BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN"

Transkripsi

1 BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Arah Dan Kebijakan Ekonomi Daerah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Pertumbuhan Ekonomi Kondisi ekonomi makro Kabupaten Agam secara umum cukup baik dengan ditandai dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 mencapai 6,82 % dan tahun 2013 ditargetkan mencapai 6,85%. Kondisi ekonomi makro Kabupaten Agam tidak lepas dari pengaruh kondisi global, Nasional dan Provinsi Sumatera Barat. Dimana pada pada tahun 2012 perekonomian dirasakan semakin kondusif waulaupun mengalami lonjakan harga produk pertanian yang berdampak pada peningkatan inflasi. Nilai Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Agam atas dasar harga konstan Tahun 2012 mencapai Rp. 3, Milyar dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar Rp ,04 Milyar terdapat peningkatan sebesar Rp.201,80 Milyar. Konstribusi PDRB tahun 2012 tersebut berasal dari sektor pertanian sebesar 36,47%, sektor Pertambangan dan pengalian sebesar 3,80%, sektor industri pengolahan 12,66%, sektor listrik gas dan air bersih 0,88%, sektor konstruksi 5,03%, sektor perdagangan, hotel dan restoran 17,26%, sektor pengangkutan dan komunikasi 4,71% sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan 3,32% dan sektor jasa-jasa 15,87%. Sedangkan nilai PDRB Kabupaten Agam tahun 2012 Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) mencapai 8.381,13 milyar rupiah naik dari tahun 2011 yang sebesar 7,412,06 milyar rupiah. Dilihat realisasi struktur perekonomian Kabupaten Agam, selama periode 2008 sampai 2012 serta target tahun 2013 didominasi oleh 4 (empat) sektor, yaitu Pertanian, perdagangan hotel dan restoran, jasa-jasa,, dan industri pengolahan. Konstribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) per sektor realisasi Tahun 2008 sampai tahun 2012 dan target Tahun 2013 terlihat dalam Tabel berikut: Tabel III.1 Konstribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) per sektor Tahun 2008 s/d 2013 Realisasi Tahun Target NO Sektor % % % % % % 1 Pertanian 40,9 41,38 40,71 40, ,05 2 Pertambangan & Penggalian 4,11 4,11 4,07 4, ,08 3 Industri Pengolahan 11,38 10,59 10,35 11, ,85 4 Listrik,Gas, & Air bersih 0,92 0,9 0,82 0, ,84 5 Konstruksi 5,21 5,28 6,14 5, ,54 6 Perdagangan, Hotel, & Restoran 7 Pengangkutan & Komunikasi angangkutan & Komunikasi 8 Keuangan, sewa, & Js. Perusahaan 15,3 14,99 15,18 15, ,36 5,2 5,19 5,28 5, ,6 3,9 3,87 3,79 3, ,7 9 Jasa-jasa 13,07 13,69 13,64 13, ,98 RKPD Tahun

2 Dilihat dari ketenagakerjaan, jumlah penduduk usia kerja tahun 2011 sebanyak orang yang terdiri dari jumlah angkatan kerja sebanyak orang atau sebesar 65,61 % dan sisanya sebesar orang atau 34,39% adalah Bukan Angkatan Kerja yaitu penduduk sedang mengikuti sekolah, menjadi ibu rumah tangga, atau kegiatan lainnya. Dari jumlah angkatan kerja tersebut sebanyak orang yang berkerja atau 94.44% dan sebanyak orang pengangguran terbuka atau sebesar 5.56%. Tingkat partisipasi Angkatan Kerja pada tahun 2011 sebesar 44,,92%. Pada tahun 2012 jumlah penduduk usia kerja meningkat menjadi orang yang terdiri dari jumlah Angkatan Kerja sebanyak orang atau sebesar 70,01 % dan sisanya sebesar orang atau 29,99% adalah Bukan Angkatan Kerja. Dari jumlah angkatan kerja tersebut sebanyak orang yang berkerja atau 96,29% dan sebanyak orang pengangguran terbuka atau sebesar 3,71%. Tingkat partisipasi Angkatan Kerja pada tahun 2012 sebesar 46,39 %. Tabel III.2 Perkembangan Angkatan Kerja Kabupaten Agam Tahun Keterangan Realisasi Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Terbuka Pengangguran Terbuka (%) 5,56 6,16 3,71 Jumlah Penduduk Tingkat Partisipasi AK (%) 46,11 44,92 46,39 Target , ,20 Laju pertumbuhan jumlah penduduk yang bekerja dan laju pertumbuhan jumlah pengangguran terbuka diperkirakan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian baik ditingkat lokal maupun nasional. Proyeksi persentase angkatan kerja yang menganggur selama tahun berkisar antara 6,16% sampai 3,71% seperti ditunjukkan pada Tabel III.2. Investasi baik yang dilakukan pemerintah maupun swasta diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga kerja secara optimal. Kondisi perekonomian Kabupaten Agam pada Tahun 2014 diharapkan tetap dapat tumbuh lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pencapaian peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut, yang menjadi perhatian serius dalam perencanaan pembangunan tahun 2014, dimana peningkatan inflasi sebagai dampak dari rencana Pemerintah Pusat menaikan harga BBM merupakan salah satu solusi menyelamatkan APBN Tahun 2013, sehubungan meningkatnya anggaran subsidi BBM dan listrik akibat melonjaknya harga BBM dunia. Kebijakan pembangunan nasional menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar sekitar 6,4 6,9 persen, dengan Strategi Perekonomian nasional meliputi empat hal yakni: pro-growth melalui pengendoran kebijakan fiscal, pro-job melalui insentif pajak untuk mendorong investasi dan ekspor serta meningkatkan pengeluaran untuk pembangunan infrastruktur. Pro-poor melalui subsidi khusus dan program pengamanan sosial bagi masyarakat miskin. Pro-environment melalui pengelolaan lingkingan hidup yang lebih baik. Memperhatikan kepada arah perekonomian nasional diatas dan kondisi makro ekonomi Provinsi Sumatera barat serta permasalahan dan tantangan yang akan dihadapi Kabupaten Agam, maka pertumbuhan ekonomi Kabupaten Agam ditargetkan sebesar 6.5 persen. Kebijakan ekonomi makro akan diarahkan untuk mendorong percepatan RKPD Tahun

