukirno, 2005).

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN AGUSTUS 2015

BAB I PENDAHULUAN. diarahkan guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakatmya.

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

BAB VI PENUTUP. hasil analisis yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2011

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN NGADA

KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2013

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan nasional suatu negara yakni melalui jumlah dan

PROFIL PEMBANGUNAN BANTEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

Keadaan Ketenagakerjaan Bali Agustus 2017

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

Pemerintah Kabupaten Bantul. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir TA 2007 Kabupaten Bantul

I. PENDAHULUAN. dapat menikmati hasil pembangunan. Salah satu bukti telah terjadinya

BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI. Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. penghambat adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Melonjaknya

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap sistem pemerintahan. Adanya sistem pemerintahan otonomi di Indonesia diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah ini bertujuan untuk menciptakan pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat mengatasi masalah kemiskinan dan ketenagakerjaan yang masih terus terjadi di wilayah Indonesia. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu ketenagakerjaan. Bidang ketenagakerjaan merupakan suatu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan perekonomian. Usaha yang dimaksud dalam bidang ini adalah menyediakan lapangan kerja yang cukup untuk dapat mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja, dimana pada umumnya permasalahan dalam ketenagakerjaan yang masih dihadapi pada era otonomi daerah ini adalah meningkatnya jumlah angkatan kerja yang cukup besar sementara belum diiringi dengan kesempatan kerja yang memadai sehingga menimbulkan adanya gap dalam bentuk pengangguran. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), tahun 2001 hingga 2010 terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja Indonesia dari

2 sejumlah 98,81 juta orang menjadi 116,52 juta orang. Peningkatan tersebut memiliki laju pertumbuhan sebesar 17,92 persen. Adapun dari jumlah angkatan kerja tersebut sekitar 60 persen berada di wilayah Pulau Jawa yang tersebar di enam provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Banten. Perkembangan ekonomi dan perkotaan yang pesat serta sebagai pusat pemerintahan yang dianggap mampu memberikan segala kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan menjadi salah faktor penyebab perpindahan penduduk yang secara tidak langsung memberikan dampak terhadap meningkatnya jumlah angkatan kerja. Data pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa meningkatnya jumlah penduduk di wilayah Pulau Jawa juga diikuti oleh peningkatan jumlah angkatan kerja dari sebesar 59,81 juta orang menjadi 67,74 juta orang dengan laju peningkatan sebesar 13,24 persen. Laju pertumbuhan angkatan kerja yang belum diiringi dengan meningkatnya lapangan kerja yang memadai di wilayah Pulau Jawa menyebabkan rata-rata tingkat pengangguran terbuka setiap tahunnya sebesar 10,47 persen. Tingkat pengangguran terbuka mengalami peningkatan dari tahun 2001 sebesar 9,58 persen menjadi 12,15 persen pada tahun 2005, kemudian pada tahun 2006 mulai mengalami penurunan akan tetapi penurunan tersebut belum signifikan dan masih besar jumlahnya. Dari jumlah total pengangguran tersebut, kurang lebih hampir separuhnya atau rata-rata sebesar 43,38 persen masuk dalam kategori pengangguran terdidik yang terdiri dari lulusan SMTA (kejuruan dan umum), diploma (I/II/III) dan universitas. Sedangkan sisanya sebesar 56,62 persen merupakan pengangguran tidak terdidik (belum pernah sekolah, tamatan sekolah dasar, dan tamatan SLTP).

