1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dalam proses pertumbuhan ekonomi tersebut. Salah satu indikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

Sumatera Selatan. Jembatan Ampera

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling

PENDAHULUAN Latar Belakang

BUKU SAKU KINERJA PEMBANGUNAN PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

PERKEMBANGAN IPM 6.1 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA. Berdasarkan perhitungan dari keempat variabel yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014 Sumatera Selatan

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2015

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkannya diperlukan syarat-syarat yang harus terpenuhi, laju pertumbuhan penduduknya. (Todaro, 2011)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB 4 VISI DAN MISI KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

PROFIL KABUPATEN / KOTA

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan,

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

BAB I PENDAHULUAN. manfaatnya. Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

PADA MUSRENBANG RKPD KABUPATEN BANGKA

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB V PERBANDINGAN REGIONAL

Jakarta, 10 Maret 2011

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

Transkripsi:

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat daerah. Terdapat daerah-daerah yang dapat menangkap peluang ini dengan cepat dan berinisiatif untuk mengembangkannya, namun sebaliknya terdapat daerah lain yang masih terhambat oleh berbagai keterbatasan yang ada, seperti yang dinyatakan oleh Matsui (2005) bahwa hambatan paling besar seringkali muncul pada pemahaman yang terbatas terhadap desentralisasi oleh kapasitas wilayah dan pemerintah lokal sehingga malah mengakibatkan terjadinya kesenjangan wilayah. Selama ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menilai bahwa masalah utama ketidakmerataan dalam konteks ekonomi di Sumatera Selatan adalah menyangkut kegiatan produksi di sektor pertambangan, khususnya minyak dan gas (migas). Provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah dengan kategori kesenjangan antar daerah yang rendah apabila sektor migas diabaikan. Kegiatan industri migas pada umumnya menggunakan tingkat teknologi yang relatif tinggi, sehingga penyerapan tenaga kerja daerah yang kebanyakan berketrampilan rendah menjadi sangat terbatas. Di lain pihak, kaitan antara kegiatan migas dengan kegiatan ekonomi lokal ternyata juga sangat kecil dan sebagian besar dari penerimaan yang diperoleh dari kegiatan tersebut mengalir keluar daerah. Implikasinya adalah dampak positif kegiatan produksi migas terhadap perekonomian lokal tidak begitu besar sebagaimana diharapkan. Indikasi ketidakmerataan pembangunan dapat dicermati juga dari adanya ketimpangan dalam hal distribusi pendapatan antar golongan pendapatan, antar wilayah dan antar sektor. Dua puluh persen penduduk dari golongan berpendapatan tinggi menyerap lebih dari 60 % dari total pendapatan, sedangkan 40 % masyarakat yang berpendapatan terendah hanya menguasai kurang dari 20 % dari total pendapatan. Selain itu, wilayah pedesaan memiliki tingkat pendapatan yang jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan pendapatan masyarakat yang tinggal didaerah perkotaan. Demikian juga halnya dengan masyarakat yang berada pada sektor industri dan jasa memiliki

pendapatan yang jauh lebih tinggi dibandingan dengan masyarakat yang berada pada sektor pertanian (BAPPENAS & UNSRI 2008). Menurut Anwar (2005), beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan-perbedaan yang menyebabkan ketimpangan (disparitas), diantaranya adalah : (1) perbedaan karakteristik limpahan sumberdaya alam. (2) perbedaan demografi. (3) perbedaan kemampuan sumberdaya manusia. (4) perbedaan potensi lokasi. (5) perbedaan dari aspek aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan. (6) perbedaan dari aspek potensi pasar. Akibat faktor-faktor tersebut maka dalam suatu wilayah akan terdapat beberapa macam karakteristik wilayah yang bisa dilihat dari aspek kemajuannya, yaitu : 1) Wilayah Maju, wilayah yang telah berkembang yang biasanya dicirikan sebagai pusat pertumbuhan. Di wilayah ini terdapat pemusatan penduduk, industri, pemerintahan, dan sekaligus pasar yang potensial. Selain itu juga dicirikan oleh tingkat pendapatan yang tinggi, tingkat pendidikan dan kualitas sumberdaya manusia yang juga tinggi serta struktur ekonomi yang secara relatif didominasi oleh sektor industri dan jasa. 2) Wilayah Sedang Berkembang, wilayah yang sedang berkembang biasanya dicirikan oleh pertumbuhan yang cepat dan biasanya merupakan wilayah penyangga dari wilayah maju, karena itu mempunyai aksesibilitas yang sangat baik terhadap wilayah maju. 3) Wilayah Belum Berkembang, wilayah yang belum berkembang dicirikan oleh tingkat pertumbuhan yang masih rendah, baik secara absolut maupun secara relatif namun memiliki potensi sumberdaya alam yang belum dikelola atau dimanfaatkan. Wilayah ini memiliki tingkat kepadatan penduduk yang masih rendah dengan tingkat pendidikan yang juga relatif rendah. 4) Wilayah Tidak Berkembang, wilayah yang tidak berkembang dicirikan oleh 2 (dua) hal, yakni : (a) wilayah tersebut memang tidak memiliki potensi baik potensi sumberdaya alam maupun potensi lokasi sehingga secara alamiah sulit berkembang dan tumbuh; dan (b) wilayah tersebut sebenarnya 2

memiliki potensi, baik sumberdaya alam atau lokasi maupun memiliki keduanya tetapi tidak dapat berkembang karena tidak memiliki kesempatan dan cenderung dieksploitasi oleh wilayah yang lebih maju. Wilayah ini dicirikan oleh tingkat kepadatan penduduk yang jarang dan kualitas sumberdaya manusia yang rendah, tingkat pendapatan yang rendah, tidak memiliki infrastruktur yang lengkap, dan tingkat aksesibilitas yang rendah. Seiring dengan hal tersebut, dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Sumatera Selatan 2005-2019, pemerintah berupaya membentuk suatu wilayah prioritas dimana wilayah tersebut harus mendapat penanganan segera untuk mengoptimalkan fungsinya sesuai dengan potensi yang dimiliki ataupun mengurangi permasalahan yang terdapat di wilayah tersebut. Wilayah Prioritas yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan, yaitu : (a) Kawasan tertinggal, yaitu kawasan yang memiliki keterbatasan sumberdaya dan atau aksesibilitas sehingga tidak dapat memanfaatkan ataupun menangkap peluang ekonomi yang ada. Daerah yang dapat dikategorikan Kawasan Tertinggal antara lain : Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Lahat, Musi Rawas, Musi banyuasin dan Banyuasin; (b) Kawasan Kritis, yaitu kawasan yang karena kondisi geografis menyebabkan potensi untuk terjadinya bencana alam cukup besar. Kawasan ini umumnya terletak di wilayah yang mempunyai kemiringan lahan yang cukup besar serta daya dukung lahan yang labil. Daerah yang termasuk dalam katagori ini antara lain : Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Muara Enim, Lahat, Musi Banyuasin dan Banyuasin. Disamping itu kawasan yang termasuk dalam DAS Musi dan DAS Sugihan-Lalan; (c) Kawasan Andalan, merupakan kawasan yang secara ekonomi berpotensi untuk mendorong pertumbuhan wilayah. Kawasan Andalan yang ditetapkan di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan RTRWN adalah Palembang, Lubuk linggau, Muara Enim. Seiring dengan penetapan Kawasan Tanjung Api-Api sebagai kawasan Industri dan pelabuhan laut yang mempunyai prospek pengembangan pada masa yang akan datang maka didalam RTRW Provinsi Sumatera 2005-2019, Kawasan Tanjung Api-Api ditetapkan pula sebagai salah satu Kawasan Andalan Provinsi Sumatera Selatan; (d) Kawasan Metropolitan Palembang-Inderalaya-Pangkalan Balai-Sungsang, merupakan 3

kawasan terpadu yang perlu mendapat perhatian terutama bila dikaitkan dengan fungsi Palembang sebagai kota yang mempunyai daya tarik cukup besar bagi penduduk yang akan bermigrasi dari kota-kota sekitarnya. Program metropolitan dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan antara wilayah pusat dengan wilayah hinterland-nya sehingga secara bersama-sama dapat bersinergi untuk mendukung perkembangan wilayah yang saling menguntungkan; (e) Kawasan Tanjung Api-Api, merupakan kawasan yang terletak di pantai timur Provinsi Selatan dan akan dikembangkan 2 kegiatan utama, yaitu : Pelabuhan Laut serta kawasan industri. Kedua kegiatan ini diharapkan pada masa yang akan datang dapat menjadi pendorong pertumbuhan Provinsi Sumatera Selatan; (f) Kawasan segitiga pertumbuhan Palembang-Betung-Inderalaya (Patung Raya), merupakan kawasan yang mempunyai lokasi strategis untuk mendukung pertumbuhan Sumatera Selatan pada masa yang akan datang. (BAPPEDA 2006) 1.2 Perumusan Masalah Terjadinya ketimpangan antara wilayah di Provinsi Sumatera Selatan secara kasat mata dapat dilihat dari kualitas atau kuantitas infrastruktur termasuk pelayanannya karena keberadaan infrastruktur merupakan salah satu faktor pendukung dalam percepatan pembangunan. Kabupaten/kota yang berada di kawasan barat cenderung memiliki jumlah infrastruktur yang lebih baik dibandingkan dengan di kawasan timur sehingga wilayah tersebut relatif lebih maju sehingga aksesibilitas dari dan ke beberapa bagian wilayah dapat dilakukan dengan mudah, termasuk distribusi pemasaran hasil-hasil pertanian dan barang perekonomian lainnya dapat berjalan dengan lancar karena didukung moda transportasi yang memadai. Kondisi tersebut memiliki dampak yang positif terhadap harga barang kebutuhan sehari-hari. Sebaliknya, keterbatasan jumlah infrastruktur di kawasan timur Sumatera Selatan menyebabkan aksesibilitas menjadi sangat rendah dan bahkan menjadi sangat terisolasi karena hanya beberapa daerah saja yang dapat dijangkau dengan menggunakan angkutan sungai dengan kapasitas yang terbatas. Hal ini mengakibatkan pengiriman hasil-hasil produksi sektor pertanian untuk dibawa ke pasar menjadi sulit (Anonim 2007). Namun, Maryam (2001) mengemukakan bahwa berdasarkan ketimpangan ekonomi, antara daerah pesisir dengan daratan, terjadi pada hampir seluruh wilayah Indonesia yaitu Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Papua. Pendapatan per kapita daerah pesisir lebih tinggi daripada pendapatan perkapita 4

daerah daratan Indonesia, kecuali untuk Pulau Jawa sehingga secara makro, variabel yang berhubungan dengan ketimpangan antara daerah pesisir dengan daratan Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Papua maupun antara daerah pesisir pulau atau kelompok pulau tersebut berbeda-beda yang meliputi faktor aksesibilitas (ketersediaan pelabuhan laut SDA non kelautan (sektor pertambangan penggalian dan industri migas) industri pengolahan non migas dan persentase penduduk perkotaan. Selanjutnya, perkembangan ketimpangan ekonomi antara daerah pesisir dengan daratan Indonesia paska krisis ekonomi (1996-1998) ketimpangan antara daerah daratan dengan pesisir semakin melebar. Perencanaan pembangunan wilayah memerlukan batasan-batasan operasional guna mengukur tingkat perkembangan wilayah. Peningkatan pertumbuhan ekonomi seringkali menjadi acuan suatu wilayah sebagai output dari kinerja pembangunan. Akan tetapi, seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah mengakibatkan permasalahan-permasalahan baru yang seringkali terjadi, seperti menurunnya pendapatan, meningkatnya pengangguran yang berimplikasi terhadap kemiskinan sehingga terjadi kesenjangan (disparitas) dalam berbagai aspek. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan suatu indikator kinerja pembangunan yang memiliki fungsi dan analisa terhadap pembangunan di suatu wilayah. Ketimpangan juga sering terjadi secara nyata antara daerah kabupaten/ kota di dalam wilayah provinsi itu sendiri. Lebih lanjut dikatakan bahwa kesenjangan antar daerah terjadi sebagai konsekuensi dari pembangunan yang terkonsentrasi (Alisjahbana 2005). Penentuan batasan substansi dan representasi kesejahteraan menjadi perdebatan yang luas dan dalam proses perumusan seringkali ditentukan oleh perkembangan praktik kebijakan yang dipengaruhi oleh ideologi dan kinerja negara yang tidak lepas dari pengaruh dinamika pada tingkat global. Meskipun penentuan lingkup substansi kesejahteraan tidak mudah, namun berbagai penelitian sebelumnya mengenai kesejahteraan, menggunakan indikator output ekonomi per kapita sebagai proksi tingkat kesejahteraan, yaitu Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan. Pembangunan yang berimbang secara spasial menjadi penting karena dalam skala makro karena menjadi prasyarat bagi tumbuhnya perekonomian 5

nasional yang lebih efisien, berkeadilan dan berkelanjutan. Mangiri (2000) menambahkan bahwa tujuan perencanaan ekonomi daerah adalah berusaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah dengan misi umumnya adalah pemerataan pendapatan per kapita daerah. Berdasarkan informasi di atas, maka dapat dibuat perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Sektor perekonomian apakah sebenarnya yang menjadi sektor unggulan di tiap wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan? 2. Bagaimana tingkat perkembangan wilayah tiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan? 3. Berapa besar tingkat disparitas pembangunan antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan dan faktor-faktor apa yang menjadi penyebabnya? 4. Bagaimana persepsi aparatur pemerintah daerah terhadap prioritas pembangunan terutama di kawasan timur Provinsi Sumatera Selatan? 1.3 Kerangka Pemikiran Penetapan perencanaan dan pengembangan wilayah Sumatera Selatan merupakan tindak lanjut dari dokumen RTRW Provinsi Sumatera Selatan 2005-2019 sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengidentifikasi ketimpangan (disparitas) yang terjadi berdasarkan pendekatan aspek ekonomi guna mengetahui sektor-sektor perekonomian yang dapat menjadi sektor unggulan dan tingkat perkembangan wilayah tiap kabupaten/kota berdasarkan aspek ekonomi, fisik dan sosial. Hasil analisis terhadap proses pembangunan yang telah dilaksanakan di Provinsi Sumatera Selatan dilakukan untuk mengetahui tingkat disparitas pembangunan antar wilayah kabupaten/kota guna mengetahui tingkat ketimpangan yang ada. Selanjutnya, dengan menganalisis sektor-sektor aktivitas perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan dan wilayah kabupaten/kota yang mengindikasikan terjadinya disparitas pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan secara deskriptif; sedangkan dari analisis data terhadap persepsi pengembangan wilayah, terutama di pesisir dilakukan terhadap aparatur pemerintah daerah sehingga diharapkan diperoleh isu pengembangan wilayah. Bahasan penelitian terhadap perkembangan wilayah Provinsi Sumatera Selatan, dilihat berdasarkan beberapa indikator kinerja pembangunan wilayah, antara lain : (1) indikator berbasis tujuan, yaitu pertumbuhan terhadap nilai 6

produksi (PDRB) sebagai pendapatan wilayah; (2) indikator berbasis kapasitas, yaitu sumberdaya buatan dan sumberdaya manusia. Untuk mengamati ketersediaan sumberdaya buatan melalui pendekatan terhadap aspek fisik wilayah, antara lain penggunaan lahan dan jumlah fasilitas pelayananan umum sedangkan pemanfaatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai pendekatan terhadap sumberdaya manusia dan sebagai aspek sosial. Analisis data terhadap prioritas dan arahan kebijakan pembangunan wilayah, terutama di wilayah pesisir terhadap persepsi aparatur pemerintah daerah dapat dijadikan arahan dan prioritas pembangunan di wilayah pesisir yang dihasilkan mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005-2025 dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan 2005-2019 dan sintesis hasil analisis sebelumnya. Secara umum, kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, rencana penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi sektor-sektor unggulan tiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan. 2. Menganalisis tingkat perkembangan wilayah di tiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan. 3. Menganalisis tingkat disparitas pembangunan antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan dan mendeskripsikan penyebab terjadinya disparitas pembangunan tersebut. 4. Prioritas pembangunan wilayah, terutama di pesisir Sumatera Selatan berdasarkan persepsi oleh Pemerintah Daerah. Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran dan masukan mengenai strategi pembangunan berdasarkan prioritas dan arahan perencanaan di wilayah kabupaten, terutama di wilayah pesisir Provinsi Sumatera Selatan yang terkait dengan aspek ekonomi, fisik, dan sosial. 7

PROVINSI SUMATERA SELATAN EKONOMI FISIK SOSIAL RTRW 2005-2019 DAN RPJPD 2005-2025 PROVINSI SUMATERA SELATAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN ANTAR WILAYAH KABUPATEN/KOTA TINGKAT PERKEMBANGAN ANTAR WILAYAH KABUPATEN/KOTA DISPARITAS ANTAR WILAYAH PERSPEPSI APARATUR TERHADAP PEMBANGUNAN DI KABUPATEN PESISIR PRIORITAS DAN ARAHAN PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR SUMATERA SELATAN Gambar 1. Kerangka Pemikiran. 8