RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XIV/2016 Pembatasan Masa Jabatan dan Periodesasi Hakim Pengadilan Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014).

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU 1/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XVI/2018 Dua Kali Masa Jabatan Bagi Presiden atau Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 128/PUU-XIII/2015 Syarat Calon Kepala Desa dan Perangkat Desa

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XV/2017 Kewenangan Menteri Keuangan Dalam Menentukan Persyaratan Sebagai Kuasa Wajib Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIV/2016 Pengalihan Pengawasan Ketenagakerjaan dari Pemerintah Kabupaten/ Kota ke Pemerintah Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XV/2017 Pembebanan Pajak Penerangan Jalan Kepada Pengusaha

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 136/PUU-XIII/2015 Pembagian Hak dan Kewenangan Pemerintah Kabupaten Dengan Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 37/PUU-XIV/2016 Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 55/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XVI/2018 Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Garam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIII/2015 Pengumuman Terhadap Hak Cipta Yang Diselenggarakan Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016 Pengelolaan Pendidikan Tingkat Menengah Oleh Pemerintah Daerah Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIII/2015 Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Bidang Ketenagalistrikan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 102/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

Transkripsi:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint I. PEMOHON Sri Royani II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 1 ayat (3), Pasal 10 ayat (1) huruf a, Pasal 30 huruf a, Pasal 51 ayat (1), Pasal 51 ayat (3) huruf b, Pasal 51A ayat (1), Pasal 51A ayat (2) huruf b, Pasal 56 ayat (3), Pasal 57 ayat (1), Pasal 59 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK); Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman) III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945): Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945; 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: 1

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 4. Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang pada pokoknya menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian undangundang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945; 5. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 67 ayat (2) huruf g UU 11/2006, oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara. 2. Berdasarkan Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK, menyatakan: Yang dimaksud dengan hak kosntitusional adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan untuk diuji. 2

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 4. Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang memiliki hak konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945 dan merasa telah dirugikan akibat berlakunya norma yang diuji dan telah memenuhi Pasal 51 ayat (1) UU MK. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN 1. Pengujian Materiil UU MK: 1) Pasal 1 ayat (3): Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: (3) Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai: a. pengujian undang-undang terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. pembubaran partai politik; d. perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau e. pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2) Pasal 10 ayat (1) huruf a: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3) Pasal 30 huruf a: Permohonan wajib dibuat dengan uraian yang jelas mengenai: a. pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3

4) Pasal 51 ayat (1): Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara. 5) Pasal 51 ayat (3) huruf b: Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa: b. materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 6) Pasal 51A ayat (1): Permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus memuat hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31. 7) Pasal 51A ayat (2) huruf b: Uraian mengenai hal yang menjadi dasar Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b untuk perkara Permohonan pengujian undang-undang meliputi: b. kedudukan hukum pemohon yang berisi uraian tentang hak dan/atau kewenangan konstitusi pemohon yang dianggap dirugikan dengan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk dilakukan pengujian; dan 8) Pasal 56 ayat (3): Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 9) Pasal 57 ayat (1) Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 10) Pasal 59 Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undang-undang terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 4

1945 disampaikan kepada DPR, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden, dan Mahkamah Agung. 2. UU Kekuasaan Kehakiman 1) Pasal 29 ayat (1) huruf a Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 1. Pasal 1 ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum. 2. Pasal 24 ayat (1): Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 3. Pasal 24 ayat (2): Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 4. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 5. Pasal 281 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) Pasal 281 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) yang dimaksud tidak ada dalam UUD 1945. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa banyaknya kejadian yang Pemohon alami karena lalainya pejabat kepolisian dalam menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya sehingga merugikan hak konstitusional Pemohon, hasil dan impilikasi dari semua itu adalah hak konstitusional Pemohon telah dicederai oleh kesalahan penerapan/implementasi norma tersebut; 5