3 pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, tidak terlepas peranan masyarakat karenanya diperlukan upaya peningkatan peran masyarakat dimaksud serta menjaga stabilitas ekonomi. Langkah-langkah kebijakan yan seharus dilakukan adalah: 1. Meningkatkan pembangunan dan perbaikan infrastruktur seperti jalan, jembatan dan pasar tradisional terutama di kawasan komuniti unggulan daerah dan pada sentra industri masyarakat. 2. Mengembangkan produk komoniti ekspor yang berbasis ekonomi lokal seperti, produksi hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, industri kerajinan lokal, serta mengembangkan industri makanan tradisional. 3. Upaya untuk menurunkan jumlah penduduk miskin juga akan didorong melalui berbagai program yang diarahkan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi yang prorakyat miskin, dengan menciptakan kesempatan dan lapangan kerja baru dengan mendorong dilakukannya investasi yang padat karya, terutama dari pelaksanaan proyek-proyek APBN dan APBD, disamping proyek investasi lembaga swasta dalam negeri dan luar negeri. 4. Memperkuat jejaring bisnis lokal melalui penyusunan kontrak-kontrak bisnis (contract farming) antara pengusaha lokal dan nasional dengan gabungan kelompok tani produsen komoditi unggulan, lembaga keuangan daerah, koperasi untuk menciptakan terjadinya persaingan di tingkat lokal dalam rangka menuju kepada keunggulan persaingan secara global. 5. Mengembangkan sistem pengaturan yang baik (good governace) dalam sistem pengelolaan pemerintah yang kondusif bagi peningkatan peluang investor dalam negeri dan luar negeri untuk menanamkan investasinya di Kabupaten Agam dengan mengurangi hambatan prosedur perijinan, adanya jaminan keamanan; meningkatkan kepastian hukum termasuk terhadap peraturan-peraturan daerah yang menghambat; serta mendorong komoditi nonmigas yang bernilai tambah tinggi. 6. Meningkatkan daya saing industri manufaktur dengan melakukan fasilitasi industri hilir komoditi primer, meningkatkan produktivitas dan akses UKM pada sumberdaya produktivitas. Tabel III.3 Indikator Makro Ekonomi No Indikator Makro Satuan Realisasi Proyeksi Tahun Bertambah /Berkurang PDRB (Harga Berlaku) 2. PDRB (Harga Konstan) 3. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi M ilyar (Rp.) M ilyar (Rp.) 7,412, ,13 969, , ,92 3,280, ,97 225, , ,59 % 5,94 6, ,83-6,85 6,86-6,90 4. Struktur PDRB Pendekatan Produksi atau Sektoral a. Pertanian % 40, ,87 40, b. Pertambangan dan Penggalian % 4, ,08 4, c. Industri Pengolahan % 11, ,9 9, d. Listrik, Gas dan air Minum % 0, ,07 0, e. Bangunan % 5, ,72 6, f. Perdagangan, Hotel, restoran % 15, ,09 15, RKPD Tahun

