PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT ( )

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya bervariasi antarwilayah, hal ini

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

DAFTAR TABEL. Jawa Tengah Tahun Realisasi Proyek dan Investasi Penanaman Modal di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan pelayanan publik yang lebih efisien, efektif, dan merata serta

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Ketimpangan pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

ANALISA PENGARUH INVESTASI PMA DAN PMDM, KESEMPATAN KERJA, PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PDRB DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja, meratakan pendapatan dan meningkatkan hubungan antara daerah.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. lebih tinggi. Di lain segi istilah tersebut bertujuan untuk menggambarkan

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

PENDAHULUAN. hidup yang layak dibutuhkan pendidikan. Pendidikan dan kesehatan secara. dan merupakan jantung dari pembangunan. Negara-negara berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Dengan demikian penerapan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menyedihkan dalam kehidupan seseorang. Banyak orang mengandalkan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dimensi tantangan lokal, nasional maupun global. Kemiskinan tidak

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat.

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu upaya meningkatkan taraf hidup

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan. suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan daerah adalah meningkatkan. pertumbuhan sektor ekonomi, dengan pendapatan sektor ekonomi yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan suatu perekonomian dalam satu periode ke periode

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Pembangunan

Transkripsi:

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi) nasional. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan nasional atau daerah adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Tingkat dan laju pendapatan nasional bruto per kapita dapat digunakan untuk mengukur kesejahteraan ekonomi penduduk secara keseluruhan, seberapa banyak barang dan jasa riil yang tersedia untuk dikonsumsi dan diinvestasikan oleh rata-rata penduduk (Todaro, 2011: 16). Pertumbuhan ekonomi dapat dicapai dengan berbagai faktor pendukung seperti sumber daya alam yang tersedia, stabilitas nasional, belanja pemerintah yang tercantum dalam APBD, dan sumber daya manusia yang berkualitas. Suatu daerah dikatakan semakin baik tingkat perekonomiannya, salah satunya dengan melihat perkembangan PDRB per kapitanya. PDRB per kapita merupakan perubahan relatif nilai riil Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dibagi dengan jumlah penduduk. Indikator ini sudah cukup memadai untuk mengetahui tingkat perekonomian suatu daerah dalam lingkup makro, paling tidak sebagai acuan memantau kemampuan daerah dalam menghasilkan produk domestik barang dan jasa. 1

Sulawesi Barat adalah daerah yang memiliki jumlah penduduk sebesar 1.234.300 orang dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 74 orang per km 2. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, perkembangan perekonomian Provinsi Sulawesi Barat terus membaik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai PDRB pada tahun 2013 yang mencapai sekitar 16.184,01 miliar rupiah atau terjadi peningkatan 16,08 persen dibandingkan dengan keadaan tahun 2012. Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Pertumbuhan Ekonomi Pulau Sulawesi Tahun 2013 Provinsi PDRB berlaku (Rp Miliar) PDRB Konstan (Rp Miliar) PDRB per kapita (Rp juta) Pertumbuhan Ekonomi (%) Sulawesi Barat 16.184,01 6.112,5 13,11 7,16 Sulawesi Utara 53.401,10 22.972,16 22,62 7,45 Sulawesi Tengah 58.641,18 22.979,40 21,08 9,38 Sulawesi Selatan 184.783,06 642.484,83 22,15 7,65 Sulawesi Tenggara 400.773,20 12.040,86 17,01 7,28 Gorontalo 11.752,20 3.646,55 10,70 7,76 Indonesia 7.578.118,87 2.661.070,76 11,13 5,78 Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, 2014 Berdasarkan rincian Tabel 1.1, terlihat jika Provinsi Sulawesi Tengah memiliki capaian pertumbuhan tertinggi sebesar 9,38 persen. Provinsi Gorontalo diurutan kedua dengan capaian pertumbuhan sebesar 7,76 persen, selanjutnya Provinsi Sulawesi Selatan dengan capaian pertumbuhan sebesar 7,65 persen. Provinsi Sulawesi Utara dengan capaian 7, 45 persen, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan 7, 2 persen, dan yang terakhir Provinsi Sulawesi Barat dengan capaian 7,16 persen. Apabila dilihat dari pertumbuhan ekonomi tahun 2013, Pulau Sulawesi masih berada diatas pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya mencapai 5,78 persen. 2

Rupiah Bila ditinjau dari PDRB per kapita, Provinsi Sulawesi Barat dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, di mana hal ini sebenarnya berbeda dengan pertumbuhan ekonomi yang cenderung fluktuatif. 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000-2008 2009 2010 2011 2012 2013 PDRB per Kapita 3,751,514 3,918,930 4,070,000 4,410,000 4,600,000 4,950,000 Sumber: BPS Sulawesi Barat, 2014 Gambar 1.1 Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2008-2013 Secara riil, PDRB per kapita mengalami peningkatan yaitu dari tahun 2012 sebesar 4,6 juta rupiah menjadi 4,95 juta rupiah pada tahun 2013, dimana pada lima tahun sebelumnya yaitu tahun 2008 hanya berjumlah 3,75 juta rupiah. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan perekonomian Provinsi Sulawesi Barat, karena meskipun bertambahnya jumlah penduduk namun juga diimbangi dengan kenaikan PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstannya sehingga tetap meningkatkan PDRB per kapita. Undang-undang telah mengamanahkan kepada pemerintah untuk mengalokasikan anggaran untuk kepentingan umum yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan penduduk. Alokasi anggaran yang tepat sasaran akan 3

turut serta dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, taraf sosial-ekonomi masyarakat, mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Pemerintah memiliki peranan yang penting dalam memajukan perekonomian. Peran tersebut mencakup penyediaan barang publik, perlindungan terhadap kemiskinan, dan peran aktif seperti mendorong kegiatan swasta dan redistribusi aset, yang diwujudkan dalam belanja pemerintah setiap tahunnya (Kuncoro, 2004: 110). Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat cenderung mengalami peningkatan yang signifikan sejak tahun 2010 hingga tahun 2013. Belanja tersebut terbagi kedalam 2 kelompok, yaitu belanja modal dan belanja operasional yang digunakan baik untuk pengeluaran rutin maupun pembangunan, di samping itu digunakan juga untuk belanja aparatur dan pelayanan publik. Peningkatan pelayanan sektor publik secara berkelanjutan akan meningkatkan sarana dan prasarana publik, investasi pemerintah juga meliputi perbaikan fasilitas pendidikan, kesehatan, serta sarana penunjang lainnya. Belanja modal pemerintah secara umum dialokasikan untuk membangun sarana dan prasarana yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan intensitas kegiatan ekonomi. Kenaikan aktivitas ekonomi kemudian diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Selain itu, belanja modal pemerintah dalam pelaksanaannya memerlukan tenaga kerja sehingga akan memperbesar penyerapan tenaga kerja, yang berarti pengangguran akan menurun, lebih banyak orang yang bekerja dan memperoleh penghasilan, yang pada akhirnya akan menuju pada perbaikan kesejahteraan masyarakat. 4

Tahun Tabel 1.2 Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, 2010-2013 Total Belanja Pemerintah (Rp) Belanja Modal (Rp) Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja (%) 2010 578.409.200.257 205.063.859.620 35,45 2011 693.251.740.696 230.691.749.087 33,28 2012 817.093.086.943 135.387.012.072 16,57 2013 964.108.706.424 183.451.335.732 19,39 Sumber: BPK Sulawesi Barat, 2014 (diolah) Tabel 1.2 menunjukkan bahwa belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat terus mengalami peningkatan, namun belanja modal mengalami fluktuasi yang trennya cenderung menurun. Tahun 2010 jumlah belanja modal sebesar 205,06 miliar rupiah, terus menurun hingga tahun 2013 menjadi 183,45 miliar rupiah. Hal ini disebabkan karena pengalokasian belanja pemerintah di Sulawesi Barat masih didominasi oleh belanja pegawai serta belanja barang dan jasa yang justru jumlahnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Amalia (2013), meneliti tentang hubungan belanja modal dengan PDRB per kapita, menemukan bahwa belanja modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB per kapita. Hal yang berbeda ditemukan oleh Hendarmin (2012) yang menjelaskan bahwa variabel belanja modal pemerintah walaupun memiliki pengaruh yang positif (sesuai dengan teori ekonomi) namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini mencerminkan bahwa belanja modal dapat memiliki pengaruh yang positif dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, tergantung dari keadaan masing-masing daerah dan struktur perekonomian yang ada pada daerah tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi output suatu daerah adalah angkatan kerja. Arsyad (2010: 271), mengemukakan bahwa: Pertumbuhan ekonomi dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja (labor force) secara tradisional dianggap sebagai faktor 5

yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut berarti: (1) semakin banyak jumlah angkatan kerja berarti semakin banyak pasokan kerja, dan (2) semakin banyak jumlah penduduk akan meningkatkan potensi daerah domestik. Angkatan kerja terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu angkatan kerja yang bekerja dan yang tidak bekerja (pengangguran). Angkatan kerja yang bekerja akan terbentuk menjadi besar apabila suatu daerah mempunyai jumlah penduduk yang besar. Pertumbuhan penduduk yang besar memiliki kecenderungan membawa pertumbuhan ekonomi yang lambat apabila tidak dapat mengatasi angkatan kerja yang bekerja yang tidak terserap ke dalam lapangan pekerjaan. Penciptaan lapangan kerja merupakan tanggung jawab pemerintah dan stakeholders terkait. Penyerapan tenaga kerja yang tinggi merupakan aset dalam pembangunan daerah. Tenaga kerja yang terserap otomatis memiliki penghasilan yang pada akhirnya akan meningkatkan daya beli dan dapat menopang konsumsi rumah tangga sebagai salah satu komponen penggerak perekonomian daerah termasuk di Provinsi Sulawesi Barat. Kenaikan output suatu sektor ekonomi diharapkan sejalan dengan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut. Dilihat dari angka pengangguran atau TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) mengalami penurunan dan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) mengalami peningkatan setiap tahunnya. TPT menunjukkan tren yang menurun sejak tahun 2008 hingga tahun 2013, kendati demikian, dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan persentase pengangguran. Tabel 1.3 menunjukkan gambaran situasi angkatan kerja di Provinsi Sulawesi Barat. 6

Tabel 1.3 Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Barat, 2008-2013 Tahun Angkatan Kerja (jiwa) TPAK (%) TPT (%) 2008 495.959 67,37 4,57 2009 511.144 68,07 4,51 2010 532.171 71,46 3,25 2011 551.631 72,27 2,82 2012 560.762 71,73 2,14 2013 536.475 66,83 2,33 Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, 2014 Seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran Provinsi Sulawesi Barat cenderung menurun. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat selama enam tahun terakhir terus menurun, di mana pada tahun 2008 angkanya mencapai 4,57 persen dan terkahir pada tahun 2013 angkanya sudah menurun menjadi 2,33 persen. Berbeda dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang trennya meningkat pada enam tahun terakhir, di mana pada tahun 2008 angkanya mencapai 67,37 persen terus meningkat hingga tahun 2012 menjadi 71,73 persen, namun pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 66,83 persen. Levine (2013) menemukan bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi (GDP) dan tingkat pengangguran terbuka adalah negatif dan signifikan. Hal ini sejalan dengan hukum Okun yang mengemukakan bahwa semakin besar pertumbuhan GDP, maka akan semakin cepat menurunkan tingkat pengangguran. Hal yang sama juga ditemukan oleh Kurniawan (2013) bahwa PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka. Suranta (2003) menemukan bahwa angkatan kerja yang bekerja berpengaruh positif signifikan terhadap PDRB kabupaten/kota di Jawa Tengah. Hasil yang berbeda dikemukakan oleh Shahid (2014), yang menemukan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja memiliki dampak yang negatif signifikan 7

dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang, ada hubungan antarvariabel yang ditunjukkan dengan Jhonson Co-integration test. Beberapa hasil penelitian tersebut, mengindikasikan bahwa pengaruh dari angkatan kerja, baik itu yang bekerja maupun yang tidak bekerja, membawa dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengaruh tersebut khusunya bagi angkatan kerja yang tidak bekerja (pengangguran) adalah negatif, karena semakin rendah tingkat pengangguran, maka tentu penyerapan tenaga kerjanya semakin besar sehingga membawa dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Faktor penentu pertumbuhan ekonomi selanjutnya adalah teknologi, dimana kemajuan teknologi diwakili oleh konsumsi listrik. Industrialisasi memerlukan ketersediaan listrik sebagai sarana poduksi. Begitu juga, dengan meningkatnya kualitas hidup (dapat dicerminkan dari tingkat pendapatan per kapita), maka masyarakat akan cenderung menambah konsumsi listrik dalam aktivitas sehari-hari. Semakin tinggi pendapatan per kapita, maka konsumsi listrik cenderung semakin meningkat. Pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan ketersediaan jaringan listrik yang memadai sehingga dapat mendorong produktifitas daerah. Konsumsi listrik di Sulawesi Barat termasuk rendah dan kurang dari rata-rata tingkat konsumsi listrik nasional sebesar 753,7 kwh. Efisiensi infrastrukur kelistrikan diukur dengan cara membandingkan tingkat pendapatan per kapita provinsi di Indonesia dengan menggunakan data 33 provinsi. 8

Sumber: Statistik PLN, 2013 Gambar 1.2 Konsumsi Listrik per Kapita (kwh) Tahun 2013 Gambar 1.2, terlihat bahwa konsumsi listrik di Sulawesi Barat jauh lebih rendah dari konsumsi listrik provinsi lain. Tingkat konsumsi listrik Sulawesi Barat kurang dari 25 persen rata-rata tingkat konsumsi listrik nasional. Suranta (2003), menemukan bahwa energi listrik berpengaruh positif signifikan terhadap PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Hasil yang sama ditemukan oleh Yilmaz dan Hasan (2014), bahwa konsumsi listrik memiliki dampak yang positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, di mana ada hubungan 2 arah antara konsumsi listrik dan pertumbuhan ekonomi. Li dan Karanfil (2014) juga menemukan hal yang sama, bahwa ada hubungan yang positif signifikan antara konsumsi listrik dan GDP riil per kapita baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dari beberapa temuan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsumsi listrik memiliki pengaruh yang positif terhadap perekonomian, di mana kebutuhan akan konsumsi listrik saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok, khususnya bagi produsen yang melangsungkan kegiatan 9

produksinya dengan menggunakan teknologi yang membutuhkan pasokan energi listrik. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian tentang belanja modal pemerintah, angkatan kerja, dan teknologi telah dilakukan oleh banyak orang, baik di dalam maupun di luar negeri. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu. Tabel 1.4 Penelitian Terdahulu No Peneliti Alat Analisis Hasil Penelitian 1. Suranta (2003) Regresi Data Panel Hasil penelitian menemukan bahwa angkatan kerja, investasi, saran angkutan, dan energi listrik berpengaruh positif signifikan terhadap PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Investasi pemerintah tidak berpengaruh signifikan terhadap PDRB Kabupaten/Kota 2. Yoo (2006) Hsiao s Version of Granger Causality Method 3 Chen (2007) Granger Causality Test and ECM 4. Amalia (2013) Regresi Data Panel 5. Hendarmin (2013) Ordinary Least Square (OLS) 6. Suryanto (2013) Vector Auto Regressive (VAR) 7. Levine (2013) Okun s Law Analysis Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang bervariasi, khusus untuk Indonesia ditemukan bahwa konsumsi energi listrik mengikuti pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Hasil studi menemukan bahwa khusus di Indonesia ditemukan bahwa uni-directional long-run causality dari konsumsi listrik ke GDP, namun tidak ditemukan bahwa adanya short-run causality di Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa belanja modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB per kapita Menemukan bahwa variabel belanja modal pemerintah daerah walupun memiliki slope yang positif (sesuai dengan teori ekonomi), namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Studi ini menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mendukung konsumsi energi listrik dan sebaliknya. Menemukan bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi (GDP) dan tingkat pengangguran terbuka adalah negatif dan signifikan, dimana hal ini sejalan dengan hukum Okun yang mengemukakan bahwa semakin besar pertumbuhan GDP, maka akan semakin cepat menurunkan tingkat pengangguran. 10

Lanjutan Tabel 1.4 8. Kurniawan (2013) Regresi Berganda Linear Hasil Penelitian menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka. 9. Simanungkalit (2014) 10. Li dan Karanfil (2014) Regresi Panel Regresi Panel Data Data 12. Yilmaz dan Pedroni, Kao, Hasan (2014) Jhosnson cointegrationtest, and Granger causality test 13. Habibi (2015) Regresi Data Panel Hasil penelitian menemukan bahwa tenaga kerja, Human Capital, dan belanja pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian menemukan bahwa ada hubungan yang positif signifikan antara konsumsi listrik dan GDP riil per kapita baik jangka pendek maupun jangka panjang. Menemukan bahwa konsumsi listrik memiliki dampak yang positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dimana ada hubungan dua arah antara keduanya. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka Berdasarkan Tabel 1.4, pada umumnya belanja modal, angkatan kerja, dan konsumsi listrik memiliki pengaruh yang signifikan, baik itu terhadap PDRB maupun pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya, di mana perbedaannya adalah pada lokasi penelitian di Provinsi Sulawesi Barat, periode waktu yaitu dari tahun 2008-2013, serta variabel yang akan diteliti yaitu belanja modal pemerintah, angkatan kerja yang diwakili oleh tingkat pengangguran terbuka, dan yang terakhir adalah teknologi yang diwakili oleh konsumsi listrik industri. 1.3 Rumusan Masalah Pelaksanaan otonomi daerah dengan fokus pembangunan lebih diletakkan pada daerah kabupaten/kota, maka sangat menarik untuk mengkaji faktor-faktor apa yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah. Salah satu indikator yang digunakan adalah PDRB. Oleh karena itu, untuk mengkaji pertumbuhan ekonomi 11

Sulawesi Barat dapat diamati dari faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Barat. Alokasi belanja pemerintah yang besar dengan perkembangan yang signifikan dari tahun ke tahun, tidak diiringi oleh belanja modal yang mengalami tren yang fluktuatif dan cenderung menurun. Peran belanja modal pemerintah secara umum dialokasikan untuk membangun sarana dan prasarana yang selanjutnya diharapkan akan dapat meningkatkan intensitas kegiatan ekonomi. Selain itu, belanja modal pemerintah dalam pelaksanaannya memerlukan tenaga kerja sehingga akan memperbesar penyerapan tenaga kerja, yang berarti pengangguran akan menurun, lebih banyak orang yang bekerja dan memperoleh penghasilan, yang pada akhirnya akan menuju pada perbaikan kesejahteraan masyarakat. Seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran terbuka mengalami penurunan dan tingkat partisipasi angkatan kerja mengalami peningkatan. Hal sebaliknya terjadi pada tahun 2013, di mana tingkat pengangguran terbuka mengalami kenaikan dan tingkat partisipasi angkatan kerja mengalami penurunan. Selain itu, perkembangan teknologi yang ditandai dengan jumlah konsumsi listrik per kapita, masih di bawah tingkat konsumsi listrik nasional. Pada pelaksanaanya, konsumsi listrik mempunyai korelasi dan hubungan yang positif terhadap PDRB per kapita baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya kebutuhan untuk jaringan listrik guna mendorong produktivitas pembangunan daerah. 12

1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka pertanyaan penelitian yang dikemukakan adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana pengaruh belanja modal pemerintah, angkatan kerja, dan teknologi terhadap PDRB per kapita? 2. Berapa besar kontribusi belanja modal pemerintah, angkatan kerja, dan teknologi terhadap PDRB per kapita? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk menganalisis pengaruh belanja modal pemerintah, angkatan kerja, dan teknologi terhadap PDRB per kapita. 2. Untuk menghitung seberapa besar kontribusi dari belanja modal pemerintah, angkatan kerja, dan teknologi terhadap PDRB per kapita. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan sebagaimana yang telah disebutkan diatas memiliki manfaat sebagai berikut. 1. Bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan di jajaran Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat dalam menetapkan kebijakan pembangunan ekonomi daerah. 2. Bahan informasi bagi pihak-pihak yang melakukan studi terkait. 13

1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiridari 5 bab. Bab I Pendahuluan dengan materi bahasan antara lain, latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II yang merupakan Landasan Teori, perhitungan untuk sumber-sumber ekonomi, dan kajian terhadap penelitian terdahulu yang menjadi dasar dalam penelitian ini, model penelitian dan formulasi hipotesis. Bab III adalah Metode Penelitian yang memuat desain penelitian, metoda pengumpulan data, metode anlisis data, uji kelayakan, perhitungan sumber-sumber ekonomi, dan definisi operasional. Bab IV merupakan Bab Analisis yang berisikan deskripsi data, chow test, uji hausman, uji asumsi klasik, uji analisis statistik, perhitungan sumbersumber PDRB per kapita dan pembahasan yang berisi pengaruh belanja modal pemerintah terhadap PDRB per kapita, pengaruh angkatan kerja terhadap PDRB per kapita, pengaruh teknologi terhadap PDRB per kapita, dan perhitungan sumbersumber ekonomi. Bab V merupakan bab Simpulan dan Saran yang berisi simpulan, implikasi, keterbatasan, serta saran. 14