3 Masih besarnya angka pengangguran di wilayah Pulau Jawa mengindikasikan bahwa jumlah tenaga kerja yang ditawarkan di pasar tenaga kerja belum mampu terserap dalam kegiatan-kegiatan ekonomi secara optimal. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk 15 Tahun Keatas Berdasarkan Kegiatan Selama Seminggu Yang Lalu Tingkat Angkatan Bekerja Menganggur Pengangguran Tahun Kerja (orang) (orang) Terbuka (orang) (%) 2001 54.591.472 5.227.293 59.818.765 9,58 2002 54.713.015 5.611.538 60.324.553 10,26 2003 53.972.413 5.888.982 59.861.395 10,91 2004 56.010.983 6.332.092 62.343.075 11,31 2005 56.484.071 6.863.512 63.347.583 12,15 2006 57.033.546 6.857.059 63.890.605 12,02 2007 59.910.151 6.414.278 66.324.429 10,71 2008 60.579.396 6.131.805 66.711.201 10,12 2009 61.760.684 5.708.454 67.469.138 9,24 2010 62.497.993 5.243.585 67.741.578 8,39 Rata-rata 57.755.372 6.027.860 63.783.232 10,47 Sumber : BPS, SAKERNAS 2001-2010 (diolah) Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang paling produktif kontribusinya dalam perekonomian nasional. Pulau Jawa merupakan penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar dibandingkan dengan pulau lainnya yaitu sebesar 57,5 persen melalui aktivitas di sektor sekunder dan tersier khususnya pada sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (BPS, 2011). Untuk itu, besarnya aktivitas pada kedua sektor tersebut dapat dijadikan solusi selain bertumpu pada sektor pertanian untuk mengatasi jumlah angkatan kerja yang semakin meningkat setiap tahunnya.

4 Berdasarkan data pada tabel 1.2 selama kurun waktu tahun 2001 hingga 2010, sektor pertanian memiliki proporsi jumlah tenaga kerja relatif lebih besar diikuti oleh sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada tahun 2001 sektor pertanian memiliki jumlah persentase sebesar 36,06 persen, sektor industri 17,02 persen, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 21,44 persen. Kemudian pada tahun 2010 sektor pertanian memiliki jumlah yang lebih rendah sebesar 30,01 persen, sedangkan sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami peningkatan dalam menyerap tenaga kerja menjadi 17,19 persen dan 23,60 persen. Tabel 1.2. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Pulau Jawa Tahun 2001-2010 (persen) Tahun Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2001 36,06 1,03 17,02 0,15 4,70 21,44 5,50 1,53 12,58 2002 34,75 0,52 17,67 0,21 5,30 22,50 5,87 1,10 12,08 2003 36,91 0,70 16,59 0,19 5,02 21,44 6,24 1,63 11,26 2004 34,45 0,92 15,73 0,25 5,55 23,41 6,46 1,34 11,88 2005 35,40 0,68 16,47 0,20 5,12 22,47 6,61 1,52 11,52 2006 33,69 0,62 16,39 0,25 5,81 23,28 6,42 1,63 12,21 2007 33,59 0,67 16,03 0,18 5,76 23,35 6,38 1,66 12,32 2008 32,26 0,72 15,98 0,18 5,61 23,44 6,42 1,80 13,42 2009 31,98 0,68 15,97 0,21 5,56 23,70 6,36 1,70 13,78 2010 30,10 0,68 17,19 0,22 5,41 23,60 5,61 2,00 15,04 Ratarata 33,92 0,72 16,49 0,20 5,94 22,87 6,19 1,59 12,61 Sumber : BPS, SAKERNAS 2001-2010 (diolah) Keterangan : 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Pertambangan dan Galian 3. Sektor Industri Pengolahan 4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Sektor Bangunan 6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Sektor Transportasi dan Komunikasi

