BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

Analisis Isu-Isu Strategis

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Pemerintah Provinsi Bali

PERUBAHAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi)

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Komplek Perkantoran Jl.

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

DAFTAR ISI. Halaman BAB III PENUTUP... 13

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

BAB 3 RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

hal- ii Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) Tahun Anggaran 2017

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

RANPERDA APBD TA SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG APBD PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN ANGGARAN 2018

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

DAFTAR ISI. Daftar Isi- i. Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

RANPERDA PERUBAHAN APBD TA SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN APBD PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN ANGGARAN 2017

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

Forum SKPD. Musrenbang Kelurahan Telah dilaksanakan pada bulan Januari Musrenbang Kecamatan Telah dilaksanakan pada bulan Februari 2017

RENCANA KERJA 2018 BADAN PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN BANJAR

8.1. Keuangan Daerah APBD

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

disampaikan oleh: Dr. H. Asli Nuryadin Kepala BAPPEDA Kota Samarinda

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

R K P D TAHUN 2014 BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut:

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. ARAH KEBIJAKAN EKONOMI DAERAH Perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik daerah itu sendiri, termasuk interaksinya dengan daerah disekitarnya. Dengan demikian tidak ada strategi pembangunan ekonomi daerah yang sama untuk semua daerah. Namun di pihak lain, dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi daerah baik jangka pendek maupun jangka panjang, pola pertumbuhan ekonomi suatu wilayah menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan ekonomi daerah perlu memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang terhadap isu-isu ekonomi daerah yang dihadapi dan perlu mengkoreksi kebijakan yang tidak sesuai. Pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian dari pembangunan daerah secara menyeluruh. Keberhasilan pembangunan ekonomi daerah ditentukan oleh keselarasan kebijakan Pemerintah Pusat, Regional serta Daerah dengan tetap bertumpu pada visi dan misi daerah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), serta memperhatikan kondisi dan potensi serta permasalahan - permasalahan yang berkembang di daerah. Dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019, Pemerintah menyampaikan Arah Kebijakan Bidang Ekonomi dalam rangka meningkatkan pemerataan ditujukan melalui penciptaan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan, dimana kebijakan ekonomi diarahkan untuk mendukung masyarakat ekonomi lemah, memperkuat kebijakan tenaga kerja dan peningkatan kesempatan kerja terutama bagi penduduk kurang mampu dan rentan, penguatan konektivitas dari daerah tertinggal atau kantong kemiskinan ke pusat ekonomi terdekat, pertumbuhan penduduk yang optimal, serta peningkatan akses terhadap lahan dan modal bagi penduduk miskin dan rentan. Mengingat masih tingginya tingkat kemiskinan, perlu adanya kebijakan afirmatif yang secara khusus dapat mempercepat penurunan kemiskinan. Kebijakan afirmatif ini dilakukan melalui berbagai upaya terpadu berdasarkan tiga isu strategis, yakni penyempurnaan perlindungan sosial yang komprehensif, perluasan dan peningkatan pelayanan dasar bagi masyarakat miskin dan rentan, dan pengembangan penghidupan berkelanjutan. Adapun upaya untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi yang inklusif, arah kebijakan dan strategi pembangunan yang ditempuh adalah sebagai berikut: 1. Mengarahkan kebijakan fiskal yang mendukung penghidupan masyarakat miskin dan rentan terutama pengeluaran publik yang bersifat bantuan sosial yang bersasaran seperti bantuan tunai bersyarat, bantuan perumahan layak huni bagi masyarakat kurang mampu, bantuan produksi pertanian dan nelayan, bantuan peningkatan ketrampilan petani dan usaha penduduk kurang mampu lainnya. Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 1

2. Menghindari adanya kebijakan pemerintah lainnya yang bersifat counter productive terhadap usaha mikro dan kecil melalui sinkronisasi kebijakan antar sektor pertanian, perdagangan dalam dan luar negeri serta aturan logistik komoditas pangan. 3. Kebijakan tenaga kerja yang kondusif dan perluasan kesempatan kerja bagi penduduk kurang mampu dan rentan. 4. Menguatkan konektivitas lokasi pedesaan dengan pembangunan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi di pedesaan yang dapat menghubungkan lokasi - lokasi produksi usaha mikro dan kecil kepada pusat ekonomi terdekat. 5. Advokasi kepada penduduk kurang mampu dan rentan tentang peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan anak yang akhirnya dapat mengontrol pertumbuhan penduduk terutama penduduk kurang mampu dan rentan. 6. Meningkatkan akses penduduk kurang mampu terhadap kepemilikan lahan terutama lahan pertanian dan akses terhadap modal usaha dan peningkatan ketrampilan kompetensi. Arah kebijakan ekonomi Pemerintah Pusat selanjutnya menjadi dasar dalam pelaksanaan kebijakan ekonomi di tingkat regional maupun daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, Provinsi Jawa Tengah akan memasuki tahap Perwujudan Masyarakat Jawa Tengah yang Semakin Sejahtera, Mandiri, Berkemampuan dan Berdaya Saing Tinggi. Tahap ini merupakan perwujudan Visi yang telah ditetapkan, yaitu "Menuju Jawa Tengah Sejahtera dan Berdikari - Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi." Adapun arah kebijakan pembangunan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016 disusun dengan strategi yang mengarah pada pro poor, pro job, pro growth dan pro environment, terutama untuk: 1. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah Tahun 2016 diharapkan sebesar 6,1% 6,4%, melalui kebijakan peningkatan dan pemerataan penanaman modal, pembangunan infrastruktur, pengembangan kawasan industri yang semakin berdaya saing dan terintegrasi dengan sentra - sentra produksi, kemudahan ijin usaha, penciptaan iklim usaha yang kondusif dengan memperhatikan kelestarian lingkungan serta perluasan inovasi daerah dan penerapan teknologi tepat guna. Inflasi diprediksi pada kisaran 4,5 ±1%, melalui upaya menjaga ketersediaan bahan kebutuhan pokok, kelancaran distribusi dan stabilitas harga. 2. Percepatan penurunan tingkat kemiskinan menjadi 8,60% 8,35% pada tahun 2016 yang didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan inflasi yang terkendali melalui pengurangan beban pengeluaran dan peningkatan pendapatan masyarakat miskin, keterpaduan dan perluasan intervensi program/kegiatan sektoral berdimensi kewilayahan, mengutamakan pada wilayah dengan sasaran prioritas tingkat kemiskinan tinggi (pola quick win), penerapan pola kader desa berdikari, serta peningkatan keberkelanjutan program - program perlindungan sosial berbasis keluarga. 3. Penurunan tingkat pengangguran terbuka menjadi 4,66% 4,43% pada tahun 2016 melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja dengan akselerasi tenaga kerja di sektor yang mempunyai nilai tambah dan produktivitas tinggi, perluasan dan pengembangan lapangan kerja baru terutama lapangan kerja produktif, penguatan Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 2

regulasi dan iklim yang kondusif untuk peningkatan investasi, perbaikan iklim ketenagakerjaan dan penguatan hubungan industrial, perlindungan terhadap tenaga kerja. 4. Memantapkan kondisi, kinerja dan tingkat pelayanan infrastruktur (jalan, jembatan, jaringan irigasi, prasarana sumberdaya air, pelabuhan, bandara, listrik dan kereta api) pengembangan transportasi masal dan antar Kabupaten/Kota. 5. Pengembangan kedaulatan pangan berbasis agribisnis kerakyatan dengan peningkatan produksi dan produktivitas pertanian dalam arti luas serta pengendalian alih fungsi lahan. 6. Pembangunan ekonomi maritim dan kelautan melalui peningkatan kapasitas dan akses terhadap sarana produksi, infrastruktur, teknologi dan pasar perikanan, pengendalian ilegal fishing, unregulated and unreported fishing, dukungan pengaturan penangkapan di kawasan overfishing, rehabilitasi kerusakan lingkungan pesisir dan lautan. 7. Perwujudan kedaulatan energi melalui pengembangan dan eksplorasi energi baru terbarukan berbasis potensi lokal dan peningkatan bauran energi. Selanjutnya, dengan memperhatikan arah kebijakan ekonomi di tingkat pusat dan regional serta sesuai dengan kondisi dan potensi daerah serta faktor eksternal yang berkembang, pelaksanaan pembangunan mengambil tema: Peningkatan Daya Saing Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat didukung oleh Kualitas Sumberdaya Daerah dan Pemerataan Pembangunan Infrastruktur serta Penyelenggaraan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik Dengan tema tersebut disusun kebijakan ekonomi daerah tahun 2016 yang diarahkan pada: 1. Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5-6,0% dan inflasi sebesar 4,9 ±1%; 2. Penurunan angka kemiskinan menjadi 7,00% dan angka pengangguran menjadi 4,15%; 3. Pengembangan kedaulatan pangan melalui peningkatan produksi dan produktivitas pertanian, diversifikasi usaha pertanian, diversifikasi pangan, peningkatan kelembagaan petani serta akses petani terhadap sarana produksi, modal dan pemasaran; 4. Peningkatan kewirausahaan dan jaringan usaha bagi UMKM dan koperasi berdasarkan klaster melalui pengembangan kemitraan usaha besar, penerapan teknologi tepat guna dan pengembangan industri kreatif berbahan baku lokal yang berwawasan lingkungan; 5. Pembangunan infrastruktur yang mendukung pertanian, aksesibilitas industri, destinasi wisata, desa wisata, dan wilayah perbatasan; 6. Peningkatan kualitas dan kuantitas destinasi wisata dan desa wisata yang berbasis masyarakat dan budaya lokal; 7. Peningkatan pelayanan perijinan terpadu melalui penyederhanaan perijinan, regulasi serta promosi yang mendukung investasi. Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 3

Dengan tersusunnya arah kebijakan ekonomi yang sinergi antara Pusat, Regional dan Daerah diharapkan akan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan di daerah, yang berarti semakin sejahteranya tingkat kehidupan masyarakat yang menjadi tujuan pembangunan. 1. Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2014 dan Prakiraan Tahun 2015 Perekonomian suatu daerah merupakan bagian integral dari sistem perekonomian nasional dan regional, yang membawa konsekuensi bahwa kondisi perekonomian daerah akan mempengaruhi kondisi perekonomian nasional dan kondisi perekonomian regional dan sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia Tahun 2014 mencapai 5,02%, turun dibandingkan tahun 2013 sebesar 5,58%. Kondisi ini disebabkan oleh turunnya harga beberapa komoditas utama ekspor Indonesia, antara lain: bijih besi, karet, CPO dan batubara. Selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi beberapa tujuan ekspor non migas Indonesia, seperti Korea Selatan, Singapura, Jerman, Rusia dan Jepang. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan realisasi ekspor non migas ke beberapa negara tujuan utama. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2014, secara spasial, didorong oleh aktivitas perekonomian di Pulau Jawa yang tumbuh 5,59% dan Pulau Sumatra sebesar 4,66%. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah Tahun 2014 meningkat dibandingkan tahun 2013. Ekonomi Jawa Tengah mengalami pertumbuhan 5,69%, sedangkan tahun 2013 hanya mampu tumbuh 5,14%. Namun demikian angka pertumbuhan tersebut masih di atas angka pertumbuhan Nasional sebesar 5,02%. Kinerja ekonomi Jawa Tengah Tahun 2014 banyak disumbang dari tiga sektor ekonomi, yaitu sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR); serta sektor pertanian. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Tahun 2015, diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,4% 5,8%, sebagaimana target pertumbuhan ekonomi dalam APBN Tahun 2015 yaitu 5,8%. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia Tahun 2015 masih dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga karena adanya kenaikan harga BBM. Dalam upaya mengejar target pertumbuhan ekonomi, pemerintah berusaha menggenjot sektor riil yang didukung sektor pangan, energi, maritim, industri dan pariwisata. Laju pertumbuhan ekonomi ini juga akan didorong melalui peningkatan iklim investasi. Perekonomian Jawa Tengah tahun 2015 diprediksi tumbuh 0,5% atau menjadi 5,4% 5,8% sejalan dengan menguatnya perekonomian nasional. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah antara lain didukung oleh peningkatan ekspor yang merupakan respon membaiknya perekonomian Amerika Serikat yang merupakan tujuan utama ekspor Jawa Tengah. Adapun komoditas ekspor yang menjadi andalan Jawa Tengah adalah furniture, jamu dan barang kerajinan. Peningkatan ekspor juga didukung dari peningkatan kapasitas produksi hasil investasi sektor swasta. Selain itu, pada sektor investasi, Jawa Tengah disumbang dari investasi bangunan, diantaranya pabrik industri TPT, makanan dan minuman serta semen. Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 4

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah diperkirakan akan menghadapi inflasi sebesar 4,5%. Diharapkan pada tahun 2015, tekanan terhadap penyesuaian harga BBM tidak lama dialami atau dapat dikendalikan. Demikian halnya dengan kondisi iklim pada tahun 2015, tidak mengalami kemarau panjang atau banjir yang mengakibatkan terjadinya penurunan hasil panen dan distribusi bahan pangan. Kondisi perekonomian Kabupaten Semarang berdasarkan data PDRB Kabupaten Semarang mengalami fluktuasi. Nilai PDRB Kabupaten Semarang Atas Dasar Harga Berlaku maupun Atas Dasar Harga Konstan 2000 walaupun belum sesuai dengan yang diharapkan, namun selalu mengalami pertumbuhan yang positif. Tabel 3.1 Distribusi PDRB Kabupaten Semarang Menurut Sektoral Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2013-2016*) NO SEKTOR DISTRIBUSI ADHB (%) 2013 2014*) 2015*) 2016*) 1 Pertanian 14,00 13,90 23,69 13,36 2 Pertambangan dan Penggalian 0,10 0,10 0,12 0,12 3 Industri Pengolahan 41,81 41,60 43,36 43,26 4 Listrik, Gas dan Air Minum 1,34 1,41 1,25 1,20 5 Konstruksi/Bangunan 4,30 4,69 4,58 4,64 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 22,37 22,02 21,72 21,74 7 Pengangkutan dan Komunikasi 2,69 2,84 3,29 3,41 8 Lemb.Keu, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4,25 4,36 4,89 5,05 9 Jasa jasa 9,12 9,09 7,10 7,22 TOTAL PDRB 100 100 100 100 Sumber : Data 2014; *) diprediksi oleh Bappeda kerjasama dengan BPS Tabel 3.2 Distribusi PDRB Kabupaten Semarang Menurut Sektoral Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2013-2016*) NO SEKTOR DISTRIBUSI ADHK 2000 (%) 2013 2014*) 2015*) 2016*) 1 Pertanian 12,03 11,51 11,58 11,34 2 Pertambangan dan Penggalian 0,10 0,10 0,11 0,11 3 Industri Pengolahan 45,75 45,84 46,37 46,39 4 Listrik, Gas dan Air Minum 0,94 0,96 0,99 1,02 5 Konstruksi/Bangunan 4,13 4,62 4,17 4,23 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 22,16 22,01 21,69 21,67 7 Pengangkutan dan Komunikasi 2,18 2,20 2,20 2,20 8 Lemb.Keu, Persewaan dan Jasa Perusahaan 3,62 3,63 3,76 3,82 9 Jasa jasa 9,09 9,13 9,13 9,22 TOTAL PDRB 100 100 100 100 Sumber : Data 2014; *) diprediksi oleh Bappeda kerjasama dengan BPS Distribusi setiap sektor terhadap PDRB Kabupaten Semarang tahun 2013-2016 masih didominasi oleh 3 sektor unggulan daerah, yakni industri pengolahan, pariwisata (perdagangan, hotel dan restoran) dan pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa INTANPARI masih berperan sebagai kontributor utama dalam menopang struktur ekonomi daerah. a. Pertumbuhan Ekonomi Angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi Kabupaten Semarang diperkirakan tidak jauh berbeda dengan prediksi angka Nasional maupun Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 5

NO regional, karena merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi. Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan akumulasi dari pertumbuhan sektor - sektor ekonomi. Pertumbuhan tiap - tiap sektor ekonomi dalam PDRB Tahun 2016 dapat dilihat sebagaimana dalam Tabel berikut: TAHUN Tabel 3.3 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Semarang Kurun Waktu 2013-2016*) NILAI (Rp Juta) ADHB PERTUMBUHAN (%) NILAI (Rp Juta) ADHK PERTUMBUHAN (%) 2013 15.748.752,43 13,74 6.573.205,41 5,62 2014*) 17.454.225,87 10,83 6.921.737,11 5,31 2015*) 19.286.919,59 10,50 7.274.745,70 5,10 2016*) 21.360.263,44 10,75 7.660.307,22 5,30 Sumber : Data 2014 *) diprediksi oleh Bappeda kerjasama dengan BPS Tabel 3.4 Perkembangan PDRB Kabupaten Semarang Menurut Sektoral Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2013-2016*) SEKTOR PDRB ADHB (Rp Juta) 2013 2014*) 2015*) 2016*) 1 Pertanian 2.205.223,50 2.425.375,48 2.640.964,16 2.853.731,20 2 Pertambangan dan Penggalian 16.306,08 17.036,60 22.811,12 25.632,32 3 Industri Pengolahan 6.584.290,10 7.260.774,09 8.362.721,63 9.240.449,96 4 Listrik, Gas dan Air Minum 211.680,91 246.884,20 241.532,80 256.323,16 5 Konstruksi/Bangunan 677.575,69 819.459,17 882.490,27 991.116,22 6 7 Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi 8 Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 3.522.365,69 3.842.767,36 4.189.859,55 4.643.721,27 424.259,31 494.972,42 634.268,26 728.384,98 670.036,62 761.166,09 942.589,94 1.078.693,30 9 Jasa jasa 1.437.014,48 1.585.790,46 1.369.681,86 1.542.211,02 TOTAL PDRB 15.748.752,43 17.454.225,87 19.286.919,59 21.360.263,44 Sumber : Data 2014 *) diprediksi oleh Bappeda kerjasama dengan BPS NO Tabel 3.5 Perkembangan PDRB Kabupaten Semarang Menurut Sektoral Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2013-2016*) SEKTOR PDRB ADHK (Rp Juta) 2013 2014*) 2015*) 2016*) 1 Pertanian 790.651,64 796.856,79 842.415,55 868.678,84 2 Pertambangan dan Penggalian 6.437,34 6.620,40 8.002,22 8.426,34 3 Industri Pengolahan 3.007.228,15 3.173.152,68 3.373.299,58 3.553.616,52 4 Listrik, Gas dan Air Minum 62.029,95 66.639,75 72.019,98 78.135,13 5 Konstruksi/Bangunan 271.365,63 319.577,49 303.356,90 324.031,00 6 7 Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi 8 Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 1.456.922,58 1.523.552,10 1.577.892,34 1.659.988,58 143.330,01 152.269,42 160.044,41 168.526,76 237.759,28 251.427,17 273.530,44 292.623,74 9 Jasa jasa 597.483,83 631.641,30 664.184,28 706.280,33 TOTAL PDRB 6.573.208,41 6.921.737,11 7.274.745,70 7.660.307,22 Sumber : Data 2014 *) diprediksi oleh Bappeda kerjasama dengan BPS Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 6

Prediksi PDRB Kabupaten Semarang pada tahun 2016 ADHB sebesar Rp21.360.263.440.000,00 mengalami pertumbuhan sebesar 10,75% dibandingkan Tahun 2015 sebesar Rp19.286.919,590.000,00. Sedangkan PDRB ADHK 2000, terjadi pertumbuhan sebesar 5,30% dari Rp7.274.745.700.000,00 menjadi Rp7.660.307.220.000,00. Angka pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang dalam kurun waktu 2013-2016 ditunjukkan dalam Tabel berikut: Tabel 3.6 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Semarang Tahun 2013-2016*) TAHUN PERTUMBUHAN EKONOMI(%) 2013 5,62 2014*) 5,31 2015*) 6,5-7,3 2016*) 5,5-6,0 Sumber : Data 2014 *) diprediksi oleh Bappeda kerjasama dengan BPS PDRB perkapita Kabupaten Semarang ADHB diprediksi sebesar Rp19.976.408,50 pada tahun 2015, naik menjadi Rp22.059.667,40 pada tahun 2016. Sedangkan PDRB perkapita ADHK 2000 sebesar Rp7.495.417,70 pada tahun 2015 menjadi Rp7.816.716,40 pada tahun 2016. Prediksi PDRB perkapita Kabupaten Semarang Tahun 2013 2016 disajikan dalam Tabel berikut: b. Inflasi Tabel 3.7 PDRB Perkapita Kabupaten Semarang Tahun 2013-2016*) TAHUN ADHB PDRB PERKAPITA (RP) ADHK 2013 16.624.585,00 6.938.760,10 2014*) 18.302.319,00 7.265.199,40 2015*) 19.976.408,50 7.495.417,70 2016*) 22.059.667,40 7.816.716,40 Sumber : Data 2014 *) diprediksi oleh Bappeda kerjasama dengan BPS Inflasi Kabupaten Semarang pada tahun 2014 mengalami fluktuasi dibanding tahun sebelumnya. Inflasi tahun 2014 sebesar 8,63% di atas tahun 2013 sebesar 8,11%. Hal ini terutama terjadi karena adanya kebijakan pemerintah mencabut subsidi BBM, sehingga berdampak pada kenaikan harga BBM. Selanjutnya kenaikan harga BBM diikuti oleh kenaikan biaya transportasi dan kenaikan harga barang, terutama harga pangan (volatile food). Tingkat inflasi Kabupaten Semarang tahun 2015 diprediksikan sebesar 5,5-6,0%, sedangkan tahun 2016 sebesar 4,9 ±1%. c. Investasi Investasi merupakan salah satu indikator perekonomian daerah. Investasi di Kabupaten Semarang terus mengalami pertumbuhan seiring maraknya relokasi industri yang ada di kawasan Jabodetabek dan Provinsi Jawa Barat ke Jawa Tengah. Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 7

Tabel 3.8 Investasi Kabupaten Semarang Tahun 2013 dan Tahun 2016 NO URAIAN SAT 1 Jumlah Investor berskala nasional (PMDN/PMA) 2 Jumlah nilai investasi berskala nasional (PMDN/PMA) buah Rp milyar CAPAIAN 2013 TAHUN 2014 TARGET TARGET REALISASI % 2015 2016 18 8 44 550 8 10 371,05 173,00 418,63 241,98 175,00 200,00 3 Lama proses perijinan hari 3 s/d 14 3 s/d 14 3 s/d 14 100 3 s/d 14 3 s/d 14 4 Pameran/ekspo kali 3 2 4 200 3 3 5 Kenaikan/penurunan nilai realisasi PMDN Rp milyar Sumber: BPMPTSP Kabupaten Semarang, 2015 111,15 8,00 303,48 3.793,50 2,00 25,00 Pada tahun 2016 ditargetkan, jumlah investor berskala nasional (PMDN/PMA) yang menanamkan modalnya di Kabupaten Semarang sebanyak 10 investor dengan nilai investasi mencapai Rp200,00 milyar. Dalam rangka mendukung investasi yang semakin kondusif, pada tahun 2016 lama proses perijinan antara 3 s/d 14 hari. 2. Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah Tahun 2016 Tantangan yang harus dihadapi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang belum sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja, masih rendahnya daya beli masyarakat yang rentan terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok, masih rendahnya daya saing produk, dan belum terciptanya iklim yang kondusif bagi kinerja sektor riil dan investasi. Faktor eksternal diantaranya adalah pengaruh Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 yang harus disikapi dengan langkah - langkah strategis, sehingga diharapkan masyarakat Indonesia umumnya dan masyarakat Kabupaten Semarang khususnya dapat bersaing baik dari sisi produk maupun sumberdaya manusianya. Kondisi ini perlu didukung pula dengan regulasi dan pemenuhan sarana prasarana pendukung dengan tetap berbasis pada potensi unggulan daerah dan optimalisasi sumberdaya alam yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan upaya - upaya riil dan kecermatan dari Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam menggali potensi daerah secara optimal. Upaya percepatan penanggulangan kemiskinan menjadi fokus perhatian pada tahun 2016. Upaya penanggulangan kemiskinan pada tahun 2013 telah menekan jumlah penduduk miskin menjadi 83.200 jiwa atau 8,51% dari total jumlah penduduk Kabupaten Semarang. Jika dibandingkan dengan angka kemiskinan tahun 2012, maka terjadi penurunan sebesar 0,9%, yaitu 88.800 jiwa atau 9,40% dari total jumlah penduduk Kabupaten Semarang (947.317 jiwa). Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kabupaten Semarang pada tahun 2012 sebesar 4,88% sedangkan tahun 2013 sebesar 3,89%. Dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012, TPT sebesar 5,63% dan tahun 2013 sebesar 6,02%. Sedangkan ditingkat Nasional, TPT tahun 2012 sebesar 6,14% dan pada Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 8

