BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENDUKUNG OPERASIONAL JALUR KERETA API GANDA MUARA ENIM LAHAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI POLA OPERASI JALUR KERETA API GANDA SEMBAWA-BETUNG 1

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III LANDASAN TEORI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB I PENDAHULUAN. ketepatan waktu, sehingga kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2016, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086); 4. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Ne

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN,

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTRAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung

Naskah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sejalan dengan perkembangan teknologi automotif, metal, elektronik dan

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan

Kajian Pola Operasi Jalur Ganda Kereta Api Muara Enim-Lahat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi jalan raya terjadi banyak kerusakan, polusi udara dan pemborosan bahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III LANDASAN TEORI

Analisis Pola Operasi Mempawah-Sanggau Kalimantan Barat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL JALUR GANDA KERETA API ANTARA BOJONEGORO SURABAYA PASARTURI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

transprort sebagai suatu tindakan, proses atau hal to transport berarti memindahkan ke tempat yang lain. Jadi

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN MENTER! PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 54 TAHUN 2016 TENT ANG STANDAR SPESIFIKASI TEKNIS IDENTITAS SARANA PERKERETAAPIAN

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

d. penyiapan bahan sertifikasi kecakapan personil serta penyiapan sertifikasi peralatan informasi dan peralatan pengamatan bandar udara.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Data AMDK tahun 2011 Gambar 1.1 Grafik volume konsumsi air minum berdasarkan tahun

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

III. METODE PENELITIAN

STUDI KINERJA PELAYANAN SISTEM ANGKUTAN KERETA REL LISTRIK JABODETABEK TUGAS AKHIR

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 45 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PD 3 PERATURAN DINAS 3 (PD 3) SEMBOYAN. PT Kereta Api Indonesia (Persero) Disclaimer

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia ROADMAP PENINGKATAN KESELAMATAN PERKERETAAPIAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteistik Angkutan Kereta Api Nasional Peran jaringan kereta api dalam membangun suatu bangsa telah dicatat dalam sejarah berbagai negeri di dunia. Kereta api merupakan alat transportasi penting dalam revolusi industri yang berfungsi menghubungkan sumber bahan baku, tenaga kerja, pusat produksi dan pasar hasil produksi (Alvionita, 2011). Dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS) bahwa pembangunan transportasi perkeretaapian nasional diharapkan mampu berperan sebagai tulang punggung angkutan penumpang dan angkutan barang, sehingga menjadi salah satu penggerak utama perekonomian nasional. Angkutan kereta api memiliki karakteristik yang berkaitan dengan keunguulan dan kelemahannya. Menurut Rosyidi (2015), moda angkutan kereta api mempunyai keunggulan dan kelemahan dalam melakukan fungsinya sebagai salah satu moda angkutan untuk barang/orang. Secara umum keuntungan angkutan kereta api sebagai berikut: 1. Moda angkutan jalan rel adalah tipe moda angkutan yang memungkinkan jangkauan pelayanan orang/barang dalam jarak pendek, sedang dan jauh dengan kapasitas yang besar (angkutan masal), tergantung pada pada keadaan topografi daerah yang memungkinkan untuk dilalui secara baik oleh kereta. 2. Angkutan kereta api memiliki potensi penggunaan energi/bbm yang relatif kecil. 3. Keselamatan perjalanan akan lebih baik dibandingkan moda lainnya, karena mempunyai jalur (track) dan fasilitas terminal tersendiri, sehingga tidak terpengaruh oleh kegiatan lalulintas non kerea api yang menjadikan sangat kecil terjadinya konflik dengan moda lainnya. 6