4 No Indikator Makro Satuan Realisasi Proyeksi Tahun Bertambah /Berkurang g. Pengakutan dan komunikasi % 5, ,1 5, h. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan % 3, ,02 3, j. Jasa-jasa % 13, , Penduduk Miskin % 9,39 9,14-0,3 8,70 8,42 6. Tingkat Pengangguran 6,16 3, ,50 3,30 7. IPM 73,74 8. Besaran ICOR (Incremental Capital Output Ratio) 9. Pendapatan Perkapita (Harga Berlaku) 10. Rasio dan perbandingan-perbandingan Juta (Rp) 3,15 16,10 17,56 1,46 19,6 - Pajak Daerah terhadap PDRB ( % ) ( % ) 0,29 0,29-0,0 0,32 0,34 - Biaya pendidikan terhadap PDRB ( %) ( % ) 15,1 15,59 0, Biaya kesehatan terhadap PDRB ( % ) ( % ) 1,89 2,26 0, Penerimaan Daerah (PAD dan dana Perimbangan) terhadap PDRB ( % ) ( % ) 23,3 23,88 0, , Tantangan Yang Dihadapi 1. Peningkatan investasi dan pertumbuhan sektor industri pengolahan masih kurang, kondisi ini perlu diimbangi dengan upaya lain yang dapat menggerakkan ekonomi masyarakat. Terhadap peningkatan investasi perlu dilakukan penyempurnaan sistem, sehingga dapat mengurangi ekonomi biaya tinggi yang dapat menarik investor. Kemudian dalam menggerakkan ekonomi masyarakat diperlukan program dan kegiatan yang lebih memberi dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat serta dilakukan evaluasi dan perbaikan sistem yang telah dilaksanakan. 2. Pembangunan bidang pertanian masih dihadapkan kepada permasalahan dan tantangan pokok diantaranya masih kurang memadainya infrastruktur pertanian, terutama jaringan irigasi dan jalan usaha tani sehingga menurunkan produktivitas pertanian; masih lemahnya diseminasi teknologi pertanian dan pemanfaatan teknologi tersebut kepada petani secara luas; masih lemahnya akses petani terhadap sumber informasi dan permodalan yang ada; dan belum optimalnya kelembagaan pertanian, khususnya kelembagaan pemerintah, di dalam mendukung sektor pertanian. 3. Pembangunan bidang perikanan masih dihadapkan kepada permasalahan dan tantangan pokok diantaranya; masih rendahnya tingkat pendidikan nelayan dan pembudidaya ikan serta kurangnya tenaga penyuluh di daerah; rendahnya tingkat kesejahteraan nelayan dan tingginya tingkat kemiskinan di wilayah pesisir; masih rendahnya akses nelayan dan pembudidaya ikan terhadap permodalan, layanan usaha, dan diseminasi teknologi pengolahan produk perikanan; usaha perikanan masih sektoral dan belum dilaksanakan secara terintegrasi sebagai satu kesatuan sistem agribisnis pada wilayah tertentu; masih rendahnya sarana dan prasarana perikanan yang ada; dan menurunnya kualitas lingkungan pesisir, serta menurunnya kualitas air baku dan lingkungan budidaya perikanan. 4. Masih rendahnya produktivitas UMKM dapat mengakibatkan produk yang dihasilkan kurang memiliki daya saing dan kualitas yang baik dalam memenuhi permintaan pasar domestik dan pasar internasional. Masalah daya saing dan produktivitas ini disebabkan antara lain oleh rendahnya kualitas dan kompetensi RKPD Tahun

