BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah salah satu sindrom neurologi yang merupakan ancaman terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia (Misbach, 2011). Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada usia puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian sesudah penyakit jantung pada sebagian besar negara di dunia, sedangkan di negara Barat yang telah maju, stroke menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian sesudah penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan insiden stroke di Amerika Serikat kira kira lebih 700.000 tiap tahun dan meninggal lebih 160.000 per tahunnya dengan kira kira 4,8 juta penderita stroke yang hidup saat ini (Nasution D, 2007). Di Indonesia, menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama yang harus ditangani segera, tepat dan cermat (PERDOSSI,2011). Di Indonesia juga telah dilakukan penelitian yang berskala besar oleh survey ASNA (Asean Neurologic Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di rumah sakit, dan dilakukan survey mengenai faktor faktor resiko, lama perawatan dan
mortalitas serta morbiditasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita laki laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45 64 tahun berjumlah 54,7% dan di atas usia 65 tahun 33,5% (Misbach, 2007). Disfagia merupakan komplikasi yang sering pada stroke akut. Pada stroke akut, disfagia ditemukan 50% dari pasien stroke. Gejala disfagia kebanyakan muncul pada minggu pertama sampai 1 bulan onset dan menetap sampai 6 bulan pada sebagian kecil pasien (Dziewas dkk, 2004). Disfagia berhubungan dengan tingginya komplikasi respiratory dan meningkatnya aspirasi pneumonia, dehidrasi, dan gangguan nutrisi. Disfagia juga berhubungan dengan outcome yang buruk (Langdon dkk, 2010). Aspirasi pneumonia merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada disfagia, dijumpai sepertiga dari pasien disfagia (Dziewas dkk, 2004). Berdasarkan penelitian Mann dkk dengan penelitian prospektif ditemukan dari 128 pasien stroke, ditemukan 64% pasien disfagia dan 22% aspirasi pneumonia (Singh dkk, 2005). Disamping penilaian assessment diagnostik dan kecepatan memulai usaha rehabilitasi, tube feeding biasanya di rekomendasi sebagai alat yang efektif dan aman untuk supplay nutrisi pasien selama dua minggu pertama (Dziewas dkk, 2008). Tetapi faktanya, banyak pasien berlanjut terjadi aspirasi ketika menggunakan nasogastric tube dan percutaneus endoscopic gastrostomy tubes
(Speech pathology research, 2003). Penelitian Dziewas R,dkk tahun 2004 selama kurang lebih 18 bulan didapati 100 pasien stroke akut dengan disfagia menggunakan tube feeding, 44% didapati pneumonia. Dimana pasien acquired pneumonia didapati pada hari ke dua atau ke tiga setelah onset (Dziewas dkk, 2004). Berdasarkan penelitian K Mamun dan J Lim tahun 2005 mendapatkan dari 122 pasien stroke, 31,2% aspirasi pneumonia dan meninggal dengan menggunakan nasogastric tube dan 10,3% pasien dengan orally- feed (K Mamun dkk, 2005). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas, maka dirumuskanlah masalah sebagai berikut : Apakah terdapat hubungan penggunaan nasogastric tube dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut dengan disfagia? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan penggunaan nasogastric tube dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut dengan disfagia. 1.3.2 Tujuan khusus : 1.3.2.1 Untuk mengetahui hubungan dan kekuatan korelasi penggunaan nasogastric tube dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut dengan disfagia yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan. 1.3.2.2. Untuk mengetahui besar resiko penggunaan nasogastric tube dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke iskemik akut dengan disfagia yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan. 1.3.2.3 Untuk mengetahui besar resiko penggunaan nasogastric tube dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke hemoragik akut dengan disfagia yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan 1.3.2.4 Untuk melihat hubungan dan kekuatan korelasi lama pemakaian nasogastric tube dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut dengan disfagia yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan. 1.3.2.5 Untuk melihat bakteri pneumonia pada pemakaian nasogastric tube dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut
dengan disfagia yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan 1.3.2.6 Untuk melihat gambaran karakteristik demografi penderita stroke akut yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan 1.4 Hipotesis Ada hubungan penggunaan nasogastric tube dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut dengan disfagia. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.2 Manfaat Penelitian untuk Penelitian Dengan mengetahui hubungan antara penggunaan nasogastric tube dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut dengan disfagia dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan penggunaan nasogastric tube dengan stroke akut 1.5.3 Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan Dengan mengetahui adanya hubungan antara penggunaan nasogastric tube dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut dengan disfagia, maka dapat diupayakan tindakan preventif terhadap kejadian pneumonia pada penderita stroke akut sehingga outcome menjadi lebih baik 1.5.4 Manfaat Penelitian untuk Masyarakat
Dengan mengetahui pengaruh penggunaan nasogastric tube dengan pneumonia pada penderita stroke akut dengan disfagia maka penderita dan keluarga akan dapat mempersiapkan tindakan perawatan atau pengasuhan jika suatu saat anggota keluarga mengalami serangan stroke di kemudian hari.