BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

Setelah akhir dari perkuliahan ini, mahasiswa mampu mengembangkan lingkungan pendidikan yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi peserta

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB 1 PENDAHULUAN. membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida

BAB II LANDASAN TEORI

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB II TINJAUAN TEORI. proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang. diharapkan oleh masyarakat pada umumnya (Casmini, 2007).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jawab dengan kelanjutan kehidupan pendidikan anak-anaknya karena pengaruh yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KONSEP DIRI PADA REMAJA USIA TAHUN DI SMA PGRI I TUBAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. mengkomunikasikan ide-ide dan keyakinannya. atau perkembangan, yang salah satunya melalui pendidikan di Taman Kanak-

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian perkawinan menurut para ahli sbb : santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tenteram dan bahagia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa (Rumini, 2000). Berdasarkan World Health. Organization (WHO) (2010), masa remaja berlangsung antara usia 10-20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep locus of control pertama kali dirumuskan oleh Rotter berdasarkan teori

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. empiris yang mendasari perubahan kurikulum adalah fakta di lapangan. menunjukkan bahwa tingkat daya saing manusia Indonesia kurang

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orangtua sangat berperan dalam meletakan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orangtua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar diresapinya dan kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya (Aisyah, 2010). Pola asuh orangtua terdiri dari dua dimensi yaitu Parent Warmth ( Dimensi Kehangatan ) dan Parent Control (Dimensi Kendali ) yang saling berhubungan satu sama lain. Dimensi kehangatan menunjukan respon afeksi pada anak. Sedangkan dimensi kendali adalah aspek dimana orangtua mengendalikan perilaku anak untuk memastikan bahwa peraturan mereka di patuhi. 1. Berdasarkan kedua dimensi di atas, maka terdapat tiga kategori pola asuh orangtua yaitu: a. Permissive, Orangtua bersikap menerima keputusan anak, murah hati dan agak pasif dalam hal kedisiplinan, menerima tingkah laku yang 14

15 ditampilkan anak, menuruti setiap permintaan anak dan memberikan perhatian yang berlebihan kepada anak tanpa menegakkan otoritasnya sebagai orangtua, pola asuh ini mepunyai indikator antara lain: 1) Memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada batasan dan aturan dari orangtua. 2) Anak tidak mendapat hadiah ataupun pujian meski anak berperilaku sosial baik. 3) Anak tidak mendapat hukuman meski anak melanggar peraturan. 4) Orangtua kurang kontrol terhadap perilaku dan kegiatan anak sehari-hari. 5) Orangtua hanya berperan sebagai pemberi fasilitas. b. Authoritarian atau pola asuh otoriter: Orangtua menjunjung tinggi kepatuhan kenyamanan dan disiplin yang berlebihan, orangtua lebih menekankan pemberian hukuman terhadap kesalahan dalam hal ini anak tidak dikasih penjelasan terlebih dahulu, pola asuh otoriter mempunyai indikator antara lain: 1) Orangtua menerapkan peraturan yang ketat. 2) Tidak adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat. 3) Segala peraturan yang dibuat harus dipatuhi oleh anak. 4) Berorientasi pada hukuman ( fisik maupun verbal ) 5) Orangtua jarang memberikan hadiah maupun pujian.

16 c. Authoritative atau pola asuh demokratis Pola asuh orangtua sangat memperlihatkan kehangatan dalam keluarga tetapi mendidik dengan keras, menjunjung tinggi kemandirian tetapi menuntut tanggung jawab akan sikap anak, pola asuh demokratis mempunyai indikator antara lain: 1) Adanya kesempatan pada anak untuk berpendapat. 2) Hukuman diberikan akibat perilaku salah. 3) Memberi pujian atau hadiah pada perilaku benar. 4) Orangtua membimbing dan mengarahkan tanpa memaksakan kehendak kepada anak. 5) Orangtua memberi penjelasan secara rasional jika pendapat anak tidak sesuai. 6) Orangtua mempunyai pandangan masa depan yang jelas terhadap anak. Pola asuh orangtua dikatakan positif ketika orangtua mampu untuk berfikir positif kepada anak yang akan menumbuhkan konsep dan pemikiran yang positif serta sikap menghargai diri sendiri, dan dikatakan pola asuh negatif bila orangtua sering melakukan hal-hal negatif, seperti suka memukul, mengabaikan, kurang memperhatikan, melecehkan, menghina, bersikap tidak adil, tidak pernah memuji, suka marah-marah dan seterusnya, dianggap sebagai hukuman akibat kekurangan, kesalahan ataupun kebodohan dirinya. Sikap negatif orangtua akan mengundang pertanyaan pada anak, dan menimbulkan

