BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

dokumen-dokumen yang mirip
MENGHITUNG KECEPATAN MENGGUNAKAN COMPUTER VISION

BAB II. Computer vision. teknologi. yang. dapat. Vision : Gambar 2.1

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB III METODE PENELITIAN

UJI COBA PERBEDAAN INTENSITAS PIKSEL TIAP PENGAMBILAN GAMBAR. Abstrak

Gambar 4.1 Diagram Percobaan

KLASIFIKASI TELUR AYAM DAN TELUR BURUNG PUYUH MENGGUNAKAN METODE CONNECTED COMPONENT ANALYSIS

BAB III METODE PENELITIAN. tracking obyek. Pada penelitian tugas akhir ini, terdapat obyek berupa bola. Gambar 3.1. Blok Diagram Penelitian

UJI COBA THRESHOLDING PADA CHANNEL RGB UNTUK BINARISASI CITRA PUPIL ABSTRAK

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. mendeteksi tempat parkir yang telah selesai dibuat. Dimulai dari pengambilan

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. koordinat pada tiap-tiap area, akses pixel, contrast streching, histogram. yang

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Perancangan sistem dimulai dari penempatan posisi kamera dengan posisi yang

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

SAMPLING DAN KUANTISASI

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI

Penghitung Kendaraan Menggunakan Background Substraction dengan Background Hasil Rekonstruksi

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain:

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PROGRAM APLIKASI HANDS RECOGNIZER

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan September 2011 s/d bulan Februari

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

WEBSITE PERANCANGAN SCRAPBOOK DENGAN PEMOTONGAN GAMBAR OTOMATIS

BAB 2 LANDASAN TEORI

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING

Traffic IP Camera untuk Menghitung Kendaraan Roda Empat Menggunakan Metode Luasan Piksel

BAB II LANDASAN TEORI

SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD

Pengembangan Prototype Sistem Untuk Manajemen Lahan Parkir Dengan Jaringan Sensor Kamera Nirkabel

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

3 BAB III METODE PENELITIAN

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

BAB 2 LANDASAN TEORI. metode yang digunakan sebagai pengawasan kendaraan yang menggunakan pengenalan

Pengenalan Objek Berdasarkan Warna Merah Menggunakan Metode Subtraction dan Blobanalysis Pada Canal Rgb Melalui Real-Time Video

BAB 2 LANDASAN TEORI

Bab III Perangkat Pengujian

STMIK GI MDP. Program Studi Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil Tahun 2010/2011

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III PERANCANGAN. 3.1 Diagram blok sistem

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI

TRACKING OBJECT MENGGUNAKAN METODE TEMPLATE MATCHING BERBASIS STEREO VISION

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 LANDASAN TEORI

DETEKSI WAJAH BERBASIS SEGMENTASI WARNA KULIT MENGGUNAKAN RUANG WARNA YCbCr & TEMPLATE MATCHING

BAB III METODE PENELITIAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

Sistem Deteksi Bola Berdasarkan Warna Bola Dan Background Warna Lapangan Pada Robot Barelang FC

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

IDENTIFIKASI DAN TRACKING OBJEK BERBASIS IMAGE PROCESSING SECARA REAL TIME

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM. objek, analisis blob, SMS service, dan video saving. Deteksi objek adalah proses untuk

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK

BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER

oleh: M BAHARUDIN GHANIY NRP

Perancangan Sistem Identifikasi Barcode Untuk Deteksi ID Produk Menggunakan Webcam

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

PELACAKAN LEVEL KETINGGIAN AIR BERDASARKAN WARNA DENGAN BACKGROUND SUBSTRACTION

Sesi 2: Image Formation. Achmad Basuki PENS-ITS 2006

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KOMBINASI METODE MORPHOLOGICAL GRADIENT DAN TRANSFORMASI WATERSHED PADA PROSES SEGMENTASI CITRA DIGITAL

Pengenalan Plat Nomor Berdasarkan Klasikasi K-Nearest Neighbor (KNN)

