BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Kondisi Subjek 5.1.1 Analisis Karakteristik Fisik Subjek Hasil analisis deskriptif terhadap data karakteristik subjek yang meliputi variabel umur, berat badan, tinggi badan, dan indeks massa tubuh disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Data Karakteristik Fisik Subjek No Variabel n Rerata SB Rentangan 1 Umur (th) 36 19,47 0,91 19-23 2 Berat Badan (kg) 36 62,00 5,49 55-71 3 Tinggi Badan (cm) 36 169,42 4,93 160-181 4 Indeks Massa Tubuh 36 21,53 1,57 18,94 23,88 Keterangan : SB : Simpang Baku Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa rerata umur subjek adalah 19,47 ± 0,91 tahun. Indeks massa tubuh dihitung berdasarkan perbandingan berat badan satuan kg dengan kuadrat dari tinggi badan dalam satuan meter pada subjek yang bersangkutan. Diperoleh rerata indeks massa tubuh subjek adalah 21,53 ± 1,57. Dari umur dan indek massa tubuh subjek termasuk dalam katagori normal. Begitu juga dari formulir biodata yang telah diisi subjek diperoleh data bahwa semua sudah pernah memiliki pengalaman kerja di bidang tata hidangan baik saat training maupun saat sebagai daily worker selama 6 12 bulan. Selain itu kondisi kesehatan subjek telah dicek oleh petugas kesehatan dalam hal ini dokter umum dan diperoleh
hasil bahwa subjek semua dalam kondisi baik atau sehat dan tidak ada yang pernah patah tulang. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi fisik subjek dalam kondisi yang baik dengan tubuh termasuk ideal. 5.1.2 Antropometri Subjek Hasil pengukuran antropometri mahasiswa yang dijadikan subjek dianalisis secara deskriptif meliputi : rentangan, persentil 5, dan persentil 50, serta persentil 95. Hasil analisis ini disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Data Antropometi Subjek No Variabel Rentangan Persentil Persentil Persentil (cm) 5 50 95 1 T.S.B (cm) 102,00 115,00 102,85 107,50 113,30 2 P.Tgn (cm) 17,00 20,00 17,00 19,00 20,00 3 P.Tlp.Tgn (cm) 9,00 12,00 9,43 10,00 12,00 4 L.Tgn.Mtk (cm) 7,80 10,00 7,97 9,00 10,00 5 L.Tgn.I.J (cm) 8,80 11,00 8,80 10,00 11,00 6 T.I.J (cm) 5,00 7,00 5,00 6,00 7,00 7 Pj.Sk-Pergl. (cm) 23,00 30,00 23,85 28,00 30,00 Keterangan : SB T.S.B P.Tgn P.Tlp.Tgn. L.Tgn.Mtk. L.Tgn.I.J T.I.J. P.Sk-Pergl. : Simpang Baku : Tinggi Siku saat Berdiri : Panjang Tangan : Panjang Telapak Tangan : Lebar Tangan sampai Matakarpal : Lebar Tangan sampai Ibu Jari : Tinggi Ibu Jari : Panjang Siku sampai Pergelangan tangan Data antropometri yang diukur seperti tinggi siku saat berdiri untuk mengetahui rerata posisi/ tinggi benda yang dibawa dalam hal ini piring, saat menyajikan makanan ke meja tamu. Berdasarkan hasil pengukuran tinggi siku saat berdiri berada pada rentangan 102,00 115,00 cm. Sedangkan jarak benda yang
dibawa dari tubuh subjek dapat dilihat dari panjang siku sampai pergelangan tangan, yaitu pada rentangan 23,00 30,00 cm dan rerata 27,86 cm. Ini menunjukkan jarak vertikal benda masih di zona aman namun jarak horizontal benda diluar jarak aman yang disarankan (maksimum 25 cm) sehingga resiko cedera makin tinggi. Pengukuran antropometri telapak tangan dilakukan untuk mengetahui rerata panjang dan lebar telapak tangan serta tinggi ibu jari subjek, guna mengetahui apakah ukuran telapak tangan sudah sesuai dengan ukuran peralatan (piring) yang digunakan sebagai pengganti piring sebelumnya. 