3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April 2009 sampai Bulan September 2009 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perikanan, Laboratorium Bioteknologi 2 Hasil Perikanan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perikanan, Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Laboratorium Imunologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan utama berupa ikan patin (Pangasius hypophthalmus) hidup yang berasal dari pasar Laladon, Bogor sebagai sumber inhibitor katepsin dan ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) hidup yang berasal dari tambak Salembaran Jaya, Tangerang yang digunakan untuk pengamatan kemunduran mutu ikan. Bahan-bahan untuk analisis ph (larutan buffer standar ph 4 dan ph 7, akuades), analisis TPC (larutan garam 0,85 % steril, nutrient agar), dan analisis TVB (H 3 BO 3, K 2 CO 3, trichloroacetic acid (TCA) 7 %, HCl 0,01 N). Bahan-bahan yang digunakan untuk ekstraksi enzim katepsin adalah buffer tris HCl (ph 7,4) (Lampiran 2a), assay aktivitas enzim dan inhibitor katepsin (hemoglobin, TCA 5 %, pereaksi folin, tirosin) (Lampiran 3a), dan pengukuran konsentrasi protein enzim (bovine serum albumin (BSA), coomassie brilian blue G-250, etanol 95 % (v/v), asam fosfat 85 % (w/v), dan akuades). Bahan-bahan untuk ekstraksi inhibitor katepsin adalah akuades, asam sitrat, dan sodium fosfat (Lampiran 2b). Alat-alat yang digunakan, yaitu inkubator (Thermolyne), oven (Yamato), sentifuse suhu dingin (Sorvall), spektrofotometer UV-Vis (Yamato), mikropipet (Gilson), pipet tip, timbangan analitik (Sartorius), homogenizer (Nissei), pipet volumetrik, bulb, pipet tetes, tabung reaksi, erlenmeyer, ph meter, alumunium foil, bunsen, beaker glass, dan peralatan gelas lainnya serta peralatan uji organoleptik.
16 3.3 Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Meliputi penelitian tahap (1), yaitu penentuan suhu optimum ekstraksi inhibitor katepsin, tahap (2) penentuan konsentrasi inhibitor katepsin yang efektif untuk aplikasi, dan tahap (3) aplikasi inhibitor katepsin dalam menghambat kemunduran mutu ikan bandeng. 3.3.1 Penentuan suhu optimum ekstraksi inhibitor katepsin Penelitian tahap ini bertujuan untuk memperoleh suhu optimum ekstraksi katepsin dari daging ikan patin. Ekstraksi inhibitor katepsin dilakukan pada sampel ikan patin pada kondisi pre rigor. Proses ekstraksi inhibitor katepsin dilakukan dengan metode An et al. (1995). Pertama dilakukan preparasi untuk mendapatkan daging ikan. Kemudian daging ikan tersebut dicincang sampai halus dan ditimbang sebanyak 400 gram. Selanjutnya daging ikan yang telah halus ditambahkan dengan akuades sebanyak 400 ml, lalu dihomogenisasikan pada suhu 0-4 ºC. Sampel tersebut kemudian disentrifugasi pada kecepatan 5000 g selama 30 menit. Supernantan yang dihasilkan ditambahkan dengan larutan Mcllvaine s buffer (0,2 M sodium fosfat dan 0,1 M sitrat, ph 5,5) pada volume yang sama. Campuran ini dibagi dalam empat wadah dengan ukuran yang sama. Masing-masing wadah yang berisi larutan ekstrak diinkubasi pada suhu 60, 70, 80, dan 90 ºC selama 10 menit. Setelah itu ekstrak disentrifugasi kembali dengan kecepatan 7000 g selama 15 menit. Supernatan yang dihasilkan merupakan ekstrak kasar inhibitor katepsin yang siap untuk diukur aktivitas penghambatannya melalui metode analisis menurut Dinu et al. (2002). 3.3.2 Penentuan konsentrasi inhibitor katepsin yang efektif untuk aplikasi Setelah didapatkan inhibitor dengan suhu ekstraksi yang terbaik maka selanjutnya dilakukan penentuan konsentrasi inhibitor yang efektif dengan cara pengenceran. Pengenceran dilakukan dengan cara mencampurkan larutan ekstrak inhibitor dengan Mcllvaine s buffer pada perbandingan 1:1, 1:2, dan 1:3. Masing-masing pengenceran inhibitor diukur aktivitas penghambatan dan konsentrasi proteinnya melalui metode analisis menurut Dinu et al. (2002) dan Bradford (1976).