7 4. Keandalan waktu cukup tinggi, karena selain mempunyai jalur tersendiri kecepatan relatif lebih konstan sehingga memudahkan dalam pengaturan dan risiko keterlambatan kecil dan tidak terlalu dipengaruhi oleh cuaca. 5. Tingkat keandalan keselamatan perjalanan relatif tinggi, dapat sebagai angkutan wisata pada kawasan pariwisata. 6. Perkeretaapiaan merupakan angkutan yang ramah lingkungan, dengan emisi gas buang kecil dan pengembangan teknologi kereta berbasis energi listrik, memungkinkan sebagai moda angkutan yang mampu menjawab masalah lingkungan hidup manusia di masa datang. 7. Dapat dipergunakan sebagai pelayanan aktivitas khusus, karena daya angkut besar, dan memiliki jalur sendiri, sehingga perjalanan suatu aktivitas khusus dilaksanakan tanpa banyak memberikan dampak sosial. (misalnya, untuk hankam, pengiriman sembako dan layanan bahan pabrik) 8. Kecepatan perjalan KA bervariasi, dari kecepatan rendah hingga tinggi, misalnya dari KA berbasis batu bara dengan kecepatan 40-60 km/jam hingga KA Levitasi Magnetik dengan kecepatan 400-600 km/jam. 9. Mempunyai aksebilitas yang lebih baik dibandingkan angkutan air dan udara. 10. Biaya total variabel perhitungan per hari cukup tinggi, namun biaya variabel dalam per ton tiap km sangat rendah dibandingkan perkembangan moda. Meskipun demikian, dari beberapa keunggulan di atas masih terdapat aspek kelemahan angkutan perkeratapian teutama aspek operasinya. Berikut ini beberapa kelemahan angkutan kereta api: 1. Memerlukan fasilitas infrastruktur khususnya yang tidak bisa digunakan oleh moda angkutan lain, sebagai konsekuensinya perlu penyediaan alat angkut yang khusus (lokomotif dan gerbong). 2. Investasi yang dikeluarkan tinggi karena KA memerlukan sarana khusus.

8 3. Pelayanan jasa orang/barang hanya terbatas pada jalurnya. 4. Teknologi sangat tinggi, sehingga tidak langsung dapat diterapkan pada jalur yang sudah ada. 5. Bila ada hambatan (kecelakaan) di jalur tersebut, maka tidak dapat segera dialihkan ke jalur lainnya. 6. Dapat menghambat perkembangan fisik kota, persilangan KA dan jalan raya dibatasi. B. Strategi Pengembangan Jaringan dan Angkutan Kereta Api Kereta api adalah moda transportasi massal yang terdiri dari rangkaian gerbong yang ditarik oleh lokomotif. Dalam sekali perjalanan kereta api mempunyai kapasitas angkut 300 kursi penumpang tergantung panjang rangkaian gerbong yang digunakan. Selain sebagai angkutan penumpang, kereta api juga digunakan sebagai angkutan barang. Barang yang diangkut berupa logistik, minyak, semen dan hasil pertambangan.. Dilihat dari segi tonasenya kereta api lebih unggul dari moda trasnportasi lainnya. Dalam satu kali perjalanan kereta api barang bisa membawa ratusan ton dengan waktu yang lebih cepat. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011 tentang rencana Induk Perkeretaapiaan Nasional (RIPNAS) bahwa strategi pengembangan jaringan tersebut harus mampu mengakomodasi kebutuhan layanan kereta api berdasarkan dimensi kewilayahan antara lain: jaringan kereta api antar kota di Pulau Jawa difokuskan untuk mendukung layanan angkutan penumpang dan barang, sedangkan jaringan kereta api antar kota di pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua difokuskan untuk mendukung layanan angkutan barang. Adapun strategi pengembangan jaringan kereta api perkotaan sepenuhnya difokuskan untuk layanan angkutan (urban transport). Untuk mencapai sasaran pengembangan jaringan dan layanan perkeretaapiaan akan ditempuh kebijakankebijakan seperti : 1. Meningkatkan kualitas pelayanan, keamanan dan keselamatan perkeretaapian; 2. Meningkatkan peran kereta api perkotaan dan kereta api antarkota;

9 3. Mengintegrasi layanan kereta api dengan dengan moda lain dengan membangun akses menuju bandara, pelabuhan dan kawasan industri; 4. Meningkatkan keterjangkauan (aksebilitas) masyarakat terhadap layanan kereta api melalui mekanisme kewajiban pelayanan publik. Pemerintah melalui Kementerian Pehubungan Dirjen Perkeretaapian mengkaji jumlah pergerakkan yang mengindikasikan karakteristik perjalanan orang dan barang menggunakan moda kereta api pada tahun 2030. Asumsi yang digunakan untuk melakukan proyeksi perjalanan penumpang didasarkan pada proyeksi pertumbuhan penduduk sampai dengan tahun 2030 pada masing-masing provinsi. Untuk proyeksi perjalanan angkutan barang menggunakan asumsi pertumbuhan dari hasil kajian Ditjen Perhubungan Darat yang telah disesuaikan sampai dengan tahun 2030. Tabel 2.1 menyajikan prakiraan jumlah perjalanan penumpang dan barang menggunakan moda keretapi tahun 2030. Gambar 2.1 menunjukkan pola perjlanan penumpnag untuk Pulau Sumatra pada tahun 2030, sedangakan Gambar 2.2 menunjukkan pola perjalanan barang untuk Pulau Sumatra pada tahun 2030. Tabel 2.1 Prakiraan jumlah perjalanan penumpang dan barang menggunakan moda kereta api tahun 2030 Pulau Perjalanan Penumpang (orang/tahun) Perjalanan Barang (ton/tahun) Total Penumpang Total Barang Jawa Bali 858.500.000 534.000.000 Sumatra 48.000.000 403.000.000 Kalimantan 6.000.000 25.000.000 Sulawesi 15.500.00 27.000.000 Papua 1.500.000 6.500.000 Total 929.500.000 995.500.000 (Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011)