5 kewirausahaan sumber daya manusia. Dengan demikian, tantangan ke depan adalah bagaimana menumbuhkan wirausaha yang berbasis Iptek, industri kreatif, dan inovasi. 5. Skala usaha mikro dan kecil dengan keterbatasan modal dan penguasaan teknologi sangat sulit untuk meningkatkan nilai tambah usahanya. Hal ini menyebabkan pendapatan yang diperoleh masih rendah. Oleh karena itu, tantangan usaha mikro dan kecil dalam meningkatkan nilai tambahnya adalah melalui penyediaan fasilitas pembiayaan dan penyediaan teknologi, serta perbaikan kinerja wadah kelembagaan usahanya melalui koperasi. Kinerja lembaga seperti koperasi diharapkan dapat berperan sebagai wadah gerakan ekonomi rakyat dan menunjukkan perbaikan kualitas berkoperasi yang signifikan 6. Disamping itu berdasarkan pengalaman yang ada selama ini sering terjadi keterlambatan realisasi program kegiatan yang ada dalam APBD, meskipun penetapan APBD pada tahun yang bersangkutan disahkan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan (akhir bulan Nopember tahun sebelumnya). Kondisi ini disebabkan keterlambatan proses perangkat pendukung dalam merealisasikan APBD dimaksud. Keterlambatan realisasi tersebut secara langsung juga mempengaruhi kondisi ekonomi masyarakat, dan untuk tahun 2012 kondisi seperti tersebut diharapkan tidak terjadi lagi, Artinya, mulai memasuki tahun 2012 semua program kegiatan bisa dilaksanakan segera sesuai aturan yang berlaku, sehingga memberikan pengaruh terhadap peningkatan perekonomian masyarakat. 7. Mempercepat Pengurangan Pengangguran dan Kemiskinan. Angka pengangguran terbuka dan angka kemiskinan jumlah yang tersisa masih cukup besar, walaupun upaya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin telah dilakukan secara cermat dan sungguh-sungguh, namun memasuki tahun 2013 masih banyak permasalah tantangan dan kendala yang harus dihadapi. Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam upaya percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin antara lain adalah sebagai berikut: a. Jumlah penduduk miskin pada akhir tahun 2012 masih cukup besar, yaitu 9,14 persen. Kesenjangan tingkat kemiskinan antar kecamatan juga masih besar, dimana 5 kecamatan memiliki tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dari rata-rata Kabupaten. Jumlah penduduk miskin masih terkonsentrasi di daerah perdesaan serta masih lemahnya kelembagaan ekonomi perdesaan dalam mendukung pengembangan sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian perdesaan. b. Permasalahan yang juga masih harus dihadapi adalah kapasitas produksi dan akses terhadap berbagai sumberdaya produktif bagi masyarakat miskin masih jauh di bawah tingkat yang memungkinkan untuk berusaha dalam upaya meningkatkan pendapatan serta memenuhi kebutuhan dasarnya. Di lain pihak, kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang diharapkan menjadi sandaran bagi masyarakat miskin untuk meningkatkan kondisi ekonomi mereka, masih menghadapi kendala seperti iklim usaha yang kurang kondusif, produktivitas yang rendah yang tidak terlepas dari rendahnya kualitas produk sehingga melemahkan daya saing, keterbatasan terhadap sumberdaya produktif serta akses terhadap pasar serta keterbatasan teknologi. c. Dari sisi peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, pangan, dan sanitasi masih rendah. Hal ini disebabkan terbatasnya akses jangkauan layanan, baik karena lokasi yang jauh terutama di wilayah tertinggal, ketidaktersediaan sarana dan prasarana, maupun karena ketidakmampuan secara ekonomi. Hal ini telah mengakibatkan besarnya jumlah penduduk hampir miskin yang rentan terhadap berbagai gejolak akibat dari krisis ekonomi maupun bencana. RKPD Tahun

6 d. Meskipun berbagai program penanggulangan kemiskinan telah diterapkan, namun kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan secara luas belum efektif. Ketidakefektifan berbagai kebijakan dan program tersebut antara lain karena: (i) masih rendahnya keterkaitan antara pertumbuhan penyerapan tenaga kerja peningkatan pendapatan; (ii) masih rendahnya keterkaitan antara pemenuhan kebutuhan dasar dengan program sektoral terkait; serta (iii) fokus dan efektivitas program-program masih rendah karena belum menggunakan data yang seragam serta koordinasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi di kabupaten maupun di tingkat kecamatan dan nagari masih lemah. e. Di samping itu. kapasitas pemerintahan daerah (Pemda dan DPRD) dalam mengarahkan program penanggulangan kemiskinan ke sasaran belum optimal. Selain itu, pembangunan berbagai bidang/sektor di daerah masih perlu ditingkatkan fokus dan keterpaduannya pada pembangunan wilayah dan manusianya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka, dan bukan membangun sektor-sektor di daerah. 3.2 Arah Kebijakan Keuangan Daerah Kebijakan fiskal tahun 2014 diarahkan, pertama; diarahkan untuk dapat membiayai pengeluaran dalam rangka pembiayaan pemerintah yang efektif, efisien dan bebas dari pemborosan maupun korupsi, Kedua; kebijakan fiskal diarahkan untuk dapat turut serta dalam memelihara dan memantapkan stabilitas perekonomian dan berperan sebagai pendorong pertumbuhan perekonomian daerah,. ketiga; kebijakan fiskal diarahkan untuk dapat mengatasi masalah mendasar yang menjadi perioritas pembangunan daerah yaitu: (a) Penanggulangan Kemiskinan; (b) peningkatan kesempatan kerja dan investasi; (c) Revitalisasi pertanian dan pembangunan nagari; (d) peningkatan kualitas dan aksesibilitas terhadap pendidikan dan layanan kesehatan; (e) mewujudkan kepemerintahan yang baik; (f) penanggulangan bencana alam. 3.3 Arah Kebijakan Pendapatan Daerah Arah kebijakan pendapatan daerah sangat ditentukan oleh kapasitas keuangan daerah dan kerangka pendanaan pada dasarnya dilakukan dengan menganalisis sejauh mana kebijakan pengelolaan keuangan daerah dan analisis kerangka pendanaan yang telah dibuat dalam RPJMD masih relevan atau dapat dipakai pada tahun rencana. Dalam empat tahun terakhir ( ) Rata-rata pertumbuhan Pendapatan Daerah Kabupaten Agam sebesar 15,17% dimana PAD rata-rata pertumbuhannya sebesar 18,41%, Dana Perimbangan 14,23% dan lain-lain Pendapatan Yang Sah sebesar 29,69%. Berdasarkan porporsi Pendapatan Daerah dalam tiga tahun terakhir pendapatan daerah didominasi oleh dana perimbangan dimana pada Tahun 2011 mencapai 73,65% sedangkan yang bersumber dari Pendapatan asli daerah hanya 4,96%. Tahun 2012 pendapatan yang bersumber dari Dana perimbangan mengalami peningkatan menjadi 79,35%, pendapatan asli daerah sebesar 4,73%. Sedangkan Tahun 2013 Dana Perimbangan meningkat menjadi 80.56% sedangkan PAD hanya 4,85% dan lain-lain Pendapatan yang Sah sebesar 14,59. Dari gambaran kapasitas keuangan daerah dan kerangka pendanaan empat tahun terakhir, maka proyeksi penerimaan daerah Tahun 2014 yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperkirakan mencapai Rp. 52,323,415,779 yang terdiri dari Pajak daerah Rp , kenaikan pajak daerah dibandingkan tahun 2013 diantaranya disebabkan pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan ke daerah sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Retribusi daerah Rp Hasil RKPD Tahun

7 pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp ,- dan Lain-lain pendapatan Asli Daerah yang sah Rp ,-. Dana Perimbangan Rp ,- terdiri dari Bagi Hasil Pajak Rp ,- Dana Alokasi Umum (DAU) Rp ,- dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sekitar Rp ,- Lain lain Pendapatan daerah yang sah Rp ,- Dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya Rp ,- Berdasarkan prediksi tersebut, maka jumlah pendapatan tahun 2014 diperkirakan sebanyak Rp ,-. Perkembangan realisasi pendapatan daerah Kabupaten Agam Tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 dan target Tahun 2013 serta proyeksi Tahun 2014 tergampat pada Tabel berikut: Tabel III.4 Realisasi dan Target Pendapatan Daerah Kabupaten Agam Tahun No. URAIAN REALISASI TAHUN 2010 TAHUN 2011 TAHUN 2012 TARGET TAHUN 2013 PROYEKSI TAHUN 2014 Pendapatan , , , Pendapatan Asli Daerah , , , a Pajak daerah , , ,456,686, b Retribusi daerah , , ,959,229, c Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan , , ,297,500, d Lain-lain pad yang sah , , ,610,000, Dana Perimbangan , , , a Bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak , , , ,782,381, b Dana alokasi umum , , , ,00 c Dana alokasi khusus , , , Lain-Lain Pendapatan Yang Sah a Pendapatan hibah b Bagi hasil pajak dari propinsi , c d Dana penyesuaian dan otonomi khusus Bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya , , Dalam upaya menciptakan kemandirian daerah terutama dibidang keuangan, pemerintah daerah dituntut untuk dapat menggali potensi-potensi ekonomi daerah yang dapat dijadikan sumber-sumber pendapatan daerah. Sesuai dengan pasal 157 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sumber-sumber pendapatan daerah terdiri dari: RKPD Tahun

8 a. Pendapatan Asli Daerah Kebijakan yang dilakukan dalam upaya peningkatan pendapatan asli daerah Kabupaten Agam antara lain: 1. Dalam merencanakan target pendapatan daerah dari kelompok PAD ditetapkan secara rasional dengan mempertimbangkan realisasi penerimaan tahun lalu, potensi, dan asumsi pertumbuhan ekonomi yang dapat mempengaruhi, serta rincian obyek penerimaan; 2. Memfasilitasi masuknya investasi ke daerah, baik oleh swasta maupun BUMN dan penyusunan regulasi peraturan daerah tentang pendapatan daerah yang tidak bertentangan dengan kebijakan investasi (pro investasi); 3. Upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah dan retribusi daerah serta lainlain pendapatan yang sah terus ditingkatkan sesuai potensi pungutan; 4. Mengoptimalkan kinerja BUMD, yakni PDAM untuk meningkatkan kontribusi pada pemerintah daerah; 5. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pajak dan restribusi daerah dalam upaya peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam membayar pajak restribusi daerah; 6. Menyelenggarakan pelayanan prima melalui pengadaan sarana dan prasarana yang dapat memberikan kenyamanan dan keamanan serta pelayanan yang cepat dan sederhana dengan didukung teknologi informasi yang memadai. b. Dana Perimbangan Penerimaan dana perimbangan berasal dari bagi hasil pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sampai saat ini penerimaan dana perimbangan memberikan konstribusi yang sangat dominan terhadap total pendapatan Kabupaten Agam. Beberapa usaha yang dilakukan dalam peningkatan penerimaan dari dana perimbangan ini antara lain: 1. Meningkatkan akurasi data daerah sebagai dasar perhitungan pembagian dalam Dana Perimbangan; 2. Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan Dana Perimbangan. c. Lain-lain Pendapatan yang sah Pendapatan daerah yang berasal dari lain-lain pendapatan yang sah, berupa dana bagi hasil pajak provinsi serta bantuan dari pemerintah. Usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka peningkatan penerimaan daerah ini antara lain : 1) Meningkatkan koordinasi dengan pemerintah pusat serta berusaha untuk mencari peluang-peluang mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa hibah dan dana penyesuaian otonomi daerah. 2) Melakukan koodinasi dengan pemerintah provinsi dalam peningkatan peneriman pajak provinsi karena hal ini akan menyangkut besarnya bagi hasil untuk daerah dari pajak provinsi. 3.4 Arah Kebijakan Belanja Daerah Dalam pengalokasian dan peningkatan anggaran, baik terhadap SKPD maupun pemerintah nagari dituntut kualitas belanja publik yang lebih baik agar memberikan manfaat yang optimal. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kebijakan pembiayaan pembangunan melalui SKPD diarahkan untuk: 1. Mengutamakan alokasi pada kegiatan pembangunan yang yang bersifat prioritas dan menggunakan anggaran secara efektif, efesien, ekonomis dan transparan dalam rangka mencapai sasaran-sasaran pembangunan. Berkaitan dengan hal ini, penyediaan pelayanan dan investasi pemerintah daerah lebih diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang benar-benar menjadi tugas pemerintah daerah. Sementara itu, peran swasta/masyarakat lebih didorong melalui peningkatan patisipatif. 2. Mengingat peran daerah yang makin besar, maka RKPD Tahun

9 harus dilakukan pemilahan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh SKPD dan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah nagari sehingga menghindari tumpang tindih dan sekaligus meningkatkan keterpaduan upaya pemerintah daerah secara keseluruhan. 3. Mengalokasikan pendanaan pada SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) serta perkiraan kapasitas masing-masing SKPD dalam mengimplementasikan programprogram pembangunan. Pelaksanaan pembangunan dapat diselesaikan sesuai dengan rencana dan meminimalkan dana yang tersedia, dengan memperhatikan arah kebijakan untuk melaksanakan prioritas pembangunan daerah pada tahun 2014 Belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah terkait fungsi pemerintah daerah itu sendiri. Belanja daerah terdiri dari dua pos besar belanja yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung. 1. Arah Kebijakan belanja tidak langsung adalah : a. Terutama pemenuhan pada pengeluaran gaji PNS dengan mengantisipasi kenaikan gaji pada tahun b. Pengurangan belanja bantuan sosial dan belanja hibah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bahwa belanja hibah dan bantuan sosial tidak boleh terlalu besar dengan tetap menacu pada Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Hibah dan bansos. c. Belanja tak terduga diarahkan penggunaannya untuk mengantisipasi kejadian kebencanaan baik bencana alam maupun bencana sosial. 2. Selanjutnya belanja langsung diarahkan untuk : a. Mengalokasikan anggaran untuk pemenuhan 9 prioritas pembangunan yang tersebar pada urusan pokok dan urusan pilihan b. Meningkatkan alokasi anggaran untuk fungsi pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat. c. Menganggarkan untuk program pro rakyat melalui dana stimulan, peningkatan infrastruktur yang menunjang peningkatan ekonomi rakyat, meningkatkan anggaran untuk mitigasi dan kesiap siagaan bencana. d. Meningkatkan belanja publik atau belanja modal guna membiayai kegiatan pembangunan dalam rangka pengembangan kawasan dan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya dapat dijabarkan lebih lanjut sebagaimana dituangkan dalam format/tabel berikut : Tabel III.5 Realisasi dan Target Belanja Pendapatan Daerah Tahun No. URAIAN REALISASI TAHUN 2010 TAHUN 2011 TAHUN 2012 TARGET TAHUN 2013 PROYEKSI TAHUN 2014 BELANJA 594,603,515, ,088,014, ,727,663, ,024,428,771, , BELANJA TIDAK LANGSUNG 471,173,692, ,237,896, ,891,016, , ,52 a Belanja pegawai. 416,512,671, ,853,763, ,348,806, ,053,522, ,52 b. Belanja hibah 19,297,269,031 2,222,923,000 4,845,000, ,825,000,000 1,825,000,000 c. Belanja Bantuan Organisasi Sosial 11,718,516,401 12,069,599,015 4,171,778, ,764,351, ,00 d Belanja Bagi Hasil Pajak untuk Nagari - 32,099,291 1,203,114, ,000,000 76,000,000 e Belanja Bantuan Keuangan Kepada Nagari 22,472,359,629 21,741,627,023 24,293,211, ,919,961,000 27,919,961,000 f Belanja Tidak Terduga 1,172,875,500 2,317,884,060 2,029,104, ,000,000,000 2,000,000,000 BELANJA LANGSUNG 123,429,822, ,850,118, ,836,647, ,789,936, RKPD Tahun

10 3.4.1 Arah Kebijakan Penerimaan Pembiayaan Daerah Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan mapun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan terdiri dari penerimaan pembiayaan daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah. Penerimaan Pembiayaan Daerah berupa sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah dan penerimaan piutang daerah. Arah Kebijakan Pengeluaran pembiayan Daerah diperuntukan untuk penyertaan modal pada Bank Nagari serta pembayaran pokok hutang Realisasi Pembiayaan pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 dan target Tahun 2013 serta Proyeksi Tahun 2014 disajikan dalam bentuk Tabel berikut; Tabel III.6 Realisasi dan Target Pembiayaan Tahun No. URAIAN REALISASI TAHUN 2010 TAHUN 2011 TAHUN 2012 TARGET TAHUN 2013 PROYEKSI TAHUN PEMBIAYAAN 37,515,316,471 56,749,066,520 43,735,549,574 75,620,461,583 83,049,182,152 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 38,930,872,671 59,727,965,520 48,374,549,574 80,666,461,583 88,095,182,152 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu 38,930,872,671 59,727,965,520 48,374,549,574 80,666,461,583 88,095,182,152 PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 1,415,556,200 2,978,899,000 4,639,000,000 5,046,000,000 5,046,000,000 Penyertaan Modal (Investasi) 1,081,000,000 2,978,899,000 4,639,000,000 5,046,000,000 5,046,000,000 Pembayaran pokok hutang 334,556, RKPD Tahun

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Sleman Tahun 2014 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2015-2016 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015 merupakan masa transisi pemerintahan dengan prioritas

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan ekonomi daerah disusun dalam rangka memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam rencana kerja Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Pengelolaan keuangan daerah Pemerintah Kota Medan tahun 2005-2009 diselenggarakan sesuai dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah Kota Bogor Salah satu indikator perkembangan ekonomi suatu daerah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 1. Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kondisi makro ekonomi Kabupaten Kebumen Tahun

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Sleman Tahun 2011 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2012-2013 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2015 DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Nota Kesepakatan...

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Perekonomian suatu daerah merupakan bagian integral dari sistem perekonomian nasional dan regional, yang saling berpengaruh antara

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. ARAH KEBIJAKAN EKONOMI DAERAH Perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Bali

Pemerintah Provinsi Bali BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan pendapatan daerah yang memiliki fungsi sebagai

Lebih terperinci

Nomor : 050 / 1447 / / 2015 Nomor : 170 / 1070 / / 2015 Tanggal : 24 Juli 2015 Tanggal : 24 Juli 2015

Nomor : 050 / 1447 / / 2015 Nomor : 170 / 1070 / / 2015 Tanggal : 24 Juli 2015 Tanggal : 24 Juli 2015 PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGAWI Nomor : 050 / 1447 / 404.202 / 2015 Nomor : 170 / 1070 / 404.040 / 2015

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR Nomor : 02/KB/BTD-2012 01/KSP/DPRD-TD/2012 TANGGAL 31 JULI 2012 TENTANG KEBIJAKAN UMUM

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Hal mendasar dalam perencanaan pembangunan tahunan adalah kemampuannya dalam memproyeksikan kapasitas riil keuangan daerah secara

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. ARAH KEBIJAKAN EKONOMI DAERAH Berdasarkan RPJMD Kota Jambi, tahun 2016 merupakan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang merupakan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Sleman Tahun 2013 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2014-2015 dapat digambarkan

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu BAB - III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kinerja Keuangan Masa Lalu Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kebijakan Umum Anggaran Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum mengenai pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan Kabupaten Sleman memuat tentang hasil-hasil analisis dan prediksi melalui metode analisis ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi pemerintah, membangun dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN 2.1 EKONOMI MAKRO Salah satu tujuan pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat, sehubungan dengan itu pemerintah daerah berupaya mewujudkan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016

PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016 PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2015 DAFTAR ISI Daftar Isi... i Daftar Tabel...