5.2 Analisis Kondisi Lingkungan Kerja Kondisi lingkungan kerja diindikasikan dari suhu basah, suhu kering, kelembaban relative, intensitas cahaya dan kecepatan udara. Data kondisi lingkungan ini diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro Wilk dan diperoleh hasil data lingkungan kerja tersebut pada Kelompok Kontrol dan perlakuan berdistribusi normal (p > 0,05) untuk suhu kering, sedangkan yang lain tidak berdistribusi normal. Uji normalitas untuk kondisi lingkungan selain suhu kering diuji dengan Mann-Whitney Test, dan hasilnya masing-masing menunjukkan nilai p > 0,05. Ini menunjukkan bahwa data suhu basah, kelembaban relative, intensitas cahaya, dan kecepatan udara pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan berdistribusi normal. Berikut adalah hasil analisis uji beda kemaknaan antara kondisi lingkungan an pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan, yang dituang dalam Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Hasil Analisis Pengukuran Lingkungan Kerja No Variabel Kontrol Perlakuan p Rerata SB Rerata SB 1. Suhu kering ( o C) 25,56 0,38 25,56 0,94 1,00 2. Suhu basah ( o C) 22,86 0,61 22,42 0,69 0,05 3. Kel. Relatif (%) 85,28 2,54 83,33 2,81 0,50 4. Ints. Cahaya (Lux) 251,34 1,46 252,69 1,23 0,41 5. Kecp. Udara (m/dt) 0,01 0,01 0,01 0,01 0,31 Keterangan : SB : Simpang Baku Dari Tabel 5.3 ini menunjukkan bahwa rerata suhu kering pada tempat penelitian untuk Kelompok Kontrol adalah 25,56 ± 0,38 o C, sedangkan rerata suhu kering pada Kelompok Perlakuan adalah 25,56 ± 0,94 o C. Data rerata suhu basah pada tempat penelitian untuk Kelompok Kontrol adalah 22,86 ± 0,61 o C, sedangkan rerata suhu basah pada Kelompok Perlakuan adalah 22,42 ± 0,69 o C. Dari data suhu kering dan suhu basah yang diperoleh kemudian dipetakan ke dalam Psychromatric Chart untuk mendapatkan kelembaban relative. Hasil dari pemetakan diperoleh kelembaban relative pada Kelompok Kontrol adalah 85,28 ± 2,54 % sedangkan pada Kelompok Perlakuan adalah 83,33 ± 2,81 %. Untuk intensitas cahaya diperoleh bahwa pada Kelompok Kontrol sebesar 251,34 ± 1,46 Lux, dan pada Kelompok Perlakuan sebesar 252,69 ± 1,23 Lux. Sedangkan untuk rerata kecepatan udara pada Kelompok Kontrol adalah 0,01 ± 0,01 m/dt, dan pada Kelompok Perlakuan adalah 0,01 ± 0,01 m/dt. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan kerja untuk para praktikan baik pada Kelompok Kontrol maupun perlakuan masih dalam batas-batas adaptasi untuk melakukan suatu aktivitas kerja. Berdasarkan uji kemaknaan variabel suhu basah, suhu kering, kelembaban relatif, intensitas cahaya,
dan kecepatan udara tidak mempunyai perbedaan yang nyata antara ke dua kelompok tersebut. Ini menunjukkan lingkungan di ke dua kelompok memiliki karakteristik lingkungan yang sama. 5.3 Analisis Keluhan Muskuloskeletal 5.3.1 Uji Normalitas Data Keluhan Muskuloskeletal Seluruh data keluhan muskuloskeletal diuji normalitasnya dengan uji Shapiro-Wilk pada tingkat kemaknaan (α = 0,05). Adapun hasil analisis data dengan uji Shapiro-Wilk baik data sebelum kerja (pre) dan data setelah kerja (post) menunjukkan nilai p > 0,05. Ini berarti bahwa semua data keluhan muskuloskeletal yang diperoleh selama penelititan, baik itu pre atau post berdistribusi dengan normal. Hasil analisis dipaparkan pada tabel terlampir. 5.3.2 Hasil Analisis Keluhan Muskuloskeletal Salah satu penyebab dari keluhan subjektif ini diprediksi dari keluhan muskuloskeletal subjek. Sebelum dilakukan uji kemaknaan efek perlakuan, perlu dilihat terlebih dahulu komparabilitas kondisi awal untuk keluhan muskuloskeletal subjek baik pada Kelompok Kontrol maupun perlakuan. Uji statistik yang digunakan dalam hal ini adalah uji t-independent Sample. Hasil analisis data keluhan muskuloskeletal sebelum (pre) dan setelah bekerja (post) serta selisih antara ke dua perlakuan disajikan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Hasil Analisis Keluhan Muskuloskeletal No. Variabel n Kontrol Perlakuan Nilai Nilai Rerata SB Rerata SB t p 1. Keluhan Muskuloskeletal (pre) 18 32,11 2,25 31,00 1,50 1,747 0,090 2. Keluhan Muskuloskeletal (post) 18 82,22 5,19 50,39 2,17 24,021 0,001 3. Keluhan Muskuloskeletal (selisih) 18 50,94 4,77 19,72 2,05 25,505 0,001 Keterangan : SB: Simpang Baku Dari tabel di atas diketahui bahwa hasil rerata keluhan muskuloskeletal pada kondisi sebelum kerja (pre) untuk Kelompok Kontrol adalah 32,11 ± 2,25 dan Kelompok Perlakuan adalah 31,00 ± 1,50. Dari hasil analisis uji t-independent Sample untuk kondisi awal (pre) rerata keluhan muskuloskeletal pada Kelompok Kontrol maupun perlakuan didapat nilai p = 0,090 (p > 0,05). Hal ini menandakan bahwa kondisi awal tidak berbeda secara bermakna. Apabila terjadi perbedaan rerata keluhan muskuloskeletal maka hal ini semata-mata karena efek perlakuan dan bukan karena ada faktor lain yang ikut mempengaruhinya. 5.3.3 Efek Perlakuan Terhadap Keluhan Muskuloskeletal Efek perlakuan terhadap keluhan muskuloskeletal dianalisis dengan melakukan uji beda kemaknaan kondisi akhir (post) pada perlakuan yang diberikan. Uji beda kemaknaan ini dilakukan dengan menggunakan uji t-independent Sample. Hasil analisis uji beda kemaknaan keluhan muskuloskeletal setelah bekerja (post) pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Dari Tabel 5.4 di atas dinyatakan bahwa dari hasil analisis terhadap kondisi akhir (post) untuk rerata keluhan muskuloskeletal pada Kelompok Kontrol telah terjadi penurunan pada Kelompok Perlakuan, dan diperoleh nilai p = 0,001 ( p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perbedaan secara signifikan antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan. Dengan demikian bahwa penurunan yang terjadi semata-mata disebabkan karena adanya perlakuan yang diberikan. 5.4 Analisis Kelelahan 5.4.1 Uji Normalitas Data Kelelahan Seluruh data kelelahan secara umum akan diuji normalitasnya dengan uji Shapiro-Wilk pada tingkat kemaknaan (α = 0,05). Adapun hasil analisis data dengan uji Shapiro-Wilk baik pada saat sebelum kerja (pre) maupun setelah kerja (post) menunjukkan nilai p > 0,05. Ini berarti bahwa semua data kelelahan secara umum yang diperoleh selama penelititan, telah berdistribusi dengan normal. 5.4.2 Hasil Analisis Kelelahan Penyebab lainnya dari keluhan subjektif ini diprediksi dari kelelahan secara umum subjek. Sebelum dilakukan uji kemaknaan efek perlakuan, perlu dilihat terlebih dahulu komparabilitas kondisi awal data kelelahan secara umum subjek baik pada Kelompok Kontrol maupun perlakuan. Uji statistik yang digunakan dalam hal ini adalah uji t-independent Sample. Hasil analisis data kelelahan secara umum sebelum (pre) dan setelah bekerja (post) serta selisih antara ke dua perlakuan disajikan pada Tabel 5.5 sebagai berikut.
Tabel 5.5 Hasil Analisis Kelelahan No. Variabel n Kontrol Perlakuan Nilai Nilai Rerata SB Rerata SB t p 1. Kelelahan Secara umum (pre) 18 32,22 1,59 31,83 1,10 0,853 0,400 2. Kelelahan Secara umum (post) 18 91,83 1,58 52,44 1,25 82,982 0,001 3. Kelelahan Secara umum (selisih) 18 59,61 1,54 20,61 1,38 80,092 0,001 Keterangan : SB: Simpang Baku Dari tabel di atas diketahui bahwa hasil analisis uji t-independent Sample untuk kondisi awal (pre) rerata kelelahan pada Kelompok Kontrol maupun perlakuan, didapat nilai t = 0,853 dan nilai p = 0,400 (p > 0,05). Hal ini menandakan bahwa kondisi awal tidak berbeda secara bermakna. Ini menujukkan bahwa kondisi awal ke dua kelopok memiliki karakteristik lingkungan yang sama. Komparabilitas ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa perbedaan kelelahan secara umum yang terjadi benar-benar karena efek perlakuan dan bukan karena ada faktor lain yang ikut mempengaruhinya. 5.4.3 Efek Perlakuan Terhadap Kelelahan Efek perlakuan terhadap kelelahan dianalisis dengan melakukan uji beda kemaknaan kondisi akhir (post) pada perlakuan yang diberikan. Uji beda kemaknaan ini dilakukan dengan menggunakan uji t-independent Sample. Hasil analisis uji beda kemaknaan kelelahan setelah bekerja (post) baik pada Kelompok Kontrol maupun Kelompok Perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Dari Tabel 5.5 di atas dapat dinyatakan bahwa kondisi akhir (post) untuk kelelahan secara umum pada Kelompok Kontrol telah menurun pada Kelompok Perlakuan, yang mana didapat nilai t = 82,982, dan nilai p = 0,001 (p < 0,05). Hal ini menandakan bahwa terjadi perbedaan secara signifikan antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan. Berdasarkan analisis di atas dapat dikatakan bahwa penurunan yang terjadi semata-mata karena adanya intervensi yang telah diberikan. 5.5 Analisis Waktu Penyajian 5.5.1 Uji Normalitas Waktu Penyajian Adapun uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk Test pada tingkat kemaknaan (α = 0,05) dan hasil dari pengujian secara statistik diperoleh bahwa pada Kelompok Kontrol nilai p = 0,54 dan pada Kelompok Perlakuan nilai p = 0,67. Hal ini menunjukkan nilai p > 0,05 yang mana berarti bahwa data waktu penyajian, baik pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan berdistribusi normal. 5.5.2 Efek Perlakuan Terhadap Waktu Penyajian Efek perlakuan terhadap waktu penyajian dianalisis dengan melakukan uji beda kemaknaan antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan. Uji beda kemaknaan ini dilakukan dengan menggunakan uji t-independent Sample. Hasil analisis uji beda kemaknaan waktu penyajian dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Hasil Analisis Waktu Penyajian Variabel n Kontrol Perlakuan Nilai Nilai Rerata SB Rerata SB t p Waktu Penyajian 18 32,64 4,20 21,32 2,16 10,162 0,001 (detik) Keterangan : SB : Simpang Baku Dari Tabel 5.6 di atas dapat dinyatakan bahwa berdasarkan hasil untuk data waktu penyajian diperoleh nilai p = 0,001 (p < 0,05). Hal ini menandakan bahwa terjadi perbedaan secara signifikan antara rerata waktu penyajian Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan yang mana telah terjadi penurunan rerata lama waktu penyajian dari 32,64 ± 4,20 detik menjadi 21,32 ± 2,16 detik. Berdasarkan analisis di atas dapat dikatakan bahwa perbedaan yang terjadi semata-mata karena adanya intervensi yang diberikan. 5.6 Analisis Kualitas Penyajian 5.6.1 Uji Normalitas Kualitas Penyajian Adapun uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk Test pada tingkat kemaknaan (α = 0,05) dan hasil dari pengujian secara statistik diperoleh nilai p = 0,69 pada Kelompok Kontrol, dan nilai p = 0,53 pada Kelompok Perlakuan. Ini menunjukkan bahwa data pada ke dua kelompok untuk kualitas penyajian berdistribusi normal (p > 0,05). 5.6.2 Efek Perlakuan Terhadap Kualitas Penyajian Efek perlakuan terhadap kualitas penyajian dianalisis dengan melakukan uji beda kemaknaan antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan. Uji beda
kemaknaan ini dilakukan dengan menggunakan uji t-independent Sample. Hasil analisis uji beda kemaknaan kualitas penyajian dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Hasil Analisis Kualitas Penyajian Variabel n Kontrol Perlakuan Nilai Nilai Rerata SB Rerata SB t p Kualitas Pelayanan 18 3,17 1,04 9,06 1,04 16,835 0,001 Keterangan : SB : Simpang Baku Dari Tabel 5.7 dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil uji t-independent Sample untuk data kualitas penyajian diperoleh nilai p = 0,001 (p < 0,05). Hal ini menandakan bahwa terjadi perbedaan secara signifikan antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan, yang mana rerata skor kualitas penyajian pada Kelompok Perlakuan lebih tinggi dari pada rerata skor kualitas penyajian pada Kelompok Kontrol. Hal ini disebabkan semata-mata karena adanya intervensi yang diberikan.