LAPORAN AKHIR STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan TAHUN 2015 KABUPATEN NGAWI

dokumen-dokumen yang mirip
Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

( ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT ) KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) PPSP Kabupaten Pohuwato.

LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN

KATA PENGANTAR. Bantaeng, 7 Desember 2016 Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bantaeng Ketua, ABDUL WAHAB, SE, M.Si Sekretaris Daerah

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan)

LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON

KATA PENGANTAR LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN BANGGAI 2014

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan)

BAB 5 BUKU PUTIH SANITASI 2013

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

1.2 Maksud. 1.3 Tujuan dan Manfaat. 1.4 Pelaksana Studi EHRA

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

KATA PENGANTAR. Bontang, November 2011 TIM STUDI EHRA KOTA BONTANG. Laporan Studi EHRA Kota Bontang

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

LAMPIRAN I HASIL KAJIAN ASPEK NON TEKNIS DAN LEMBAR KERJA AREA BERISIKO

LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2013

ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA)

Pasir Pengaraian, Mei Bupati Rokan Hulu. H. Achmad, M.Si

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KAPUAS. Kelompok Kerja Sanitasi/Pokja AMPL Kabupaten Kapuas

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2013 BAB 1 PENDAHULUAN

Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/kota karena:

5.1. Area Beresiko Sanitasi

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BANJARMASIN

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

Profil Sanitasi Wilayah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA PALANGKA RAYA

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT 2014

DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL/SANITASI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243

Laporan Study EHRA Kota Lhokseumawe Utara

LAPORAN STUDI EHRA(Environmental Health Risk Assessment)

KATA PENGANTAR. Tarempa, September 2016 Ketua Pokja Studi EHRA Kabupaten Kepulauan Anambas SAHTIAR, SH, MM NIP

Bab 3: Profil Sanitasi Wilayah

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

NOTULEN KICK OFF MEETING PROGRAM PPSP KABUPATEN JEMBRANA

LAPORAN STUDI EHRA ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT

ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SUMENEP

LAPORAN PELAKSANAAN STUDI EHRA KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TAHUN 2016

Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA

BAB V Area Beresiko Sanitasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA)

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) TAHUN (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN SAMBAS

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BALANGAN

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB V STRATEGI MONITORING DAN EVALUASI

KATA PENGANTAR. Cimahi, 2015 Ketua Pokja AMPL Kota Cimahi (...)

PENYUSUNAN KEBIJAKAN STRATEGI SANITASI KOTA TANGERANG 1

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

DINAS KESEHATAN KOTA CIMAHI

ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

Environmental Health Risk Assessment (EHRA) \ Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara. lain:

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT)

PERAN PEREMPUAN DAYA AIR, SANITASI DAN HIGIENE UNTUK KESEJAHTERAAN ETTY HESTHIATI LPPM UNIV. NASIONAL

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT)

Tabel Deskripsi Program / Kegiatan

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

L-3. Kerangka Kerja Logis TABEL KKL. Pemutakhiran SSK Kabupaten Batang L3-1

DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL KABUPATEN ROTE NDAO

MAKSUD & TUJUAN ISU STRATEGIS & PERMASALAHAN AIR LIMBAH. Tujuan umum : KONDISI EKSISTING

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

LAMPIRAN V DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN

Transkripsi:

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Jl. Teuku Umar No. 12 Ngawi Kode Pos 63211 Telp. (0351) 746709 Fax (0351) 745956 Email:Bappeda@ngawikab.go.id LAPORAN AKHIR STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan TAHUN 2015 KABUPATEN NGAWI Disusun oleh : BAPPEDA KABUPATEN NGAWI Tahun Anggaran 2015

KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. atas Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya, sehingga Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) / Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan tahun 2015 bisa diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Studi EHRA merupakan salah satu dari beberapa studi primer yang harus dilakukan untuk menyusun dokumen Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Ngawi pada Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Secara substansi, hasil Studi EHRA memberi data ilmiah dan faktual tentang ketersediaan layanan sanitasi di tingkat rumah tangga dalam skala kabupaten. Komponen sanitasi yang menjadi obyek studi EHRA meliputi limbah cair domestik, limbah padat/persampahan dan drainase lingkungan, serta Perilaku Higiene dan Sanitasi termasuk praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS). Muatan pertanyaan dalam kuesioner dan lembar pengamatan telah diarahkan sesuai dengan 5 (lima) pilar sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Studi EHRA ini telah disusun seakurat mungkin dengan melibatkan semua pihak, yang berkompeten, untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah melakukan survei lapang, entry data, memberikan saran, pendapat dan kontribusinya sehingga Studi EHRA dapat terselesaikan dengan baik. Kami menyadari bahwa Studi EHRA masih terdapat berbagai kekurangan. Kami harap adanya masukan dan saran untuk penyempurnaan Studi EHRA ini, sehingga nantinya mampu memenuhi kebutuhan informasi yang terkait dengan kesehatan lingkungan di oleh semua pihak secara lengkap dan akurat. Akhir kata, Semoga Studi EHRA ini dapat memberi manfaat kepada Pemerintah Kabupaten Ngawi khususnya, dan lembaga profesional, akademisi (Perguruan Tinggi), dunia usaha (PT) dan stakeholder sanitasi pada umumnya, dalam upaya mendukung program pengelolaan sanitasi guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Ngawi, Desember 2015 KEPALA BIDANG PRASARANA WILAYAH BAPPEDA KABUPATEN NGAWI AGUS SUTOPO, S.STP, MT NIP. 19750822 199511 1003 Bappeda i

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR FOTO... RINGKASAN EKSEKUTIF... i ii iii iv v vi vii BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. 1.2. 1.3. Latar Belakang... Tujuan dan Manfaat... Waktu Pelaksanaan Studi EHRA... BAB II. METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA... 4 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. Penentuan Kebijakan Sampel Pokja Sanitasi... Penentuan Strata Desa/Kelurahan... Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Target Area Studi EHRA... Penentuan RT dan Responden di Lokasi Area Studi EHRA... Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah Tugasnya... BAB III. HASIL STUDI EHRA... 13 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7. 3.8. Informasi Responden... Pengelolaan Sampah Rumah Tangga... Pembuangan Air Kotor/Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja... Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Banjir... Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga... Perilaku Higiene dan Sanitasi... Kejadian Penyakit Diare... Indeks Resiko Sanitasi ( IRS )... BAB IV. PENUTUP... 48 4.1. Kesimpulan... 48 4.2. 4.3. Hambatan/Kendala... Saran... 1 2 2 5 6 8 9 11 13 18 22 26 30 33 37 40 48 49 Bappeda ii

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1. Jadwal Pelaksanaan Studi EHRA... 2 Tabel 2.1. Kategori Strata Berdasarkan Kriteria Utama Stratifikasi... 8 Tabel 2.2. Desa/Kelurahan Target Area Survei EHRA di... 9 Tabel 2.3. Nama Supervisor serta Wilayah Tugasnya... 11 Tabel 3.1. Informasi Responden Studi EHRA... 17 Tabel 3.2. Area Berisiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA... 21 Tabel 3.3. Area Berisiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA... 25 Tabel 3.4. Area Berisiko Genangan Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA... 29 Tabel 3.5. Area Risiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA... 32 Tabel 3.6. Area Berisiko Perilaku Higiene dan Sanitasi Berdasarkan Hasil Studi EHRA... 36 Tabel 3.7. Kejadian Diare pada Penduduk Berdasarkan Hasil Studi EHRA... 37 Tabel 3.8. Skoring Studi EHRA Berdasarkan Indeks Resiko Sanitasi (IRS)... 38 Bappeda iii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Peta Wilayah Studi EHRA 9... Gambar 3.1. Responden Menurut Hubungan Dengan KK... 14 Gambar 3.2. Responden Menurut Kelompok Umur... 14 Gambar 3.3. Responden Menurut Tingkat Pendidikan... 15 Gambar 3.4. Responden Menurut Status Rumah... 15 Gambar 3.5. Responden Berdasarkan Kepemilikan SKTM... 16 Gambar 3.6. Responden Berdasarkan Kepemilikan askeskin... 16 Gambar 3.7. Responden Berdasarkan Kepemilikan anak... 17 Gambar 3.8. Kondisi Sampah Rumah Tangga... 19 Gambar 3.9. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga... 19 Gambar 3.10. Praktik Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga... 20 Gambar 3.11. Jenis Sampah Yang Dipilah Sebelum Dibuang... 21 Gambar 3.12. Tempat Buang Air Besar Orang Dewasa... 22 Gambar 3.13 Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja... 23 Gambar 3.14. Waktu Terakhir Pengurasan Tanki Septik... 23 Gambar 3.15. Praktik Pengurasan Tanki Septik... 24 Gambar 3.16. Kualitas Tanki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman... 24 Gambar 3.17. Tempat Pembuangan Tinja Anak... 25 Gambar 3.18. Rumah Tangga Yang Pernah Mengalami Banjir... 26 Gambar 3.19. Rumah Tangga Yang Mengalami Banjir Rutin... 26 Gambar 3.20. Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir... 27 Gambar 3.21. Lokasi Genangan Di Sekitar Rumah... 27 Gambar 3.22. Kepemilikan SPAL... 28 Gambar 3.23. SPAL yang Berfungsi... 28 Gambar 3.24. Pencemaran SPAL... 29 Gambar 3.25. Penggunaan Sumber Air Bersih... 30 Gambar 3.26. Sumber Air Minum dan Memasak... 30 Gambar 3.27. Pengolahan Air Sebelum Digunakan Untuk Minun Dan Masak... 31 Gambar 3.28. Cara Mengolah Air Untuk Diminum... 31 Gambar 3.29. Pemakaian Sabun Pada Hari Ini Atau Kemarin... 33 Gambar 3.30. Praktik CTPS Pada Lima Waktu Penting... 33 Gambar 3.31. Melakukan CTPS di Lima Waktu Penting... 34 Gambar 3.32. Ketersediaan Sarana CTPS di Jamban... 34 Gambar 3.33. Pola Pemanfaatan Sabun Dalam Kehidupan Sehari Hari... 35 Gambar 3.34. Praktik Penduduk Yang Melakukan BABS... 35 Gambar 3.35. Kejadian Penyakit Diare... 36 Bappeda iv

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Pelaksanaan Pelatihan Supervisor dan Enumerator Studi EHRA 2015 Halaman... 50 Lampiran 2. Stratifikasi Desa/Kelurahan Studi EHRA 2015... 51 Bappeda v

DAFTAR FOTO Halaman Foto 1. Pelatihan Enumerator.... 58 Bappeda vi

RINGKASAN EKSEKUTIF Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) di bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan. Hasil dari studi EHRA ini adalah sebagai salah satu bahan utama untuk menyusun dokumen Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Ngawi pada Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Metode penentuan target area survei secara geografi dan demografi melalui proses Stratifikasi dengan metode sampling yang digunakan adalah Cluster Random Sampling. Penetapan Strata dilakukan berdasarkan 4 (empat) kriteria utama yaitu jumlah kepadatan penduduk, angka kemiskinan, daerah/wilayah yang dialiri sungai/saluran drainase/saluran irigasi, daerah terkena banjir. Dari kesepakatan di tingkat Pokja Sanitasi, disepakati bahwa untuk Target Area Studi EHRA tahun 2015 akan dilaksanakan di 19 Kecamatan yang meliputi 40 Desa/Kelurahan di wilayah. Sedangkan untuk penentuan jumlah sampel/responden dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di setiap Desa/Kelurahan. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan diambil 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden, jumlah sampel 40 responden per desa/kelurahan, dengan demikian total responden sebanyak 1.600 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu atau anak perempuan yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 65 tahun. Hasil analisis mengenai Indeks Resiko Sanitasi (IRS) berdasarkan 5 variabel yaitu sumber air, air limbah domestik, persampahan, genangan air dan perilaku hidup bersih sehat adalah dari 217 desa/kelurahan di wilayah terdapat 9 Desa/Kelurahan kategori 4 beresiko sangat tinggi; 14 Desa/Kelurahan kategori 3 beresiko tinggi; 177 Desa/Kelurahan kategori 2 beresiko sedang; 17 Desa/Kelurahan kategori 1 kurang beresiko terhadap sanitasi. Berdasarkan indeks resiko sanitasi tersebut diatas, prioritas masalah yang mendesak adalah : a. Persampahan. - Masih minimnya masyarakat yang menjadi penerima layanan sampah sehingga diperlukan suatu upaya dari pemerintah, swasta dan masyarakat dalam hal pengelolaan sampah mulai dari pemilahan sampah di rumah, pengumpulan sampah dari rumah, pemilahan dan pengangkutan sampah ke TPS serta pemilahan dan pengangkutan sampah ke TPA. Bappeda vii