Gambar 2.1 Pola perjalanan penumpang di Pulau Sumatra tahun 2030 (Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011) 10

11 Gambar 2.2 Pola perjalanan barang di Pulau Sumatra tahun 2030 (Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011) Namun jaringan kereta api yang belum merata di wilayah Indonesia menjadi salah satu kendala. Untuk saat ini jaringan kereta api hanya ada di Pulau Jawa dan Pulau Sumatra. Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan Dirjen Perkeretaapian telah membuat Recana Induk Perkertaapian Nasional (RIPNAS) yang mengatur rencana perkeretaapian hingga tahun 2030. Berdasarkan RIPNAS prakiraan kebutuhan jaringan kereta api dihitung berdasarkan kebutuhan panjang minimal jaringan jalan kereta api (rel) di masing-masing pulau. Perhitungan dengan memperbandingkan kondisi atau panjang jalan rel di Pulau Jawa Bali (sebagai acuan ideal) dengan kondisi yang mempengaruhinya, misalnya jumlah

12 penduduk, PDRB dan luas wilayah. Tabel 2.2 berikut menyajikan kebutuhan panjang rel terbangun pada tahun 2030. Gambar 2.3 menunjukkan rencana jalur kereta api di Pulau Sumatra. Tabel 2.2 Kebutuhan jaringan kereta api terbangun 2030 Kebutuhan Jaringan Panjang Terbangun 2030 (km) Pulau Jawa Bali 6.800 Pulau Sumatra 2.900 Pulau Kalimantan 1.400 Pulau Sulawesi 500 Pulau Papua 500 Totl Nasional 12.100 (Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011) Gambar 2.3 Rencana jalur kereta api di Pulau Sumatra (Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011)

13 Untuk saat ini ketersediaan jaringan jalur kereta api di Sumatra masih jauh dari target yang diharapkan. Untuk itu pemerintah melalui Kementerian Perhubungan sedang dan akan membangun jaringan rel di kereta di Pulau Sumatra. Jaringan kereta tersebut akan menghubungkan rel baru dan rel lama yang sudah ada dan ditargetkan semua provinsi di pulau Sumatra bisa disambungkan oleh jaringan kereta pada tahun 2019. Untuk menyambungkan jaringan kereta di Sumatra, Kementerian Perhubungan akan membangun rel baru sepanjang 1.520 km. Pembangunan jaringan baru tersebut nantinya akan menyambungkan rel di Lhokseumawe Besitang 248 km, Besitang Binjai (reaktivasi) 85 km, Rantauprapat Duri Dumai 249 km, Duri Pekanbaru 90 km, Pekanbaru Muaro 164 km, Muaro Muaro Kalaban 26 km, Pekanbaru Jambi 350 km, Jambi Kertapati 218 km, dan Kertapati Prabumulih (jalur ganda) 90 km. C. Sistem Perkeretaapiaan di Indonesia Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, dijelaskan bahwa perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api. Sementara kereta api sendiri adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Berdasarkan Undang-Undang No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian pasal 35, prasarana perkeretaapian terdiri atas: 1. Jalur kereta api, adalah jalur yang diperuntukan bagi pengoperasian kereta api. 2. Stasiun kereta api, adalah tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani: (i) naik turun penumpang; (ii) bongkar muat barang; dan/atau (iii) keperluan operasi kereta api. 3. Fasilitas operasi kereta api, adalah peralatan untuk pengoperasian perjalanan kereta api.