5 8. Sektor Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 9. Sektor Jasa-Jasa Data dalam tabel 1.3 menunjukkan bahwa sektor industri memiliki kontribusi PDRB terbesar pertama, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang memiliki kontribusi PDRB terbesar kedua untuk wilayah Pulau Jawa. Pada tahun 2001 hingga 2010, kontribusi PDRB rata-rata sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 31,03 persen dan 23,25 persen terhadap total PDRB di Pulau Jawa dengan laju pertumbuhan rata-rata setiap tahunnya sebesar 4,38 persen dan 6,84 persen. Semakin berkembangnya kedua sektor tersebut secara tidak langsung diharapkan mampu memberikan efek multiplier terhadap penyerapan tenaga kerja agar mampu mengurangi tingkat pengangguran yang masih tinggi di wilayah Pulau Jawa. Terlebih lagi dengan adanya proporsi jumlah pengangguran terdidik yang relatif besar, maka sektor yang sifatnya lebih formal dan mampu menyerap tenaga cukup besar diharapkan untuk dapat menampung jumlah tenaga kerja lebih besar lagi. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa besarnya PDRB sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran di Pulau Jawa belum diiringi oleh penyerapan tenaga kerja yang seimbang. Walaupun sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi dan pertumbuhan nilai tambah yang relatif lebih besar dibandingkan sektor lainnya, akan tetapi kedua sektor tersebut hanya mampu menyerap tenaga kerja setiap tahunnya sebesar 16,49 persen dan 22,87 persen dari total tenaga kerja dengan rata-rata laju pertumbuhan pertahunnya sebesar 1,69 persen dan 2,68 persen. Hal ini

6 menunjukkan bahwa sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran mampu memberikan pertumbuhan yang cukup baik dari segi pendapatan, akan tetapi dalam sisi penyerapan tenaga kerja belum cukup baik. Tabel 1.3. Kontribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Pulau Jawa tahun 2001-2010 (persen) Tahun Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2001 9,67 1,92 32,13 1,45 5,64 21,68 5,41 12,51 9,60 2002 9,35 1,79 31,80 1,52 5,67 22,17 5,72 12,47 9,51 2003 9,37 1,73 31,13 1,55 5,69 22,73 5,95 12,39 9,45 2004 9,86 1,70 32,94 1,72 6,06 23,10 6,34 13,09 10,00 2005 8,97 1,50 31,01 1,62 5,77 23,35 6,28 12,17 9,32 2006 8,65 1,46 30,96 1,54 5,78 23,74 6,53 11,97 9,37 2007 8,26 1,42 30,87 1,46 5,86 23,65 6,98 11,94 9,56 2008 8,07 1,41 30,79 1,45 5,91 23,76 7,21 11,84 9,57 2009 8,25 1,43 29,46 1,48 5,97 24,04 7,72 12,01 9,64 2010 7,93 1,42 29,21 1,51 6,09 24,33 8,21 11,71 9,60 Ratarata 8,84 1,58 31,03 1,53 5,84 23,25 6,63 12,21 9,56 Sumber : BPS, 2010 (diolah) Keterangan : 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Pertambangan dan Galian 3. Sektor Industri Pengolahan 4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Sektor Bangunan 6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Sektor Transportasi dan Komunikasi 8. Sektor Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 9. Sektor Jasa-Jasa Salah satu sasaran utama pembangunan adalah selain meningkatkan pertumbuhan ekonomi disisi lain juga harus mampu menciptakan lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Oleh karena itulah, pemerintah senantiasa membuat kebijakan yang dapat meningkatkan taraf hidup pekerja

7 dengan tingkat upah yang layak. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menetapkan kebijakan tingkat upah minimum. Tingkat upah minimum ditetapkan secara sektoral dan regional. Mulai tahun 2001, tingkat upah minimum regional dikenal dengan tingkat Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK). Tingkat upah minimum yang ditetapkan di atas tingkat upah rata-rata yang diperoleh pekerja kemungkinan besar akan menyebabkan pengusaha mengurangi penggunaan tenaga kerja sehingga pertumbuhan penyerapan tenaga kerja akan berkurang. Pada bagian sebelumnya dijelaskan bahwa di pasar tenaga kerja, penawaran tenaga kerja oleh masyarakat lebih besar daripada permintaan tenaga kerja oleh pengusaha sehingga terjadi pengangguran. Masih rendahnya tingkat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran di wilayah Pulau Jawa menjadi suatu topik yang menarik untuk diteliti apakah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah di era otonomi terkait adanya upah minimum di pasar kerja dapat memengaruhi penyerapan tenaga kerja di sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran?. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pada Era Otonomi Daerah. 1.2. Perumusan Masalah Masalah ketenagakerjaan dihadapi oleh wilayah Pulau Jawa pada era otonomi daerah yang secara administratrif terdiri atas enam provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Banten saat ini cukup serius, mengingat jumlah angkatan kerja dari tahun ke tahun semakin bertambah

