BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pertama (SMP) atau sederajat. Jenjang pendidikan ini dimulai dari kelas X sampai kelas XII

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk

BAB I PENDAHULUAN. berdiri sebagai Sinode (dulu Rad - Rageng) pada tanggal 14 November Gereja ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memegang peranan penting agama dalam

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai beranjak dewasa (emerging adulthood) yang terjadi dari usia 18

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam agama Katolik, terdapat struktur kepemimpinan gereja. Pemimpin tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. berbeda-beda. Salah satu universitas swasta, yaitu Universitas Y, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. Agama memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hal

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila, yaitu sila pertama,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama adalah hal yang penting sehingga harus tertanam kuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB III BEBERAPA UPAYA ORANG TUA DALAM MEMBINA EMOSI ANAK AKIBAT PERCERAIAN. A. Fenomena Perceraian di Kecamatan Bukit Batu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dianutnya. Setiap orang memilih satu agama dengan bermacam-macam alasan, antara

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama. Terdapat enam

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

PROGRAM KERJA KOMISI LANJUT USIA ( LANSIA ) GKI SUMUT MEDAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. sejarah misi terdahulu di Indonesia yang dikerjakan oleh Zending Belanda, orang

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dalam keluarga membuat remaja akan merasakan bahwa dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANGGARAN RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Potensi yang dimiliki individu dapat tumbuh dan berkembang secara

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

PENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Hal ini dinyatakan di dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila:

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja Kristen Protestan yang merupakan salah satu gereja dengan orientasi teologi Calvinis. GKI tersebar di beberapa daerah di Indonesia, salah satunya di Kota Bandung. GKI X Bandung memiliki struktur organisasi yaitu Jemaat, Majelis Jemaat, dan Badan Pelayanan Jemaat. Badan Pelayanan Jemaat terbagi menjadi beberapa komisi, salah satunya adalah Komisi Remaja. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia 13-20 tahun. Komisi Remaja bertujuan untuk menjadi sarana bagi jemaat agar dapat bertumbuh secara rohani sesuai dengan usianya. Komisi Remaja terdiri atas pengurus Komisi Remaja dan jemaat Komisi Remaja. Pengurus Komisi Remaja adalah jemaat remaja yang terpilih untuk berorganisasi, mengayomi dan membimbing jemaat. Para Pengurus Komisi Remaja GKI X Bandung berusia 16-20 tahun. Masa pelayanan Komisi Remaja ialah selama dua tahun dengan struktur organisasi yang terdiri atas Ketua 1, Ketua 2, Sekretaris, Bendahara dan bidang-bidang yaitu Bidang Pembinaan, Bidang Kebersamaan, Bidang Kebaktian, Bidang Seni dan Olahraga. Komisi Remaja GKI X Bandung memiliki visi menjadikan GKI X Bandung sebagai rumah bagi seluruh jemaat. Misi pertama yaitu menciptakan suasana rumah yang nyaman, menyenangkan dan penuh kasih bagi seluruh jemaat remaja GKI X. Misi kedua yaitu menerapkan Loving & Caring sebagai 1

2 dasar pelayanan. Misi ketiga yaitu menjalin kerjasama dengan komisi-komisi lain di GKI X Bandung (Rancangan Program Kerja Komisi Remaja GKI X Bandung, 2012). Sebagai pengurus Komisi Remaja, mereka dianjurkan untuk bisa menjadi teladan bagi para jemaat remaja, mengayomi, menjadi sahabat yang mendukung dalam hal kerohanian. Selain itu juga sebagai pengurus Komisi Remaja diperlukan komitmen untuk tetap bertahan dan tetap menjalankan tugas dan tanggung jawab selama masa pelayanan yang telah ditentukan. Sebagai pengurus komisi, mereka juga tidak terlepas dari kehidupan seorang remaja pada umumnya, mereka masing-masing memiliki masalah pribadi seperti masalah akademik dan juga masalah hubungan dengan lawan jenis. Pada masa remaja akhir seorang remaja pada umumnya sedang berada di bangku sekolah atau kuliah. Sementara itu mereka dianjurkan untuk menjadi seorang pengurus dengan tanggung jawab yang tidak mudah. Mereka harus menjalankan tugas-tugas sebagai pengurus seperti rapat pleno setiap bulan, menjadi ketua atau panitia dalam kegiatan non rutin (seperti: Natal, Paskah, bulan olahraga, bulan remaja, camp), mengkoordinasi kebaktian Minggu, mengikuti retreat khusus untuk pengurus yang diadakan beberapa bulan sekali. Selain itu mereka juga diharapkan untuk mengajak jemaat remaja ikut aktif dalam kegiatan dan pelayanan, menemani dan mendampingi jemaat remaja yang baru naik kelas dari sekolah minggu ke Komisi Remaja. Pengurus Komisi Remaja GKI X Bandung dipilih dan dilakukan kaderisasi oleh Pengurus Komisi Remaja GKI X Bandung periode sebelumnya. Mereka memilih calon-calon yang aktif mengikuti kegiatan di gereja, sering menjadi panitia dalam suatu acara dan yang mau memiliki komitmen untuk menjadi seorang Pengurus Komisi Remaja. Mereka juga menyiapkan para calon pengurus Komisi Remaja yang baru dengan mengadakan pelawatan (mendatangi rumah calon pengurus dan mengajak berbicara secara pribadi), pembinaan

3 khusus kerohanian, kepemimpinan dan juga teamwork. Pengurus Komisi Remaja juga memerlukan regenerasi agar Komisi Remaja dapat bertahan, baik dari segi kuantitas maupun juga kualitas. Sebagai pengurus komisi remaja, mereka diharapkan bisa menjadi contoh bagi para jemaat remaja lainnya, melalui tingkah laku keseharian mereka, hubungan mereka dengan sesama pengurus ataupun dengan orang lain. Pengurus diharapkan untuk menjadi sosok yang care, ramah, dan dapat menjadi sahabat bagi para jemaat remaja. Masa remaja adalah masa di mana seseorang bertumbuh menuju tahap kedewasaan. Masa remaja ditandai dengan perubahan fisik yang dialami baik oleh laki-laki ataupun perempuan. Selain perubahan fisik, pada masa remaja juga terjadi perubahan yang mencakup perubahan kognitif dan sosioemosional (Santrock, 2014). Perkembangan masa remaja secara global berlangsung antara umur 10-20 tahun, dengan pembagian 10-15 tahun masa remaja awal, 16-20 tahun adalah masa remaja akhir (Santrock, 2014). Pada masa remaja akhir, seorang individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa. (Santrock, 2014). Menurut Piaget (dalam Santrock, 2014), perkembangan kognitif remaja akhir telah sampai pada tahap formal operational. Remaja telah mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya. Selain itu perkembangan religi remaja pun turut berkembang. Menurut James Fowler (1995) perkembangan iman seorang remaja akhir berada pada tahap synthetic-conventional yaitu tahap di mana seorang remaja yang telah mampu berpikir abstrak mulai membentuk ideologi dan komitmen terhadap idealisme tertentu. Fowler (1995) juga mengatakan mereka mulai mencari identitas diri dan menjalin hubungan pribadi dengan Tuhan.

4 Para remaja memerlukan hubungan pribadi yang dekat dengan Tuhan agar dapat berkembang secara religi. Hubungan pribadi yang dekat dengan Tuhan seperti mencari dan terus mengandalkan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan dapat tampil dalam bentuk berdoa, membaca renungan setiap hari ataupun beribadah. Hubungan pribadi dengan Tuhan membuat seorang remaja menjadi memiliki figur yang dapat diandalkan dalam menjalani berbagai peran di kehidupannya. Hubungan pribadi dengan Tuhan akan membentuk attachment to God. Attachment to God adalah ikatan afeksional yang nyata antara manusia dengan Tuhan sebagai figur attachment (Okozi, 2010). Attachment to God akan nampak jelas pada reaksi seseorang yang berada di dalam kesulitan. Attachment to God juga tidak semata-mata dibutuhkan ketika seseorang mengalami kesulitan tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari, keadaan baik atau bahagia sekalipun. Dalam keadaan sehari-hari seseorang yang memiliki attachment to God terlihat akan lebih dekat pada Tuhan, selalu mencari Tuhan, dan menceritakan semua hal yang terjadi pada Tuhan. Terdapat empat model attachment to God yaitu model secure, preoccupied, dismissing dan fearful. Model secure attachment yaitu seseorang merasa nyaman dan memiliki kedekatan dalam hubungannya dengan Tuhan. Kedua adalah model preoccupied yaitu seseorang ingin memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan namun merasa tidak layak. Ketiga adalah model dismissing yaitu seseorang yang mengandalkan dirinya sendiri dan merasa tidak membutuhkan Tuhan. Keempat adalah model fearful, yaitu seseorang yang takut ditinggalkan oleh Tuhan tetapi juga menolak kedekatan dengan Tuhan (experimentaltheology.blogspot.com). Berdasarkan hasil wawancara dengan lima orang pengurus dan mantan pengurus remaja. Seseorang pengurus Komisi Remaja merasa sakit hati karena merasa pernah

5 disalahkan oleh salah seorang pengurus Komisi Pemuda. Hal tersebut membuatnya menyalahkan Tuhan dan menunjukkan sikap yang kurang sopan pada beberapa orang pengurus Komisi Pemuda. Seharusnya seorang pengurus Komisi Remaja bisa menjadi contoh dan teladan bagi para jemaat remaja. Ada seorang anggota lain yang mundur dari kepengurusan dengan alasan mengalami permasalahan dengan orang tuanya. Orang tuanya tidak setuju jika anaknya pulang malam karena mengikuti kegiatan di gereja dan tugas-tugas sekolahnya menjadi terbengkalai. Dia menganggap Tuhan tidak menolongnya saat dia mengalami masalah dengan keluarga dan masalah akademik. Berdasarkan tantangantantangan tersebut, perlu bagi seorang pengurus untuk memiliki attachment to God. Mereka perlu kedekatan dengan Tuhan yang secure, untuk dapat menjadikan Tuhan sebagai dasar dalam segala pengambilan keputusan, sebagai tempat yang dicari jika mengalami kesulitan, menjadikan kegiatan di gereja sebagai bentuk dari ungakapan rasa syukur kepada Tuhan. Attachment to God yang secure juga diperlukan bagi seorang pengurus Komisi Remaja untuk melakukan regenerasi dan mengayomi jemaat remaja. Mereka dapat memberikan contoh pada para calon pengurus Komisi Remaja periode berikutnya. Regenerasi sangatlah diperlukan untuk keberlangsungan Komisi Remaja di GKI X Bandung. Pengurus Komisi Remaja juga diharapkan untuk mengayomi jemaatnya dengan membuat jemaat remaja merasa diterima, merasa nyaman, dan menjadi lebih dekat dengan Tuhan. Jika seorang Pengurus Komisi Remaja memiliki attachment to God yg secure, pengurus dapat mengatasi konflik baik dengan pengurus lain ataupun dengan orang lain dengan bijaksana tanpa harus menimbulkan rasa dendam atau terjadinya permusuhan. Memiliki hubungan baik dengan sesama merupakan salah satu cerminan hubungan yang baik dengan Tuhan.

6 Berdasarkan data yang diperoleh dari survei awal yang dilakukan pada lima orang pengurus remaja, tiga orang diantaranya memiliki kekhawatiran dan kecemasan terhadap hubungan mereka dengan Tuhan. Seorang pengurus merasa kesulitan membagi waktu antara kuliah dan pelayanan, dia merasa takut jika Tuhan meninggalkannya karena dia tidak dapat melayani Tuhan di gereja. Dia juga merasa takut jika Tuhan tidak lagi memperhatikan dirinya, dia merasa cemas jika Tuhan lebih menyayangi orang lain dibanding dirinya. Pengurus lain yang sedang memiliki masalah dengan pengurus lainnya, merasa iri dan menganggap dirinya tidak bisa apa-apa dan merasa bahwa Tuhan lebih menyayangi temannya. Fenomena seperti ini merupakan ciri-ciri individu yang memiliki model preoccupied. Berdasarkan hasil wawancara terdapat dua orang pengurus yang merasa bahwa Tuhan itu dekat dan selalu ada dalam mengatasi setiap masalah. Dalam setiap menghadapi permasalahan baik itu dengan sesama pengurus atau dengan keluarga, mereka selalu mengandalkan Tuhan. Mereka dapat merasakan Tuhan itu selalu dekat bahkan ketika mengalami hal buruk. Mereka merasa aman dan selalu berada di bawah lindungan Tuhan meskipun Tuhan tidak terlihat. Mereka mempertahankan hubungan yang dekat dengan Tuhan dengan cara terus berkomunikasi dengan Tuhan melalui doa atau membaca firman. Fenomena ini merupakan ciri dari model attachment to God yang secure. Berdasarkan hasil survei awal, diperoleh hasil bahwa sebagian besar pengurus Komisi Remaja memiliki attachment to God yang tidak secure. Untuk dapat menjalankan tugas pelayanan sebagai Pengurus Komisi Remaja dan berbagai tantangan, diperlukan komitmen yang kuat untuk tetap melayani Tuhan. Komitmen untuk melayani menunjukkan adanya ikatan yang kuat dengan figur yang dilayani dalam Tuhan. Idealnya seorang pengurus Komisi Remaja mempunyai attachment to God yang secure. Berdasarkan kondisi tersebut peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai model attachment to God yang dimiliki oleh Pengurus Komisi Remaja GKI X Bandung.

7 1.2 Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana model attachment to God pada pengurus Komisi Remaja yang berada di GKI X Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah ingin mengetahui gambaran mengenai dimensi attachment to God pada pengurus Komisi Remaja yang berada di GKI X Bandung 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui model attachment to God pengurus Komisi Remaja yang berada di GKI X Bandung dan faktor yang mempengaruhinya. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis 1. Memberikan memberikan informasi bagi bidang psikologi perkembangan dan psikologi positif mengenai gambaran model attachment to God yang dimiliki Pengurus Komisi Remaja GKI X Bandung. 2. Sebagai referensi dan pendorong bagi peneliti lain yang akan meneliti lebih lanjut mengenai attachment to God, khususnya pada anak remaja.

8 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Memberikan informasi kepada para pengurus Komisi Remaja GKI X Bandung untuk memberi masukan mengenai penghayatan interaksi mereka dengan Tuhan, serta menjadi bahan pertimbangan untuk mencari cara-cara meningkatkan attachment to God ke arah yang secure. 2. Memberikan informasi kepada Majelis Jemaat Pendamping Komisi Remaja GKI X Bandung mengenai gambaran attachment to God pada Pengurus Komisi Remaja agar dapat melakukan cara-cara yang tepat untuk menunjang attachment to God ke arah secure. 1.5 Kerangka Pemikiran Komisi Komisi Remaja adalah suatu badan pelayanan yang melayani jemaat remaja berusia 13-20 tahun. Komisi Remaja terbagi menjadi pengurus Komisi Remaja dan jemaat Komisi Remaja. Pengurus Komisi Remaja adalah jemaat remaja yang terpilih untuk berorganisasi, mengayomi dan membimbing jemaat remaja. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengurus, ada tantangan yang harus dihadapi sehingga dibutuhkan kedekatan dengan Tuhan atau attachment to God. Attachment to God dapat membantu pengurus untuk terus mengandalkan Tuhan, baik dalam keadaan memiliki masalah ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga membuat seorang pengurus menjadi lebih komit dalam melayani Tuhan. Para pengurus Komisi Remaja dianjurkan untuk bisa menjadi contoh atau teladan bagi para jemaat remaja. Para pengurus Komisi Remaja pada saat ini berusia 16-20 tahun. Menurut Santrock (2014), usia 16-20 tahun seseorang sedang berada pada tahap remaja akhir. Terdapat beberapa

9 aspek perkembangan dalam masa remaja akhir. Pertama adalah perkembangan kognitif, menurut Piaget (dalam Santrock, 2014) perkembangan kognitif seorang pengurus Komisi Remaja berada pada tahap formal-operational. Dalam tahap ini pengurus sudah mampu berpikir secara abstrak, dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang pengurus sudah mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Mereka dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seseorang mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya (Santrock, 2014). Hal ini juga berlaku bagi para pengurus Komisi Remaja, mereka mampu berorganisasi, memecahkan masalah dalam organisasi, mengambil keputusan jika menjadi seorang ketua. Mereka dapat berpikir secara abstrak dan mempertimbangkan mana yang baik atau yang tidak baik dalam mengambil keputusan. Dalam tahap ini, dengan kemampuan berpikir abstraknya, mereka dapat mengerti konsep Tuhan sekalipun tidak terlihat. Seorang remaja dapat berpikir mengenai kebutuhan akan ikatan dengan Tuhan. Pengurus Komisi Remaja menjadi lebih sadar akan pentingnya keberadaan Tuhan bagi kehidupan mereka. Bagi para pengurus Komisi Remaja, mereka memilih gereja dan berkomitmen untuk melakukan pelayanan dalam kurun waktu tertentu. Kedua adalah perkembangan kepribadian dan sosial yaitu perubahan seseorang dalam berhubungan dengan dunianya seperti kehidupan keluarga, sekolah maupun lingkungan gereja. Selain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga memiliki peran penting dalam kehidupan seorang remaja. Mereka yang masih berstatus pelajar atau mahasiswa memiliki tugas dan tanggung jawab dalam bidang akademik. Selain itu pada masa remaja lingkungan teman sebaya memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam menentukan perilaku. Seorang pengurus Komisi Remaja diharapkan mampu membina hubungan dengan jemaat remaja dan

10 dengan sesama pengurus. Mereka memiliki keinginan untuk konform dengan kelompoknya. Jika mereka berada dalam kelompok yang aktif dan rajin mendekatkan diri kepada Tuhan, hal tersebut dapat memengaruhi perilaku remaja dalam hubungannya dengan Tuhan, begitu pula sebaliknya. Dengan karakteristik remaja seperti di atas, tampak bahwa menjadi seorang pengurus remaja akan menghadapi berbagai tantangan yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari luar dirinya. Tantangan dari dalam dirinya sendiri seperti kemampuan seorang pengurus Komisi Remaja dalam membagi waktu antara studi, keluarga, teman dan juga kegiatan pelayanan sebagai pengurus Komisi Remaja. Tantangan yang berasal dari luar dirinya seperti teman sebaya atau teman bermain yang kurang mendukung aktivitasnya di gereja, ataupun orang-orang terdekat yang juga kurang mendukung. Tantangan-tantangan tersebut dapat menghambat atau mendukung pelayanan mereka sebagai pengurus Komisi Remaja. Menghadapi permasalahan seperti yang dipaparkan di atas, untuk dapat menghadapi tantangan tersebut dibutuhkan kedekatan dengan Tuhan, yang disebut attachment to God yang secure. Attachment to God yang secure membuat individu merasa lebih aman menjalani hidupnya karena Tuhan beserta dengannya. Menurut James Fowler (1995) tahap iman seorang remaja akhir ada pada tahap synthetic-conventional yaitu tahap ketika seorang remaja yang telah mampu berpikir abstrak mulai membentuk ideologi dan komitmen terhadap idealisme tertentu. Fowler juga mengatakan mereka mulai mencari identitas diri dan menjalin hubungan pribadi dengan Tuhan. Ainsworth menyatakan bahwa attachment merupakan ikatan afeksi yang dibentuk mulai dari masa kanak kanak hingga dewasa. Ikatan afeksional dapat terjadi dengan adanya sosok attachment yang kepadanya individu mencari keamanan dan kenyamanan bagi darinya. Attachment tidak hanya diterapkan kepada manusia, tetapi bisa juga diterapkan kepada Tuhan.

11 Attachment to God adalah ikatan afeksional yang nyata antara manusia dengan Tuhan sebagai figur attachment (Okozi, 2010). Attachment to God memiliki dua dimensi yaitu dimensi anxiety dan avoidance (Beck & McDonald, 2004). Dimensi avoidance merupakan perasaan enggan seorang pengurus Komisi Remaja untuk terlibat komunikasi yang intim dengan Tuhan dan cenderung mengandalkan diri sendiri. Dimensi anxiety merupakan kecemasan yang dirasakan oleh seorang pengurus Komisi Remaja mengenai cinta Tuhan kepadanya, kecemasan mengenai penolakan Tuhan kepadanya, kecemasan bahwa Tuhan lebih dekat dengan orang lain, dan kecemasan ditinggalkan oleh Tuhan. Kedua dimensi tersebut dapat membentuk empat model attachment to God. Empat model tersebut yaitu model secure, preoccupied, dismissing, dan fearful. Model yang pertama adalah model secure attachment merupakam gabungan dari dimensi anxiety dan avoidance yang rendah artinya seorang pengurus Komisi Remaja merasa nyaman dan memiliki kedekatan akan hubungannya dengan Tuhan. Pengurus Komisi Remaja selalu mengandalkan Tuhan dalam segala aspek kehidupannya baik pada saat suka maupun duka. Kedua adalah model preoccupied yang memiliki dimensi avoidance rendah dan anxiety tinggi. Anxiety tinggi yang artinya pengurus Komisi Remaja ingin memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan namun merasa dirinya tidak layak di hadapan Tuhan. Avoidance yang rendah yang artinya pengurus Komisi Remaja tidak menolak untuk dekat dengan Tuhan. Pengurus Komisi Remaja merasa malu dan bersalah jika di hadapan Tuhan, sehingga terkadang mereka menjadi cemburu terhadap orang lain yang memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan. Ketiga adalah model dismissing yaitu memiliki dimensi anxiety rendah dan avoidance tinggi. Avoidance tinggi yang artinya pengurus Komisi Remaja lebih

12 mengandalkan dirinya sendiri dan merasa tidak membutuhkan Tuhan. Anxiety yang rendah artinya pengurus Komisi Remaja menganggap dapat mengandalkan dirinya sendiri untuk mengatasi segala permasalahan. Mereka yang merasa tidak ingin untuk terlalu terlibat dalam kegiatan kerohanian. Keempat adalah model fearful yaitu memiliki dimensi anxiety dan avoidance yang tinggi. Anxiety yang tinggi artinya pengurus Komisi Remaja yang merasa takut ditinggalkan oleh Tuhan. Avoidance yang tinggi artinya pengurus Komisi Remaja juga menolak kedekatan dengan Tuhan. Pengurus Komisi Remaja yang merasa pesimistik akan hidupnya, memandang dirinya secara negatif. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi attachment to God (Kirkpatrick, 2005), yaitu hubungan attachment seseorang dengan orangtuanya, kegiatan di gereja, kegiatan kerohanian di sekolah atau di kampus, keadaan krisis dan distress. Faktor yang pertama adalah attachment seseorang dengan orangtuanya. Dickie et al (1997 dalam Moriarty 2007) menemukan bahwa terdapat perbedaan pandangan seseorang dalam hubungan dengan orang tua terhadap hubungan dengan Tuhan, yang dinyatakan dalam hipotesis korespondensi dan kompensasi. Hipotesis korespondensi mengatakan jika seseorang memiliki hubungan yang baik dengan orangtuanya, orang tersebut akan memiliki hubungan yang baik pula dengan Tuhan. Mereka menganggap bahwa orangtua adalah sosok nyata dari Tuhan. Contohnya persepsi ayah yang peduli dikaitkan dengan Tuhan dilihat sebagai figur yang penuh dengan kasih dan kepedulian, persepsi tentang ibu yang sabar dikaitkan dengan gambaran Tuhan yang juga penuh dengan kesabaran. Seperti pada pengurus Komisi Remaja jika mereka memiliki hubungan yang secure dengan orang tuanya, akan lebih mudah untuk memiliki hubungan yang secure pula dengan Tuhan.

13 Dalam hipotesis kompensasi, anak-anak yang attachment dengan orang tuanya terganggu akibat kehilangan dan atau keterpisahan (perceraian/ kematian), mereka kembali kepada Tuhan sebagai figur attachment ketika adanya permasalahan (Kirkpatrick, 2005). Mereka mencari Tuhan sebagai tempat perlindungan, tempat yang memberi rasa aman dan sebagai pengganti dari hilangnya figur attachment tersebut. Seperti pengurus Komisi Remaja yang kedua orang tuanya tidak rukun, akan mencari Tuhan dan ikut melayani di gereja karena merasa mendapatkan rasa aman ketika berada dekat dengan Tuhan. keadaan ini memungkinkan bagi pengurus Komisi Remaja memiliki attachment to God yang secure. Faktor sosialisasi dalam hal ini adalah sosialisasi bagi pengurus remaja yaitu kegiatan kerohanian yang dilakukan pihak Pengurus Komisi Remaja yang secara aktif melayani dan lebih sering mengikuti kegiatan pembinaan rohani, lebih sering mendengarkan Firman Tuhan, memiliki waktu pribadi dengan Tuhan melalui doa ataupun saat teduh memungkinkan memiliki attachment to God yang secure. Faktor lainnya mengenai hubungan dengan Tuhan bisa juga mereka dapatkan dari lembaga tempat mereka bersekolah atau kuliah. Jika mereka aktif dalam aktivitas kerohanian di sana, mereka akan memperoleh pengenalan yang lebih baik tentang Tuhan dan lebih memungkinkan untuk memiliki attachment to God yang secure. Faktor lainnya berhubungan dengan situasi-situasi yang tidak nyaman seperti krisis dan distress, sakit dan cedera, serta kematian dan grieving. Dalam situasi-situasi tersebut dapat terlihat lebih jelas hubungan seseorang dengan Tuhannya. Argyle dan Beit Hallahmi (1997) mengatakan individu lebih banyak berdoa dibandingkan pergi ke gereja saat mengalami keadaan yang stressful. Seperti pengurus Komisi Remaja yang mengalami keadaan stres pada saat menghadapi banyaknya tugas di kampus atau di sekolah, mereka akan lebih banyak berdoa kepada Tuhan, berdoa dapat memberikan rasa tenang dan kekuatan dalam menghadapi cobaan. Kondisi tersebut menjadikan seseorang untuk lebih dekat dengan

14 Tuhan dan memiliki attachment to God yang secure. Dalam hal kematian dan grieving, Loveland (1968 dalam Kirkpatrick 2005) mengatakan bahwa individu yang kehilangan akan lebih religius dan banyak berdoa, namun isi spesifik dari kepercayaan dasar mereka tidak terpengaruh. Kehilangan figur attachment utama (orang tua atau pasangan) mengakibatkan individu mencari sosok pengganti atau mengandalkan figur sekunder sebelumnya seperti mencari Tuhan. Begitu pula pada pengurus Komisi Remaja yang pernah mengalami keterpisahan atau kehilangan figur yang signifikan dalam hidupnya baik itu orang tua ataupun saudara, mereka akan mencari sosok lain seperti mencari Tuhan sebagai figur sekunder. Keadaan ini memungkinkan bagi mereka untuk memiliki attachment to God yang secure dalam keadaan yang tidak menyenangkan. Mereka mencari Tuhan sebagai tempat perlindungan rasa aman. Faktor krisis dan distress menunjang seorang pengurus Komisi Remaja untuk memiliki attachment yang secure. Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir Faktor-faktor yang memengaruhi : - Hubungan/attachment dengan orangtua - Kegiatan di gereja - Kegiatan kerohanian di sekolah atau di kampus - Krisis dan distress Secure Pengurus Komisi Remaja GKI X Bandung Attachment to God pada pengurus Komisi Remaja GKI X Bandung Preoccupied Dismissing Tahap remaja akhir: - Perkembangan kognitif - Perkembangan kepribadian - Perkembangan sosial Dimensi Anxiety Dimensi Avoidance Fearful

15 1.6 Asumsi Penelitian Asumsi penelitian ini adalah Pengurus Komisi Remaja berada pada usia 16-20 tahun dan sedang berada pada tahap remaja akhir. Banyak tantangan yang dialami oleh pengurus Komisi Remaja, dalam melakukan tugasnya yaitu dalam pelayanan, pembagian waktu antara keluarga, sekolah dan pelayanan di gereja sehingga dibutuhkan attachment to God. Attachment to God diukur melalui dua dimensi yaitu dimensi anxiety dan avoidance. Berdasarkan tinggi rendahnya tingkat anxiety dan avoidance dapat diperoleh empat model attachment to God, yaitu secure, dismissing, preoccupied, dan fearful. Faktor-faktor yang memengaruhi attachment to God adalah hubungan dengan orang tua, kegiatan-kegiatan di gereja yang diikuti oleh pengurus Komisi Remaja, sosialisasi mengenai Tuhan dari lingkungan sekolah atau kampus, dan juga kondisi krisis atau distress.