BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman, pengungkapan marah yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa manurut (WHO, 2009 dalam Direja, 2011) adalah berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TUNJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan atau. (1998); Carpenito, (2000); Kaplan dan Sadock, (1998)).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan

BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.

BAB II KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NURSING CARE PLAN (NCP)

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

BAB II TINJAUAN KASUS

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Menurut Yosep ( 2007 ) perilaku kekerasan atau agresi adalah sikap atau perilaku

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II KONSEP DASAR. membahayakan diri sendiri mauupun lingkungan (Fitria, 2009).

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB II TINJAUAN TEORI. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN BUDI ANNA KELIAT

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. Amarah merupakan suatu emosi yang menentang dari sifat mudah tersinggung

BAB II TINJAUAN TEORI. sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan,

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

TINJAUAN TEORI BAB II. A. Pengertian. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus


BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

Koping individu tidak efektif

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB II TINJAUAN TEORI. Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SHINTA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB III TINJAUAN KASUS. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

BAB II TINJAUAN TEORI

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II KONSEP TEORI. tidak menyenangkan atau menace (Iyus Yosep, 2007:113). 1995). Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr.

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

LAPORAN PENDAHULUAN. 1. Masalah Utama Perilaku Kekerasan

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENATALAKSANAAN REGIMENT TERAPEUTIK INEFEKTIF

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG CITRO ANGGODO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gelisah yang tak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2011). Perilaku

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Walgito (2001, dalam Sunaryo, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Keperawatan kesehatan jiwa adalah suatu bidang spesialisasi praktik

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

BAB III RESUME KEPERAWATAN. Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember Paranoid, No Register

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RESIKO TINGGI KEKERASAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI DI RSJD. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh : AGUNG NUGROHO

MARAH Abstrak A. DEFINISI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SUMBADRA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB III TINJAUAN TEORI

BAB II KONSEP DASAR. Konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang membuat

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi

Kepekaan Reaksi berduka Supresi emosi Penundaan Putus asa

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Risiko Perilaku Kekerasan Kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman, pengungkapan marah yang konstruktif dapat membuat perasaan lega. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Riyadi & Purwanto, 2009). Perilaku kekerasan menurut Kusumawati dan Hartono (2011) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan aduh, gelisah yang tidak terkontrol. Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang dihadapi seseorang yang ditunjukan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowits, 2000 dalam Yosep, 2011). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan diri sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang (Maramis, 2009). Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah suatu tindakan dengan tenaga yang dapat membahyakan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan yang bertujuan untuk melukai yang disebabkan karena adanya konflik dan permasalahan pada seseorang baik secara fisik maupun psikologis.

B. Rentang Respon Perilaku kekerasan dianggap suatu akibat yang ekstrem dari marah. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan sering di pandang sebagai rentang di mana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan di sisi yang lain. Suatu keadaan yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi, dan marah. Hal ini akan mempengaruhi perilaku seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut terkadang perilaku agresif atau melukai karena menggunakan koping yang tidak baik. Respon adptif Respon Maladaptif Asertif frustasi pasif agresif amuk Gambar II. 1 Rentang Respon (Sumber : Yosep, 2011) Perilaku yang ditmpakan mulai dari yang adaptif sampai maladaptif: Keterangan: 1. Asertif: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan kenyamanan 2. Frustasi: individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat mrah dan tidak dapat menemukan alternatif 3. Pasif: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya

4. Agresif : perilaku yang menyertai marahdan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol 5. Amuk : suatu bentuk kerusakan yang menimbulkan kerusuhan (Yosep, 2011) C. Etiologi 1. Faktor predisposisi Faktor predisposisi adalah faktor yang mendasari atau mempermudah terjadinya perilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, nilai-nilai kepercayaan maupun keyakinan berbagai pengalaman yang dialami setiap orang merupakan faktor predisposisi artinya mungkin terjadi mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan (Direja, 2011). a. Faktor biologis Beberapa hal yang dapat mmpengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan yaitu sebagai berikut: 1) Pengaruh neurofisiologi, beragam komponen sistem neurulogis mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. 2) Pengaruh biokimia yaitu berbagai neurotransmiter (epineprin, noreineprin, dopamin, asetil kolin dan serotonin sangat berperan dalam menfasilitasi danmengahambat impuls negatif). 3) Pengaruh genetik menurut riset Murakami (2007) dalam gen manuasia terdapat doman (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal. 4) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan gangguan sistem serebral, tumor otak, trauma otak, penyakit enchepalits epilepsi terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

b. Faktor psikologis menurut Direja (2011) 1) Terdapat asumsi bahwa sesorang untuk mencapai tujuan mengalami hambatan akan timbul serangan agresif yang memotivasi perilau kekerasan. 2) Berdasarkan mekanisme koping individu yang masa kecil tidak menyenangkan. 3) Rasa frustasi 4) Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga, atau lingkungan. 5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengkibatkan tidak berkembangnya ego dan dapat membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan yang dapat meningkatkan citra diri serta memberi arti dalam kehidupan. 6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupak perilaku yang dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibanding anak-anak tanpa faktor predisposisi biologik. c. Faktor sosio kultural 1) Social environment theory (teori lingkungan) Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan di terima. 2) Social learning theory (teori belajar sosial) Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses sosialisasi. (Direja,2011)

2. Faktor Presipitasi Faktor-faktor yang dapat mencetus perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan : a. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidarotas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal, dan lain-lain. b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi. c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidak mampuan menempatkan diri sebagai seorang yang dewasa. d. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi. e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga. 3. Mekanisme Koping Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain. Mekanisme koping klien sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displancement, sublimasi, proyeksi, depresi, dan reaksi formasi. a. Displacement Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang begitu seperti pada mulanya yang membangkitkan emosi. b. Proyeksi Menyalahkan orang lain mengenai keinginannya yang tidak baik. c. Depresi Menekan perasaan yang menyakitkan atau konflik ingatan dari kesadaran yang cenderung memperluas mekanisme ego lainnya.

d. Reaksi formasi Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan apa yang benar-benar di lakukan orang lain. D. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala perilaku kekerasan menurut Direja (2011) sebagai berikut : 1. Fisik Mata melotot, pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wjah merah dan tegang, serta postur tubuh kaku. 2. Verbal Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kasar, bicara dengan nada keras, kasar, dan ketus. 3. Perilaku Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, amuk/agresif. 4. Emosi Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut. 5. Intelektual Mendominasi, crewet, kasar, berdebat, meremehkan, dn jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme. 6. Spiritual Merasa dirinya berkuasa, meras dirinya benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan kreativitas terhambat.

7. Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, ejekan, dan sindiran. 8. Perhatian Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual. E. Psikopatologi Stres, cemas, harga diri rendah, dan bermasalah dapat menimbulkan marah. Respon terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif maupun destruktif. Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan kata-kata yang dapat di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati otrang lain. Selain akan memberikan rasa lega, ketegangan pun akan menurun dan akhirnya perasaan marah dpat teratasi. Ras marah diekspresikan secara destruktif, mislanya dengan perilaku agresif, menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan maslah berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang di tunjukan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Yosep, 2011). Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena merasa tidak kuat, individu akan berpura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya, sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikan akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, pada suatu saat dapat menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dpat menimbulkan kemarahan yang destruktif yang di anjurkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Dermawan & Rusdi, 2013).

F. Pathways Ancaman atau kebutuhan stres ansietas marah Merasa berkuasa Mengungkapkan kemarahan Merasa tidak adekuat menantang Tidak ada penyelesaian masalah Marah berkepanjangan Menyadarkan orang lain akan kebutuhannya Memenuhi kebutuhannya Marah teratasi Menantang Mengingkari kemakemaraha Tidak mengekspresik Pengenbangan kemarahan Bermusuhan kronik Kemarahan diarahkan kepada diri sendiri Kemarahan diarahkan keluar Depresi Penyakit fisik Agresif Perilaku kekerasan Gambar II.2 Pathways (sumber : Rawlins et all, 1993 dalam Dermawan & Rusdi, 2013)

G. Pohon masalah Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Risiko perilaku kekerasan akibat Core Gangguan konsep diri : Harga diri rendah penyebab Isolasi sosial gambar II.3 Pohon masalah risiko perilaku kekerasan (sumber : Keliat, 2006) H. Masalah keperawatan 1. Risiko Perilaku kekerasan 2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan 3. Harga diri rendah 4. Isolasi sosial I. Penatalaksanaan medis 1. Chlorpromazine (CPZ) dosis 75-100 mg/hari 2. Trihexilpenidiyl (THP) dosis 2 mg 2-3 kali sehari 3. Haloperidol, dosis 0,5-5 mg, sehari 2-3 kali sehari 4. Fluoketine, dosis 2 mg/hari 5. Resperidone, dosis 0,25-4 mg/hari 6. Terapi elektrokonvusif (ECT)

J. Data yang perlu di kaji Masalah risiko perilaku kekerasan. Data subjektif : 1. Klien mengancam 2. Klien mengumpat dengan kata-kata kasar 3. Klien mengatakan dendam dan jengkel 4. Klien mengatakan ingin berkelahi 5. Klien menyalahkan dan menuntut 6. Klien meremehkan Data objektif : 1. Mata melotot, pandangan tajam 2. Tangan mengepal 3. Rahang mengatup 4. Wajah merah dan tegang 5. Postur tubuh kaku 6. Suara keras Faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan, menurut Direja (2011) antara lain sebagai berikut : 1. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah 2. Stimulus lingkungan 3. Status mental 4. Putus obat 5. Penyalahgunaan narkoba/alkohol.

K. Fokus intervensi 1. Risiko Perilaku kekerasan Tum : Perilaku kekerasan tidak terjadi Tuk I : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria hasil : klien dapat menunjukan tanda-tanda percaya kepada perawat: a. Wajah cerah b. Tersenyum c. Mau berkenalan d. Ada kontak mata e. Mau menceritakan perasaan yang dirasakan f. Mau mengungkapkan masalahnya. Bina hubungan saling percaya dengan : a. Beri salam setiap berinteraksi. b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan tujuan perawat berkenalan. c. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien. d. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi. e. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.

f. Buat kontrak interaksi yang jelas. g. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien. Tuk II : Klien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan. Kriteria hasil : a. klien dapat mengungkapkan perasaannya b. klien dapat menceritakan penyebab perasaan marah baik dari diri sendiri maupun lingkungan. a. Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya. b. Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa marahnya. c. Dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan perasaan. Tuk III : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan. Kriteria hasil : Klien mampu menceritakan tanda-tanda saat terjadi perilaku kekerasan : a. Tanda fisik : Mata merah, Tangan mengepal, Ekspresi wajah tegang. b. Tanda emosional : perasaan marah, jengkel, bicara kasar. c. Tanda sosial : bermusuhan yang dialami saat terjadi perilaku kekerasan.

a. Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya. b. Motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat perilaku kekerasan terjadi. c. Motivasi klien menceritakan kondisi emosionalnya (tanda-tanda emosional) saat terjadi perilaku kekerasan. d. Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain saat terjadi perilaku kekerasan. Tuk IV : Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan. Kriteria hasil : Klien mampu menjelaskan : a. Jenis ekspresi kemarahan yang selama ini telah dilakukan b. Perasaannya saat melakukan kekerasan c. Efektifitas cara yang di pakai dalam menyelesaikan masalah. a. Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini b. Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekersan yang selama ini pernah di lakukannya. c. Motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekerasan tersebut terjadi. d. Diskusikan apakah dengan tindak kekerasan maslah yang di alami teratasi.

Tuk V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Kriteria hasil : Klien dapat menjelaskan akibat tindak kekerasan yang dilakukannya : a. Diri sendiri : luka, dijauhi teman, dan lain-lain. b. Orang lain atau keluarga : luka, tersinggung, ketakutan, dan lain-lain. c. Lingkungan : barang atau benda rusak. a. Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang di lakukan klien. b. Bersama klien menyimpulakn akibat dari cara yang di lakukan klien. c. Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat. Tuk VI : klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan. Kriteria hasil : a. Klien menyebutkan contoh mencegah perilaku kekerasan secara fiik. b. Tarik nafas dalam. c. Pukul bantal dan kasur. d. Kegiatan fisik yang lain. e. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan. a. Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien b. Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa di lakukan c. Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah di lakukan untuk mencegah perilaku kekerasan : tarik nafas dalam, pukul bantal dan aksur

d. Diskusikan cara melakukan tarik nafas dlam dengan klien e. Beri contoh kepada klien tentang cara menarik nafas dalam f. Minta klien mengikuti contoh yang di berikan sebanyak 5 kali. g. Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrsikan cara menarik nafas dalam. Tuk VII : klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku kekerasan Kriteria hasil : a. Klien mampu memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan. b. Fisik : tarik nafas dalam, pukul bantal atau kasur. c. Verbal : mengungkapkan perasaan kesal atau jengkel pada prang lain tanpa menyakiti. d. Spiritual : zikir, medikasi dan lain-lain a. Diskusikan cara yang mungkin dipilih dan di anjurkan klien memilih cara yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan. Latih klien memperagakan cara yang di pilih: a. Peragakan cara melaksanakn cara yang di pilih. b. Jelaskan manfaat cara tersebut. c. Anjurkan klien menirukan perasaan yang sudah di lakukan d. Beri penguatan pada klien, perbaik cara yang masih belum sempurna.

e. Anjurkan klien mengungkapkan cara yang sudah dilatih saat marah. Tuk VIII : klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan Kriteria hasil : a. klien dapat menyebutkan nama ibadah yang biasa dilakukan. b. Klien dapat mendemonstrasikan cara ibadah yang di pilih. c. Klien mempunyai jadwal untuk melatih kegiatan ibadah. d. Klien dapat mengevaluasi terhadp emampuan melakukan kegiatan. a. Diskusikn dengan klien keiatan ibadah yang pernah di lakukan. b. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dpat di lakukan c. Bantu klien memilih kegiatan yang akan di lakukan d. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang di pilih e. Beri pujian ats keberhasilan klien Tum IX : Klien menggunakan obat sesuai program yang telah di tetapkan. Kriteria hasil : Klien mampu menjelaskan : a. Manfaat minum obat b. Kerugian tidak minum obat c. Nama obat

d. Bentuk dan warna obat e. Dosis yang di berikan kepadanya, waktu, cara, dan efek. f. Klien mampu menggunakan obat sesuai program. a. Jelaskan manfaat menggunakan obat secra teratur dan kerugaian jika tidak menggunakan obat b. Jelaskan kepada klien : 1) Jenis obat (nama. warna dan bentuk) 2) Dosis, waktu, cara dan efek c. Anjurkan kliean : 1) Minta dan menggunakan obat tepat waktu. 2) Laporkan jika mengalami efek yang tidak biasa. 3) Beri pujian kedisilinan klien menggunakan obat. 2. Isolasi Sosial Tum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain. Tuk I : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria Hasil : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebut nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berhadapan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

a. Sapa Klien dengan ramah. b. Perkenalkan diri dengan sopan. c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai. d. Jelaskan tujuan pertemuan kepada klien. e. Jujur dan menepati janji. f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Tuk II : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri. Kriteria Hasil : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri, dan tanda-tandanya. b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri. c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, dan tanda-tandanya. d. Beri pujian kepada klien tentang ungkapan perasaannya. Tuk III : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Kriteria Hasil : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain misalnya banyak teman, tidak sendiri, dan bisa diskusi. Klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain misalnya sendiri, tidak memiliki teman, dan sepi. a. Kaji pengetahuan klien tentang keuntungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. c. Diskusikan dengan klien tentang keuntungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. d. Beri pujian positif tentang kemampuan klien mengungkapkan perasaannya tentang keuntungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Tuk IV : Klien dapat berhubungan sosial secara bertahap. Kriteria Hasil : Klien dapat mendemonstrasikan berhubungan dengan orang lain (klien-perawat) a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain. b. Ajarkan klien berkenalan antara : 1) Klien-perawat 2) Klien-perawat-perawat lain 3) Klien-perawat-klien lain c. Beri pujian positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai. d. Bantu klien untuk mengevaluasi keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. e. Motivasi klien untuk berhubungan dengan orang lain. Tuk V : Klien dapat berhubungan dengan orang lain (klien-perawat lain). Kriteria Hasil : Klien dapat mendemonstrasikan berhubungan dengan orang lain (klienperawat lain).

a. Beri kesempatan klien untuk berkenalan dengan seorang perawat. b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan bila berhubungan dengan orang lain. c. Beri pujian positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain. Tum VI : Klien dapat berhubungan dengan orang lain (klien-kelompok perawat/klien lain). Kriteria Hasil : Klien dapat mendemonstrasikan berhubungan dengan orang lain (klienperawat-klien lain). a. Beri kesempatan klien untuk berhubungan dengan orang lain (klien-kelompok perawat/klien lain). b. Beri pujian positif atas kemampuan klien berhubungan dengan orang lain (klienkelompok perawat/klien lain). c. Motivasi klien untuk berhubungan dengan orang lain. Tuk VII : Klien dapat memberdayakan sistem Pendukung atau keluarga mampu mengungkapkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain. Kriteria Hasil : Keluarga dapat menjelaskan perasaannya, cara merawat klien menarik diri, mendemonstrasikan perawatan klien menarik diri, berpartisipasi dalam perawatan klien. a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga. b. Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab menarik diri, dan cara menghadapi klien menarik diri.

c. Dorong keluarga untuk memberi dorongan kepada klien untuk berhubungan dengan orang lain. d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin atau bergantian untuk menjenguk klien di rumah sakit, minimal 1 minggu sekali. e. Beri pujian positif atas hal yang telah dicapai keluarga. 3. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah. Tum : Klien memiliki konsep diri yang positif. Tuk 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria Hasil : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebut nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berhadapan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi. a. Bina hubungan saling percaya. b. Bersikap terbuka dan empati. c. Terima klien apa adanya. d. Tepati janji. e. Pertahankan kontak mata. Tuk II : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Kriteria Hasil : Klien mengidentifikasi aspek positif keluarga dan di lingkungan. a. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimiliki b. Tanyakan pada klien penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain. Tuk III : Klien dapat menetapkan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kriteria Hasil : Klien membuat rencana kegiatan sehari-hari.

a. Rencanakan dengan klien kegiatan yang dapat dilakukan selama di rumah sakit. b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan kondisi klien. c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan. Tuk IV : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit. Kriteria Hasil : Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi klien. a. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan. b. Beri pujian atas keberhasilan klien. c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah. 4. Defisit perawatan diri. Tum : Klien dapat mandiri dalam perawatan diri. Tuk I : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria Hasil : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebut nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berhadapan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi. a. Sapa Klien dengan ramah. b. Perkenalkan diri dengan sopan. c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai. d. Jelaskan tujuan pertemuan kepada klien. e. Jujur dan menepati janji.

f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Tuk II : Klien mengetahui pentingnya perawatan diri. Kriteria Hasil : Klien dapat menyebutkan penyebab tidak merawat diri, manfaat menjaga kebersihan diri, tanda-tanda bersih dan rapi, masalah yang dialami jika perawatan diri tidak diperhatikan. a. Diskusikan dengan klien penyebab klien tidak merawat diri. b. Diskusikan dengan klien manfaat perawatan diri untuk keadaan fisik, mental, dan sosial. c. Diskusikan dengan klien tanda-tanda perawatan diri yang baik. d. Diskusikan dengan klien penyakit atau masalah kesehatan yang bisa dialami oleh klien bila perawatan diri tidak dilakukan. Tuk III : Klien mengetahui cara-cara melakukan perawatan diri. Kriteria Hasil : Klien dapat menyebutkan frekuensi menjaga perawatan diri, frekuensi mandi, gosok gigi, keramas, ganti pakaian, berhias, gunting kuku. a. Diskusikan frekuensi menjaga perawatan diri seperti mandi, gosok gigi, keramas, berpakaian, berhias, gunting kuku. b. Berikan pujian untuk setiap respons klien yang positif. Tuk IV : Klien dapat melaksanakan perawatan diri dengan bantuan perawat. Kriteria Hasil : Klien dapat mempraktekkan perawatan diri dengan dibantu oleh perawat seperti mandi, gosok gigi, keramas, berpakaian, berhias, gunting kuku.

a. Bantu klien saat perawatan diri seperti mandi, gosok gigi, keramas, berpakaian, berhias, gunting kuku. b. Beri pujian setelah klien selesai melaksanakan perawatan diri. Tuk V : Klien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri. Kriteria Hasil : klien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri seperti mandi 2 kali sehari, gosok gigi sehabis makan, keramas 2 kali seminggu, ganti pakaian 1 kali sehari, berhias sehabis mandi, gunting kuku jika kuku sudah mulai panjang. a. Pantau klien dalam melaksanakan perawatan diri seperti mandi, gosok gigi, keramas, berpakaian, berhias, gunting kuku. b. Beri pujian setelah klien melaksanakan perawatan diri secara mandiri. Tuk VI : Klien mendapat dukungan keluarga untuk meningkatkan perawatan diri. Kriteria Hasil : keluarga dapat menjelaskan cara-cara membantu klien dalam memenuhi kebutuhan perawatan dirinya. a. Diskusikan dengan keluarga penyebab klien tidak melaksanakan perawatan diri. b. Diskusikan dengan keluarga mengenai tindakan yang telah dilakukan klien selama di rumah sakit dalam menjaga perawatan dan kemajuan yang telah dialami klien. c. Diskusikan dengan keluarga mengenai dukungan yang bisa diberikan oleh keluarga untuk meningkatkan kemampuan klien dalam perawatan diri. d. Diskusikan dengan keluarga tentang sarana yang dibutuhkan untuk menjaga perawatan diri klien.

e. Diskusikan dengan keluarga hal-hal yang perlu dilakukan keluarga dalam perawatan diri klien. f. Anjurkan keluarga untuk mempraktekkan perawatan diri pada klien.