8 sebagai akibat dari pertambahan jumlah penduduk, sementara kesempatan kerja yang tersedia jumlahnya terbatas. Jumlah penduduk Pulau Jawa pada sensus tahun 2000 tercatat sebesar 121.293.200 jiwa, kemudian meningkat pada tahun 2010 menjadi 136.610.590 jiwa. Dari total jumlah penduduk tersebut, kurang lebih 60 persen merupakan angkatan kerja. Melihat keadaan tersebut, penyediaan lapangan kerja yang besar sangat diperlukan untuk mengimbangi banyaknya jumlah penduduk yang memasuki pasar kerja karena apabila tidak tertampungnya pencari kerja pada tingkat kesempatan kerja yang tersedia akan menyebabkan terjadinya pengangguran yang akan membawa masalah lebih besar dalam pembangunan. Data (SAKERNAS, 2001-2010) menunjukkan bahwa persentase tingkat pengangguran terbuka (TPT) rata-rata di wilayah Pulau Jawa setiap tahunnya mencapai 10,47 persen lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia dengan rata-rata kurang lebih 5 persen. Lebih ironisnya lagi, dari total jumlah pengangguran tersebut sekitar 43,38 persen masuk dalam kategori pengangguran terdidik. Masih tingginya angka pengangguran tersebut mengindikasikan bahwa lapangan kerja yang sifatnya formal masih terbatas dalam menyerap angkatan kerja. Usaha memperluas kesempatan kerja dalam rangka mengurangi jumlah pengangguran yang ada maupun menyerap tenaga kerja baru merupakan satu kesatuan usaha di dalam seluruh usaha pembangunan. Terlebih lagi dengan adanya sistem pemerintahan otonomi daerah saat ini yakni pemerintah daerah di masingmasing provinsi Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Banten dengan bebas mengatur urusan daerahnya masing-masing dengan tujuan untuk mensejahterakan penduduknya. Oleh karena itu, program

9 pembangunan di semua sektor mempergunakan perluasan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran utamanya, khususnya melalui usaha kegiatan yang banyak menyerap tenaga kerja baik secara langsung maupun tidak langsung. Adanya pemerintahan otonomi daerah saat ini diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui berbagai potensi di daerahnya masingmasing. Pertumbuhan ekonomi daerah di masing-masing provinsi Pulau Jawa secara kumulatif yang meningkat akan memicu adanya permintaan terhadap tenaga kerja baru sehingga secara tidak langsung akan menyerap jumlah angkatan kerja yang menganggur. Data (BPS, 2001-2010) menunjukkan bahwa Pulau Jawa memiliki kontribusi PDRB yang besar khususnya pada sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang rata-rata pertahunnya sebesar 31,03 persen dan 23,25 persen dengan laju pertumbuhan rata-rata pertahunnya 4,38 persen dan 6,84 persen. Secara keseluruhan, kedua sektor tersebut berkontribusi sebesar 54,28 persen pertahunnya sedangkan sisanya sebesar 45,72 persen oleh sektor lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua sektor tersebut merupakan sektor basis untuk wilayah Pulau Jawa. Besarnya aktivitas kedua sektor tersebut dapat dijadikan solusi untuk mengatasi jumlah pengangguran yang masih besar di wilayah Pulau Jawa. Oleh karena itu, usaha untuk menciptakan lapangan kerja baru yang dianggap sebagai salah satu pilihan terbaik saat ini adalah dengan memanfaatkan sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Data (SAKERNAS, 2001-2010) juga menunjukkan bahwa kedua sektor tersebut cukup besar dalam menyerap tenaga kerja setelah sektor pertanian yaitu sektor industri sebesar 16,49 persen dan perdagangan, hotel dan restoran 22,87