14 Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 Pasal 96, sarana perkeretaapian menurut jenisnya terdiri atas: 1. Lokomotif, adalah sarana perkeretaapian yang memiliki penggerak sendiri yang bergerak dan digunakan untuk menarik dan/atau mendorong kereta, gerbong, dan/atau peralatan khusus, antara lain lokomotif listrik dan lokomotif diesel. 2. Kereta, adalah sarana perkeretaapian yang ditarik dan/atau didorong lokomotif atau mempunyai penggerak sendiri yang digunakan untuk mengangkut orang, antara lain kereta rel listrik (KRL), kereta rel diesel (KRD), kereta makan, kereta bagasi dan kereta pembangkit. 3. Gerbong, adalah sarana perkeretaapian yang ditarik dan/atau didorong lokomotif digunakan untuk mengangkut barang, antara lain gerbong datar, gerbong tertutup, gerbong terbuka dan gerbong tangki. 4. Peralatan khusus, adalah sarana perkeretaapian yang tidak digunakan untuk angkutan penumpang atau barang, tetapi untuk keperluan khusus antara lain kereta inspeki (lori), gerbong penolong, derek (crane), kereta ukur dan kereta pemeliharaan jalan rel. D. Peran Tata Letak Jalur Stasiun Dalam Operasional Kereta Api Definisi stasiun menurut Kurniawan (2016) dalam Subarkah (1981), Stasiun kereta api adalah suatu tempat untuk memberi kesempatan kepada pengguna jasa dalam melakukan keperluan terhadap jasa angkutan kereta api, bagi perjalanan kereta api, stasiun memberikan kesempatan untuk bersilangan dan bersusulan. Sementara stasiun keretas api menurut PM 29 tahun 2011 adalah prasarana kereta api sebagai tempat pemberangkatan dan pemberhentian kereta api. Stasiun kereta api terdiri dari (1) emplasemen stasiun dan (2) bangunan stasiun. Emplasemen adalah bagian stasiun yang meliputi jalan rel, fasilitas pengoperasian kereta api dan drainasi. Perencanaan konstruksi jalur kereta api harus direncanakan sesuai persyaratan teknis sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara teknis dan ekonomis. Secara teknis diartikan konstruksi jalur kereta api tersebut harus aman

15 dilalui oleh sarana perkeretaapian dengan tingkat kenyamanan tertentu selama umur konstruksinya. Perencanaan konstruksi jalur kereta api dipengaruhi oleh jumlah beban, kecepatan maksimum, beban gandar dan pola operasi (Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 60, 2012). Menurut Kurniawan (2016) dalam Setiawan (2015) konfigurasi yang dibentuk dapat mempengaruhi kapasitas jaringan kereta api dan pola pergerakkan kereta api. Pola pergerakkan yang dimaksud adalah berupa pergerakkan perlambatan kereta masuk, pemberhentian kereta, percepatan kereta dari berhenti untuk bergerak kembali meninggalkan stasiun, atau kereta melintas tanpa berhenti. Jenis pergerakkan tersebut umumnya terjadi pada stasiun-stasiun kecil. Sementara itu, untuk stasiun besar, pola pergerakannya dapat bertambah dengan pola pergerakkan langsir untuk bongkar muat barang maupun penggantian atau perubahan letak lokomotif dari depan ke kebalang. E. Fasilitas Pengoperasian Kereta Api dan Sistem Persinyalan Berdasarkan Peraturan Menteri No. 10 Tahun 2011 Pasal 1, peralatan persinyalan perkeretaaipian merupakan fasilitas pengoperasian kereta api yang berfungsi memberi petunjuk atau isyarat yang berupa warna atau cahaya dengan arti tertentu yang dipasang pada tempat tertentu yang terdiri atas: 1. Sinyal adalah alat atau perangkat yang digunakan untuk menyampaikan perintah bagi pengaturan perjalan kereta api dengan peragaan dan/atau warna berdasarkan penempatan terdiri atas peralatan dalam ruangan dan peralatan luar ruangan. Sinyal berdasrkan jenisnya dibedakan menjadi persinyalan elektrik dan persinyalan mekanik. 2. Tanda/semboyan adalah isyarat yang berfungsi untuk memberi peringatan atau petunjuk kepada petugas yang mengendalikan pergerakkan sarana kereta api. 3. Marka, adalah tanda yang berupa gambar atau tulisan yang berfungsi sebagai peringatan atau petunjuk tentang kondisi tertentu pada suatu tempat yang terkait dengan perjalanan kereta api. 4. Peralatan pendukung, adalah perlatan pengendali, pengawasan, dan pengamanan dengan perjalanan kereta api.

16 Berdasarkan PM No. 10, sinyal berdasarkan jenisnya terdiri atas : 1. Persinylan elektrik, tediri atas: a. Peralatan dalam ruangan, terdiri atas : i. Interlocking elektrik, merupakan perlatan yang bekerja saling bergabung satu sama lain yang berfungsi untuk membentuk, mengunci dan mengontrol untuk mengamankan rute kereta api yaitu petak jalan rel yang akan dilalui kerta api. ii. Panel pelayanan, adalah perangkat yang menggambarkan tata letak jalur, aspek sinyal dan wesel, serta indikasi aspek sinyal, petak blok dan kedudukan wesel yang terpasang di lintas wilayah pengendaliannya untuk mengatur dan mengamankan perjalanan kereta api. iii. Peralatan blok, adalah bagian dari peralatan persinyalan yang digunakan untuk menjamin keamanan perjalanan kereta api di petak blok yang bersangkutan. iv. Data logger, berfungsi unutk mencatat/merekam/menyimpan data semua proses yang terjadi di peralatan interlocking lengkap dengan waktu kejadian. v. Catu daya, berfungsi untuk menyuplai daya secara terus menerus untuk peralatan sinyal elektrik dalam dan luar ruangan serta perlatan telekomunikasi. b. Peralatan luar ruangan, terdiri atas : i. Peraga sinyal elektrik, berfungsi keluaran dari proses interlocking sistem persinyalan, yang berupa cahaya atau kedudukan yang mempunyai arti tertentu. ii. Penggerak wesel elektrik, berfungsi untuk menggerakkan lidah wesel sesuai dengan arah rute yang dikehendaki untuk perjalanan kerteta api. iii. Pendeteksi sarana perkeretaapian, adalah peralatan untuk mendeteksi keberadaan sarana pada jalur kereta api baik emplasemen maupun di petak jalan.

17 iv. Penghalang sarana, berfungsi sebagai pencegah luncuran sarana yang mengarah ke jalur kereta api. v. Media trasnsmisi, untuk menyalurkan daya dan data dari sumber ke peralatan atau sebaliknya. 2. Persinylana mekanik, terdiri dari: a. Peralatan dalam ruangan, terdiri atas : i. Interloccking mekanik, berfungsi untuk membentuk, mengunci, dan mengontrol serta untuk mengamankan rute kereta api yaitu petak jalur kereta api yang akan dilalui kereta api secara mekanis. ii. Pesawat blok, berfungsi untuk berhubungan dengan stasiun sebelah, mengunci peralatan interlocking mekanik pada saat pengoperasiaan kereta api di petak jalan dan menjamin hanya ada satu kereta api dalam satu petak jalan. b. Peralatan luar ruangan, terdiri atas : i. Peraga sinyal mekanik, berfungsi untuk menunjukkan perintah berjalan, berjalan hati-hati, atau berhenti kepada masinis yang mendekati sinyal yang bersangkutan. ii. Penggerak wesel mekanik, berfungsi untuk menggerakkan lidah wesel secara mekanik mengikuti arah rute yang dibentuk. iii. Pengontrol kedudukan lidah wesel, berfungsi untuk mengetahui kedudukan akhir lidah wesel yang dilalui dari depan. iv. Penghalang sarana, berfungsi untuk menjamin aman dari kemungkinan adanya luncuran sarana yang mengarah ke jalur kereta api. v. Media transmisi/saluran kawat, berfungsi untuk menggerakkan sinyal, wesel, kancing, dan sekat.

18 F. Penelitian Terdahulu Tugas akhir dengan judul Rancangan Tata Letak Jalur Di Stasiun Muara Enim Untuk Mendukung Operaional Jalur Ganda Kereta Api Muara Enim-Lahat belum pernah diajukan sebelumnya. Adapun penelitian yang berhubungan dengan tata letak jalur adalah Peningkatan Emplasemen Stasiun Untuk Mendukung Operasional Jalur Kereta Api Ganda oleh Kurniawan (2016) yang melakukan penilitian di Stasiun Banjarsari lintas layanan Muara Enim Lahat. Penelitian yang dilakukan Kurniawan (2016) menganalisis peningkatan emplasemen stasiun dengan peningkatan fasilitas operasi kereta api khususnya pada persinyalan serta dibahas juga mengenai panjang sepur efektif suatu empalsemen stasiun agar mampu mangakomodasi kereta eksisting dan angkutan yang direncanakan oleh PT. Kereta Api Indonesia Divre III, Sumatra Selatan dan Lampung. Pada tugas akhir Herhutomosunu (2016) yang berjudul Studi Detail Engineering Design (DED) Geometrik Jalur Ganda Kereta Api Stasiun Rengas Stasiun Sulusuban, Lampung meneliti geometrik jalur ganda kereta api stasiun Rengas Stasiun Slusuban yang mana akan dibangun jalur ganda.