tahun 2013 sebesar 6,25%. Hal ini menunjukkan bahwa secara persentase, TPT di Kabupaten Semarang mengalami penurunan sebesar 0,99%. Adapun TPT Kabupaten Semarang Tahun 2014 sebesar 4,38%. Terjadi peningkatan TPT dari tahun 2013 sebesar 0,49%. Upaya menekan angka kemiskinan perlu dibarengi dengan upaya penurunan angka pengangguran. Oleh karena itu, peningkatan investasi daerah yang menyerap banyak tenaga kerja perlu terus dikembangkan guna mempercepat penurunan tingkat pengangguran. Disamping itu juga perlu dilakukan peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pemerataan kualitas pendidikan serta pemberian keterampilan bagi anak didik maupun masyarakat miskin atau masyarakat pada daerah perbatasan serta jaminan pelayanan kesehatan di seluruh wilayah Kabupaten Semarang. Indek Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Semarang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tahun 2012 IPM sebesar 74,98, sedangkan tahun 2013 tercatat sebesar 75,48. Angka IPM Kabupaten Semarang masih lebih tinggi dari angka IPM Provinsi Jawa Tengah yang tercatat sebesar 74,05 pada tahun 2013. Pembangunan infrastruktur masih terus harus dipacu dalam rangka pemerataan pembangunan, peningkatan akses masyarakat, terutama masyarakat miskin dan masyarakat perbatasan terhadap infrastruktur yang menghubungkan sektor - sektor ekonomi, seperti : sektor pertanian, perdagangan dan pariwisata serta infrastruktur yang mendukung terwujudnya kedaulatan pangan di Kabupaten Semarang. Dengan peningkatan pembangunan infrastruktur diharapkan upaya percepatan penanggulangan kemiskinan dapat segera teratasi dan pertumbuhan ekonomi dapat dicapai sesuai target. Pembangunan infrastruktur ini tetap dilaksanakan dengan memperhatikan keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan. Kabupaten Semarang memiliki potensi dan daya tarik yang besar untuk pengembangan aktivitas perekonomian masyarakat. Berkembangnya berbagai fasilitas usaha perekonomian perlu dikaji dan ditata kembali baik dari sisi regulasi, sarana dan prasarana infrastruktur publik, kelayakan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan serta terhadap kesinambungan aktivitas perekonomian itu sendiri. Hal ini sangat penting agar perkembangan dan pertumbuhan wilayah tidak menimbulkan permasalahan dan biaya sosial yang tinggi dan juga kondisi yang kontra produktif. Konsep pengembangan perekonomian pada tahun 2016 difokuskan pada kegiatan peningkatan produksi dan produktivitas pertanian, perwujudan diversifikasi usaha pertanian menuju agrobisnis, agroindustri dan agrowisata, perwujudan diversifikasi pangan dengan memanfaatkan bahan pangan lokal, peningkatan kelembagaan dan akses petani terhadap sarana produksi, modal dan pemasaran dalam rangka mengembangkan kedaulatan pangan. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan sektor perdagangan, diarahkan pada peningkatan kewirausahaan dan jaringan usaha bagi UMKM dan koperasi berdasarkan klaster yang didukung melalui penerapan teknologi tepat guna dan pengembangan industri kreatif berbahan baku lokal yang berwawasan lingkungan serta melalui Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 9

NO pengembangan kemitraan usaha besar dengan UMKM dan koperasi melalui program tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan/corporate Social Responsibility (CSR). Upaya meningkatkan investasi di Kabupaten Semarang terus didorong, baik melalui PMDN maupun PMA. Dalam rangka meningkatkan investasi, pembangunan diarahkan pada fasilitasi pembangunan kawasan industri yang dapat menyerap sumberdaya lokal yang didukung oleh peningkatan pelayanan perijinan terpadu melalui penyederhanaan perijinan, tersedianya regulasi dan penyelenggaraan promosi. Selain itu juga peningkatan kualitas destinasi wisata dan desa wisata yang berbasis masyarakat dan budaya lokal menjadi salah satu upaya pembangunan sektor ekonomi dengan tetap berbasis pada potensi daerah. Dari tantangan yang dihadapi dan asumsi - asumsi tersebut serta dengan mempertimbangkan kemungkinan pertumbuhan sektor riil pada tahun - tahun sebelumnya, maka pada tahun 2016 PDRB ADHB diperkirakan mencapai Rp21.360.263.440.000,00, sedang PDRB ADHK 2000 sebesar Rp7.660.307.220.000,00. Secara umum prediksi indikator makro ekonomi daerah tahun 2015 dan 2016 dapat digambarkan sebagaimana Tabel berikut: INDIKATOR MAKRO EKONOMI 1 PDRB Harga Berlaku (juta Rp.) PDRB Harga Konstan 2000 (juta Rp.) 2 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (%) Tabel 3.9 Perkembangan Indikator Makro Ekonomi Kabupaten Semarang Tahun 2013-2015 REALISASI TARGET PREDIKSI*) 2013 2014*) RPJMD 2015 2015 2016 15.748.752,43 17.454.225,87 18.830.380,28 19.286.919,59 21.360.263,44 6.573.205,41 6.921.737,11 6.994.716,94 7.274.745,70 7.660.307,22 5,62 5,31 6,5-7,3 6,5-7,3 5,5-6,0 3 Tingkat Inflasi (%) 8,11 8,63 5,5-6,0 5,5-6,0 4,9 ±1 4 Jumlah penduduk (jiwa) 949.815 955.481 974.642 965.324 972.649 5 Laju pertumbuhan penduduk (%) 6 Tingkat Kesejahteraan Keluarga/ Keluarga Pra KS (%) 7 PDRB/kapita harga berlaku (Rp) PDRB/kapita harga konstan (Rp) 0,58 0,60 1,30 1,03 0,76 22,76 25,63 22,10 22,10 24,00 16.624.585,00 18.302.319,00 20.220.939,00 19.976.408,50 22.059.667,40 6.938.760,10 7.265.199,40 7.018.290,00 7.495.417,70 7.816.716,40 Sumber : BPS Kabupaten Semarang, 2013 dan RPJMD Kabupaten Semarang *) diprediksi oleh Bappeda kerjasama dengan BPS Perkembangan indikator makro ekonomi Kabupaten Semarang, didasarkan pada Target Tahun 2015 yang termuat dalam RPJMD Kabupaten Semarang Tahun 2010-2015, sedangkan untuk prediksi Tahun 2015 dan 2016 berdasarkan realisasi indikator makro ekonomi Tahun 2013 dan 2014. B. ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah. Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 10

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumbersumber penerimaan yang cukup kepada daerah dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan. Kebijakan keuangan daerah yang direncanakan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), khususnya rencana penerimaan daerah diarahkan untuk menjadi salah satu sumber pendanaan prioritas pembangunan daerah. Struktur APBD Kabupaten Semarang terdiri dari: (1) Pendapatan Daerah; (2) Belanja Daerah; (3) Pembiayaan Daerah. Pendapatan daerah Kabupaten Semarang Tahun Anggaran 2016 diproyeksikan meliputi: (1) Pendapatan Asli Daerah meliputi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah; (2) Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus; (3) Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah meliputi Bagi hasil pajak dari provinsi dan dari pemerintah daerah lainnya, Dana penyesuaian dan otonomi khusus untuk tunjangan profesi guru dan tambahan penghasilan guru PNSD, Bantuan keuangan dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya, serta Dana Desa yang bersumber dari APBN. Selanjutnya pada Belanja Daerah diproyeksikan terdiri dari: (1) Belanja Tidak Langsung meliputi Belanja Pegawai, Belanja Bunga, Belanja Subsidi (apabila memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan), Belanja Hibah, Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil, Belanja Bantuan Keuangan, Belanja Tidak Terduga; (2) Belanja Langsung terdiri atas Belanja Pegawai, Belanja Barang Jasa dan Belanja Modal. Pada struktur Pembiayaan Daerah Kabupaten Semarang terdiri dari: (1) Pembiayaan Penerimaan meliputi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tahun sebelumnya (SiLPA), Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; (2) Pembiayaan Pengeluaran meliputi Penyertaan modal (investasi) daerah, pembentukan dana cadangan, dan Pembayaran pokok utang. 1. Proyeksi Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan Salah satu sumber utama penerimaan daerah adalah pendapatan daerah. Pendapatan daerah yang direncanakan dalam APBD terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Dana transfer dalam bentuk dana perimbangan maupun dana bagi hasil dan bantuan keuangan provinsi diprediksikan masih dominan dalam sumber penerimaan APBD. Guna mendukung pembangunan daerah, pendapatan daerah harus dioptimalkan sehingga menghasilkan kapasitas keuangan daerah yang semakin tinggi. Realisasi pendapatan daerah pada masa sebelum tahun perencanaan serta target pada APBD tahun berjalan, akan memberikan gambaran peta kemampuan penerimaan daerah, yang selanjutnya dapat digunakan untuk menyusun proyeksi pada tahun perencanaan. Pada Tabel berikut ini disajikan data realisasi Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2014, rencana Pendapatan Tahun Anggaran 2015, proyeksi Pendapatan Tahun Anggaran 2016 dan 2017. Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 11

URAIAN Tabel 3.10 Realisasi, Prediksi dan Proyeksi Pendapatan Tahun 2014-2017 Kabupaten Semarang REALISASI TAHUN 2014 RENCANA TAHUN 2015 JUMLAH PROYEKSI TAHUN 2016 PROYEKSI TAHUN 2017 Pendapatan asli daerah 248.213.019.938,00 238.219.647.000,00 249.905.095.000,00 242.439.656.000,00 Pajak daerah 85.236.216.371,00 86.034.569.000,00 90.688.608.000,00 91.688.608.000,00 Retribusi daerah 22.217.858.666,00 26.043.345.000,00 26.300.298.000,00 27.369.795.000,00 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 5.957.795.241,00 6.621.447.000,00 6.621.447.000,00 6.621.447.000,00 Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah 134.801.149.660,00 119.520.286.000,00 126.294.742.000,00 116.759.806.000,00 Dana perimbangan 955.995.669.272,00 943.724.244.000,00 987.551.319.000,00 1.033.551.319.000,00 Dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak 39.852.319.272,00 43.031.839.000,00 43.031.839.000,00 43.031.839.000,00 Dana alokasi umum 848.736.010.000,00 876.672.925.000,00 920.500.000.000,00 966.500.000.000,00 Dana alokasi khusus 67.407.340.000,00 24.019.480.000,00 24.019.480.000,00 24.019.480.000,00 Lain-lain pendapatan daerah yang sah 324.790.778.946,00 367.312.962.000,00 461.099.929.000,00 518.940.880.000,00 Hibah 1.320.290.534,00 Dana darurat Bagi hasil pajak dari provinsi dan dari pemerintah daerah lainnya 104.432.238.412,00 104.344.634.000,00 135.544.874.000,00 135.544.874.000,00 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 172.713.810.000,00 234.582.715.000,00 234.582.715.000,00 234.582.715.000,00 Bantuan Keuangan dari provinsi pemerintah daerah lainnya Pendapatan Sumbangan dari pihak ketiga 3.225.000,00 Pendapatan Dana Intensif Daerah 3.000.000.000,00 43.321.215.000,00 33.131.389.000,00 33.131.389.000,00 Dana Desa bersumber APBN 28.385.613.000,00 57.840.951.000,00 115.681.902.000,00 JUMLAH PENDAPATAN DAERAH (1.1 +1.2+1.3) 1.528.999.468.156,00 1.549.256.853.000,00 1.698.556.343.000,00 1.794.931.855.000,00 Sumber: DPPKAD Kabupaten Semarang, 2015 Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 12

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010, agar dana pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat digunakan efektif dan efisien maka diperlukan kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah. Arah kebijakan berisi uraian tentang kebijakan yang akan dipedomani oleh Pemerintah Daerah dalam mengelola pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Tujuan utama kebijakan keuangan daerah adalah bagaimana meningkatkan kapasitas (riil) keuangan daerah dan mengefisiensikan penggunaannya. a. Arah Kebijakan Pendapatan Daerah Berdasarkan realisasi pendapatan daerah pada tahun terakhir, target pada APBD tahun berjalan dan proyeksi tahun rencana serta pertimbangan kemungkinan kebutuhan pendanaan dimasa mendatang, selanjutnya dirumuskan kebijakan yang terkait langsung dengan pos - pos pendapatan daerah dalam APBD Kabupaten Semarang. Adapun arah kebijakan pendapatan daerah meliputi: 1) Merencanakan penerimaan Pendapatan Daerah berdasarkan Peraturan Perundang - undangan yang memiliki kepastian hukum, dengan perkiraan yang terukur, rasional, sesuai potensi riil; 2) Meningkatkan koordinasi, konsultasi dan dukungan data dalam rangka optimalisasi penerimaan dana transfer dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi; 3) Optimalisasi kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah, sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah khususnya Pendapatan Asli Daerah; 4) Optimalisasi sumber - sumber PAD melalui pendataan, analisis dan perhitungan; 5) Meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak; 6) Meningkatkan sistem dan prosedur pemungutan, dan sosialisasi kepada wajib pajak (antara lain memberikan insentif kepada para petugas pemungut baik pajak maupun retribusi sesuai kapasitasnya, memberikan hadiah dan penghargaan kepada wajib pajak terbaik dan kepada SKPD pengelola pendapatan); 7) Meningkatkan koordinasi dan pengawasan terhadap pemungutan dan penatausahaan pendapatan daerah; 8) Melaksanakan kajian potensi pendapatan daerah dan melakukan peninjauan kembali berbagai kebijakan dalam rangka optimalisasi pendapatan daerah; 9) Meningkatkan dukungan operasional pemungutan pajak dan retribusi, dengan menyiapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. b. Arah Kebijakan Belanja Daerah Belanja daerah adalah salah satu komponen pengeluaran pemerintah daerah, yang digunakan untuk mendanai penyelenggaraan urusan pemerintah daerah, baik urusan wajib maupun urusan pilihan. Belanja daerah diklasifikasikan berdasarkan organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 13

belanja yang penganggarannya didasarkan kepada kemampuan keuangan daerah. Belanja daerah yang direncanakan tersebut dikelompokkan menjadi belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan SKPD, sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan SKPD. Sebagai salah satu entitas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka kebijakan belanja yang didanai dari APBD dipengaruhi pula oleh kebijakan yang berskala nasional dari pemerintah pusat dan kebijakan yang masuk dalam prioritas pembangunan Provinsi Jawa Tengah. Arah Kebijakan belanja daerah Tahun Anggaran 2016, sebagai berikut: 1) Memenuhi belanja wajib dan mengikat yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Daerah setiap tahunnya baik belanja tidak langsung maupun belanja langsung. 2) Memperhitungkan kebutuhan pokok penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelayanan kepada masyarakat. 3) Mendukung program/kegiatan berdasarkan prioritas pembangunan daerah, dengan mempertimbangkan kemampuan pendanaan dan kesinambungan dengan prioritas pembangunan Nasional dan Provinsi. 4) Memenuhi kebutuhan belanja yang diwajibkan berdasarkan sumber penerimaannya (antara lain: DAK, DBHCHT, DBH Pajak Rokok, Dana Kapitasi JKN, BLUD RSUD, Bantuan Keuangan Provinsi, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus), serta mengidentifikasi belanja dengan memperhatikan sumber pendapatan (antara lain: Dana Alokasi Umum diprioritaskan untuk pemenuhan belanja gaji dan tunjangan, belanja SKPD pelaksana urusan wajib; Dana Bagi Hasil Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan sebagian untuk pemeliharaan jalan, PAD untuk belanja SKPD pelaksana urusan pilihan). 5) Melanjutkan dukungan terhadap program Sistem Jaminan Sosial Nasional. 6) Memenuhi kewajiban belanja dana transfer ke desa dalam bentuk bantuan keuangan maupun dana bagi hasil pajak dan retribusi daerah, berdasarkan peraturan perundang - undangan yang mengatur tentang Desa. 7) Mendukung persiapan pelaksanaan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terkait persiapan penataan kewenangan pemerintah dan penyelesaian P3D. 8) Merencanakan alokasi belanja tidak langsung untuk hibah dan belanja bantuan sosial baik berupa uang maupun barang, belanja bantuan keuangan kepada desa, belanja tidak terduga, berdasarkan prioritas pembangunan daerah, serta disesuaikan dengan ketersediaan dana dan pemenuhan prioritas kebutuhan belanja langsung. Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 14

9) Meningkatkan konsistensi tahapan perencanaan dari awal disusunnya prioritas program dan kegiatan, dengan memperhatikan kesesuaian tahapan kegiatan, sehingga belanja yang direncanakan pada APBD merupakan biaya yang benar - benar diperlukan untuk mendukung tahapan/alur kegiatan. 10) Meningkatkan kualitas belanja baik dari sisi perencanaan maupun pelaksanaan dengan menekan belanja: a) Honorarium kepanitiaan kegiatan, pembentukan Tim yang bersifat kepanitiaan hanya untuk kegiatan yang memerlukan koordinasi lintas sektoral, atau dipersyaratkan oleh perundang - undangan yang berlaku. b) Sewa gedung dan kendaraan, dengan memanfaatkan asset yang tersedia. Pelaksanaan kegiatan memperhatikan kemanfaatan dan prioritas kebutuhan, sewa hanya boleh dilakukan apabila gedung pemerintah daerah dan kendaraan yang tersedia tidak mampu memenuhi kriteria yang dibutuhkan. c) Perjalanan dinas ke luar daerah, kegiatan perjalanan dinas luar daerah ditekankan untuk menghasilkan masukan bagi rumusan kebijakan yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah, dengan tetap membatasi volume dan jumlah peserta. d) Belanja modal untuk pengadaan peralatan kantor dan perlengkapan gedung kantor, pengadaan barang modal dimaksud harus memperhatikan rencana kebutuhan barang unit kerja, dan ketersediaan barang tersebut di SKPD. Dihindari penganggaran belanja modal yang tidak memberikan kontribusi optimal untuk penyelesaian tugas dan fungsi SKPD. Sebagai gambaran penerimaan dan kebutuhan pengeluaran daerah Kabupaten Semarang, Tabel di bawah ini menampilkan realisasi Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014, rencana Belanja Tahun Anggaran 2015, proyeksi Belanja Tahun Anggaran 2016 dan 2017. Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 15

URAIAN Tabel 3.11 Realisasi, Prediksi dan Proyeksi Belanja Tahun 2014-2017 Kabupaten Semarang REALISASI TAHUN 2014 RENCANA TAHUN 2015 JUMLAH PROYEKSI TAHUN 2016 PROYEKSI TAHUN 2017 Belanja Tidak Langsung 855.998.500.490,02 1.056.699.611.000,00 1.121.495.879.612,00 1.217.304.095.669,00 Belanja Pegawai 780.567.690.951,00 899.105.969.000,00 945.478.632.000,00 979.638.947.357,00 Belanja Bunga 2.040.112,00 2.576.000,00 2.040.112,00 2.040.112,00 Belanja Subsidi Belanja Hibah 13.977.043.420,00 21.827.496.000,00 6.000.000.000,00 5.000.000.000,00 Belanja Bantuan Sosial 7.161.792.500,00 230.000.000,00 200.000.000,00 200.000.000,00 Belanja bagi hasil retribusi kepada Badan/lembaga 172.225.000,00 806.201.000,00 806.201.000,00 806.201.000,00 Belanja bagi hasil pajak dan retribusi kepada Pemerintah Desa* Belanja Bantuan Keuangan kepada Pemerintahan Desa 11.234.697.000,00 11.698.890.600,00 11.905.840.300,00 52.623.204.420,00 120.376.691.000,00 154.194.134.900,00 216.635.085.900,00 Belanja Bantuan Keuangan kepada Partai Poliitik 997.208.337,02 1.115.981.000,00 1.115.981.000,00 1.115.981.000,00 Belanja tidak terduga 497.295.750,00 2.000.000.000,00 2.000.000.000,00 2.000.000.000,00 JUMLAH BELANJA TIDAK LANGSUNG 855.998.500.490,02 1.056.699.611.000,00 1.121.495.879.612,00 1.217.304.095.669,00 Belanja Langsung 649.316.819.625,23 571.324.845.000,00 577.051.829.388,00 577.619.125.331,00 Belanja Pegawai 22.607.320.360,00 29.398.793.000,00 Belanja Barang dan Jasa 354.444.084.222,23 328.828.008.000,00 Belanja Modal 272.265.415.043,00 213.098.044.000,00 JUMLAH BELANJA LANGSUNG 649.316.819.625,23 571.324.845.000,00 577.051.829.388,00 577.619.125.331,00 TOTAL JUMLAH BELANJA 1.505.315.320.115,25 1.628.024.456.000,00 1.698.547.709.000,00 1.794.923.221.000,00 Sumber: DPPKAD Kabupaten Semarang, 2015 Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 16

Pada proses penyusunan perencanaan Tahun Anggaran 2016, maka proyeksi pendapatan dan belanja Tahun Anggaran 2017 yang disajikan sebagaimana Table di atas, akan ditinjau kembali sesuai dengan kondisi satu tahun sebelum tahun perencanaan. c. Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah Pembiayaan daerah adalah seluruh transaksi keuangan Pemerintah Daerah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan/atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya, hasil divestasi (dana bergulir) atau pinjaman daerah. Sementara pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah, pembayaran pokok utang yang jatuh tempo. Kebijakan Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2016, diarahkan sebagai berikut: 1) Kebijakan Pembiayaan Penerimaan: Pada tahun 2016 tidak merencanakan pembiayaan penerimaan, karena belum adanya rencana pengembalian atas investasi daerah maupun pinjaman daerah. 2) Kebijakan Pembiayaan Pengeluaran: Pembiayaan pengeluaran yang direncanakan pada tahun 2016 merupakan kewajiban yang merupakan kewajiban daerah yaitu memenuhi kewajiban pembayaran pokok hutang. Perkembangan pembiayaan daerah disajikan sebagaimana Tabel sebagai berikut: Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 17

URAIAN Tabel 3.12 Realisasi, Prediksi dan Proyeksi Pembiayaan Tahun 2014-2017 Kabupaten Semarang REALISASI TAHUN 2014 RENCANA TAHUN 2015 JUMLAH PROYEKSI TAHUN 2016 PROYEKSI TAHUN 2017 Penerimaan pembiayaan 152.542.418.070,16 83.284.870.000,00 - - Sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SILPA) 152.542.418.070,16 65.784.870.000,00 Pencairan Dana Cadangan 17.500.000.000,00 Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan Penerimaan pinjaman daerah Penerimaan kembali pemberian pinjaman Penerimaan piutang daerah JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN 152.542.418.070,16 83.284.870.000,00 - - Pengeluaran pembiayaan 9.235.903.364,00 4.517.267.000,00 8.634.000,00 8,634,000,00 Pembentukan dana cadangan 3.500.000.000,00 4.500.000.000,00 Penyertaan modal (Investasi) daerah 5.727.270.000,00 Pembayaran pokok utang 8.633.364,00 17.267.000,00 8.634.000,00 8,634,000,00 Pemberian pinjaman daerah Pembayaran hutang jangka pendek JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN 9.235.903.364,00 4.517.267.000,00 8.634.000,00 8,634,000,00 JUMLAH PEMBIAYAAN NETTO 143,306,514,706,16 78.767.603.000,00 (8.634.000,00) (8.634.000,00) Sumber: DPPKAD Kabupaten Semarang, 2015 Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 18

Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa komponen SiLPA Tahun Anggaran sebelumnya merupakan salah satu komponen pembiayaan penerimaan, seiring dengan terus dilakukannya upaya untuk menyusun perencanaan daerah serta penggunaan sumber dana secara efektif dan efisien. Pada perencanaan awal Tahun Anggaran 2016 dan 2017 tidak diproyeksikan penerimaan pembiayaan dari SiLPA Tahun Anggaran sebelumnya, selanjutnya akan diperkirakan pada saat perencanaan perubahan APBD. Penyertaan Modal (investasi) daerah juga belum direncanakan pada RKPD Tahun 2016, karena belum ada kewajiban yang mengikat berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Semarang terhadap penyertaan modal dimaksud. Rencana Kerja Pembangunan Daerah III - 19