10 persen pertahunnya. Akan tetapi besarnya kontribusi penyerapan tenaga kerja dikedua sektor tersebut belum diiringi dengan laju pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang tinggi jika dibandingkan dengan sektor formal lainnya seperti LGA, keuangan, persewaan dan jasa. Berdasarkan data pada tabel 1.3, sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran hanya mampu menyerap tenaga kerja dengan laju sebesar 1,69 persen dan 2,68 persen. Untuk itu, kedua sektor tersebut diharapkan tidak hanya tinggi dalam laju pertumbuhan ekonominya saja, akan tetapi juga diharapkan mampu meningkatkan kontribusi serta diiringi oleh laju pertumbuhan penyerapan tenaga kerjanya juga sehingga adanya permasalahan pengangguran khususnya pengangguran terdidik yang jumlahnya masih besar di wilayah Pulau Jawa akan mampu diatasi oleh kedua sektor tersebut. Tabel 1.3. Laju Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Pulau Jawa Tahun 2002-2010 Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2002-6,29-51,31 0,95 37,8 9,92 2,06 3,77-30,01-6,62 2003 9,98 41,33-2,79-5,18-1,94-1,36 10,16 53,29-3,51 2004-4,88 33,32-3,42 32,67 12,6 11,28 5,5-16,02 7,54 2005 3,38-25,62 5,39-21,07-7,19-3,4 2,95 13,55-2,39 2006-3,69-7,41 0,7 26,84 8,85 4,82-1,73 8,93 7,23 2007 4,73 12,73 2,74-21,79 10,85 5,37 4,41 7,03 5,96 2008-2,88 9,25 0,81-0,96 0,25 1,53 1,74 9,18 10,21 2009 1,05-3,26 1,88 18,14-0,71 3,07 0,94-3.33 4,63 2010-4,75 0,94 8,9 8,67 0,49 0,71-10,69 19,18 10,44 Ratarata -0,37 1,11 1,69 8,35 3,68 2,68 1,89 6,87 3,72 Sumber :BPS, SAKERNAS 2001-2010 Tingginya jumlah penyerapan tenaga kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti investasi baik yang bersumber dari dalam negeri (PMDN) maupun luar negeri (PMA). Masuknya sumber modal yang berasal dari investasi tersebut seharusnya membawa dampak yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja bila invetasi tersebut lebih padat karya. Berdasarkan data (BKPM, 2011)

11 Pulau Jawa selalu memiliki proporsi alokasi dana investasi langsung yang lebih besar yaitu kurang lebih diatas 50 persen setiap tahunnya yang tersebar pada enam provinsi di berbagai sektor perekonomian. Besarnya distribusi nilai investasi yang cukup besar tersebut dikarenakan kualitas sumberdaya serta infrastruktur yang lebih baik untuk wilayah Pulau Jawa. Tabel 1.4. Proporsi Realisasi Investasi Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Tahun 2001-2010 (persen) PMA PMDN Tahun Perdagangan, Perdagangan, Industri Hotel dan Industri Hotel dan Restoran Restoran 2001 57,10 2,94 49,30 12,53 2002 48,81 5,57 89,80 1,05 2003 35,75 8,84 48,54 4,23 2004 71,05 8,90 63,15 6,11 2005 41,02 5,83 59,06 1,38 2006 56,92 9,36 76,95 4,24 2007 40,29 6,29 85,65 1,52 2008 26,87 4,47 67,16 3,97 2009 92,32 0,05 60,42 7,93 2010 96,18 0,21 45,47 4,46 Ratarata 56,63 5,25 64,55 4,74 Sumber : BKPM, 2001-2010 Berdasarkan data pada tabel 1.4, Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di wilayah Pulau Jawa lebih besar dialokasikan ke sektor industri pengolahan yang memiliki rata-rata setiap tahunnya yaitu PMA sebesar 56,63 persen dan PMDN 64,55 persen (BKPM, 2001-2010). Sedangkan PMA dan PMDN pada sektor Perdagangan, hotel dan restoran hanya terserap rata-rata sejumlah 5,25 persen dan 4,74 persen setiap tahunnya. Besarnya investasi pada sektor industri dapat dikarenakan potensi dari wilayahnya yang cukup baik dibandingkan dengan wilayah lainnya sehingga