2. Bahwa Pemohon sebelumnya telah melakukan upaya permohonan kepada Reskrim dan unit Jatarnas dan tidak membuahkan hasil apapun atau dengan kata lain permohonan tersebut bersifat gantung sehingga Pemohon akhirnya mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi; 3. Bahwa Pemohon berpendapat, penyidik dianggap lalai karena tidak pernah melakukan upaya penyitaan terhadap akta pembatalan yang diduga palsu yang menjadikan salah satu alat bukti bahwa penyidik dinyatakan bersalah, serta penyidik mempersilahkan kepada notaris untuk memusnahkan alat bukti tersebut dan penyidik tidak mau melakukan lab forensik pada akta yang diiduga palsu tersebut; 4. Bahwa atas dasar tersebut Pemohon membutuhkan ada kewenangan constitutional complaint pada Mahkamah Konstitusi; 5. Bahwa Pemohon menyatakan negara-negara yang menerapkan mekanisme constitutional complaint adalah; Jerman, Amerika Serikat, Korea Selatan; 6. Bahwa alasan Pemohon untuk memberikan kewenangan constitutional complaint kepada Mahkamah Konstitusi dikarenakan Mahkamah konstitusi masih memiliki tingkat kepercayaan publik yang tinggi yang seperti halnya KPK akan tetapi KPK tidak bisa menangani masalah perkara pidana umum. VII. PETITUM 1. Agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan seluruh permohonan Pemohon untuk bisa melindungi hak fundamental warga negara sebagai amanat dari UUD 1945; 2. Menyatakan bahwa pasal 1 ayat (3) yaitu Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk pengujian 6

pengaduan konstitusi atau bahkan bisa kedua-duanya sehingga menjadi Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undang-undang atau pengujian pengaduan konstitusi dan/atau kedua-duanya terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 3. Menyatakan bahwa Pasal 10 ayat (1) huruf a yaitu Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk menguji pengaduan konstitusi yang dilakukan olehtindakan pejabat publik yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga menjadi Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang atau menguji pengaduan konstitusi dan/atau kedua-duanya terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 4. Menyatakan bahwa Pasal 30 huruf a UU MK yang menyatakan: Permohonan wajib dibuat dengan uraian yang jelas mengenai pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk mengenai pengujian pengaduan konstitusi terhadap tindakan pejabat publik yang lalai dalam melaksakanan undang-undang, sehingga menjadi Permohonan wajib dibuat dengan uraian yang jelas mengenai pengujian undang-undang atau pengujian pengaduan konstitusi dan/atau kedua-duanya terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 7

5. Menyatakan bahwa pasal 51 ayat (1) yaitu Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai,termasuk dirugikan hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya terhadap tindakan pejabat publik yang keliru menafsirkan maksud undang-undang atau kelalaian pejabat publik dalam melaksanakan atau tidak melaksanakan perintah undang-undang,sehingga pasal 51 ayat (1) menjadi Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undangundangdan/atau tindakan pejabat publik yang keliru menafsirkan maksud undang-undang atau kelalaian pejabat publik dalam melaksanakan perintah undang-undang. 6. Menyatakan bahwa Pasal 51 ayat (3) huruf b yaitu, Materi,muatan dalam ayat,pasal dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk dalam materi,muatan ayat dan /atau bagian dari undang-undang perintahnya tidak dilaksanakan (lalai) atau telah keliru ditafsirkan yang menyebabkan dirugikannya hak konstitusional Pemohon,sehingga pasal 51 ayat (3) huruf b menjadi Materi,muatan dalam ayat,pasal dan/atau bagian undang-undang dan/atau materi, muatan dalam ayat, pasal dan/bagian undang-undang yang perintahnya tidak dilaksanakan (lalai) atau telah keliru ditafsirkan yang dianggap bertentangan dengan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 ; 7. Menyatakan bahwa Pasal 51A ayat (1) yaitu, Permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus memuat hal-hal sebagaimana dimaksud Pasal 8

31 bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk permohonan pengujian konstitusinal,sehingga pasal 51A ayat (1) menjadi Permohonan pengujian undang-undang dan/atau permohonan pengujian konstitusional terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus memuat hal-hal sebagaimana dimaksud Pasal 31. 8. Menyatakan bahwa Pasal 51A ayat (2) huruf b yaitu, Uraian mengenai hal yang menjadi dasar permohonan yang dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b untuk perkara permohonan pengujian undang-undang meliputi Kedudukan hukum Pemohon yang berisi uraian tentang hak dan/atau kewenangan konstitusi Pemohon yang dianggap dirugikan dengan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk dilakukan pengujian bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk perkara permohonan pengujian konstitusional dan termasuk hak dan/atau kewenangan konstitusi Pemohon yang dianggap dirugikan oleh perlakukan/tindakan pejabat publik yang lalai dalam menjalankan Undang-Undang atau salah menafsirkan undangundang sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga Pasal 51A ayat (2) huruf b menjadi Uraian mengenai hal yang menjadi dasar permohonan yang dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b untuk perkara permohonan pengujian undang-undang dan/atau perkara pengujian konstitusional meliputi Kedudukan hukum Pemohon yang berisi uraian tentang hak dan/atau kewenangan konstitusi Pemohon yang dianggap dirugikan dengan berlakunya undang-undang atau perlakukan pejabat publik yang bertentangan dengan UUD 1945 yang dimohonkan untuk dilakukan pengujian ; 9. Menyatakan bahwa Pasal 56 ayat (3) yaitu, Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian dari 9

undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk materi muatan ayat, pasal dan/bagian dari undang-undang yang perintahnya keliru ditafsirkan atau tidak dijalankan (lalai) oleh pejabat publik yang melanggar hak konstitusional, sehingga Pasal 55 ayat (3) menjadi Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas materi muatan ayat,pasal dan/atau bagian dari undang-undang dan/atau menyatakan dengan tegas materi muatan ayat,pasal dan/atau bagian dari undang-undang perintahnya tidak dijalankan atau telah keliru ditafsirkan oleh tindakan pejabat publik yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 10. Menyatakan bahwa Pasal 57 ayat (1) yaitu, Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian dari undang-undang bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk yang amar putusannya tentang pengaduan konstitusional sehingga Pasal 57 ayat (1) menjadi Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian dari undang-undang bertentangan dengan UUD 1945, materi muatan ayat, pasal dan atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan/atau materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian dari undang-undang yang tidak dijalankan atau keliru ditafsirkan oleh pejabat publik sehingga bertentangan dengan UUD 1945, Mahkamah Konstitusi memerintahkan dihentikannya perbuatan tersebut dan memerintahkan 10

dilakukannya tindakan tertentu sesuai dengan perintah atau maksud dari undang-undang dan jika pejabat publik tersebut tidak menjalankan amar putusan dari Mahkamah Konstitusi, maka Mahkamah Konstitusi bisa melakukan upaya paksa sesuai dengan ketentuan undang-undang dan wajib melaporkan perbuatan pejabat publik tersebut kepada Presiden, DPD, DPR, MA dan pimpinan tertinggi dimana pejabat publik tersebut bertugas; 11. Pasal 59 UU MK yang menyatakan: Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 disampaikan kepada DPR, Presiden dan Mahkamah Agung bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk putusan pengujian konstitusional atas perbuatan/tindakan pejabat publik yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disampaikan juga kepada pimpinan/atasan tertinggi dimana pejabat publik tersebut bertugas sehingga Pasal 59 menjadi Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undang-undang dan/atau pengujian pengaduan konstitusional terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disampaikan kepada DPR, Presiden dan Mahkamah Agung dan pimpinan/atasan tertinggi dimana pejabat publik tersebut bertugas. 12. Menyatakan bahwa Pasal 29 ayat (1) huruf a UU Kehakiman, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa termasuk untuk menguji tindakan pejabat publik yang tidak melaksanakan (lalai) dalam melaksanakan atau salah menafsirkan undangundang sehingga Pasal 29 ayat (1( huruf a menjadi Mahkamah Konstitusi 11

berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang dan/atau tindakan pejabat publik yang tidak /lalai dalam melaksanakan atau salah menafsirkan undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 13. Bahwa andaikata Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan Pemohon maka secara otomatis apa yang Pemohon mohonkan di Kepolisian Polda Jabar yakni agar Polda Jabar segera melimpahkan berkas perkara kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Mahkamah Konstitusi melaporkan putusan tersebut kepada Presiden dan Kapolri agar Polda Jabar segera menindaklanjuti putusan Mahkamah tersebut, dan jika putusan Mahkamah tersebut diabaikan, maka Mahkamah dapat melakukan upaya paksa yang mekanismenya dapat diatur dalam peraturan perundangan Mahkamah Konstitusi dan definisi dari pejabat negara atau pejabat publik yang bisa digugat dalam pengaduan konstitusi adalah pejabat negara yang dana/gaji/kegiatannya bersumber dari APBN atau APBD, baik tindakan atau putusan dari pejabat publik/pengadilan kecuali KPK; 14. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). 12