- Mayoritas masyarakat melakukan pembakaran yang akan menyebabkan polusi udara yang pada akhirnya akan merusak lapisan ozon dan menimbulkan efek rumah kaca. Untuk itu perlu di lakukan kegiatan sosialisasi mengenai hal tersebut. - Di samping membakar sampah, masyarakat terutama di pedesaan yang mempunyai lahan kosong yang luas membuang sampahnya di tempat tersebut sehinnga dapat mencemari tanah dan sumber air. Perlu dilakukan sosialisasi pengolahan sampah menjadi kompos. - Masih minimnya masyarakat yang memanfaatkan sampah menjadi barang yang bernilai ekonomis. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan yang lebih intensif mengenai pengelolaan sampah dengan metode 3 R (Reuse, Reduce, Recycle). b. Air limbah domestik. - Masih di temuinya masyarakat yang BAB di sembarang tempat terutama di daerah aliran sungai. Untuk itu diperlukan suatu upaya merubah perilaku mereka supaya mau BAB di jamban dengan cara melakukan pemicuan. - Masih banyaknya jamban keluarga model cubluk yang bisa mencemari sumber air bila jaraknya < 10 meter dari sumber air. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya penggunaan jamban yang sehat. c. Perilaku Hidup Bersih Sehat. - Sangat minimnya kesadaran masyarakat untuk melakukan cuci tangan pakai sabun (CTPS) di 5 waktu penting. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya CTPS di 5 waktu penting karena dapat mencegah dari penularan penyakit diare. - Minimnya media promosi untuk gerakan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Bappeda viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah studi partisipatif di tingkat yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat Kabupaten sampai ke Desa/Kelurahan. Studi EHRA merupakan salah satu bahan untuk penyusunan Penetapan Area Berisiko Sanitasi dan Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Ngawi tahun 2015. pada ini dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena : 1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat; 2. Data terkait dengan sanitasi dan higiene terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat Desa/Kelurahan serta data tidak terpusat melainkan berada di berbagai instansi/kantor/badan yang berbeda; 3. Isu sanitasi dan higiene masih dipandang kurang penting sebagaimana terlihat dalam prioritas usulan melalui Musrenbang; 4. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat Kabupaten dan Kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat Desa/Kelurahan; 5. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor pemerintahan secara eksklusif; 6. EHRA secara tidak langsung memberi amunisi bagi stakeholders dan warga di tingkat Desa/Kelurahan untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders Desa/Kelurahan. Studi EHRA berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat, seperti: Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup: (1) sumber air minum, (2) layanan pembuangan sampah, (3) jamban, dan (4) saluran pembuangan air limbah rumah tangga. Perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higinitas dan sanitasi dengan mengacu kepada STBM: (1) buang air besar, (2) cuci tangan pakai sabun, (3) pengelolaan air minum rumah tangga, (4) pengelolaan sampah dengan 3R, dan (5) pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan). Bappeda 1

1.2. Tujuan dan Manfaat Studi EHRA bertujuan untuk mengumpulkan data primer, untuk mengetahui: 1. Gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan; 2. Informasi dasar yang valid dalam penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan; 3. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi. Sedangkan manfaat Studi EHRA tahun 2015 adalah sebagai salah satu bahan referensi dalam penyusunan dokumen Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Ngawi pada tahun 2016. 1.3. Waktu Pelaksanaan Studi EHRA Waktu pelaksanaan studi EHRA di selama 3 (tiga) bulan efektif melalui beberapa tahapan: (1) persiapan pekerjaan meliputi: membangun kesepahaman tentang Studi EHRA, membentuk Tim Pelaksana Studi EHRA, dan menyiapkan anggaran Studi EHRA; (2) penentuan target area Studi EHRA meliputi: penentuan stratifikasi Desa/Kelurahan, penentuan Desa/Kelurahan; dan penentuan responden Studi EHRA; (3) pemilihan dan pelatihan supervisor dan enumerator; (4) pemilihan dan pelatihan petugas entri data; (5) pelaksanaan survei EHRA dilapang; (6) pelaksanaan entri data; dan (5) pengolahan data dan analisa data; dan (7) penyusunan pelaporan. Jadwal pelaksanaan Studi EHRA tahun 2015 untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel 1.1. sebagai berikut : Tabel 1.1. Jadwal Pelaksanaan Studi EHRA. Bulan N o Tenaga Pendukung September Oktober Nopember Desember 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Persiapan Pekerjaan Penentuan Target Area Studi 2 EHRA Pelatihan Supervisor dan 3 Enumerator 4 Pelatihan Petugas Entri Data Pelaksanaan Survei EHRA di 5 Lapang 6 Pelaksanaan Entri Data 7 Pengolahan Data dan Analisis Data 8 Penyusunan Laporan Bappeda 2

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Pokja Sanitasi dalam hal ini Bappeda. Selanjutnya, data EHRA diharapkan menjadi salah satu bahan referensi atau acuan untuk penyusunan dokumen Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Ngawi dan juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program-program sanitasi. Bappeda 3

BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA Studi EHRA memberi data ilmiah dan faktual tentang ketersediaan layanan sanitasi di tingkat rumah tangga dalam skala Kabupaten Sub sektor sanitasi yang menjadi obyek studi meliputi limbah cair domestik, limbah padat/sampah dan drainase lingkungan, serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) termasuk praktek Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). Muatan pertanyaan dalam kuesioner dan lembar pengamatan telah diarahkan sesuai dengan lima pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Pengorganisasian pertanyaan dalam kuesioner dan lembar pengamatan berikut penomorannya dibuat sedemikian rupa sehingga mempermudah pelaksanaan survei, entri maupun analisa data hasil studinya. EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni: (1) wawancara (interview); dan (2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah enumerator yang dipilih dari petugas kesehatan Puskesmas di lingkungan Bappeda. Sementara koordinator wilayah dan supervisor dipilih dari sanitarian di wilayah Kecamatan dan Puskesmas masing-masing wilayah survei. Sebelum turun ke lapangan, para supervisor dan enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan supervisor dan enumerator selama 1 (satu) hari. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi tentang instrumen. Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 30-45 menit. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib dibacakan oleh enumerator sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar. Pekerjaan entri data dikoordinir oleh Bappeda dan Tenaga Ahli. Sebelum melakukan entri data, petugas entri data terlebih dahulu mengikuti pelatihan data entry EHRA yang difasilitasi oleh Bappeda. Pelatihan petugas entri data dikenalkan pada struktur kuesioner dan perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi yakni program EPI Info dan SPSS. Untuk quality control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvei. Tim spot check secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Bappeda 4

Quality control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri dire-check kembali oleh Tim EHRA Bappeda. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali. Kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan tidak hanya bisa dilaksanakan oleh Bappeda semata. Agar efektif, Bappeda diharapkan bisa mengorganisir pelaksanaan secara menyeluruh. Adapun susunan Tim EHRA tahun 2015 adalah sebagai berikut : 1. Penanggung jawab : Sekretaris Daerah. 2. Koordinator Survey : Kepala Dinas Kesehatan. 3. Anggota : Anggota Pokja Sanitasi. 4. Koordinator wilayah : Kepala Puskesmas. 5. Supervisor : Sanitarian Puskesmas. 6. Tim Entry data : Tenaga Ahli. 7. Tim Analisis data : Tenaga Ahli. 8. Enumerator : Bidan. 2.1. Penentuan Kebijakan Sampel Pokja Sanitasi Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota dalam menentukan kebijakan sampelnya berpengaruh langsung pada penentuan jumlah Desa/Kelurahan area studi maupun penentuan jumlah respondennya. Dalam menentukan kebijakan, Pokja Sanitasi menggunakan pertimbangan-pertimbangan utama antara lain : a. Kemampuan Anggaran Pokja Sanitasi. b. Ketersediaan Sumber Daya Manusia pelaksana Studi EHRA. c. Desa/Kelurahan Prioritas sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Ngawi. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut diatas, Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota menentukan Kebijakan Sampelnya berupa ketentuan Desa/Kelurahan Area Studi atau ketentuan Jumlah Responden dalam Studi EHRA (salah satu) sebagai berikut : a. Menetapkan seluruh desa/kelurahan sebagai Area Studi EHRA; atau b. Menetapkan persentase desa/kelurahan dengan jumlah tertentu atau dengan kriteria tertentu sebagai Area Studi EHRA, misalnya : 25 % dari seluruh Desa/Kelurahan yang ada di Kabupaten/Kota atau desa/kelurahan prioritas/tertentu di wilayah perkotaan sesuai dengan RencanaTata Ruang Wilayah; atau Bappeda 5

c. Menetapkan jumlah responden/sampel tertentu yang akan diambil sebagai Sampel Studi EHRA untuk seluruh wilayah Kabupaten/Kota. Pokja Sanitasi dalam hal ini Bappeda memilih pilihan/cara yang pertama yaitu menetapkan seluruh Desa/Kelurahan di wilayah sebagai Area Studi EHRA. Sampel adalah bagian dari populasi, dimana anggota sampel adalah anggota yang dipilih dari populasi. Oleh karena itu pengambilan sampel dilakukan di daerah populasi yang telah ditetapkan sebagai target area studi. Desa/Kelurahan Area Studi, RT (Rukun Tetangga) Area Studi maupun Responden/Sampel Studi EHRA diharapkan bisa merepresentasikan/mewakili sifat dari populasi yang diwakilinya. Dalam Studi EHRA, Kabupaten/Kota yang Pokja Sanitasinya sudah menentukan semua Desa/Kelurahannya sebagai area studi bisa langsung menentukan Desa/Kelurahan target area studinya secara random (Random Sampling) dan dilanjutkan dengan melakukan random RT Target Area Studi kemudian dilanjutkan melakukan random untuk Responden/Sampel Studi EHRA. Sedangkan untuk Kabupaten/Kota yang menentukan jumlah tertentu atau dengan kriteria tertentu sebagai desa/kelurahan target area studinya atau Kabupaten/Kota yang menentukan jumlah tertentu sebagai responden/sampel Studi EHRA nya, sebelum melakukan Random Sampling dalam menentukan Desa/RT Target Area Studi dan Responden/Sampel, terlebih dahulu harus melaksanakan Stratifikasi Desa/Kelurahan untuk seluruh desa/kelurahan yang ada di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. 2.2. Penentuan Strata Desa/Kelurahan Desa/Kelurahan Area Studi dalam populasi mempunyai karakteristik geografi dan demografi yang sangat variatif (heterogen); agar keanekaragaman karakteristik tersebut bermakna bagi analisa studinya dan agar tidak terambil hanya dari kelompok tertentu saja maka kepada desa/kelurahan area studi harus dilakukan Stratifikasi terlebih dulu sebelum diambil sampelnya secara random (Stratified Random Sampling). Stratifikasi Desa/Kelurahan dalam studi EHRA dimaksudkan untuk mengklasifikasikan desa/kelurahan sesuai dengan strata/tingkatan risiko kesehatan lingkungan dari faktor geografi dan demografi. Stratifikasi Desa/Kelurahan di Kabupaten/Kota akan menghasilkan Strata/Tingkatan Risiko Kesehatan Lingkungan dari Desa/Kelurahan. Desa/Kelurahan yang terdapat pada Strata tertentu dianggap memiliki tingkat risiko kesehatan lingkungan yang sama. Dengan demikian, Bappeda 6

Desa/Kelurahan yang menjadi Area Studi pada suatu Strata akan mewakili Desa/Kelurahan lainnya yang bukan merupakan Area Studi pada Strata yang sama. Penetapan strata dapat memberikan indikasi awal strata/tingkatan risiko kesehatan lingkungan Desa/Kelurahan sehingga bisa dipakai sebagai sarana advokasi kepada para pemangku kepentingan di kecamatan agar lebih memperhatikan Desa/Kelurahan yang mempunyai strata risiko kesehatan lingkungan yang tinggi. Oleh karena itu Kabupaten/Kota yang tidak harus melakukan stratifikasi (karena sudah menentukan seluruh Desa/Kelurahannya sebagai area studi), bisa melakukan stratifikasi desa/kelurahannya karena hasilnya akan digunakan sebagai sarana advokasi. Penetapan Strata dilakukan berdasarkan 4 (empat) kriteria utama yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP dan wajib digunakan oleh semua Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota dalam melakukan Studi EHRA. Kriteria utama penetapan Strata tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap Kabupaten/Kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan. 2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau Desa/Kelurahan. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut: ( Pra-KS + KS-1) Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100% KK 3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat 4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut. Berdasarkan kriteria di atas, wilayah Desa/Kelurahan yang terdapat pada strata tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, Desa/Kelurahan yang menjadi area survei pada suatu strata akan mewakili desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survei pada strata yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko. Stratifikasi Desa/Kelurahan menghasilkan kategori strata sebagaimana dipelihatkan pada tabel 2.1. sebagai berikut : Bappeda 7

Tabel 2.1. Kategori Strata Berdasarkan Kriteria Utama Stratifikasi Kategori Strata Strata 1 Strata 2 Strata 3 Strata 4 Kriteria Bila suatu desa/kelurahan terdapat 1 (satu) kriteria utama stratifikasi. Bila suatu desa/kelurahan terdapat 2 (dua) kriteria utama stratifikasi. Bila suatu desa/kelurahan terdapat 3 (tiga) kriteria utama stratifikasi. Bila suatu desa/kelurahan terdapat 4 (empat) kriteria utama stratifikasi. 2.3. Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Target Area Studi EHRA Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala Kabupaten/Kota digunakan Rumus Slovin sebagai berikut: Dimana: n adalah jumlah sampel N adalah jumlah populasi d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 2,5% (d = 0,025) Dengan jumlah populasi rumah tangga sebanyak 881.532 KK maka jumlah sampel minimum yang harus dipenuhi adalah sebanyak 600 responden. Namun demikian Pokja Sanitasi menetapkan jumlah Desa/Kelurahan Target Area Studi EHRA adalah 40 Desa/Kelurahan di wilayah dari 217 Desa/Kelurahan. Jumlah sampel untuk tiap desa diambil sebanyak 40 responden. Sementara itu jumlah sampel RT per desa minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada dalam desa tersebut. Jumlah responden per desa sebanyak 40 rumah tangga yang tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT. Jadi Target Area Studi EHRA sebanyak 40 Desa/Kelurahan dengan jumlah 40 responden tiap Desanya, sehingga total responden yang di ambil sebanyak 40 X 40 = 1.600 responden. Secara terperinci Desa/Kelurahan target area Studi EHRA dan jumlah responden dapat dilihat pada tabel 2.2. sebagai berikut : Bappeda 8

Strata Tabel 2.2. Desa/Kelurahan Target Area Studi EHRA di Desa/Kelurahan Sesuai Kategori Strata Desa/Kelurahan Target Area Studi EHRA (100%) Total Responden (40 tiap Desa/Kelurahan) 1 42 8 320 2 124 23 920 3 40 7 280 4 11 2 80 Jumlah 217 40 1.600 Untuk lebih jelasnya Target Area Studi EHRA dapat dilihat pada gambar 2.1. peta wilayah Studi EHRA di bawah ini: Gambar 2.1. Peta Wilayah Studi EHRA 2.4. Penentuan RT dan Responden di Area Studi EHRA Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survei. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah 40 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu Bappeda 9

rumah tangga atau anak perempuan yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 65 tahun yang mampu dan bisa diajak berkomunikasi dengan baik. Untuk menentukan RT Area Studi, adalah sebagai berikut: a. Urutkan RT per RW per Desa/Kelurahan. b. Tentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT dan jumlah RT yang akan diambil. Contohnya adalah sebagai berikut : Jumlah total RT di desa/kelurahan : 58 Jumlah RT yang akan diambil : 8 Maka angka interval (AI) = jumlah total RT dibagi jumlah RT yang diambil. AI = 58/8 = 7,25 dengan pembulatan maka diperoleh AI = 7 c. Untuk menentukan RT pertama, kocoklah atau ambilah secara acak angka antara 1 7 (angka random). Sebagai contoh, angka random (RT ke-1) yang diperoleh adalah 3. Maka RT dengan nomor urut 3 terpilih sebagai RT ke-1 sebagai lokasi area studi. d. Untuk memilih RT berikutnya adalah 3 + 7= 10. Maka RT dengan nomor urut 10 terpilih sebagai RT ke-2 sebagai lokasi area studi; demikian seterusnya sampai diperoleh sebanyak 8 RT lokasi area studi Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Untuk menentukan responden di RT area studi, adalah sebagai berikut : Sebagai contoh misalnya : pada RT 4 RW II. a. Urutkan nomer rumah di RT 4 RW. II. b. Tentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total rumah dan jumlah responden yang akan diambil. Contohnya adalah sebagai berikut : Jumlah total rumah di RT 4 RW II : 30 Jumlah responden yang akan diambil : 5 Maka angka interval (AI) = jumlah total rumah di RT 4 RW II dibagi jumlah responden yang diambil. AI = 30/5 = 6 Bappeda 10

c. Untuk menentukan responden pertama, kocoklah atau ambilah secara acak angka antara 1 6 (angka random). Sebagai contoh, angka random (responden 1) yang diperoleh adalah 5. Maka responden ke-1 adalah responden dari rumah nomor urut 5. d. Untuk memilih responden berikutnya adalah 5 + 6= 11. Maka responden ke-2 adalah responden dari rumah nomor urut 11, demikian seterusnya sampai diperoleh sebanyak 5 responden. 2.5. Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah Tugasnya Petugas enumerator dari 40 Desa/Kelurahan di wilayah berasal dari Bidan Desa yang berada di wilayah Desa/Kelurahan masing-masing. Petugas enumerator terdiri dari perempuan semua (100%), pendidikan enumerator adalah Sekolah Kebidanan, berusia ratarata 27 40 tahun. Sedangkan supervisor serta wilayah tugasnya masing-masing personil yang tersebar pada 19 Kecamatan terdiri dari 217 Desa/Kelurahan dapat dilihat pada tabel 2.3. sebagai berikut : Tabel 2.3. Nama Supervisor serta Wilayah Tugasnya. No. Nama Supervisor L/P Usia Pendidikan Wilayah tugas Kecamatan Puskesmas 1. Nita Prihastuti L 34 D1 Ngawi Ngawi 2. Purwanto P 42 D1 Sine Sine 3. Munawir Ghozali L 40 D3 Ngrambe Ngrambe 4. Sugiono L 50 D3 Jogorogo Jogorogo 5. Hariyatin P 51 D3 Kendal Kendal 6. Sunari L 48 D3 Gerih Geneng 7. Didik Hariadi L 35 D1 Paron Paron 8. Lilik Utami P 54 D1 Kwadungan Kwadungan 9. Suwarjianto L 55 D1 Kedunggalar Kedunggalar 10. Susiani Hariningsih P 40 D3 Pangkur Pangkur 11. Ngadino L 54 S1 Padas Padas 12. Retnaning Dyah N P 35 D3 Karangjati Karangjati 13. Supriadi L 38 D1 Bringin Bringin 14. Aris Susanto L 40 D1 Kasreman Kasreman 15. Arkhanudin L 42 D1 Pitu Pitu 16. Wardoyo L 43 D3 Karanganyar Karanganyar 17. Maryana P 39 D1 Widodaren Widodaren 18. Tri Sulistyo L 46 D3 Geneng Geneng 19. Wahyu Agung L 38 D1 Mantingan Mantingan Bappeda 11

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pendidikan terakhir sanitarian adalah SPK sebanyak 1 orang; D1 sebanyak 10 orang, D3 sebanyak 8 orang yang tersebar pada 19 kecamatan dan 18 puskesmas yang mana hal tersebut adalah sudah baik sumber daya manusianya. Bappeda 12

BAB III HASIL STUDI EHRA 3.1. Informasi Responden Informasi terkait karakteristik responden yang di survey dibagi atas dasar beberapa variabel yaitu: hubungan responden dengan kepala keluarga, usia responden, status rumah responden, pendidikan terakhir, kepemilikan anak, dan jumlah anak laki-laki dan perempuan dalam kelompok umur; kurang dari 2 tahun, umur 2 5 tahun, 6 12 tahun, dan lebih dari 12 tahun. Jumlah anggota rumah tangga berhubungan dengan kebutuhan kapasitas fasilitas sanitasi. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga, maka semakin besar pula kapasitas yang dibutuhkan. Secara umum diketahui bahwa balita merupakan segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air (water borne disease), kebersihan diri dan lingkungan. Dengan demikian, rumah tangga yang memiliki balita akan memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki balita. Variabel yang terkait dengan status rumah, seperti kepemilikan diperlukan untuk memperkirakan potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi. Variabel yang terkait dengan pendidikan terakhir responden berkaitan dengan pola pikir dan kecepatan transformasi informasi sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Mereka yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung mempunyai pola pikir yang terbuka dan mudah menerima hal-hal baru serta memiliki kecepatan yang baik dalam menerima informasi informasi terkait dengan sanitasi dan perilaku hidup bersih sehat. Seperti dipaparkan dalam bagian metodologi, responden dalam studi EHRA adalah ibu atau perempuan yang telah menikah atau cerai atau janda yang berusia 18 60 tahun. Batas usia, khususnya batas atas diberlakukan secara fleksibel. Bila usia calon responden sedikit melebihi batas-atas (60 tahun),namun responden terdengar dan terlihat masih cakap untuk merespon pertanyaan-pertanyaan dari pewawancara, maka calon responden itu dipertimbangkan masuk dalam prioritas responden. Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 60 tahun tapi bila perfoma komunikasinya kurang memadai, maka ibu itu dapat dikeluarkan dari daftar calon responden. Yang menjadi responden dalam pelaksanaan survei EHRA ini adalah ibu rumah tangga atau anak perempuan yang sudah menikah yang dapat dilihat pada diagram pie di bawah ini : Bappeda 13

Gambar 3.1. Responden Menurut Hubungan Dengan KK Dari gambar 3.1. diatas terlihat bahwa yang menjadi responden terbanyak dalam survei ini adalah yang mempunyai hubungan dengan Kepala Keluarga (KK) sebagai istri (95%) atau 1527 responden dari total 1600 responden. Apabila umur responden ditentukan antara 18-60 tahun dan kemudian dikelompokkan menjadi kelompok usia <= 20 tahun, antara 21-25 tahun, antara 26-30 tahun, antara 31-35 tahun, antara 36-40 tahun, antara 41-45 tahun, dan > 45 tahun, maka deskripsi responden berdasar kelompok umur tersebut dapat dilihat pada diagram batang di bawah ini: Gambar 3.2. Responden Menurut Kelompok Umur Dari gambar 3.2. di atas dapat dilihat bahwa usia responden yang terbanyak adalah kelompok umur 36-40 tahun (18%) dan yang paling sedikit adalah kelompok umur 20 tahun (1,0%). Bappeda 14

Sedangkan bila ditinjau dari tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada diagram batang di bawah ini : Gambar 3.3. Responden Menurut Tingkat Pendidikan Dari gambar 3.3. di atas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden yang terbanyak adalah SD (36%) dan tertinggi berikutnya adalah dengan tingkat pendidikan SMP (26%). Sedangkan yang paling sedikit adalah SMK (5%). Responden dengan tingkat pendidikan Akademi/Universitas hanya sebanyak 6%. Sedangkan bila ditinjau dari status rumah yang ditempati oleh responden dapat dilihat pada diagram pie di bawah ini : Gambar 3.4. Responden Menurut Status Rumah Dari gambar 3.4. di atas dapat dilihat bahwa status rumah yang ditempati oleh responden yang terbanyak adalak milik sendiri (82%) dan yang paling sedikit adalah sewa (0,13%). Berdasarkan kepemilikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) responden dapat dilihat pada diagram pie di bawah ini : Bappeda 15

Gambar 3.5. Responden Berdasarkan Kepemilikan SKTM Dari gambar 3.5. Diketahui bahwa sebagian besar responden yang disurvei, sebanyak 1076 atau sekitar 67% tidak memiliki SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu). SKTM dimanfaatkan sebagai sarana untuk mendapatkan keringanan biaya pengobatan atau keringanan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan milik pemerintah. dengan demikian akses untuk mendapatkan keringanan biaya pelayanan kesehatan jika warga terkena sakit di Kabupaten Ngawi adalah sangat kurang yaitu 67%. Sedangkan berdasarkan kepemilikan Askeskin responden dapat dilihat pada diagram pie di bawah ini : Gambar 3.6. Responden Berdasarkan Kepemilikan askeskin Dari gambar 3.6. Diketahui bahwa sebagian besar responden yang disurvei, sebanyak 1277 atau sekitar 80% tidak memiliki kartu askeskin. Dengan demikian akses untuk mendapatkan bantuan pelayanan kesehatan secara gratis jika warga terkena sakit, di adalah sangat kurang yaitu 80 %. Sedangkan responden berdasarkan kepemilikan anak dapat dilihat pada diagram pie di bawah ini : Bappeda 16

Grafik 3.7. Diagram Pie Responden Berdasarkan Kepemilikan anak Dari grafik 3.7. diatas dapat diketahui bahwa 90% atau 1444 responden yang diwawancarai telah memiliki anak. Informasi Responden Studi EHRA adalah sebagai berikut : Tabel 3.1. Informasi Responden Studi EHRA Total 9 10 n % Kelompok Umur Responden <= 20 tahun 17 1% B2. Apa status dari rumah yang anda tempati saat ini? 21-25 tahun 81 5% 26-30 tahun 175 11% 31-35 tahun 234 15% 36-40 tahun 282 18% 41-45 tahun 250 16% > 45 tahun 560 35% Total 1600 100% Milik sendiri 1314 82.13 Rumah dinas 3.19 Berbagi dengan keluarga lain 16 1.00 B3. Apa pendidikan terakhir anda? Sewa 2.13 Kontrak 3.19 Milik orang tua 262 16.38 Total 1600 100 Tidak sekolah formal 168 10.5% SD 569 36% SMP 421 26% SMA 282 18% Bappeda 17

Total 9 10 n % SMK 72 5% Universitas/Akademi 88 6% B4. Apakah ibu mempunyai Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa/kelurahan? B5. Apakah ibu mempunyai Kartu Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (ASKESKIN)? Total 1600 100% Ya 524 32.8 Tidak 1076 67.3 Total 1600 100 Ya 323 20.2 Tidak 1277 79.8 Total 1277 80 B6. Apakah ibu mempunyai anak? Ya 1444 90.3 Tidak 156 9.8 Total 1600 100 3.2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Sampah rumah tangga merupakan salah satu jenis sampah yang ikut memperberat masalah persampahan yang dihadapi oleh pemerintah, khususnya di wilayah perkotaan. Saat ini sampah yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga mencapai 340 m³/hari dan yang terangkut ke TPA sekitar 70,59%. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk pengelolaan sampah merupakan salah satu kendala dalam pengendalian pencemaran limbah sampah di samping keterbatasan sarana dan prasarana persampahan, sehingga seringkali masyarakat membuang sampah sembarangan dan membakar sampah. Pengelolaan sampah sangat penting dilakukan ditingkat rumah tangga dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah atau yang lebih dikenal dengan metode 3R (Reuse, Reduce, Recycle) misalnya sampah dijadikan bahan baku kerajinan atau dijadikan kompos. Permasalahan persampahan yang dipelajari dalam survey EHRA antara lain: (1) cara pembuangan sampah; (2) frekuensi dan pendapat tentang ketepatan pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah; (3) praktek pemilahan sampah; dan (4) biaya layanan sampah. Sisi layanan pengangkutan juga dilihat dari aspek frekuensi, ketetapan waktu pengangkutan dan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membayar layanan sampah ini. Sebuah rumah tangga yang menerima pelayanan pengangkutan sampah, tetap memiliki resiko Bappeda 18

kesehatan tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lebih lama dari satu minggu sekali. Ketepatan pengangkutan sampah digunakan untuk menggambarkan seberapa konsisten ketepatan tentang frekuensi pengangkutan sampah. Hasil survey EHRA untuk Kab. Ngawi tentang kondisi sampah di lingkungan RT/RW rumah responden menunjukkan bahwa 44,9% responden menyatakan banyak nyamuk. Sedangkan responden yang menyatakan banyak sampah berserakan/bertumpuk sebanyak 24,7%. Untuk lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.8. Gambar 3.8 Kondisi Sampah Rumah Tangga Bappeda 19

Hasil survei EHRA mengenai pengelolaan sampah rumah tangga pada aspek cara pengelolaan sampah rumah tangga pada skala dapat dilihat pada diagram batang di bawah ini : Gambar 3.9. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dari gambar 3.9. diatas, dapat dilihat bahwa pengelolaan sampah rumah tangga yang dilakukan oleh masyarakat sebagian besar adalah dibakar (77,3%), dibuang kedalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah (6,7%) dan dibuang di lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk (0,3%). Selain itu, terlihat bahwa sebanyak 38 responden dari 1600 responden (2,4%) yang menyatakan sampah dikelola dengan cara dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang dan sebanyak 62 responden dari 1600 responden (3,9%) yang menyatakan sampah dikelola dengan cara dikumpulkan dan dibuang ke TPS. Jadi, dari hasil survei tersebut terlihat bahwa sebagian masyarakat belum menjadi penerima layanan sampah dan belum melakukan pemanfaatan sampah (3R) sehingga sampah dapat mencemari tanah, air dan udara (gas hasil pembakaran sampah), Dari gambar 3.9 terlihat juga bahwa sebanyak 38 responden dari 1600 responden (2,4%) yang menyatakan sampah dikelola dengan cara dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang dan sebanyak 62 responden dari 1600 responden (3,9%) yang menyatakan sampah dikelola dengan cara dikumpulkan dan dibuang ke TPS. Sehingga dari 2 kelompok responden tersebut terdapat 100 responden yang menyatakan sampah dikelola dengan dikumpulkan terlebih dulu. Dari Bappeda 20

100 responden tersebut yang melakukan praktik pemilahan sampah oleh Rumah Tangga pada skala dapat dilihat pada diagram batang di bawah ini : Grafik 3.10. Praktek Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga Dari grafik 3.10. di atas terlihat bahwa dari 103 responden, 53 diantaranya (51%) melakukan pemilahan sampah di rumah sebelum dibuang. Sedangkan 50 responden (49%) tidak memilah sampah dirumahnya sebelum dibuang. Dari 53 responden yang melakukan pemilahan sampah, terlihat bahwa sebagian besar melakukan pemilahan untuk jenis sampah organic/sampah basah (89,7%), sampah plastic (89,7%), sampah gelas/kaca (92,3%), sampah kertas (92,3%), dan sampah besi/logam (92,3%). Hal ini disajikan pada Gambar 3.11. Grafik 3.11. Jenis Sampah Yang Dipilah Sebelum Dibuang Area Bersiko Persampahan berdasarkan studi EHRA di wilayah adalah sebagai berikut : Bappeda 21

Tabel 3.2. Area Berisiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA Total 9 10 n % 3.1 Pengelolaan sampah Tidak memadai 1496 93.7 Ya, memadai 100 6.3 3.2 Frekuensi pengangkutan sampah Tidak memadai 39 100.0 3.3 Ketepatan waktu pengangkutan sampah Tidak tepat waktu 38 100.0 3.4 Pengolahan sampah setempat Tidak diolah 1265 79.1 Ya, diolah 335 20.9 3.3. Pembuangan Air Kotor/Limbah Tinja dan Lumpur Tinja Air kotor/limbah tinja adalah buangan yang berasal dari pembuangan tinja manusia baik yang berupa cair maupun padat. Pengelolaan tinja manusia memerlukan penanganan yang khusus karena tinja mengandung bakteri patogen yang dapat menularkan penyakit seperti Thypus, Hepatitis, diare dan sebagainya. Praktek BAB (Buang Air Besar) di tempat yang kurang memadai merupakan salah satu faktor meningkatnya resiko status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah dan juga mencemari sumber air minum warga. Tempat BAB yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka seperti sungai/kali/got/kebun tetapi juga menggunakan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, tapi sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai. Sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misal yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum. Pembuangan tinja anak menurut masyarakat umumnya dianggap sepele. Kotoran/tinja anak dianggap berbeda dengan tinja orang dewasa, kotoran anak dianggap tidak berbahaya dan bisa dibuang kemana saja, termasuk ke ruang terbuka seperti sungai, parit, tanah lapang ataupun keranjang tempat sampah rumah tangga. Anggapan seperti ini sangat keliru karena pembuangan tinja baik anak maupun orang dewasa adalah salah satu masalah sanitasi yang perlu diperhatikan karena sangat berbahaya dan dapat mencemari lingkungan dengan berbagai pathogen penyebab penyakit yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan hasil survei EHRA mengenai tempat Buang Air Besar (BAB) orang dewasa skala dapat terlihat dari diagram batang di bawah ini : Bappeda 22

Gambar 3.12. Tempat Buang Air Besar Orang Dewasa Dari gambar 3.12. diatas terlihat bahwa tempat BAB orang dewasa sebagian besar adalah di jamban pribadi (90,4%), sungai/pantai/laut (2,8%) dan di lubang galian (1%). Dari data tersebut terlihat bahwa masih adanya masyarakat yang BAB tidak di tempat yang aman (4,9%) sehingga perlu dilakukan kegiatan untuk merubah perilaku BAB sehingga mereka mau BAB di tempat yang aman yaitu jamban pribadi. Sedangkan untuk tempat penyaluran buangan akhir tinja pada skala dapat dilihat pada diagram batang di bawah ini : Gambar 3.13. Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja Dari gambar 3.13. di atas terlihat bahwa tempat penyaluran buangan akhir tinja sebagian besar adalah berupa tangki septik (68,3%), cubluk/lobang tanah (19,8%), kolam/sawah (3,1%), dan Bappeda 23

sungai/danau/pantai (1,4%). Dari data tersebut terlihat bahwa masih banyak rumah tangga yang buangan akhir tinjanya di buang di tempat yang tidak aman yaitu cubluk/lobang tanah dan sungai/danau/pantai yang beresiko dapat mencemari sumber air. Waktu terakhir pengurasan Tanki Septik di wilayah adalah seperti pada diagram pie di bawah ini : Gambar 3.14. Waktu Terakhir Pengurasan Tanki Septik Dari gambar 3.14. di atas terlihat bahwa 85% responden menyatakan tidak pernah mengosongkan tanki septic dan 3% menyatakan tidak tahu. Dengan demikian terlihat bahwa hanya 12% responden yang pernah terakhir melakukan pengosongan tangki septic dengan berbagai variasi waktu, yaitu 0-12 bulan yang lalu 1-5 tahun yang lalu, lebih dari 5 tahun tetapi kurang dari 10 tahun, dan lebih dari 10 tahun. Dari berbagai variasi waktu pengosongan tangki septic tersebut, ternyata sebagian besar menyatakan bahwa 1-5 tahun lalu tangki septik terakhir dikosongkan (5,4%). Praktik pengurasan tanki Septik di wilayah dapat dilihat pada diagram batang adalah sebagai berikut : Bappeda 24

Gambar 3.15. Praktik Pengurasan Tanki Septik Dari Gambar 3.15. di atas terlihat bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak tahu siapa yang melakukan pengosongan tangki septic (29,7%). Terlihat juga bahwa pengosongan tangki septic dilakukan dengan cara membayar tukang (12,7%) dan menggunakan layanan sedot tinja (50,0%). Hanya sebagian kecil saja yang melakukan sendiri untuk pengosongan tangki septic (7,6%). Sedangkan untuk kualitas tangki septik yang dimiliki rumah tangga pada skala Kabupaten Ngawi dapat dilihat pada diagram pie di bawah ini : Gambar 3.16. Kualitas Tangki Septik Aman dan Tidak Aman Pada gambar 3.16. di atas terlihat bahwa kualitas tangki septik sebagian besar bersuspek aman (62%) sedangkan sisanya tidak aman (38%) Sedangkan untuk praktek pembuangan kotoran anak balita di rumah responden yang di rumahnya ada balita pada skala dapat di lihat pada diagram pie di bawah ini : Bappeda 25

Gambar 3.17. Tempat Pembuangan Tinja Anak Pada gambar 3.17. di atas terlihat bahwa tinja anak dibuang ke WC/jamban (24,9%) dan ke sungai/selokan/got (1,1%). Area Bersiko Air Limbah Domestik berdasarkan studi EHRA di wilayah adalah sebagai berikut : Tabel 3.3. Area Berisiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA Total 9 10 n % 2.1 Tangki septik suspek aman Tidak aman 606 37.9 2.2 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik Suspek aman 994 62.1 Tidak, aman 79 50.0 Ya, aman 79 50.0 2.3 Pencemaran karena SPAL Tidak aman 1012 63.3 Ya, aman 588 36.8 3.4. Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Banjir Dalam rangka persiapan pelaksanaan pembangunan prasarana pembangunan Kabupaten Ngawi secara terpadu, untuk pekerjaan fisik salah satu pendekatan program yang dilaksanakan yaitu pembenahan sistem drainase. Masalah banjir timbul ketika lahan dataran banjir telah berkembang menjadi kawasan budidaya seperti untuk pemukiman, perkotaan, perdagangan, industri, pertanian dan sebagainya. Banjir bisa terjadi kapan saja dengan kuantitas yang merupakan Bappeda 26

fungsi dari intensitas hujan dan karakteristik Daerah Pengaliran Sungai. Mengatasi masalah banjir, tidak cukup hanya dengan upaya yang bersifat struktur tapi juga perlu ditunjang dengan upaya yang bersifat non-struktur, sehingga membentuk upaya terpadu dan menyeluruh. Dalam survei EHRA ini dilakukan wawancara mengenai lokasi genangan di sekitar lingkungan rumah, ulasan topografi dan mengenai keberadaan saluran drainase lingkungan. Di samping itu dilakukan pengamatan mengenai kondisi drainase lingkungan. Berdasarkan hasil survei EHRA mengenai kejadian banjir/genangan pada skala Kabupaten Ngawi dapat dilihat pada diagram pie di bawah ini : Gambar 3.18. Rumah Tangga Yang Pernah Mengalami Banjir Pada gambar 3.18. di atas terlihat bahwa mayoritas rumah atau lingkungan masyarakat tidak pernah mengalami banjir (91%), beberapa kali dalam setahun (2%) dan sekali dalam setahun (6%). Presentase Rumah Tangga yang mengalami banjir rutin di dapat dilihat pada diagram pie di bawah ini : Gambar 3.19. Rumah Tangga Yang Mengalami Banjir Rutin Bappeda 27

Dari gambar 3.19. di atas terlihat bahwa presentase rumah tangga di yang tidak mengalami banjir rutin adalah 48%. Sedangkan lama genangan air jika terjadi banjir di wilayah dapat dilihat pada diagram batang di bawah ini : Bappeda 28

Kepemilikan SPAL di wilayah dapat dilihat pada diagram pie di bawah ini : Gambar 3.22. Kepemilikan SPAL Pada gambar 3.22. di atas terlihat bahwa presentase kepemilikan SPAL di Kabupaten Ngawi sebanyak (85%) mempunyai SPAL. Presentase SPAL yang berfungsi berdasarkan Strata di wilayah berdasarkan studi EHRA adalah seperti pada diagram batang di bawah ini : Gambar 3.23. SPAL Yang Berfungsi Dari gambar 3.23. diatas dapat diketahui bahwa pada saluran SPAL sangat berfungsi dengan baik sebesar (63,0%) dan tidak ada saluran sebesar (31%). Dari hasil survei EHRA didapatkan data tentang pencemaran SPAL berdasarkan Strata di wilayah dapat dilihat pada diagram pie di bawah ini : Bappeda 29

Gambar 3.24. Pencemaran SPAL Dari gambar 3.24. diatas dapat diketahui bahwa ada pencemaran SPAL (42%) dan 58% menyatakan aman atau tidak ada pencemaran SPL. Area Bersiko Genangan Air berdasarkan studi EHRA di wilayah adalah sebagai berikut : Tabel 3.4. Area Berisiko Genangan Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA 4.1 Adanya genangan air Ada genangan air (banjir) Tidak ada genangan air Total 9 10 n % 283 17.7 1317 82.3 3.5. Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga Air merupakan kebutuhan utama dari setiap individu dan masyarakat. Kecukupan air dan kualitas air akan sangat berpengaruh terhadap individu masyarakat dan kesehatan lingkungan. Jenis jenis sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri terutama sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air ledeng/pdam, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan PAH (air hujan ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Untuk akses rumah tangga terhadap air bersih pada skala berdasarkan hasil survei dapat dilihat pada diagram batang di bawah ini : Bappeda 30