12 menimbulkan minat yang besar dari para investor untuk menanamkan modalnya disektor tersebut. Ada beberapa faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri dan perdagangan, hotel, dan restoran pada era otonomi daerah saat ini. Kebijakan pemerintah yang bebas dalam menetapkan upah minimum provinsi sering menjadi alasan bagi pengusaha untuk lebih memilih proyek yang padat modal. Iklim investasi daerah yang baik juga akan membuat sektor tersebut berkembang dan pada akhirnya memberikan pengaruh yang baik terhadap penyerapan tenaga kerja jika penggunaannya sesuai dengan strategi yang bersifat padat tenaga kerja. Tantangan pemerintah daerah yang paling berat adalah apakah pemerintah daerah bisa selalu menjaga iklim investasi yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di setiap sektor khususnya sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang masih relatif lambat menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi pada sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran belum cukup untuk menyimpulkan bahwa sektor tersebut mampu menyerap banyak tenaga kerja. Kebijakan pemerintah yang terkait dengan penetapan standar upah dan penggunaan investasi juga memiliki peran dalam mendorong penciptaan lapangan kerja. Adanya kebijakan pemerintah terkait dengan adanya pemberlakuan Upah Minimum Provinsi dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan apakah dapat mempengaruhi besarnya investasi yang masuk pada sektor industri dan sektor perdagangan sehingga mempengaruhi rendahnya penyerapan tenaga kerja dikedua sektor tersebut. Hal ini menjadi sebuah trade off terhadap kebijakan yang

13 diambil oleh pemerintah apakah melindungi kesejaheraan masyarakat ataukah keuntungan para investor. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah kondisi penyerapan tenaga kerja sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran di Pulau Jawa tahun 2001-2010? 2. Bagaimanakah pengaruh UMP, PDRB, PMA dan PMDN terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran di Pulau Jawa tahun 2001-2010? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, penelitian ini bertujuan: 1. Menjelaskan kondisi penyerapan tenaga kerja sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran di Pulau Jawa tahun 2001-2010. 2. Menganalisis pengaruh UMP, PDRB, PMA dan PMDN terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran di Pulau Jawa tahun 2001-2010. Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat ilmiah, untuk memahami dan mendalami masalah-masalah di bidang ilmu ekonomi khususnya ekonomi ketenagakerjaan yang selalu berkembang dengan cepat dan dinamis di Indonesia pada umumnya, khususnya tenaga kerja sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran di Pulau jawa.

14 2. Bagi ekonom, penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk analisis kebijakan yang berhubungan dengan masalah ketenagakerjaan khususnya tenaga kerja sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran. 3. Bagi akademisi, dapat dijadikan sumber referensi untuk penelitian selanjutnya. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian ini adalah wilayah Pulau Jawa yang mencakup enam provinsi yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Banten. Kurun waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2001-2010. Analisis data dilakukan secara terpisah antara sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran di Pulau Jawa untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel di setiap sektor. Tenaga kerja yang dianalisis pada sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan penduduk usia kerja (15 tahun keatas) yang bekerja secara formal dengan status pekerjaannya sebagai buruh/karyawan/pegawai yang bekerja di masing-masing sektor. Variabel yang diteliti tidak hanya Upah Minimum Provinsi, akan tetapi variabel seperti PDRB, Investasi (PMA dan PMDN) juga diikutsertakan.