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra

IDENTIFIKASI SEL DARAH BERBENTUK SABIT PADA CITRA SEL DARAH PENDERITA ANEMIA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV ATRIBUT OUTPUT PRIMITIF

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TEORI PENUNJANG

III. METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai analisis pola interferensi pada interferometer Michelson

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut sudah terintegrasi dengan komputer, dengan terintegrasinya sistem tersebut dengan komputer, sangat memudahkan bagi pengguna-nya, karena sistem tersebut sudah terotomatisasi dan membuat performa sistem menjadi lebih baik. Pada sistem yang ditempatkan di area terbuka maka pencahayaan akan menjadi faktor hambatan dalam performa sistem, bilamana pencahayaan buruk, maka gambar yang ditangkap oleh kamera juga akan terpengaruh. Pencahayaan akan mempengaruhi kualitas gambar, baik tinggi atau rendahnya intensitas cahaya yang masuk jadi harus di tentukan batas minimum dan batas maksimum yang dapat diterima oleh sistem. Perhitungan kecepatan yang menjadi tujuan dari perancangan sistem ini sangat dipengaruhi oleh faktor cahaya yang dibahas sebelumnya, sistem dapat mengamati dengan bantuan cahaya dan sistem dapat menghitung kecepatan juga karena mengamati. Tingkat cahaya bukan hanya dipengaruhi oleh sumber cahaya itu sendiri, tapi juga lingkungan dapat mempengaruhi, pemantulan merata terhadap ruangan ataupun tidak merata membuat pembagian cahaya yang masuk ke sistem berbeda, oleh sebab itu pada implementasi akan terlihat bagaimana efek pencahayaan terhadap sistem. 30

31 Pada topik ini penulis mengangkat bagaimana sebuah sistem yang terintegrasi dengan kamera dapat membantu dalam menentukan kecepatan sebuah benda bergerak, banyak sekali alat yang digunakan sekarang ini untuk menentukan kecepatan benda, baik dengan teknik suara atau dengan laser. Pada topik ini digunakan computer vision untuk membantu dalam menentukan kecepatan benda, camera (webcam) digunakan untuk mengambil gambar dari 1 tempat/fokus yang sudah ditentukan dari awal, beberapa teknik segmentasi akan digunakan dalam perancangan ini, dan algoritma yang ditempatkan pada program untuk menentukan kecepatan benda tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, oleh karena sistem ini menggunakan kamera untuk mengambil gambar, maka tentunya terdapat kalibrasi, yaitu bagaimana menselaraskan ukuran pada gambar terhadap ukuran aslinya, agar hasil yang didapat berbentuk ukuran sebenarnya. Hasil dalam bentuk gambar akan diproses oleh software sehingga mendapatkan informasi dari kecepatan benda tersebut. Berdasarkan bahan bahan yang telah dibahas, maka lingkungan, hardware, dan juga cahaya adalah beberapa faktor masalah yang terdapat, dan faktor faktor ini diluar dari faktor faktor yang tidak diduga seperti kejadian alam, dan lain lainnya.

32 3.2 Perancangan Umum Sistem Pengukuran Kecepatan Gambar 3.1 Sistem Secara Menyeluruh Gambar diatas merupakan ilustrasi rancangan sistem Menghitung Kecepatan Menggunakan Computer Vision secara keseluruhan. Perancangan sistem dilakukan didalam ruangan (indoor) sehingga objek hanya mendapatkan pencahayaan yang datang dari lampu ruangan, pada landasan teori telah dijelaskan bagaimana sebuah cahaya yang dipantulkan terhadap lingkungan sehingga memancarkan balik bentuk dari lingkungan tersebut, berarti sifat dasar dari lingkungan mempengaruhi pemantulan cahaya, karena ruangan indoor maka aspek yang mempengaruhi adalah warna pada dinding ruangan, besar ruangan, peletakan sumber cahaya terhadap besar ruangan, dan lain lainnya.

33 Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan tinggi kamera terhadap lintasan yang digunakan, rumus ini bertujuan untuk mempermudah kalibrasi gambar terhadap panjang lintasan, dan agar hasil yang ditangkap kamera sesuai dengan ukuran frame pada kamera itu sendiri. Pada tiap kamera area (field view) yang dapat ditangkap mungkin berbeda sesuai dengan spesifikasi hardware masing masing, pada kamera Logitech c270 ini field view yang dapat ditangkap sekitar 60. Dimana : z = Jarak antara kamera dengan lintasan d = Jarak / panjang lintasan s1 = Panjang sisi luar view kamera s2 = Panjang sisi luar view kamera 1 = Sudut pada setengah view bagian kiri 2 = Sudut pada setengah view bagian kanan Berdasarkan rumus segitiga di atas, maka nilai z dapat diketahui, yaitu tinggi kamera yang dibutuhkan agar gambar yang diambil tidak keluar dari frame, dengan memasukkan nilai 1 / 2 dan d1 / d2, maka z akan diketahui.

34 Berikut adalah perancangan yang dilakukan untuk mencari tinggi kamera. Berdasarkan pembulatan terhadap angka yang didapat, maka didapatkan tinggi kamera yang akan dipakai sekitar 1,6m. Dengan demikian maka kalibrasi dapat dilakukan lebih mudah, kalibrasi awal dilakukan dengan menyocokkan frame gambar yang didapat dengan ukuran sebenarnya pada frame, berikut adalah tahap tahap yang dilakukan untuk melakukan kalibrasi terhadap frame pada gambar. (a)

35 (b) Gambar 3.2 (a) dan (b) Penempatan Posisi Kamera Terhadap Lintasan Gambar diatas menjelaskan bagaimana penempatan kamera berdasarkan perancangan yang telah dibuat, setelah penempatan selesai, maka akan dilanjutkan dengan kalibrasi terhadap frame gambar yang telah didapat. Gambar 3.3 Kalibrasi Terhadap Lintasan Setelah proses peletakan objek dan pengaturan posisi kamera sudah dilakukan, maka kalibrasi dilakukan secara manual, kalibrasi yang dilakukan adalah menentukan

36 lebar dan panjang dari frame gambar yang diambil oleh kamera, apakah frame gambar sudah sesuai dengan ukuran skala yang akan digunakan untuk algoritma menentukan kecepatan. Proses kalibrasi manual menggunakan Logitech Webcam Software untuk melihat hasil kamera, kemudian digunakan pengamatan secara visual dan pengukuran manual panjang dan lebar lintasan yang tertangkap oleh kamera terhadap jumlah pixel pada gambar, gambar yang diperoleh dari webcam akan diukur panjang dan lebarnya dalam pixel, panjang dan lebar dari lintasan sebenarnya akan diukur secara manual, sampai panjang dan lebar sebenarnya berada pada angka yang mudah untuk diproses. x1 dan x2 adalah ukuran panjang dan lebar dari frame gambar yang didapat dari webcam, ukuran x1 dan x2 di harapkan sebuah angka yang nilainya integer, sehingga angka tersebut lebih mudah diperoses dibandingkan angka yang mempunyai beberapa digit dibelakang koma. Rumus yang digunakan untuk mengkonversi ukuran panjang dan lebar lintasan ke dalam satuan pixel adalah sebagai berikut : X = Y = Berdasarkan hasil dari kalibrasi manual selesai dilakukan, maka webcam akan menangkap gambar dari obyek, dan kemudian setiap gambar yang sudah ditangkap akan diproses, seperti grayscaling, thresholding, mencari centroid, dan yang terakhir adalah menentukan kecepatan benda tersebut dengan algoritma yang sudah ditetapkan, dan

37 hasil dari percobaan dapat dianalisa apakah hasil yang didapat sesuai dengan harapan dan tujuan dari topik skripsi ini. Berikut adalah diagram alir (flowchart) dari perancangan umum sistem Menghitung Kecepatan Menggunakan Computer Vision Gambar 3.4 Diagram Alir Secara Keseluruhan Pada sistem ini diawali dengan initiate webcam, yaitu melakukan pengaturan terhadap kamera sehingga kamera dapat digunakan oleh sistem, kemudian dilanjutkan dengan image capturing, yaitu sistem melakukan pengambilan gambar sesuai dengan pengaturan awal terhadap kamera.

