BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

Bab I Pendahuluan 1. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta,

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm.

BAB II GEREJA DAN PASTORAL

UKDW. Bab I. Pendahuluan

1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW

KONSELING PASTORAL, MENGAPA TAKUT?

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

Pelayanan Konseling Pastoral Di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan. LASILING, pada tanggal 20 dan 21 September 2005.

BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH. A.1. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk

PEMAHAMAN ORANG YAHUDI TERHADAP PENDERITAAN MENURUT KITAB AYUB DAN RELEVANSINYA BAGI PENDAMPINGAN PASTORAL KEDUKAAN TESIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

BABI PENDAHULUAN. Di negara maju, penyakit stroke pada umumnya merupakan penyebab

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV PINDAH AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF KONSELING PASTORAL

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

@UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. ada sebagian kecil orang yang memilih untuk hidup sendiri, seperti Rasul Paulus

Pendampingan Pastoral Holistik di Megachurch (Sebuah Studi Tentang Pendampingan Pastoral Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan di Semarang)

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lih. Kis 18:1-8 2 The Interpreter s Dictionary of the Bible. (Nashville : Abingdon Press, 1962). Hal. 682

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

Bab I Pendahuluan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sedang mengalami krisis multidimensi yang berkepanjangan.

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam

BAB I PENDAHULUAN. vol.65, Jakarta: YPJ, 2010), hal. 17 1

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB II GEREJA DAN KONSELING PASTORAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

Bab I PENDAHULUAN. Bdk Abun Sanda, Pemerintah Blum Adil Pada Rakyatnya Sendiri, Kompas, 14 Desember hl. 1 dan Bdk Sda

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Awig-awig pesamuan adat Abianbase, p.1

BAB I PENDAHULUAN. Padjajaran, 1974, hlm. 8 4 S.d.a

BAB I PENDAHULUAN. dan penderitaan, dan kebanyakan datang terlalu cepat". 1

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis akan menyimpulkan Telaah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar (SD)

UKDW. Bab I PENDAHULUAN

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

1. Apa yang dipahami pejabat gereja dalam hal ini Pendeta jemaat tentang PASTORAL? 3. Sejak kapan TIM DOA ini hadir ditengah-tengah Gereja?

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

STUDI TERHADAP PEMAHAMAN JEMAAT SOYA TENTANG SAKRAMEN PERJAMUAN KUDUS SKRIPSI. Diajukan Kepada Fakultas Teologi. Untuk Memenuhi Persyaratan

Oleh : Mohamad Fajar Kurniawan Khairul Amry Wicaksana Yoga Satya Nur Iman Bani Sya bani

BAB I PENDAHULUAN. American Psychological Association (APA) mengartikan keluarga sebagai:

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap profesi yang dilakoni oleh manusia tentu memiliki fungsinya

Transkripsi:

BAB I P E N D A H U L U A N 1. LATAR BELAKANG Konseling pastoral adalah salah satu bentuk pertolongan dalam pendampingan pastoral yang hingga kini mengalami perkembangan. Munculnya golongan kapitalis baru pada akhir abad 19 di Amerika menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial dan masalah masalah sosial. Di satu sisi ada orang yang menderita, miskin dan di lain sisi ada kelompok orang-orang kaya. Pada saat itu, orang berpikir bahwa kemiskinan dan kriminalitas adalah kesalahan pribadi, karena kemalasan kejahatan dan bahkan takdir. 1 Tetapi masalah kemiskinan dan kriminalitas ini semakin berkembang sehingga, mendorong munculnya pelayanan-pelayanan sosial bagi orang yang miskin. Hanya pelayanan-pelayanan sosial saat itu masih bersifat individual dan karitatif seperti, memberikan sumbangan uang dan nasihat-nasihat. Demikian pula gereja melakukan hal yang sama. Bentuk pelayanan pastoral kepada orang miskin dan menderita terbatas pada usaha pengajaran, khotbah, nasihat dan pelayanan sakramen. Pada awal abad 20, di Amerika terjadi perkembangan besar-besaran terutama di bidang psikologi dan teologi. Maka pemahaman mengenai metode pemberian bantuan pada orang yang menderita tersebut juga mengalami perkembangan. Pemberian bantuan yang pada mulanya hanya bersifat individual dan karitatif dipandang sebagai suatu pendampingan yang kurang bertanggungjawab. Karena itu, pekerja-pekerja pelayanan sosial mulai mengembangkan suatu model pemberian bantuan yang sifatnya lebih menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi. Tokoh yang banyak berpengaruh pada abad 20 adalah Carl Rogers (1902-1977). Menurutnya konseling adalah suatu proses pembebasan manusia dari hambatan-hambatan dalam pertumbuhan sehingga seseorang dapat bertumbuh secara normal, lebih otonom dan mandiri. Metode konseling Carl Roger terkenal dengan sebutan metode Client Centered Therapy. 2 Metode Client Centered Therapy (selanjutnya disebut metode Rogerian) adalah suatu metode konseling yang berfokus pada konseli atau yang ditolong. 1 Totok.S.W, Seri pastoral 257: Pendampingan dan konseling (sejarah dan gagasan dasar), Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta, 1995, Hal. 2. 2 Calvin S. Hall, Gardner Lindzey, Psikologi Kepribadian 2: Teori-teori Holistik (organismik-fenomenologis), Yogyakarta: Kanisius, 1993, Hal. 126. 1