17 3.3.3 Aplikasi inhibitor katepsin dalam menghambat kemunduran mutu ikan bandeng Setelah didapatkan inhibitor katepsin dari ikan patin dengan konsentrasi pengenceran yang efektif maka selanjutnya dilakukan perendaman ikan bandeng dengan inhibitor katepsin dari ikan patin selama 1 jam pada kondisi suhu chilling (0-4 ⁰C) sedangkan untuk kontrol digunakan Mcllvaine s buffer ph 5,5 sebagai media perendaman. Kemudian dilakukan pengamatan organoleptik setiap 24 jam selama penyimpanan suhu chilling (0-4 ºC) untuk menentukan pola kemunduran mutu ikan bandeng. Analisis dilakukan pada setiap fase kemunduran mutu ikan yang meliputi uji organoleptik menggunakan score sheet berdasarkan SNI 01-2346-2006 (BSN 2006), uji nilai ph (Apriyantono et al. 1989), uji total plate count (TPC) (Fardiaz 1987), dan uji total volatil base (TVB) (Apriyantono et al. 1989). 3.4 Prosedur Analisis Analisis yang dilakukan sebelum tahap aplikasi, yaitu assay aktivitas katepsin, assay aktivitas inhibitor katepsin serta pengukuran konsentrasi protein enzim dan inhibitor katepsin. Pada tahap aplikasi dilakukan analisis tingkat kesegaran ikan pada setiap fase kemunduran mutu, meliputi penilaian organoleptik, penentuan nilai ph, perhitungan total bakteri dengan menggunakan metode TPC, dan perhitungan TVB. 3.4.1 Assay aktivitas katepsin (Dinu et al. 2002) Ekstraksi katepsin dilakukan pada sampel ikan bandeng pada fase post rigor. Tahap pertama dilakukan preparasi sampel untuk mendapatkan daging. Kemudian daging ikan bandeng disuspensikan dalam akuades dengan perbandingan daging ikan dan akuades sebesar 1:1, lalu dihomogenisasikan pada suhu 0-4 ºC. Selanjutnya ekstrak daging hasil homogenisasi ini disentrifugasi pada 1.000 g selama 10 menit dan supernatan yang diperoleh kemudian disentrifugasi lagi pada 10.000 g selama 10 menit. Pellet yang dihasilkan dari sentrifugasi ini kemudian dilarutkan dalam 0,1 M buffer tris HCl 7,4 dengan jumlah yang sama seperti jumlah akuades tadi dan disentrifugasi pada 4.000 g selama 10 menit. Supernatan (ekstrak kasar enzim) yang diperoleh merupakan protein utama dari lisosom yang siap untuk diteliti aktivitasnya lebih lanjut.
18 Aktivitas proteolitik dari katepsin diuji dengan menggunakan hemoglobin terdenaturasi asam sebagai substratnya. Sebanyak 8 % (w/v) hemoglobin dilarutkan dalam akuades dengan perbandingan 1:3. Kemudian ph dibuat menjadi 2,0 dengan HCl 1 N dan konsentrasi akhir hemoglobin dibuat sebesar 2 % (w/v) dengan akuades. Selanjutnya 1 ml dari larutan substrat diinkubasi dengan 0,2 ml larutan enzim pada 37 ºC selama 10 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan 2 ml TCA 5 % (w/v). Campuran disaring dan hasil penyaringan (filtrat) ditambahkan dengan 1 ml pereaksi folin serta diukur absorban pada panjang gelombang 750 nm. Selain itu dilakukan pula pengukuran untuk larutan blanko dan larutan standar dengan prosedur yang sama seperti pada larutan sampel hanya untuk larutan blanko dan larutan standar, larutan enzim diganti dengan akuades dan tirosin (Lampiran 3b). Aktivitas enzim katepsin dapat dihitung dengan rumus berikut : UA = Absorbansi sampel absorbansi blanko x P x 1 Absorbansi standar absorbansi blanko T Keterangan: P = faktor pengenceran; T = waktu inkubasi 3.4.2 Assay aktivitas inhibitor katepsin (Dinu et al. 2002) Pengujian ini dilakukan dengan mencampurkan 0,1 ml enzim dicampurkan dengan 0,1 ml larutan inhibitor (enzim : inhibitor = 1:1). Kemudian campuran diinkubasi pada 37 ºC selama 30 menit. Setelah itu ditambahkan 0,5 ml substrat hemoglobin terdenaturasi asam dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 10 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan 2 ml TCA 5 % (w/v). Campuran disaring dan hasil penyaringan (filtrat) ditambah dengan 1 ml pereaksi folin, selanjutnya diukur absorbannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 750 nm. Selain itu dilakukan pula pengukuran untuk larutan blanko dan larutan standar dengan prosedur yang sama seperti larutan sampel hanya untuk larutan blanko dan larutan standar, enzim diganti dengan akuades dan tirosin (Lampiran 3c). Inhibitor yang digunakan adalah inhibitor katepsin dari ikan patin dan pepstatin
19 Persentase penghambatan enzim dapat dihitung dengan rumus berikut : Keterangan: % inhibisi = [1-( Aktivitas inhibitor katepsin) x P x 1 ] x 100 % Aktivitas enzim katepsin T P = Faktor pengenceran; T = waktu inkubasi 3.4.3 Pengukuran konsentrasi protein enzim dan inhibitor (Bradford 1976) Konsentrasi protein ditentukan dengan menggunakan metode Bradford dengan bovine serum albumin sebagai standar. Persiapan pereaksi Bradford dilakukan dengan cara melarutkan 25 mg coomasie brilliant blue G-250 dalam 12,5 ml etanol 95 % (v/v), lalu ditambahkan dengan 25 ml asam fosfat 85 % (w/v). Jika telah larut dengan sempurna maka ditambahkan akuades hingga 0,5 liter. Campuran disaring dengan kertas saring Whatman no.1 dan diencerkan lima kali sesaat sebelum digunakan. Sampel yang diuji untuk penelitian ini adalah enzim dan inhibitor. Konsentrasi protein ditentukan dengan cara 0,1 ml enzim atau inhibitor dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan sebanyak 5 ml pereaksi Bradford, diinkubasi selama lima menit dan diukur absorbannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Demikian pula untuk larutan standar dilakukan pengujian yang sama seperti larutan sampel hanya sampel diganti dengan bovine serum albumin (BSA). Selain itu dibuat juga blanko dengan cara yang sama seperti larutan sampel dan standar hanya sampel atau BSA diganti dengan akuades. Hasil absorban dari sampel dan standar dikurangi dengan nilai absorban blanko. Nilai ini kemudian dimasukkan ke dalam kurva standar untuk menentukan konsentrasi protein yang terkandung dalam sampel enzim dan inhibitor. Larutan standar dibuat dengan cara melarutkan 100 mg protein BSA ke dalam 50 ml akuades, sebagai larutan stok dengan konsentrasi 2 mg/ml. Kemudian larutan stok BSA diencerkan menjadi beberapa larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah yaitu 0,1-1,0 mg/ml. Komposisi volume larutan dalam pembuatan larutan standar konsentrasi 0,1-1,0 mg/ml dari larutan stok BSA konsentrasi 2 mg/ml disajikan pada Tabel 5.
20 Tabel 5 Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 0,1 1,0 mg/ml Konsentrasi BSA (mg/ml) Volume BSA (ml) 0,1 0,05 0,95 0,2 0,10 0,90 0,3 0,15 0,85 0,4 0,20 0,80 0,5 0,25 0,75 0,6 0,30 0,70 0,7 0,35 0,65 0,8 0,40 0,60 0,9 0,45 0,55 1,0 0,50 0,50 Volume akuades (ml) 3.4.4 Uji organoleptik (BSN 2006) Metode yang digunakan untuk uji organoleptik adalah dengan menggunakan score sheet berdasarkan SNI 01-2346-2006 (BSN 2006). Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian yang bersifat subjektif menggunakan panca indera yang ditujukan pada mata, insang, lendir permukaan badan, daging, bau, dan tekstur (Lampiran 1). Pada uji organoleptik ini ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang panelis (SNI 01-2346-2006), antara lain tertarik dan mau berpartisipasi dalam uji organoleptik, terampil, dan konsisten dalam mengambil keputusan, siap sedia pada saat dibutuhkan dalam pengujian, tidak menolak contoh yang akan diuji, berbadan sehat, bebas dari penyakit THT dan tidak buta warna (psikologis), tidak merokok, serta jumlah panelis minimum untuk satu kali pengujian adalah 15 orang (panelis semi terlatih). Berdasarkan data yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis kesegaran ikan dengan kriteria sebagai berikut (SNI 01-2346-2006): Segar : nilai organoleptik berkisar antara 7-9 Agak segar : nilai organoleptik berkisar antara 5-6 Tidak segar : nilai organoleptik berkisar antara 1-3 3.4.5 Uji nilai ph (Apriyantono et al. 1989) Nilai derajat keasaman (ph) ditentukan menggunakan alat ph meter yang sebelumnya telah dikalibrasi terlebih dahulu. Alat ph meter dinyalakan dan dibiarkan stabil selama 15-20 menit, kemudian elektroda dibilas dengan larutan buffer atau akuades. Bila menggunakan akuades, elektroda dikeringkan dengan
21 kertas tisu. Elektroda dicelupkan ke dalam larutan buffer dan didiamkan beberapa saat hingga diperoleh pembacaan yang stabil. Angka ph meter disesuaikan dengan ph buffer, yaitu buffer ph 4 dan buffer ph 7. Daging ikan bandeng sebanyak 10 gram dihomogenkan dengan 90 ml akuades, lalu dibiarkan ± 15 menit untuk diukur ph-nya. 3.4.6 Uji total plate count (TPC) (Fardiaz 1987) Prinsip kerja analisis TPC adalah perhitungan jumlah bakteri yang ada di dalam sampel (daging ikan) dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dilakukan dengan mencampurkan 10 gram daging ikan bandeng yang telah dihancurkan lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 90 ml larutan garam fisiologis 0,85 % steril, kemudian dikocok sampai larutan homogen. Campuran larutan contoh tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan garam 0,85 % (w/v) steril sehingga diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2, setelah itu dikocok agar homogen. Banyaknya pengenceran dilakukan sesuai dengan keperluan penelitian, biasanya sampai pengenceran 10-5. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 ml larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet steril. Media agar dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 ml dan digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode tuang), kemudian didiamkan beberapa saat hingga dingin dan mengeras. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan contoh dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 30 ºC selama 48 jam dengan posisi cawan petri yang dibalik. Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri tersebut. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri 30-300 koloni. 3.4.7 Uji total volatile base (TVB) (Apriyantono et al. 1989) Penentuan TVB bertujuan untuk menentukan komponen volatil yang terbentuk akibat proses pembusukan daging ikan. Preparasi sampel dilakukan dengan cara menimbang 15 gram sampel yang diambil dari daging ikan, kemudian ditambahkan 45 ml TCA 7 % (w/v) dan dihomogenkan selama 1 menit. Hasil homogenisasi kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat yang berwarna jernih. Setelah penyiapan sampel maka dilakukan uji TVB dengan cara
22 memasukkan 1 ml H 3 BO 3 ke dalam inner chamber cawan conway dan tutup cawan diletakkan dengan posisi hampir menutupi cawan. Pipet 1 ml yang lain digunakan untuk memasukkan filtrat ke dalam outer chamber di sebelah kiri. Kemudian 1 ml larutan K 2 CO 3 jenuh ditambahkan ke dalam outer chamber sebelah kanan sehingga filtrat dan K 2 CO 3 tidak tercampur. Cawan segera ditutup dengan sebelumnya pinggir cawan diolesi vaselin agar proses penutupan sempurna, lalu digerakkan memutar sehingga kedua cairan di outer chamber tercampur. Disamping itu dikerjakan blanko dengan prosedur yang sama tetapi filtrat diganti dengan TCA 7 % (w/v). Kemudian kedua cawan Conway tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ºC. Setelah diinkubasi, larutan asam borat dalam inner chamber cawan conway yang berisi blanko dititrasi dengan larutan HCl 0,01 N dan cawan digoyang-goyangkan sampai larutan asam borat berubah warna menjadi merah muda. Selanjutnya cawan Conway yang berisi sampel juga dititrasi dengan larutan yang sama dengan blanko. Kadar TVB dapat dihitung dengan menggunakan rumus: % N (mg N/100 g) = (j i) x n HCl x 100 x fp x 14 mg N/100 g g contoh 1 Keterangan : j : ml titrasi sampel fp : faktor pengenceran i : ml titrasi blanko n : normalitas HCl (0,01 N) 3.5 Analisis Data Hasil yang diperoleh dari pengamatan serta pengukuran terhadap nilai organoleptik, ph, TPC, TVB, aktivitas enzim katepsin, konsentrasi protein enzim, dan inhibitor katepsin dicari nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata tersebut dihitung menggunakan rumus berikut (Walpole 1975): X n i = 1 = n Xi X = Nilai rata-rata n = Jumlah data Xi = Nilai X ke-i Rancangan percobaan yang digunakan untuk tahap penelitian penentuan suhu optimum ekstraksi dan konsentrasi inhibitor yang efektif adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu perlakuan dan dua kali ulangan. Perlakuan
23 yang diberikan ada dua macam, yaitu pertama perlakuan perbedaan suhu untuk penentuan suhu optimum ekstraksi inhibitor katepsin dan kedua, yaitu perlakuan pengenceran inhibitor untuk pengujian aktivitas dan konsentrasi protein inhibitor. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata H1 : minimal ada 1 perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda nyata Persamaan umum model untuk rancangan tersebut sebagai berikut (Mattjik & Made 2002): Y ij = µ + τ i + ε ij Keterangan: Y ij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Rata-rata umum τ i ε ij = Pengaruh perlakuan ke-i = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Analisis data yang digunakan untuk tahap penelitian aplikasi inhibitor katepsin dari ikan patin pada ikan bandeng adalah menggunakan analisis deskriptif dengan membandingkan antara ikan bandeng dengan perendaman inhibitor dan ikan bandeng tanpa perendaman dengan inhibitor (kontrol).