38 Berdasarkan hasil dari pengambilan gambar selesai maka hasil dari pengambilan gambar akan disimpan kedalam sebuah directory dimana program tersebut terletak, kemdian sistem dilanjutkan dengan image segmentation, dimana program memproses gambar hasil dari proses sebelumnya, tujuan dari segmentasi adalah membuat gambar dapat dikenali oleh sistem, sehingga sistem dapat melakukan penghitungan matematik terhadap obyek yang di tangkap, setelah segmentasi selesai maka akan masuk ke proses velocity measurement dimana sistem menghitung kecepatan dari benda atau objek yang diamati. Berikut adalah diagram alir proses inisialisasi webcam : Gambar 3.5 Diagram Alir Proses Inisialisasi Webcam

39 Proses inisialisasi webcam dimulai dengan mengecek koneksi dari webcam, apakah webcam sudah terhubung dengan personal computer atau belum, lalu masuk ke positioning object yang dilakukan secara manual, karena pada percobaan ini penguji menggunakan mobil mainan yang harus diletakkan terlebih dahulu maka penguji harus meletakkannya kedalam track atau lintasan yang sudah disediakan. Berdasarkan hasil dari proses sebelumnya selesai, maka proses masuk ke kalibrasi, didalam kalibrasi terdapat pertimbangan ukuran terhadap ukuran sebenarnya. Pertimbangan ukuran yang terdapat pada gambar terhadap ukuran yang sebenarnya adalah yang menentukan algoritma dalam menghitung kecepatan, karena pada algoritma itu dibutuhkan sebuah ukuran yang sebenarnya dari obyek dan dari lintasan, sehingga kalibrasi sangat digunakan dalam hal ini. Kalibrasi dilakukan secara visual hingga didapatkan ukuran yang cocok dan sesuai. Inisialisasi dilakukan hanya pada kondisi awal atau saat sistem harus merubah mode-nya, contohnya sistem pada ketinggian 1 meter dengan sistem pada ketinggian 3 meter, maka harus melakukan inisialisasi ulang pada blok initiate webcam, untuk menyesuaikan tinggi sistem dengan algoritma perhitungan kecepatan dan juga hasil dari image capturing. 3.3 Perancangan Sistem Pengambilan Gambar Pada perancangan ini, akan membahas bagaimana sistem dapat mengambil sebuah gambar terhadap lingkungan yang di amati nya, pada bab sebelumnya diceritakan bahwa sebuah kamera dapat digunakan untuk mengawasi sebuah lingkungan, dalam mengawasi tersebut harus ada pengambilan gambar yang dianalisa, untuk mendapatkan gambar tersebut, maka sistem harus mengatur selang waktu (sampling time) agar kamera dapat mendapatkan gambar sesuai dengan waktu yang diinginkan. Selang waktu (sampling time) mempengaruhi hasil dari image capturing

40 (pengambilan gambar), semakin besar sampling time maka terjadinya pengambilan gambar semakin lama. Berdasarkan beberapa teori yang telah dikumpulkan maka perancangan dalam pengambilan gambar dapat di gambarkan seperti berikut : Gambar 3.6 Diagram Alir Sistem Pengambilan Gambar Proses pengambilan gambar pada sistem ini diawali dengan input sampling time, Sistem akan melakukan pengambilan gambar selama selang waktu t detik berdasarkan input sampling time, bila sistem diharapkan untuk mengambil gambar selama tiap 1

41 detik, maka input sampling time harus bernilai 1, dan nilai yang sudah dimasukkan akan disimpan oleh sistem untuk dijalankan terus menerus. Input sampling time tidak boleh 0, karena kamera tidak mungkin dapat mengambil gambar tanpa selang waktu, bila itu terjadi maka akan terjadi kerusakan hardware. Gambar akan diambil secara perframe, artinya setiap rekaman gambar dari kamera akan diambil selama tiap selang waktu t, dan banyak frame yang akan diambil oleh kamera telah disesuaikan pada ujicoba ini, misalkan banyak frame yang diinginkan adalah 10, maka kamera akan mengambil gambar selama selang waktu t dan akan terus melakukan pengambilan gambar selama sepuluh kali, lalu setelah semua pengaturan telah dilakukan maka sistem akan masuk ke dalam tahap pengambilan gambar, kamera akan mengambil gambar sesuai dengan inputan yang diberikan. Sebuah kamera dipengaruhi oleh karakteristik hardware yang dibawanya, pada kamera yang dipakai pada skripsi ini, input sampling time tidak kurang dari 0.5 detik. 3.4 Perancangan Sistem Pengolahan Gambar Berdasarkan hasil dari proses pengambilan gambar selesai, maka sistem akan mengolah gambar dan memberikan output hasil segmentasi. Pada pembahasan bab sebelumnya, pengolahan gambar (segmentation) dikaitkan dengan pemecahan suatu gambar terhadap proses proses segmentasi yang merubah gambar asli menjadi gambar digital yang dapat dianalisa oleh sistem, sistem pengolahan gambar adalah bagian terpenting dalam menentukan obyek, sehingga obyek dapat dianalisa. Dengan dasar dasar teori yang telah di kumpulkan pada bab sebelumnya, dan juga dengan hasil pengambilan gambar, maka akan dilakukan proses pengolahan

42 gambar yang bertujuan untuk mendapatkan titik tengah (centroid) dari obyek yang diamati. Berikut adalah diagram alir dari perancangan yang didasarkan pada dasar dasar teori yang didapat pada bab sebelumnya : Gambar 3.7 Diagram Alir Sistem Pengolahan Gambar

43 Sistem pengolahan gambar adalah bagian dimana computer vision menjadi penting digunakan, karena dengan computer vision maka sistem dapat mengenali obyek yang telah ditangkap oleh kamera. Pada pengolahan gambar atau dalam computer vision biasa disebut segmentasi terjadi banyak proses yang melibatkan manipulasi terhadap sebuah gambar, seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya berbagai manipulasi terhadap gambar yang dapat dilakukan. Pada pengolahan gambar pada percobaan ini diawali oleh grayscaling, yaitu proses perubahan/pergeseran nilai pixel dari gambar berwarna (RGB) 24bit menjadi gambar dalam gray-level 8 bit yang memudahkan komputer untuk memanipulasinya. Grayscaling dilakukan untuk mempermudah pengolahan gambar karena intensitas warna yang diperlukan dalam sistem ini hanya ada dua, yaitu hitam dan putih, sehingga warna RGB dapat diubah sehingga proses menjadi lebih sederhana. Proses grayscaling dilakukan dengan meratakan nilai pixel dari 3 nilai RGB menjadi 1 nilai. Salah satu presentasi yang sering digunakan adalah 29,9% warna merah (Red), 58,7% warna hijau (Green), dan 11,4% warna biru (Blue). Nilai pixel didapat dari jumlah presentasi 3 nilai tersebut. Pada Matlab perubahan warna pixel menjadi grayscale tersebut dilakukan pada tiga matriks (Red, Green, Blue), lalu nilai warna pada setiap matriks (Red, Green, Blue) dijumlahkan kemudian dibagi sebuah nilai yang sudah ditentukan. Contoh dari proses grayscaling adalah sebagai berikut :

44 Gambar 3.8a RGB ( Original ) Gambar 3.8b Hasil Grayscaling Pada gambar diatas, gambar original diproses kedalam Matlab dengan proses perhitungan RGB sebagai berikut : 0.2989 * R + 0.5870 * G + 0.1140 * B Berdasarkan hasil dari perhitungan diatas, maka didapatkan hasil grayscaling seperti pada gambar 3.9.

45 Setelah selesai proses grayscaling maka akan dilanjutkan kedalam proses thresholding, diantara kedua proses ini disisipkan proses filtering yaitu imtophat filtering yang berfungsi menselaraskan pencahayaan background dengan foreground. Thresholding adalah proses dimana gambar akan dibuat menjadi binary image, perlu diketahui bahwa grayscaling hanya mengubah derajat gambar berwarna menjadi gambar yang keabu-abuan, sehingga memudahkan proses segmentasi, setelah gambar menjadi abu-abu maka akan memudahkan dalam penentuan gambar binernya.[ [1] Otsu, N., "A Threshold Selection Method from Gray-Level Histograms," IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics, Vol. 9, No. 1, 1979, pp. 62-66]. Hasil dari proses thresholding dapat dilihat pada gambar dibawah. Gambar 3.9 Hasil Thresholding Hasil dari thresholding berupa gambar biner yang hanya mempunyai nilai 0 (hitam) atau 1 (putih). Thresholding sangat diperlukan dalam menentukan objek yang akan dianalisa, tetapi pada gambar diatas masih terdapat banyak sekali noise, noise - noise tersebut

46 adalah sisa sisa dari grayscaling yang terdapat pada background gambar. Dalam proses segmentasi ini gambar biner adalah hasil akhir yang dibutuhkan untuk mengenali obyek, tetapi dalam proses-nya gambar biner yang diinginkan adalah apabila pixel yang terdapat pada obyek bernilai 1 atau putih, sehingga antara background dengan objek terdapat perbedaan, dan biasanya background berwarna gelap untuk perhitungan yang lebih mudah. Oleh karena itu sistem harus mengubah (invert) pixel didalam gambar dari putih ke hitam, dan begitu juga sebaliknya. Hasil dari proses reverse pixel dapat dilihat pada gambar dibawah. Gambar 3.10 Hasil Reverse Pixel Gambar diatas adalah hasil reverse pixel dari gambar sebelumnya, semua pixel yang bernilai 1 akan berubah menjadi 0, dan begitu juga sebaliknya. Proses yang terdapat pada reverse pixel bisa dikatakan sederhana, karena algoritmanya hanya membaca variabel yang menyimpan nilai pixel lalu menguranginya dengan angka 1. Contoh : Apabila terdapat pixel yang berwarna putih ingin di reverse menjadi pixel yang berwarna hitam, maka dapat dilakukan dengan cara

47 1 pixel awal = reverse pixel 1 1 = 0 Berdasarkan rumus diatas, maka pixel akhir yang telah dibalik akan berubah nilainya, oleh sebab itu maka hasil dari gambar akan berubah nilai pixel-nya. Setelah proses pembalikkan nilai pixel (inverting) terlihat masih banyak noise yang terdapat pada gambar, filtering tidak dapat menghilangkan noise seperti ini, untuk menghilangkan noise noise ini maka dibutuhkan algoritma yang dapat membedakan objek dengan noise, dengan memisahkan objek dengan noise maka dengan mudah noise dapat dihilangkan. Algoritma yang dibutuhkan yaitu menghitung jumlah pixel dalam objek tersebut, setelah didapat jumlah pixel yang terdapat pada objek yaitu mobil, maka dapat diketahui bahwa setiap pixel yang jumlahnya kurang dari jumlah pixel mobil tersebut adalah noise, sehingga jumlah pixel yang kurang tersebut dapat kita hapus atau dihilangkan. Hasil dari proses removing pixel dapat dilihat pada gambar dibawah. Gambar 3.11 Hasil Removing Pixel

48 Berdasarkan gambar di atas, noise noise telah hilang dengan cara menghilangkan pixel yang berhubungan (connected) yang nilainya tidak lebih besar dari nilai yang sudah ditentukan. Berdasarkan proses tersebut, maka pada awalnya memang harus ditentukan terlebih dahulu batas minimal jumlah pixel yang dianggap noise, sehingga sistem tidak mengalami kebingungan dalam menentukan objek dengan noise. Algoritma dalam removing pixel secara umum adalah : Langkah langkah yang dilakukan. 1. Menentukan pixel yang berhubungan. CC = bwconncomp(bw, conn); 2. Hitung jumlah area dari pixel tersebut. S = regionprops(cc, 'Area'); 3. Remove pixel yang diinginkan BW2 = ismember(l, find([s.area] >= P)); Setelah proses removing selesai seharusnya objek sudah dapat dikenali oleh sistem, sehingga sistem dapat secara langsung menentukan titik tengah (centroid) dari objek tersebut, tetapi pada objek tersebut masih terdapat pixel pixel yang berlainan, ini diakibatkan saat thresholding pixel tidak terjadi secara merata karena terdapat noise, oleh karena itu seakan-akan terlihat seperti bercak. Untuk itu sistem harus menghilangkan atau menyamarkan bercak bercak tersebut dengan cara mengisi kembali daerah (region) dengan nilai pixel yang sama. Proses pengisian daerah (region) dilakukan oleh sistem dengan cara mengisi daerah yang ditentukan dengan pixel yang sudah ditentukan juga, dengan syarat pixel

49 yang diisi tidak melewati sisi luar (edge) dari objek tersebut, jadi batas pengisian pixel hanya sampai sisi luar objek (edge). [[1] Soille, P., Morphological Image Analysis: Principles and Applications, Springer-Verlag, 1999, pp. 173-174.] Hasil dari proses image filling region dapat dilihat pada gambar dibawah. Gambar 3.12 Hasil dari Image Filling Region Berdasarkan gambar diatas, pixel pixel di dalam objek sudah merata. Pada tahap ini dijelaskan bagaimana mengisi kekosongan pada sebuah obyek yang masih terdapat pixel pixel yang berlainan, P. soille pada bukunya Morphological Image Analysis menjelaskan bagaimana mengisi sebuah kekosangan pada sebuah obyek. Dengan cara menghapus semua pixel yang tidak terhubung ke batas luar (border) dari area gambar, atau dengan cara mengubah set nilai pixel yang tidak terhubung terhadap batas luar (border) atau dalam buku tersebut disebut sebuah erosi terhadap gambar yang ingin di fill.

50 Gambar diagram kartesius diatas diambil pada buku Morphological Image Analysis, menjelaskan bagaimana erosi atau fill image terjadi, yaitu dengan cara menghilangkannya (kiri) dan mengubah set nilai pixel sehingga menjadi sama (kanan). Gambar 3.13 Contoh Fill Image Apabila gambar sudah terisi, maka output dari gambar akan lebih mudah untuk di analisa, membuat objek sudah dapat dikenali dengan utuh, namun masih terdapat pixel yang terhubung (connected pixel) namun tipis, tetapi itu tidak mempengaruhi sistem untuk menentukan titik tengah (centroid) dari objek tersebut, karena objek sudah dapat dilihat secara jelas dan keutuhan objek tersebut juga sudah jelas. Proses selanjutnya ialah menentukan titik tengah (centroid) dari objek, proses ini ialah proses terakhir pada diagram alir segmentasi (segmentation).

51 Menentukan titik tengah ditentukan dari objek itu sendiri, untuk menentukan titik tengah dari objek maka dibutuhkan informasi dari daerah (region) dari objek tersebut. Pada Matlab banyak sekali fungsi fungsi yang dapat digunakan untuk mencari properties pada objek tersebut, dan mencari titik tengah (centroid) adalah salah satunya. Titik tengah (centroid) adalah vektor yang menunjukkan informasi x dan y pusat dari daerah tersebut. Gambar 3.14 Centroid (Matlab Help) Gambar diatas mengilustrasikan bagaimana sebuah centroid pada sebuah bounding box, region dari bounding box tersebut terdiri dari pixel putih dan pixel hitam, Matlab tidak mencari centroid pada pixel putih ataupun pixel hitam, karena yang menjadi permintaan atau daerah yang menjadi permintaan adalah bounding box, maka Matlab akan menandai bahwa region yang valid atau yang termasuk dalam pencarian properties dari region adalah bounding box, dan pixel yang berwarna merah adalah centroid dari bounding box tersebut. Elemen dari centroid adalah horizontal coordinate (x-coordinate) dari pusat massa dan elemen kedua adalah vertical coordinate (y-coordinate). Elemen elemen lain dalam centroid adalah dalam bentuk dimensi. Pada pencarian centroid tidak berhenti hanya sampai mencari region dan menentukan centroid, tetapi bagaimana menampilkan informasi yang jelas dilayar bahwa terdapat centroid pada region yang dianalisa. Untuk menampilkan centroid maka digunakan perintah plot pada Matlab, plot adalah perintah untuk menampilkan string pada gambar.

52 Hasil dari proses find centroid dapat dilihat pada gambar dibawah. Gambar 3.15 Hasil dari Proses find centroid 3.5 Proses Menghitung Kecepatan Proses akhir dari diagram alir secara keseluruhan adalah menghitung kecepatan dari obyek tersebut, pada dasar teori yang telah dikumpulkan, untuk menghitung kecepatan kita membutuhkan informasi mengenai titik atau koordinat dari benda tersebut (dalam hal ini berbentuk 2D). Pada bab sebelumnya dijelaskan mengenai obyek yang bergerak mengalami perpindahan atau pergeseran, terhadap lokasi awal yang ditempatinya, perlu diketahui bahwa perpindahan tersebut akan menghasilkan perbedaan nilai titik atau koordinat, perbedaan nilai tersebutlah yang akan digunakan sistem untuk menghitung kecepatannya.

53 Berikut adalah diagram alir proses menghitung kecepatan : Gambar 3.16 Diagram Alir Sistem Menghitung Kecepatan Pada proses ini akan dijelaskan bagaimana sistem akan mendapatkan kecepatan dan perubahan sudut, nilai pixel yang didapat, akan dikonversikan kedalam satuan meter, sehingga satuan yang keluar akan berupa meter, dengan memberikan nilai nilai tersebut, maka sistem akan langsung menghitung magnitude dari kecepatan rata rata yang didapat, dan perubahan sudut yang dihasilkan. Beberapa hal yang perlu diketahui pada percobaan ini adalah, saat mobil pada posisi awal maka tentunya tidak ada perubahan yang terjadi didalam proses tersebut,

54 maka pada gambar awal yang diambil kecepatan (velocity) benda tersebut pasti 0, dengan perubahan sudut juga 0. Hasil kecepatan dari gambar yang diperoleh : Gambar 3.5.2 Hasil Perhitungan Kecepatan pertama Gambar 3.5.3 Hasil Perhitungan Kecepatan kedua Pada percobaan ini, nilai dari koordinat x dan y telah ditampung kedalam variabel, lalu masuk kedalam algoritma perhitungan kecepatan, yang kemudia langsung ditampilan pada layar user. Berdasarkan percobaan yang di lakukan sampai tahap ini maka diharapkan tujuan dari skripsi ini tercapai, yaitu mendapatkan informasi dari kecepatan (velocity)

55 dan arah perpindahan. Karena pengamatan yang dilakukan bertujuan mendapatkan velocity maka algoritma untuk mendapatkan speed tidak diikut sertakan pada skripsi ini. pada perhitungan kecepatan, kemampuan kamera dalam mengambil gambar dan cahaya yang masuk juga menjadi pertimbangan apakah hasil yang didapat sesuai keinginan atau tidak. Karena pencahayaan yang tidak baik akan mengubah nilai pixel yang membuat intensitas cahaya gambar berubah. Berdasarkan percobaan percobaan tersebut maka pada bab ini telah didapatkan bahwa sistem berjalan sesuai dasar teori yang dikumpulkan, dasar dasar teori menjadi pendukung utama dalam perancangan, baik dari perancangan awal hingga perancangan akhir, maka perancangan pada bab ini akan dilanjutkan terhadap bab selanjutnya, dengan melakukan uji coba terhadap perancangan perancangan sistem diatas.