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3. 1. Arah Kebijakan Ekonomi 3.1.1. Kondisi Ekonomi Tahun 2014 dan Perkiraan Tahun 2015 Peningkatan dan perbaikan kondisi ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

PERUBAHAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

PERUBAHAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016 PERUBAHAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Maksud Perubahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU BAB V ANALISIS APBD 5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 5.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi- i. Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii

DAFTAR ISI. Daftar Isi- i. Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii DAFTAR ISI Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I.1 1.2 Tujuan... I.4 1.3 Dasar Hukum... I.4 BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Kondisi

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi)

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi) Disampaikan dalam Konsultasi Publik Rancangan Awal RPJMD Kab. Gunungkidul 2016-2021 RABU, 6 APRIL 2016 OUT LINE REALISASI (2011 2015) a. Pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan

Lebih terperinci

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Penetapan KUPA Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Tahun Anggaran 2017 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY Kompleks Kepatihan Danurejan Yogyakarta (0274)

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1 1. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) 1 2. Tujuan Penyusunan KUA 2 3. Dasar Hukum Penyusunan KUA 3

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1 1. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) 1 2. Tujuan Penyusunan KUA 2 3. Dasar Hukum Penyusunan KUA 3 DAFTAR ISI Hal BAB I PENDAHULUAN 1 1. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) 1 2. Tujuan Penyusunan KUA 2 3. Dasar Hukum Penyusunan KUA 3 BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 4 1. Perkembangan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 Oleh: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN MALANG Malang, 30 Mei 2014 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN

Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu kegiatan utama bagi pemerintah daerah disamping pelayanan dan operasional internal birokrasi. Dengan telah diterapkannya Otonomi Daerah

Lebih terperinci

BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Kerangka Ekonomi Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah merupakan kerangka implementatif atas pelaksanaan RKPD Kabupaten Sijunjung Tahun

Lebih terperinci

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode No. Rek Uraian Sebelum Perubahan Jumlah (Rp) Setelah Perubahan Bertambah / (Berkurang) 1 2 3 4 5 116,000,000,000 145,787,728,270 29,787,728,270 (Rp) 3.1.1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2015 (KUA APBD PERUBAHAN T.A. 2015)

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2015 (KUA APBD PERUBAHAN T.A. 2015) KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2015 (KUA APBD PERUBAHAN T.A. 2015) KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG TAHUN 2015 NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN (RPJMD) Tahun 20162021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Kabupaten Pandeglang dikelola berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku diantaranya UndangUndang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah Kota Bogor Salah satu indikator utama perkembangan ekonomi suatu

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan, oleh karena itu pengelolaan keuangan daerah selalu

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN ANGGARAN 2010 NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 5.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Di sisi penerimaan daerah, dengan berbagai upaya untuk peningkatan pendapatan asli daerah terus dilanjutkan, PAD diharapkan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja keuangan daerah terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah dapat diukur dari kontribusi masing-masing

Lebih terperinci

BAB 3 RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 3 RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB 3 RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi ke depan masih bertumpu pada sektor pertanian yang kontribusinya

Lebih terperinci

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR Nomor : 03/KB/BTD-2012 02/KSP/DPRD-TD/2012 TANGGAL 31 JULI 2012 TENTANG PRIORITAS DAN

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM 10. URUSAN KOPERASI DAN UKM Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 22 TAHUN 2014 T e n t a n g :

PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 22 TAHUN 2014 T e n t a n g : PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 22 TAHUN 204 T e n t a n g : PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 5 TAHUN 203 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH ( R K P D ) KABUPATEN AGAM TAHUN 204 PERATURAN BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka daerah diberi wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri hal ini telah diamanatkan dalam

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan 2008-2013 Penyusunan Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada dasarnya bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri BAB III. GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

Lebih terperinci

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 APBD merupakan penjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran Pemerintah Daerah serta tugas pokok dan fungsi unit

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahuntahun sebelumnya (20102015), serta kerangka pendanaan. Gambaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam ketentuan umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, Standar Pelayanan Minimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah merupakan komponen paling penting dalam perencanaan pembangunan, sehingga analisis mengenai kondisi dan proyeksi keuangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman BAB III PENUTUP... 13

DAFTAR ISI. Halaman BAB III PENUTUP... 13 DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBK... 1 1.2. Tujuan Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBK... 2 1.3. Dasar Hukum Penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU Taryono Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci