BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. (PT BHMN), dan kemudian disusul dengan 3 (tiga) Perguruan Tinggi Negeri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara hukum tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, maupun kemasyarakatan maupun tugas-tugas pembantuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber

B A B I P E N D A H U L U A N. membutuhkan materi atau uang seperti halnya pemerintahan-pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah. Karena otonomi daerah itu sendiri adalah hak, wewenang, dan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa dalam teritori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan negara (pemerintah) serta memberi perlindungan hukum bagi rakyat. Salah

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada Bab

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH

PROSES PENYUSUNAN PERATURAN DESA

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

BAB I PENDAHULUAN. wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum, 1 yang menganut

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan kebijakan publik dan penyelenggaraan negara. Namun, pasca

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara memerlukan aspek akuntabilitas (pertanggungjawaban).

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas), artinya segala sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal - usul, dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum. Setiap kegiatan disamping

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

Pembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN memandang pentingnya otonomi daerah terkait dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD KABUPATEN/KOTA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 22 April 2016

KEDUDUKAN GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri yang dinamakan dengan daerah otonom. 1

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

I.PENDAHULUAN. Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 Amandemen ke- 4 menyatakan negara mengakui

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai.

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI BIDANG LEGISLASI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. penuh atas kehidupan bangsa nya sendiri. Pembangunan nasional yang terdiri

Oleh : Widiarso NIM: S BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita, gagasan, konsep, bahkan ideologi. Cita-cita, gagasan, konsep bahkan

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB IV PENUTUP. diperluas dan diperkuat dengan semangat demokrasi melalui langkah - langkah pemikiran yang

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

BAB I PENDAHULUAN. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

BAB IV ANALISIS TERHADAP FUNGSI REPRESENTASI ANGGOTA DPD DALAM PENINGKATAN PEMBANGUNAN DI DAERAHNYA (YOGYAKARTA)

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 8/Ags/2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUDNRI Tahun 1945), Negara Indonesia ialah Negara Hukum. Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa segala tindakan yang dilakukan dalam kaitannya dengan penyelenggaraan ketatanegaraan haruslah senantiasa berlandaskan pada hukum. Penggunaan istilah negara hukum ini dikenal dengan konsep Rechtsstaat di Eropa Kontinental; atau The Rule Of Law di negara-negara Anglo Saxon; dan di negara-negara sosialis disebut sebagai Socialist Legality. 1 Implikasi dari pernyataan suatu negara yang menyatakan dirinya sebagai negara hukum adalah segala tindakan yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara haruslah senantiasa berlandaskan pada hukum dan warga negara selaku manifestasi dari suatu negara berhak untuk melakukan pernyataan keberatan atas segala tindakan pemerintah melalui mekanisme yang diajukan pada suatu badan peradilan. Selain secara tegas menyatakan kedudukannya sebagai negara hukum, Indonesia juga dengan tegas menyatakan dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUDNRI Tahun 1945 bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. dan Pasal 37 ayat (5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin kokoh setelah dilaksanakan amandemen dalam UUD NRI Tahun 1945, yang 1 Achmad Ruslan, 2011, Teori dan Panduan Praktik Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan di Indonesia, Rangkang Education, Yogyakarta, Hlm. 19. 1

2 diawali dari adanya kesepakatan MPR yang salah satunya yaitu tidak mengganti bunyi Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 sedikitpun dan terus mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi bentuk final negara Indonesia. Meskipun Indonesia adalah negara kesatuan namun terdapat pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong otonomi daerah dan mendorong pembangunan daerah menjadi lebih pesat. Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dapat dijalankan secara langsung. Pemerintah pusat memiliki wewenang sepenuhnya dalam hal pertahanan, keamanan, moneter dan politik luar negeri. 2 Pemerintah memiliki beban yang sangat berat dalam menjalankan sistem pemerintahan dalam bingkai aturan yang telah tertuang dalam konstitusi. Amandemen UUD NRI Tahun 1945, mengamanatkan adanya kebijakan pemerintahan daerah yang mengalami perubahan mendasar. Perubahan ini dilatarbelakangi oleh adanya kehendak untuk mewadahi semangat otonomi daerah dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat daerah. Otonomi daerah seharusnya mendapat perhatian yang tidak kalah penting dalam pembaharuan UUDNRI Tahun 1945. 3 Laica Marzuki dalam Ni matul Huda mengatakan bahwa otonomi daerah merupakan esensi pemerintahan desentralisasi. Istilah otonomi berasal dari penggalan dua kata bahasa Yunani, yakni autos yang berarti sendiri dan 2 Ray Pratama Siadari, 2010, Konsepsi Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa, Vol. 3 No. 012. Tahun 2010, Makassar, Hlm. 87. 3 Bagir Manan, 2004, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, Hlm. 3.

3 nomos yang berarti undang-undang. 4 Otonomi daerah memberikan kebebasan kepada daerah untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri secara demokratis dan bertanggung jawab dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, pelaksanaan otonomi daerah akan sangat bergantung kepada kesiapan pemerintah dalam menyelenggarakan roda pemerintahan. Menata sistem pemerintahan dengan tujuan agar tercipta pembangunan yang efektif, efesien, transparansi, akuntabel dan mendapatkan apresiasi dari publik akan pencapaian pembangunan tersebut. Dalam rangka menjalankan serta mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut diharapkan mampu mewujudkan percepatan dan pemerataan pembangunan daerah. Selain itu, pelayanan, pemberdayaan dan peran masyarakat, serta daya saing daerah juga dapat tercapai melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggara daerah dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah dan antar daerah. Perkembangan regulasi terkait tentang pemerintah daerah yang terus menerus berubah sejalan dengan perkembangan keadaan memberikan dampak yang besar bagi daerah khususnya daerah pedesaan. Perhatian pemerintah pusat terhadap desa tercermin dalam beberapa langkah kebijakan yang dikeluarkan meskipun berbagai pihak menilai bahwa hal ini justru memberikan tantangan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mensinergikan program pembangunan nasional. 4 Ni matul Huda, 2009, Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa Media, Bandung, Hlm. 83.

4 Kontinuitas perkembangan sejarah desentralisasi di Indonesia ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disingkat UU Desa) pada tanggal 18 Desember 2013. Hal ini menjadikan tantangan akan pembangunan otonomi daerah mengalami perkembangan dan mengukuhkan desa dalam mengatur otonominya sendiri. Perkembangan ini tentu akan memberikan ruang kepada desa dalam rangka melakukan pembangunan sesuai dengan potensi daerah masing-masih. Namun demikian, lahirnya UU Desa tidak serta merta memberikan peluang tetapi juga sejalan dengan tantangan yang akan dihadapi. Keberadaan UU Desa juga diharapkan dapat memberikan kekuatan kepada desa agar semakin berdaya dan mampu menarik simpati generasi muda untuk berkarya dan mengembangkan desa. Selain itu, dari proses penganggaran di desa juga dapat menghasilkan program yang produktif dan berorientasi jangka panjang, seperti, peningkatan kualitas pendidikan, potensi ekonomi daerah dan perbaikan infrastruktur dasar. UU Desa mengatur 10% alokasi anggaran dari APBN untuk kemudian disalurkan ke desa. Pemberian alokasi anggaran tersebut tidak serta merta diberikan tanpa memenuhi segala bentuk aturan yang tercantum dalam peraturan pelaksana UU Desa. Pelaksanaan UU Desa harus segera diberlakukan seiring disahkannya UU tersebut. Namun, pemerintah tidak memperhatikan lebih jauh proses yang akan dihadapi dalam menerapkan UU ini. Kesiapan perangkat desa dalam mengimplementasikan UU Desa merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan. Perangkat desa dalam hal ini kepala desa, sekretaris dan bendahara serta staf yang ada di kantor desa diharapkan mampu mengimplementasikan UU Desa tersebut secara tepat dan terukur

5 sesuai dengan amanat yang terkandung dalam kebijakan ini. Sinergitas semua pihak di desa akan memberikan pelayanan yang maksimal terhadap seluruh warga sehingga kebutuhan penanganan terhadap persoalan kesiapan SDM mutlak dilakukan untuk mewujudkan pelayanan yang prima di tingkat desa. Kebijakan pemerintah dalam mengimplementasikan UU Desa merupakan suatu keharusan. Lahirnya undang-undang tersebut merupakan salah satu bentuk nyata keberpihakan pemerintah terhadap desa. Dengan demikian, implementasi undangundang tersebut harus diarahkan pada bagaimana meningkatkan kesejahteraan di desa. Namun, implementasi dari kebijakan tersebut mengalami kendala seiring dengan berbagai persoalan yang dialami dan terjadi di tingkat desa sendiri termasuk kesiapan SDM atau aparatur desa terkait dengan kehadiran UU Desa. Pemberdayaan desa sebagai salah satu unsur penting dan utama dalam suatu penyelenggaraan pemerintahan yang menopang terwujudnya penyelenggaraan otonomi daerah merupakan suatu keharusan. Namun demikian, pemberdayaan desa tidak hanya dilakukan dari aspek perundang-undangan yang mengaturnya saja, namun harus juga memperhatikan kesiapan pemerintah desa selaku pihak yang akan berperan aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Selain itu, pemerintah pusat juga harus siap memberikan dukungan terhadap pemerintah desa dalam kaitannya dengan implementasi UU Desa. Sinegritas antara pemerintah pusat dan pemerintah desa selaku pelaksana otonomi daerah terkecil haruslah di landaskan pada asas perwujudan kemandirian. Sehingga ke depannya desa tidak lagi bergantung pada sejauhmana pemerintah pusat memberikan bantuan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa, melainkan

6 mampu menjadi penopang terhadap pemerintahan yang ada di atasnya. Tentunya hal tersebut tidaklah mudah, 70 (tujuh puluh) tahun sejak pernyataan kemerdekaan bangsa ini, permasalahan terkait pemerintahan desa masih terus mengalami hambatan, baik dari segi perundang-undangan yang mengaturnya maupun dari segi kesiapan pemerintahan desa dalam pelaksanaan kewenangannya. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang diteliti dalam penelitian ini meliputi 2 (dua) hal, yaitu: 1. Bagaimana tingkat kesiapan perangkat desa di Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar dalam pengimplementasian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa? 2. Bagaimana kedudukan dan konsekuensi kewenanangan perangkat desa dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014? C. Tujuan Penelitian Ada dua tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui tingkat kesiapan perangkat desa terkait dengan pengimplementasian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam hal ini penelitian ini merespon lebih jauh persoalan kesiapan SDM baik dari aspek kuantitas maupun kualitas yang ada di desa. 2. Untuk mengetahui kedudukan dan konsekuensi dari kewenangan perangkat desa sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Hal ini juga terkait erat dengan posisi desa dalam struktur pemerintahan daerah.

7 D. Manfaat Penelitian Apabila tujuan penelitian tersebut tercapai, maka manfaat dan keuntungan yang didapatkan meliputi : 1. Manfaat akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam proses perkembangan ilmu hukum khususnya dalam mendeskripsikan kedudukan dan kewenangan serta kesiapan perangkat desa dalam mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Demikian pula diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang diharapkan menjadi informasi awal bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian tentang desa. 2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemangku kebijakan dalam merumuskan dan mengimplemantasikan kebijakan menyangkut desa secara lebih terarah dan luas. E. Keaslian Penelitian Dari beberapa penelitian yang ada penulis menemukan tiga kecenderungan pokok terkait dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. 1. Tesis dengan judul Kedudukan dan Pengujian Peraturan Desa Dalam Sistem Hukum Perundang-undangan di Indonesia yang ditulis oleh Frengky Alexander Hendra Zachawerus tahun 2014 pada Universitas Gadjah Mada. 5 Terdapat dua rumusan masalah yaitu, Pertama, bagaimana kedudukan peraturan desa dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. 5 Alexander Hendra Zachawerus, 2014, Kedudukan dan Pengujian Peraturan Desa dalam Sistem Hukum Perundang-undangan di Indonesia Tesis, MH FH UGM, Yogyakarta.

8 Kedua, bagaimana sistem pengujian peraturan desa dalam sistem hukum perundang-undangan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan menitikberatkan pada jenis penelitian yuridis normatif. Pada akhir penelitian ini, penulis tersebut berkesimpulan bahwa peraturan desa diakui dan memilki kekuatan hukum yang mengikat sebagai salah satu peraturan perundang-undangan berdasarkan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Selanjutnya, peraturan desa yang dibentuk tidak bertentetangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum. 2. Skripsi dengan judul Kedudukan dan Kewenangan Desa Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia yang tulis oleh Muhammad Farid Alwajdi tahun 2013 pada Universitas Gadjah Mada. 6 Terdapat dua rumusan masalah yakni : Pertama, bagaimana kedudukan desa dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Kedua, bagaimana konsekuensi kewenangan desa dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Dalam skripsi ini disimpulkan bahwa kedudukan desa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang terus menerus mengalami perubahan serta dengan kewenangan hak asal usul yang dimiliki. 3. Skripsi dengan judul Kedudukan Peraturan Desa Pasca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang ditulis oleh Muhammad Nurcholis Alhadi tahun 6 Muhammad Farid Alwajdi, 2013, Kedudukan dan Kewenangan Desa dalam pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, Skripsi, MH FH UGM, Yogyakarta.

9 2014 pada Universitas Gadjah Mada 7 dengan dua rumusan masalah yakni : Pertama, bagaimana kedudukan peraturan desa pasca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Kedua, bagaimana mekanisme pengujian peraturan desa. Penelitian ini menggunakan model penelitian hukum normatif. Dalam skripsi ini disimpulkan bahwa peraturan desa menurut Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 bukan lagi bagian dari peraturan daerah, melainkan peraturan perundang-undangan tersendiri dan diakui berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Kemudian, konsekuensi peraturan desa sebagai peraturan perundangundangan yang diakui maka peraturan desa dapat dilakukan pengujian terhadap peraturan yang lebih tinggi. Bentuk pengujian peraturan desa yaitu judicial review di Mahkamah Agung. Dari ketiga penelitian di atas peneliti belum menemukan kajian mendalam mengenai persoalan-persoalan yang melibatkan kesiapan SDM dalam implementasi kebijakan desa apalagi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa merupakan produk hukum yang relatif baru. 7 Muhammad Nurcholis Alhadi, 2014, Kedudukan Peraturan Desa pasca UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Skripsi, MH FH UGM, Yogyakarta.