Peran konselor hanyalah sebagai pelancar agar konseli dapat mengungkapkan dan memahami perasaan yang sesungguhnya. Konselor berperan seperti sebuah cermin bagi konseli, sehingga arah konseling ditentukan oleh konseli. Dengan demikian, Client Centered Therapy menjadi sebuah upaya untuk menolong para konselor yang terbiasa menasihati agar mampu menghargai konseli. Dengan adanya perkembangan ini, pemahaman mengenai pelayanan pastoral bagi orang menderita yang dilakukan oleh gereja juga berkembang. Yang tadinya pendeta hanya berupa pemberian nasihat, kotbah, dan doa-doa. Kini menggunakan sarana-sarana berupa intervensi-intervensi psikologis. Psikologi, konseling dan psikoanalisis, menyadarkan bahwa fungsi penyembuhan tidak hanya bisa dilakukan melalui sakramen pengakuan dosa dan pengampunan, penyembuhan dalam iman dan doa, melainkan juga melalui intervensi psikologis. Kehidupan batiniah manusia bukanlah hanya menyangkut dinamika kepercayaan-spiritual, akan tetapi juga ada aspek emosional-psikologis. Kedua aspek ini saling kait mengkait dan saling mempengaruhi. 3 Pengaruh konseling dalam pelayanan pastoral gereja sangat kuat, terlebih setelah perang dunia kedua. Abineno mengatakan, bahwa gereja-gereja di Amerika mengambil alih metode atau cara-kerja ini bagi pekerjaan mereka, 4 yaitu dengan menerapkan metode konseling ke dalam pelayanan pastoral gereja untuk menolong orang yang menderita. Sejak saat itulah muncul istilah konseling pastoral. Seward Hiltner mendefinisikan konseling pastoral sebagai, usaha yang dijalankan oleh pendeta untuk membantu orang, agar ia dapat menolong dirinya sendiri (oleh proses perolehan pengertian tentang konflik-konflik batiniahnya). 5 Merujuk pada definisi konseling pastoral tersebut, nampaknya ada kesamaan antara metode konseling Rogerian dengan metode konseling pastoral yang kembangkan Seward Hiltner. Terutama pada fokus konseling, peran konselor (selanjutnya disebut, pendeta) dan peran konseli (selanjutnya disebut, anggota jemaat). Dalam konseling pastoral anggota jemaat diharapkan dapat menyadari konflik-konflik batinnya sendiri. Sehingga melalui proses penyadaran ini, ia dapat menolong dirinya sendiri. Peran pendeta dalam konseling pastoral bukan lagi sebagai penasihat dan mengarahkan. Melainkan membantu jemaat mengungkapkan masalah-masalahnya dan perasaannya. Peran pendeta dalam konseling pastoral seperti cermin yang memantulkan dan mendengarkan perasaanperasaan jemaat. Sedangkan, jemaat umumnya yang menentukan arah perjalanan 3 Totok.S.W, Seri pastoral 257: Pendampingan dan konseling (sejarah dan gagasan dasar), Hal. 10. 4 Abineno.J.L.Ch., Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2006, Hal. 7. 5 Seward Hiltner, Pastoral Counseling, New York: Abingdon-Cokesbury Press, 1949, Hal. 19. 2

konseling pastoral. Konsekuensinya, konseling pastoral membutuhkan waktu yang relatif lama. Karena itu, konseling pastoral ini disebut juga konseling pastoral jangka panjang, sedangkan metodenya disebut metode non-direktif atau tidak mengarahkan. Menyadari model konseling pastoral jangka panjang tersebut memiliki kelemahan, yaitu dapat memakan waktu yang lama. Maka dalam perkembangan berikutnya hal ini menjadi pergumulan tersendiri. Peran pendeta dalam memberikan pendampingan pastoral tidak hanya terbatas pada konseling pastoral melainkan melakukan khotbah, pelayanan sakramen, pelayanan pembinaan iman dan pelayanan lainnya. Orang-orang yang datang untuk meminta bantuan pendeta umumnya adalah orang yang menderita, mengalami masalah yang berat dan mengalami krisis. Orang-orang demikian membutuhkan bantuan dengan segera. Howard W. Stone 6 mengatakan bahwa, keinginan orang atau jemaat yang mengalami permasalahan dan mengikuti konseling pastoral adalah mengetahui langkah konkret yang harusnya segera mereka lakukan dan tidak untuk menyelesaikan masalah-masalahnya. Peran pendeta yang terbatas serta keinginan jemaat untuk dapat segera mengatasi dan melewati permasalahan hidupnya, menjadi keprihatinan para konselor pastoral. Sehingga mereka berusaha untuk mengembangkan model konseling pastoral yang sesuai kebutuhan tersebut. Dalam konteks kehidupan bergereja di Indonesia terdapat pelayanan pastoral terhadap orang menderita, bermasalah, dan mengalami krisis. Salah satu bentuk pelayanan pastoral 7 tersebut adalah konseling pastoral. Tokoh yang berjasa besar dalam perkembangan konseling pastoral di Indonesia di antaranya adalah, Aart Martin Van Beek, Mesach Krisetya dan Totok Wiryasaputra. Menurut mereka, konseling pastoral adalah upaya pertolongan psikis yang bertitik tolak dari keterangan konseli tentang dirinya sendiri. 8 Dengan demikian peran pendeta dalam memberikan konseling pastoral kepada seseorang bermasalah dititik beratkan pada kondisi riil dari jemaat secara menyeluruh 9. Hal senada juga diungkapkan Totok Wiryasaputra, 10 menurutnya dalam pendampingan dan konseling pastoral perlu memperhatikan 5 (lima) pandangan dasar utama. Yaitu, 1) Memahami manusia sebagai makhluk yang holistik (terdiri dari aspek, fisik, psikis, sosial dan spiritual). 2) Tiap manusia adalah keunikan masing-masing. 3) Manusia adalah makhluk yang otonom, karena itu pendampingan pastoral berfungsi 6 Howard W. Stone, Brief Pastoral Counseling, Minneapolis: Fortress Press, 1994, Hal. 2. 7 Istilah Pelayanan Pastoral disebut juga pendampingan pastoral atau penggembalaan, istilah ini akan digunakan secara bergantian, namun menunjuk pada hal yang sama. 8 Martin van Beek, Potret Diri Seorang Konselor. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, -. 9 Martin van Beek, Konseling Pastoral, Semarang: Satya Wacana press, 1987, Hal. 24. 10 Totok W.S, Seri pastoral 257: Pendampingan dan Konseling (sejarah dan gagasan dasar), Hal. 23-24. 3

untuk membantu seorang menjadi semakin otonom. 4) Manusia selalu memiliki sifat sosial. 5) Manusia yang didampingi harus dilihat dari seluruh aspek kehidupannya. Berdasarkan pandangan para ahli tersebut. Nampaknya prinsip-prinsip dasar konseling pastoral di Indonesia ada kesamaan dengan metode konseling pastoral yang dikembangkan Seward Hiltner. Yaitu, pentingnya untuk memperhatikan dinamika jemaat (konseli) secara menyeluruh. Pusat perhatian konseling pastoral adalah diri jemaat sendiri. Pendeta (konselor) adalah sebagai pendengar dan pelancar bagi diri jemaat agar mengungkapkan permasalahannya dan perasaannya. Dengan kata lain, pendeta hanya sebagai cermin bagi jemaat. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan konseling pastoral, pendeta perlu memiliki ketrampilan memantulkan dan mendengarkan. 11 Konseling pastoral ini cukup membantu pendeta dalam menolong jemaatnya yang bermasalah. Namun dalam perkembangan di Indonesia sekarang, disadari bahwa pendekatan ini memiliki kelemahan dan hambatan salah satunya mengenai masalah waktu. Martin Van Beek melalui penelitiannya menemukan ada beberapa masalah yang mempersulit pelaksanaan konseling pastoral di Indonesia. Yaitu, kecenderungan konseli untuk datang satu atau dua kali saja, konseli datang ketika masalah sudah terlalu besar, konseli mengharapkan terlalu banyak dari konselor dalam waktu yang singkat. 12 Selain itu, pendeta sebagai seorang pemimpin jemaat sekaligus sebagai seorang konselor pastoral memiliki keterbatasan-keterbatasan baik waktu maupun keterampilan. Pendeta memiliki kesibukan lain selain konseling pastoral. Seperti halnya, memimpin ibadah, mengunjungi warga, memimpin rapat, mengajar katekisasi sidi, persiapan perkawinan dan kesibukan lainnya. Sehingga tidak bisa secara penuh untuk mendampingi jemaat. Ditambah lagi, kemampuan pendeta melakukan konseling pastoral dengan memanfaatkan metode-metode konseling terbatas. Oleh karena itu, disadari perlu adanya suatu pendekatan konseling yang lebih sederhana, terstruktur dan yang singkat. Seward Hiltner menulis mengenai perlunya memberikan batasan waktu dalam konseling. Seward Hiltner 13 mengamati bahwa, 1) Pendeta (konselor) memiliki tugas dan tanggung jawab pelayanan lain yang juga penting sehingga waktu untuk konseling perlu dibatasi. 2) Konseling Pastoral perlu dibatasi sehingga prosesnya lebih pendek karena adanya keterbatasan pendeta dalam latihan-latihan konseling. Karena itu, ia merasa perlu ada konseling pastoral yang memakan waktu lebih terbatas. Dari sinilah muncul istilah 11 Lih., Mesach Krisetya, Tahap-tahap dalam konseling pastoral jangka panjang dalam Aart Martin Van Beek, Konseling Pastoral, Hal. 33-44. 12 Aart Martin Van Beek, Konseling Pastoral, Hal. 19. 13 Seward Hiltner, Pastoral Counseling, Hal. 81-82. 4

brief counseling atau supportive counseling atau reactive-emotion counseling. Konseling pastoral jangka pendek merupakan suatu pendekatan yang tergolong baru dalam bidang konseling pastoral. Yang mempengaruhi munculnya konseling pastoral jangka pendek adalah perkembangan ilmu psikologi konseling pada pertengahan abad 20, yaitu metode Short-term Therapy. Metode Short-term Therapy sendiri merupakan salah satu bentuk turunan dari metode-metode yang sudah ada, di antaranya Psychodynamic Therapy, Behavioral Therapy dan Systems Therapy. Di Amerika perkembangan konseling pastoral jangka pendek cukup pesat hingga sekarang. Terlebih setelah munculnya karya-karya Howard W. Stone mengenai Brief Pastoral Counseling atau konseling pastoral jangka pendek. Menurut Howard W. Stone, konseling pastoral jangka pendek dapat dilakukan hanya satu atau dua kali pertemuan. Berbeda dengan extended counseling atau konseling pastoral jangka panjang yang dapat memakan waktu lebih dari satu tahun. Konseling pastoral jangka pendek memerlukan waktu untuk proses konseling lebih singkat, namun memberikan hasil yang sama bahkan melebihi dari metode extended counseling. Metode konseling pastoral jangka pendek juga sama efektifnya dengan metode extended counseling dalam membantu konseli menemukan jalan keluar atas masalahnya. Managemen permasalahan, pemberian homework setelah sesi pertemuan dalam konseling pastoral jangka pendek dapat memicu seseorang untuk langsung melakukan sesuatu untuk mengatasi masalahnya. Hal ini merupakan sesuatu yang baru dalam konseling pastoral. Serta, dengan waktu konseling yang lebih pendek dan efektif maka lebih banyak orang yang ditolong. 2. PERMASALAHAN Di gereja-gereja Amerika, konseling pastoral jangka pendek berkembang pesat hingga saat ini. Di lain sisi, nampaknya gereja di Indonesia juga membutuhkan suatu metode konseling pastoral yang sistematis dan terstruktur seperti konseling pastoral jangka pendek. Hal ini terlihat dari beberapa kecenderungan jemaat untuk datang satu atau dua kali saja, jemaat datang ketika masalah sudah terlalu besar, jemaat mengharapkan dari pendeta dalam waktu yang singkat. Apalagi nampaknya metode konseling pastoral jangka pendek dapat memberikan keringanan bagi orang-orang yang mengalami permasalahan. Oleh karena itu, pertanyaan utama dalam penulisan kali ini adalah Apakah metode konseling pastoral jangka pendek ini dapat diterapkan di gereja-gereja Indonesia? 5

Untuk dapat menjawab rumusan masalah tersebut maka muncul beberapa pertanyaan pendukung lainnya: 2.1. Apakah itu konseling pastoral jangka pendek, bagaimana kemunculan dan pertumbuhannya dalam konteks Amerika? 2.2. Apa saja landasan pemikiran dari pendekatan konseling pastoral jangka pendek? 2.3. Apakah pendekatan konseling pastoral jangka pendek relevan diterapkan di gerejagereja Indonesia? Jika relevan bagaimana menerapkan pendekatan ini di gerejagereja Indonesia? 3. TUJUAN PENULISAN 3.1. Tujuan utama Untuk mendapatkan jawaban apakah metode konseling pastoral jangka pendek dapat diterapkan gereja-gereja di Indonesia. Metode konseling pastoral jangka pendek mungkin akan dikritik sebelum dapat diterima di Indonesia. Namun sebelum menerapkannya perlu mempertimbangkan layak tidaknya metode ini dipakai di Indonesia. 3.2. Tujuan pendukung 3.2.1 Mendapatkan informasi tentang latar belakang munculnya konseling pastoral jangka pendek di konteks Amerika. 3.2.2 Mengetahui dasar pikiran dan metode konseling pastoral jangka pendek. 3.2.3 Mendapatkan cara menerapkan metode konseling pastoral jangka pendek untuk konteks gereja-gereja di Indonesia. 4. JUDUL TULISAN. Berdasar permasalahan yang dibahas pada skripsi ini, maka penulis memberikan judul: Konseling Pastoral Jangka Pendek serta Relevansinya bagi Gereja-gereja di Indonesia 6

5. METODE PENELITIAN Dalam proses penulisan kali ini, penulis akan menggunakan metode diskriptif-analitis, yaitu dengan cara memaparkan dan menjelaskan data-data yang diperoleh, melalui studi literatur. Kemudian akan menganalisanya untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai metode dan pelaksanaan konseling pastoral di gereja-gereja Indonesia. 6. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I BAB II BAB III BAB IV PENDAHULUAN Pada bagian ini dituliskan mengenai latar belakang permasalahan, permasalahan, tujuan penulisan, judul tulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan. KONSELING PASTORAL JANGKA PENDEK Meliputi latar belakang, lahir dan perkembangan konseling pastoral jangka pendek di konteks Amerika. Beberapa dasar pemikiran yang melandasi (konsep teologi yang melandasi serta metodenya). Perlunya mendiskusikan hal ini karena titik awal metode konseling pastoral jangka pendek adalah di Amerika. TINJAUAN TERHADAP KONSELING PASTORAL JANGKA PENDEK Bab ini akan diisi dengan gambaran mengenai konteks masyarakat di Indonesia serta pelaksanaan konseling pastoral gereja-gereja di Indonesia. Berikutnya penulis akan menganalisa pemikiran dan pendekatan konseling pastoral jangka pendek yang ada pada bab II. PENUTUP Pada bab ini berisi kesimpulan dan relevansi konseling pastoral jangka pendek di gereja-gereja Indonesia. Serta melihat bagaimana menerapkan metode konseling pastoral jangka pendek dalam pelaksanaan pendampingan dan konseling pastoral di gereja-gereja Indonesia. 7