17 asumsi pada dirinya tidak cukup berharga untuk dikasihi, disayangi dan dihargai, dan semua itu akibat kekurangan yang ada padanya sehingga orangtua tidak memberikan kasih sayang. Muthmainnah (2012). 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh pada anak menurut (Edward, 2006). a. Pendidikan Orangtua Hasil riset dari Sir Godfrey Thomson menunjukan bahwa pendidikan diartikan sebagai pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tepat didalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap. Orangtua yang sudah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap dalam menjalankan peran asuh, selain itu orangtua akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan yang normal. b. Lingkungan Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orangtua terhadap anaknya. c. Budaya Sering kali orangtua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat di sekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan,

18 Orangtua pun mengharapkan kelak anaknya dapat di terima di masyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orangtua dalam memberikan pola asuh terhadap anaknya. B. Perilaku Emosional 1. Pengertian Perilaku Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri, perilaku juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau tidak langsung dan hal ini berarti bahwa perilaku terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi yakni yang disebut rangsangan dengan demikian suatu rangsangan tertentu akan menghasilakan reaksi perilaku tertentu (Notoatmodjo, 2007). Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2010) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. 2. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus Skinner membedakan perilaku menjadi dua : a. Perilaku Tertutup Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada

19 perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. b. Perilaku Terbuka Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakannyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain. (Skinner dalam Notoatmodjo 2010) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon. Aspek-aspek dalam diri individu yang sangat berperan atau berpengaruh dalam perubahan perilaku adalah persepsi, motivasi dan emosi. Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu. Motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan sesuatu kebutuhan. Dorongan dalam motivasi diwujudkan dalam bentuk tindakan (Sarwono, 2006). 3. Menurut Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007) ada 3 faktor yang memengaruhi perubahan perilaku individu maupun kelompok sebagai berikut : a. Faktor yang mempermudah Mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan

20 dengan kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. b. Faktor Pendukung Antara lain ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. c. Faktor Pendorong Faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan sikap suami, orangtua, tokoh masyarakat dan petugas kesehatan. C. Emosional Emosi adalah luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat, keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan) keberanian yang bersifat subjektif. Emosi dapat diartikan sebagai suatu gejala yang menimbulkan efek pada sikap dan tingkah laku dalam bentuk ekspresi tertentu. Emosi dirasakan dalam psikofisik karena terkait langsung dengan perasaan dan fisik, ketika emosi bahagia meledak-ledak secara psikis memberi kepuasan. Emosi seperti halnya perasaan yang bergerak dari positif sampai dengan yang bersifat negatif, (Sugono dkk, 2008) Beberapa faktor seperti keluarga, sekolah dan teman sepermainan dianggap sebagai faktor penyebab perilaku kenakalan remaja. Banyak ahli percaya bahwa keluarga yang bermasalah merupakan penyebab utama dalam pembentukan masalah emosional pada anak yang dapat mengarah pada

21 masalah sosial dalam jangka panjang. Orangtua yang terlibat dari kenakalan remaja biasanya gagal dalam memberi penguatan pada perilaku positif anak usia dini, seterusnya orangtua tidak terlibat secara positif terhadap perkembangan anak hingga beranjak remaja. Tak jarang anak mendapatkan perlakuan yang tidak seharusnya didapatkan atau kekerasan dalam keluarga, bahwa keadaan lingkungan keluarga yang kritis dan tidak mendukung akan secara signifikan berhubungn dengan permasalahan perilaku pada remaja. 1. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Perilaku Emosional a. Faktor Internal yaitu faktor dari dalam diri individu yang salah satunya berupa kematangan emosi yang kurang baik. Seseorang yang telah matang emosinya berarti pula dapat mengendalikan luapan emosi dan nafsu, sehingga individu tersebut dapat mengelolanya dengan baik. b. Faktor Eksternal berupa reaksi atau respon emosi yang diluapkan individu, respon emosi yaitu perasaan subjektif yang bervariasi dari rasa kecewa, jengkel, ataupun luapan kegembiraan yang ditujukan kepada dirinya sendiri. Masalah emosi dan perilaku pada anak remaja dapat berdampak negatif terhadap tumbuh kembang dan kehidupan sehari-hari mereka. Gangguan perkembangan kognitif, kesulitan memusatkan perhatian yang akhirnya berujung pada kesulitan belajar, memori atau daya ingat yang buruk, atau tingkah laku yang tidak adekuat di dalam lingkungan pergaulan di sekolah, dapat menjadi titik tolak

22 berkembangnya pola perilaku menyimpang dan kriminalitas dimasa dewasa (Beesdo dkk, 2007). 2. Emosi memiliki Enam karakteristik: a. Emosi berasal dari proses bio-evolusi, b. Emosi biasanya tanggap terhadap rangsangan ekologis yaitu berlaku, tetapi emosi mungkin dipengaruhi oleh temperamen atau kepribadian, evaluasi budaya, dan proses epigenetik lainnya. c. Emosi biasanya diaktivkan oleh sebuah proses persepsi yang sederhana (misalnya melihat ular dijalan anda) yang tidak memerlukan penilaian yang komplek. d. Perasaan yang unik atau komponen motivasi adalah fase dari proses neurobiologis evolusi berasal. Setiap emosi urutan pertama memiliki fungsi regulasi yang unik yang memodulasi kognisi dan tindakan, e. Berbeda dengan Negara afektif siklus atau proses seperti lapar, haus, dan gairah seksual, emosi menyediakan sumber terus-menerus motivasi dan informasi yang memandu kognisi dan tindakan. Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi, Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual mempengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis (Yusuf, 2008).

23 D. Pengertian Remaja Remaja adalah masa peralihan dimana perubahan psikologis yang terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan kehidupan sosial, Perubahan fisik mencakup organ seksual yaitu alat-alat reproduksi sudah mencapai kematangan dan mulai berfungsi dengan baik (Sarwono W.S,2006). Remaja berdasarkan definisi konseptual World Health Organization (WHO) yang mendefinisikan remaja berdasarkan 3 (tiga) kriteria, yaitu : biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Biologis, Remaja adalah situasi masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Psikologis, Remaja adalah suatu masa ketika individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Sosial Ekonomi, Remaja adalah suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono W.S, 2006). 1. Tahap Perkembangan Remaja Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antara umur 12-21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18-21 tahun adalah masa remaja akhir (Monks, 2008). Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap perkembangan yaitu :

24 a. Masa remaja awal (12-15 tahun), Dengan ciri khas antara lain : 1) Lebih dekat dengan teman sebaya. 2) Ingin bebas. 3) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak. b. Masa remaja tengah (15-18 tahun), Dengan ciri khas antara lain : 1) Mencari identitas diri. 2) Timbulnya keinginan untuk kencan. 3) Mempunyai rasa cinta yang mendalam. 4) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak. 5) Berkhayal tentang aktivitas seks. c. Masa remaja akhir (18-21 tahun), Dengan ciri khas antara lain : 1) Pengungkapan identitas diri. 2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya. 3) Mempunyai citra jasmani dirinya. 4) Dapat mewujudkan rasa cinta. 5) Mampu berfikir abstrak. Menurut WHO (World Health Organization) mendefinisikan remaja secara konseptual, dibagi menjadi tiga kriteria yaitu biologis, psikologis dan social ekonomi (Sarwono, 2012). Secara lengkapn definisi tersebut berbunyi sebagai berikut: a. Remaja berkembang mulai dari pertama kali menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai mencapai kematangan seksual.

25 b. Remaja mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi menuju keadaan yang relative lebih mandiri. Secara psikologis, remaja adalah suatu usia ketika individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia saat anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang tang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar (Ali dan Asrori, 2012).

26 E. Kerangka Teori Jenis-Jenis Pola Asuh: 1. Permisive 2. Otoriter 3. Demokratis Perilaku Emosional Faktor yang mempengaruhi pola asuh a) Pendidikan Orang tua b) Lingkungan c) Budaya Faktor Yang Menyebabkan Perilaku Emosional a) Faktor Internal : faktor yang berpengaruh dari dalam seperti keluarga b) Faktor Eksternal : faktor yang berpengaruh dari luar seperti masyarakat, teman bermain, lingkungan. Sumber : Suwanto (2009), Solihin (2009)

27 F. Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen Pola Asuh Orangtua Perilaku Emosional Tabel 2.2 Kerangka Konsep G. Hipotesis Penelitian Ha: Ada hubungan antara pola asuh orangtua dengan perilaku emosional pada anak remaja di Desa Penaruban Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga. Ho: Tidak ada hubungan antara pola asuh orangtua dengan perilaku emosional pada anak remaja di Desa Penaruban Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga.