BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan hidup yang relatif meningkat dan pendapatan yang lebih kecil, memaksa para perempuan untuk menjadi tenaga kerja wanita di luar negeri, karena mendapatkan gaji yang lebih besar dibanding yang didapatkan di dalam negeri. Para tenaga kerja wanita ini sepertinya siap menghadapi dan menanggung resiko terhadap kekerasan yang dilakukan oleh sang majikan. Keterlibatan perempuan dalam proses produksi juga dapat mengakibatkan perempuan menjadi budak dari sistem produksi tersebut. Tenaga kerja wanita yang berasal dari Indonesia pun sering dilabelkan sebagai tenaga kerja yang tunduk, patuh, dan bodoh (Azmy, 2012: 192-193). Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang membuat para perempuan terpaksa menjadi buruh migran di luar negeri. Apabila pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan, mungkin para buruh migran perempuan ini akan lebih memilih untuk bekerja di dalam negeri dibanding harus bekerja di luar negeri. Ironisnya banyak tenaga kerja wanita yang bekerja di luar negeri mengalami nasib tragis, seperti mendapat perlakuan-perlakuan yang tidak manusiawi, kemudian tidak jarang ada yang mengalami cacat fisik, gangguan 1
kejiwaan hingga berujung pada kematian. Namun pada kenyataannya, tidak semua tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri tidak diperlakukan secara tidak baik, seperti Sulastri asal Yogyakarta yang sudah bekerja di Hongkong selama dua tahun dan Ustianty Mardiana yang juga bekerja di Hongkong selama lima tahun (http://www.suarapembaruan.com/home/hongkong-masih-memesona-di-mata-tkw, diakses pada tanggal 1 Agustus 2012). Kasus kekerasan pernah terjadi pada tenaga kerja wanita seperti Nirmala Bonat (2004), Siti Hajar (2009), Winfaidah (2009), Ruyati (2011), Sumiati (2009/2010), Maryunah (2011), dan Darsem (2011). Kekerasan terhadap tenaga kerja Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2010-2011. Berikut data kekerasan yang dialami oleh para tenaga kerja yaitu: Jenis Masalah Meninggal Dunia Jumlah 1.075 Deportasi dari Malaysia 28.745 Dipenjara dengan berbagai kasus di Saudi Arabia 1.050 Dipenjara dengan berbagai kasus di Malaysia 6.845 Ancaman hukuman mati di Malaysia 345 Ancaman hukuman mati di Saudi Arabia 15 Overstayers di Saudi Arabia 21.013 2
ABK Indonesia yang tengah menghadapi persoalan hukum di Australia Penganiayaan 328 1.187 Sakit saat bekerja 13.138 Pelecehan sekual 874 Disiksa dipenjara 281 Underpayment 631 PHK sepihak dan tidak digaji 13.964 ABK yang disiksa oleh Pengusaha Perkapalan Asing Hilang Kontak 13 17 Pembunuhan oleh polisi 3 Disiksa dipenjara hingga meninggal 2 Lain-lain Total 18 89.544 Tabel 1.1 Data Masalah Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2010 (Sumber: Migrant Care) 3
Jenis Kasus Jumlah Ancaman Hukuman Mati 417 Eksekusi mati di Arab Saudi 1 Overstayers di Saudi Arabia 27.348 Kekerasan fisik 3.070 Kekerasan seksual 1.234 Meninggal Dunia 1.203 Kerja tidak layak 9.023 Gaji Tidak Bayar 14.074 Terancam deportasi dari Malaysia 150.000 TKI bermasalah di penampungan 18 perwakilan di 21.823 luar negeri Total 228.193 Tabel 1.2 Data Masalah Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2011 (Sumber: Migrant Care) 4
Menurut Murniati (2004:222) dalam buku Getar Gender, kekerasan dapat diartikan sebagai perilaku atau perbuatan yang terjadi dalam relasi antarmanusia, baik individu maupun kelompok, yang dirasa oleh salah satu pihak sebagai satu situasi yang membebani, membuat berat, tidak menyenangkan, tidak bebas. Situasi yang disebabkan oleh tindak kekerasan ini membuat pihak lain sakit, baik secara fisik maupun psikis. Individu yang sakit ini akan sulit untuk bebas dan merdeka, karena individu terbelenggu. Kekerasan dalam Pasal 89 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) adalah membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan menurut Zaitunah Subhan (2004:6) dalam buku Kekerasan Terhadap Perempuan adalah setiap tindakan yang melanggar, menghambat, meniadakan kenikmatan, dan pengabaian hak asasi perempuan atas dasar gender. Tindakan tersebut mengakibatkan kerugian dalam hidupnya, baik secara fisik, psikis, maupun seksual. Termasuk ancaman, paksaan, atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik dalam kehidupan individu, berkeluarga, bermasyarakat, maupun bernegara. Kekerasan yang dialami para tenaga kerja wanita seperti Nirmala Bonat (2004), Siti Hajar (2009), Winfaidah (2009), Ruyati (2011), Sumiati (2009/2010), Maryunah (2011), dan Darsem (2011). Data tersebut merupakan dari sebagian kecil kasus kekerasan yang dialami para tenaga kerja wanita. 5
Namun kasus-kasus kekerasan tersebut kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah, sehingga tidak ditangani secara optimal (Azmy, 2012 : 193). Tindak kekerasan yang dialami oleh tenaga kerja wanita asal Indonesia menarik perhatian media dan diberitakan oleh media karena fenomena kekerasan ini memiliki nilai berita yang tinggi. Sumadiria (2006 : 80) dalam buku Jurnalistik Indonesia, menjelaskan beberapa nilai-nilai berita yang harus dipenuhi oleh sebuah peristiwa untuk dijadikan sebuah berita, yaitu: 1. Keluarbiasaan (unusualness); 2. Kebaruan (newness); 3. Akibat (impact); 4. Aktual (timeliness); 5. Kedekatan (proximity); 6. Informasi (information); 7. Konflik (conflict); 8. Orang penting (prominence); 9. Ketertarikan manusiawi (human interest); 10. Kejutan (surprising); 11. Seks (sex). Fenomena kekerasan yang menimpa tenaga kerja wanita ini memiliki nilai-nilai berita sehingga kasus tersebut mendapat perhatian media. Nilainilai berita tersebut antara lain ketertarikan manusiawi (human interest), kedekatan (proximity), akibat (impact), konflik (conflict), dan informasi (information). 1. Pada nilai berita human interest, kasus kekerasan ini mampu menggetarkan suasana hati dan alam perasaan pembaca atau pemirsa seperti rasa emosi pada sang majikan sebagai pelaku tindak kekerasan dan rasa empati pada tenaga kerja wanita yang menjadi korban kekerasan. 6
2. Sedangkan pada nilai berita proximity, kasus kekerasan ini dilihat pada aspek psikologis karena para tenaga kerja wanita ini merupakan warga negara Indonesia, sehingga khalayak merasa terikat dengan budaya dan merupakan sesama warga Indonesia. 3. Nilai berita conflict. Pada kasus kekerasan tenaga kerja wanita ini, tindakan yang dilakukan oleh sang majikan merupakan sebuah konflik karena mengandung unsur pertentangan yaitu tindak kekerasan dan kasus tersebut telah menjadi masalah sosial. 4. Pada nilai berita impact, kasus kekerasan ini memberikan dampak kepada individu yang ingin menjadi tenaga kerja wanita di luar negeri. Dampak tersebut berupa kengerian atau takut kekerasan akan menimpa individu tersebut bila bekerja di luar negeri. 5. Nilai berita information. Fenomena kekerasan yang terjadi pada tenaga kerja wanita memiliki nilai berita sehingga mendapat perhatian media untuk dimuat, disiarkan, atau ditayangkan oleh media kepada khalayak. Pada penelitian ini, kasus kekerasan terhadap tenaga kerja wanita akan ditelaah oleh penulis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Berita yang akan ditelaah adalah berita yang dimuat pada Koran Tempo dan Republika. Koran Tempo dipilih karena dinilai kritis dan merupakan surat kabar yang independen. Kemudian penulis memilih Republika karena seperti yang diketahui Republika merupakan surat kabar yang agamis cenderung Islami 7
sedangkan kejadian kekerasan terhadap TKW banyak terdapat di negaranegara Islam seperti di Arab Sudi. Dalam penelitian ini, penulis juga ingin melihat aspek-aspek yang ditonjolkan, disamarkan atau disembunyikan dari peristiwa tersebut melalui Koran Tempo dan Republika yang memuat berita tentang kasus kekerasan terhadap tenaga kerja wanita, kemudian penulis akan melihat bingkai yang digunakan oleh kedua media tersebut. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pembingkaian Koran Tempo dan Republika mengenai berita-berita kekerasan terhadap tenaga kerja wanita.dimuat pada Koran Tempo dan Republika, periode 21 September 2010-8 Juni 2011, karena pada tahun 2010 sampai dengan 2011 hanya artikel tentang kekerasan terhadap TKW yang didapat oleh penulis pada kedua surat kabar tersebut. Pemberitaan mengenai kekerasan terhadap tenaga kerja wanita ini akan lebih menarik jika dibedah menggunakan analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Perangkat Pan dan Kosicki tersebut digunakan untuk melihat bagaimana wartawan menyusun fakta, mengisahkan fakta, menulis fakta, dan menekankan fakta. 8
1.2 Rumusan Masalah Berita mengenai kasus kekerasan terhadap tenaga kerja wanita menarik untuk diteliti, karena hampir setiap media surat kabar memberitakan hal tersebut. Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti ingin mengetahui Bagaimana pemberitaan mengenai kasus kekerasan terhadap tenaga kerja wanita yang dibingkai oleh Koran Tempo dan Republika? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Koran Tempo dan Republika membingkai kasus kekerasan terhadap tenaga kerja wanita. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Signifikansi Akademis Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai konstruksi pemberitaan pada media massa dalam mengangkat suatu peristiwa atau isu. Serta sebagai sebuah tinjauan dalam penelitian komunikasi selanjutnya, khususnya mengenai analisis framing. 1.4.2 Signifikansi Praktis Penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan pengetahuan tentang bagaimana sebuah peristiwa atau isu yang dikemas kemudian 9
dijadikan sebuah berita. Serta bermanfaat bagi mahasiswa dan praktisi media massa mengenai pembingkaian sebuah berita, khususnya berita mengenai kasus-kasus kekerasan yang menyangkut kekerasan terhadap tenaga kerja wanita. 1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi hanya pada artikel berita yang terkait dengan kasus kekerasan terhadap tenaga kerja wanita dalam Koran Tempo dan Republika pada periode 21 September 2010-8 Juni 2011. 10