HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL. Tingkat perubahan warna, panjang kedalaman zona perubahan warna serta tingkat wangi dinyatakan dalam nilai rata-rata ± simpangan baku.

STUDI INTERAKSI Fusarium sp. DENGAN POHON GAHARU (Aquilaria sp.) MENGGUNAKAN PENDEKATAN SITOLOGI ADE LIA PUTRI

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gaharu

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam perdagangan internasional, produk ini dikenal sebagai agarwood, aloeswood,

CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

ol6 PENGARUH ASAM SALISILAT TERHADAP SIFAT KAW GAHARU (Aquilaria crassna) DESI RUSLIANI

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

Deskripsi Anatomi Tanaman Katuk dan Patah Tulang

BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman yang menyerang eukaliptus. Salah satu penyakit tanaman eukaliptus

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB V. PATOLOGI DAN PATOGENESIS PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

HASIL DAN PEMBAHASAN A B C

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

CARA PATOGEN MENIMBULKAN PENYAKIT

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

8 penghasil gaharu yang terkena infeksi penyakit hingga ke bagian tengah batang (Siran dan Turjaman 2010). Namun sering indikator ini tidak tepat dala

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

Cara Menyerang Patogen (1) Mofit Eko Poerwanto

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014):

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

REVISI DAN PROPOSISI MIKRO TEKS DASAR

REVISI PROPOSISI MIKRO DAN PROPOSISI MAKRO TEKS DASAR

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996).

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut

HASIL DAN PEMBAHASAN

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali...

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN. Ciri makroskopis : mula-mula koloni berupa jelaga-jelaga hitam yang halus, hari fungi mulai menutupi permukaan cawan petri.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

Lampiran. Ria mahardika

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PROSES PENYAKIT TUMBUHAN

Representasi teks makro *teks dasar* Ria mahardika

Induksi Pembentukan Gaharu Menggunakan Berbagai Media Tanam dan Cendawan Acremonium sp. dan Fusarium sp. Pada Aquilaria crassna

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

REVISI DAN PROPOSISI MIKRO LAMPIRAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

HASIL DAN PEMBAHASAN

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

Metode Penelitian terdiri dari beberapa tahapan kerja (Gambar 2).

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.1. Autotrof. Parasit. Saprofit

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Boleng (Cylas formicarius (Fabr.))

Panduan Praktikum. Botani. Tahun Akademik 2015/2016. Oleh : Nurcahyo Widyodaru Saputro, S.Si., M.Sc

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BIOLOGI UMUM (MIP612112)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

Transkripsi:

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Proses Kolonisasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 Fusarium sp. IPBCC. 08.569 tidak membentuk apresorium di permukaan kulit kayu Aquilaria sp utuh. Konidia membentuk tabung kecambah pada jam ke- 6 (Gambar 2a) dan terus memanjang membentuk hifa pada jam ke-8 (Gambar 2b). Pengamatan pada jam ke-24 memperlihatkan adanya kumpulan miselium di permukaan kulit kayu (Gambar 2c). Kulit kayu Aquilaria sp. tidak memiliki lentisel dan hifa tidak ditemukan menembus permukaan kulit kayu. kb hifa Miselium 5 µm 5 µm 5 µm a b c Gambar 2 Perkecambahan konidia Fusarium sp. IPBCC. 08.569 di permukaan kulit kayu Aquilaria sp utuh. Konidia berkecambah (kb). (a) 6 jam, (b) 8 jam, dan (c) 24 jam. Pada uji perkecambahan konidia secara in vitro di atas gelas objek, konidia belum berkecambah pada jam ke-0. Konidia baru mulai menunjukkan adanya perkecambahan pada jam ke-4, dan tabung kecambah terus memanjang membentuk hifa pada jam ke-6 dan ke-8. Jumlah konidia yang berkecambah sebesar 2.92% pada jam ke-4. Sampai pengamatan jam ke-8 persentase perkecambahan konidia meningkat, namun hanya mencapai 5.42% (Gambar 3). Sama halnya dengan pengamatan perkecambahan konidia pada permukaan kulit kayu, apresorium juga tidak terbentuk di atas gelas objek. Gambar 3 Persentase perkecambahan konidia Fusarium sp. IPBCC. 08.569

24 Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan Fusarium sp. IPBCC. 08.569 tidak memiliki kemampuan menembus kulit kayu sebagai penghalang fisik penetrasi serta persentase perkecambahan yang juga rendah, maka pada studi kolonisasi inokulasi dilakukan pada batang yang telah dilukai. Batang dilukai dengan jalan membuang kulit kayu dan jaringan floem. Inokulan yang diberikan berupa biomasa Fusarium sp. IPBCC. 08.569. Sama halnya dengan pengamatan pembentukan apresorium di permukaan kulit kayu yang utuh dan di atas gelas objek apresorium juga tidak terbentuk pada permukaan kayu yang dilukai tempat kontak langsung dengan inokulan. Setelah hifa dan konidia melekat di permukaan kayu yang dilukai (Gambar 4a), konidia berkecambah (Gambar 4b), selanjutnya membentuk hifa penetrasi (Gambar 4c). Hifa penetrasi tersebut masuk ke sel-sel xilem yang terluka (Gambar 4c). Pada jaringan parenkima jejari yang terluka, hifa berkembang ke sel tetangga melalui pori-pori sel (Gambar 4d). hifa konidia kb a b c hp d pori hp Gambar 4 Perkecambahan konidia dan hifa penetrasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 di permukaan kayu Aquilaria sp. yang dilukai pada 7 hsi. a) hifa dan konidia (k), b) konidia berkecambah (kb), c) hifa penetrasi (hp) masuk melalui jaringan terluka, dan d) hifa penetrasi (hp) di dalam parenkima jejari terluka menembus sel berikutnya melalui pori. Perbesaran 2000x.

25 Meskipun Fusarium sp. IPBCC. 08.569 tidak mampu membentuk apresorium, cendawan ini dapat menghasilkan enzim lignoselulolitik. Uji lignolitik Fusarium sp. IPBCC. 08.569 secara kualitatif di dalam media yang mengandung lignin membuktikan bahwa Fusarium sp. IPBCC. 08.569 mampu merombak atau menggunakan lignin sebagai sumber karbon. Fusarium sp. IPBCC. 08.569 mampu menggunakan beberapa sumber karbon kompleks seperti asam galat, asam tanat, naftol, dan p-kresol. Pada medium MEAG, Fusarium sp. IPBCC. 08.569 menyebabkan terjadinya perubahan warna medium menjadi kuning kecoklatan di permukaan bawah koloni (Gambar 5). Pada medium MEAT, Fusarium sp. IPBCC. 08.569 menyebabkan terjadi perubahan warna medium menjadi kuning kecoklatan di permukaan bawah koloni dan terbentuk zona bening di sekeliling koloni (Gambar 6). Terjadinya diskolorisasi pada media MEAG dan MEAT menunjukkan reaksi Bavedamm positif yang menjadi indikasi terbentuknya enzim polifenol oksidase. Gambar 5 Diskolorisasi medium MEAG akibat aktifitas polifenol oksidase (kiri) dan kontrol (kanan) setelah 7 hari inkubasi. Gambar 6 Diskolorisasi medium MEAT dan terbentuknya zona bening di sekeliling koloni akibat aktifitas polifenol oksidase (kiri) dan kontrol (kanan) setelah 7 hari inkubasi. Fusarium sp. IPBCC. 08.569 juga menghasilkan lakase dan tirosinase. Lakase ditunjukkan oleh perubahan warna medium dan koloni menjadi ungu setelah 1 jam penetesan 0,1M 1-naftol, warna ungu menjadi semakin pekat setelah

26 pengamatan pada jam ke-24 (Gambar 7). Sedangkan tirosinase ditunjukkan oleh perubahan warna medium dan koloni menjadi kuning kemerahan setelah pengamatan 1 jam penetesan 0,1M p-kresol dan menjadi merah setelah pengamatan jam ke-24 (Gambar 7). a) 1 jam b) 2 jam Gambar 7 Perubahan warna koloni Fusarium sp. IPBCC. 08.569 setelah ditetesi 0,1 M naftol (pk. 12.00) dan 0,1 M p-kresol (pk. 6.00). Sebelum penetesan (kiri) dan setelah penetesan (kanan). a) satu jam setelah penetesan, b) 24 jam setelah penetesan. Fusarium sp. IPBCC. 08.569 juga memiliki aktivitas enzim selulolitik. Galur ini memiliki indeks selulolitik (Gambar 8) sebesar 0,039 dan aktivitas enzim sebesar 0,01 U/ml filtrat. Berdasarkan kemampuan cendawan dalam menggunakan CMC sebagai sumber karbon membuktikan Fusarium sp. IPBCC. 08.569 membentuk enzim CMC-ase. Gambar 8 Zona jernih yang terbentuk pada medium CMC 1% sebelum divisualisasikan dengan merah kongo 1% (kiri) dan setelah divisualisasikan dengan merah kongo (kanan) 4 hari inkubasi. Selain menghasilkan enzim lignoselulolitik, Fusarium sp. IPBCC. 08.569 juga menghasilkan toksin. Uji hipersensitifitas ekstrak kasar filtrat pada daun tembakau menyebabkan timbulnya gejala hipersensitifitas berupa nekrosis. Gejala hipersensitifitas yang ditimbulkan sangat rendah dengan rataan skor sebesar 0,43. Gejala nekrosis muncul pada hari ke-3. Pada pengamatan hari ke-5 dan ke-7 tidak terjadi penambahan gejala nekrosis (Gambar 9a). Berbeda dengan daun yang dioles dengan ekstrak kasar filtrat, pada daun baik yang hanya diolesi dengan

27 media cair dekstrosa kentang tanpa biakan isolat (Gambar 9b) maupun daun sehat (Gambar 9c) tidak terlihat adanya gejala nekrosis. a) b) c) Gambar 9 Gejala hipersensitifitas daun tembakau a) setelah dioles dengan ekstrak kasar toksin, b) dioles media cair dekstrosa kentang tanpa biakan isolat, dan c) daun sehat pengamatan hari ke-5. Tanda panah menunjukkan bagian daun yang mengalami nekrosis. Kolonisasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 yang teramati sampai akhir pengamatan terbatas pada jaringan hidup. Kolonisasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 pada 7 hsi ditemukan pada jaringan parenkima jejari dan lapisan pertama included phloem dari permukaan tempat inokulasi. Pada 14 hsi, kolonisasi telah mencapai setengah dari tebal jaringan xilem dan terdapat pada jaringan xilem yang sama dengan 7 hsi. Kolonisasi pada 21 hsi juga ditemukan pada jaringan yang sama dengan pengamatan sebelumnya pada daerah xilem dan berkembang ke bagian empelur. Kolonisasi ke arah luar daerah inokulasi baru teramati 14 hsi, ± 100 um ke arah atas dan bawah dari daerah inokulasi di jaringan xilem yang sama (hanya sebagian kecil dari daerah perubahan warna) dan tidak terjadi penambahan luas daerah kolonisasi pada pengamatan 21 hsi. Struktur cendawan yang dibentuk di dalam sel tanaman setelah hifa penetrasi adalah vesikel/gelembung (Gambar 10a) dan hifa infeksi (Gambar 10b). Sedangkan struktur seperti haustorium tidak ditemukan. Hifa menembus sel tetangga melalui pori-pori sel (Gambar 10c) dan masuk ke dalam sel-sel di included phloem (Gambar 10d) yang terletak di dekat sel parenkima jejari yang terinfeksi. Infeksi cendawan menyebabkan jaringan included phloem mengalami kerusakan (Gambar 10d). Pada pengamatan 14 hsi, klamidospora ditemukan di permukaan batang yang diinokulasi (Gambar 10e).

28 hi v 1 µm a) 1 µm b) hifa hifa c) 5 µm d) k 1 µm e) Gambar 10 Perkembangan hifa dan kolonisasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 di dalam sel-sel jaringan xilem Aquilaria sp. a) vesikel (v) di dalam parenkima jejari pada 7 hsi, b) hifa infeksi (hi) di dalam parenkima jejari pada 14 hsi, c) hifa menembus sel tetangga melalui pori sel pada 14 hsi, d) hifa di dalam included phloem pada 14 hsi, dan e) struktur mirip klamidospora (k) pada 14 hsi. a,b,d, dan e merupakan hasil foto mikroskop, sedangkan c merupakan hasil foto SEM perbesaran 1500x. Pada 21 hsi, struktur hifa yang berfragmentasi menyerupai konidia ditemukan pada beberapa sel included phloem (Gambar 11a) dan parenkima jejari (Gambar 11b) ±50 µm di bawah daerah yang diinokulasi. Sebagian dari fragmen tersebut berkecambah (Gambar 11b). Pada 21 hsi hifa sudah mencapai sel-sel di jaringan empelur (Gambar 11c).

29 hb hb a) b) hifa 5 µm c) Gambar 11 Struktur hifa berfragmentasi (hb) menyerupai konidia pada 21 hsi di dalam included phloem (a) dan parenkima jejari (b), serta hifa di dalam sel-sel empelur (c). Gambar a dan b merupakan hasil foto SEM (perbesaran 2000 kali), sedangkan gambar c merupakan hasil foto mikroskop cahaya. Berbeda dengan tanaman yang diinokulasi, pada tanaman yang dilukai (Gambar 12a & 12b) maupun tanaman yang sehat (Gambar 12c) tidak ditemukan adanya strutur cendawan. pj utx pj ip utx pj 5 µm a) b) c) Gambar 12 Sayatan membujur (a) kayu Aquilaria sp. yang dilukai, serta sayatan melintang (b) dan membujur (c) kayu Aquilaria sp. sehat pada 14 hsi. Parenkima jejari (pj), included phloem (ip), dan unsur trakea xilem (utx). Gambar a dan c merupakan hasil foto SEM perbesaran 750x, sedangkan b merupakan hasil foto mikroskop cahaya.

30 4.1.2 Respon Aquilaria sp. terhadap Inokulasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 Respon Aquilaria sp. terhadap inokulasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 yang teramati pada tingkat sel dan jaringan berupa akumulasi senyawa terpenoid. Di daerah inokulasi, akumulasi senyawa terpenoid dapat ditemukan pada jaringan xilem di dalam parenkima jejari, included phloem (Gambar 13a), dan unsur trakea xilem (Gambar 13b) pada 7 hsi dan 14 hsi. Kemudian berlanjut ke daerah empelur pada pengamatan 21 hsi (Gambar 13c). Di luar daerah inokulasi, senyawa terpenoid ditemukan pada jaringan xilem yang sama dengan daerah inokulasi di daerah perubahan warna (Tabel 4), begitupun pada tanaman yang dilukai (Gambar 13d). Pada tanaman sehat akumulasi senyawa terpenoid tidak ditemukan, namun pada jaringan parenkima jejari dan included phloem (Gambar14a), serta empelur (Gambar 14b) ditemukan adanya butir pati. Pada tanaman yang diinokulasi cendawan dan dilukai butir pati ditemukan pada jaringan yang sama di dalam sel yang tidak terdapat akumulasi terpenoid. pj ip utx 5µm a 5µm b e pj utx ip 5µm c 5µm d Gambar 13 Senyawa terpenoid (kuning kecoklatan) pada sayatan melintang kayu Aquilaria sp. a-c) setelah diinokulasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 pada 21 hsi dan d) setelah pelukaan pada 21 hsi. Parenkima jejari (pj), included phloem (ip), unsur trakea xilem (utx).

31 pj e 5µm ip a 5µm b Gambar 14 Akumulasi butir pati (biru kehitaman) pada sayatan melintang Aquilaria sp. sehat a) di dalam included phloem (ip) dan parenkima jejari (pj), serta b) di dalam empelur (e). Respon tanaman akibat inokulasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 yang teramati pada tingkat organ adalah klorosis daun, perubahan warna kayu di daerah inokulasi, dan terdeteksinya aroma wangi gaharu. Klorosis daun dan perubahan warna kayu juga terjadi pada tanaman yang dilukai, sedangkan aroma wangi gaharu tidak terdeteksi akibat pelukaan. Daun yang mengalami klorosis adalah daun yang berada dekat daerah inokulasi dan juga dilukai (Gambar 15). Daun-daun yang klorosis dapat gugur atau bertahan sampai akhir pengamatan. Perubahan warna terjadi di daerah kayu yang diinokulasi dan dilukai. Perubahan warna yang terjadi berkisar dari putih kecoklatan sampai coklat. Inokulasi cendawan menyebabkan perubahan warna kayu menjadi coklat, sedangkan pelukaan menyebabkan warna menjadi putih kecoklatan sampai akhir pengamatan (Gambar 16). Pada tanaman sehat gejala tersebut tidak terjadi sampai akhir pengamatan. Gambar 15 Klorosis daun Aquilaria sp. setelah diinokulasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 pada 7 hsi (kiri) dan tanaman sehat (kanan).

32 a b c Gambar 16 Perubahan warna kayu a) putih, b) putih kecoklatan, dan c) coklat. Inokulasi cendawan dan pelukaan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertambahan panjang dan dalam zona perubahan warna (P<0.01). Tingkat perubahan warna kayu tertinggi terjadi akibat inokulasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 dan berbeda sangat nyata dengan pelukaan (Tabel 4). Periode inkubasi juga berpengaruh terhadap pertambahan panjang dan dalam zona perubahan warna kayu (Tabel 5). Pertambahan panjang zona perubahan warna akibat inokulasi cendawan hanya meningkat sampai pengamatan 14 hsi, kemudian menurun pada pengamatan 21 (Tabel 5). Tabel 4 Pengaruh perlakuan terhadap zona perubahan warna (mm) kayu Aquilaria sp. Perlakuan Zona perubahan warna panjang dalam Fusarium sp. 9,9c 1,0c Kontrol + 1,4b 0,3b Kontrol - 0,0a 0,0a Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%. Tabel 5 Pengaruh periode inkubasi terhadap zona perubahan warna (mm) kayu Aquilaria sp. Zona perubahan warna Periode Fusarium sp. Kontrol + inkubasi (hari) panjang dalam panjang dalam 7 7,9a 0,6a 0,4a 0,1a 14 11,6c 1,0b 2,0b 0,4b 21 10,3b 1,3b 1,8b 0,5b Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%. Respon tanaman yang teramati pada tingkat organ berupa klorosis daun, perubahan warna kayu, dan adanya aroma wangi yang dinyatakan dalam bentuk rataan skor. Rataan skor menunjukkan pengaruh inokulasi dan pelukaan terhadap terbentuknya gaharu. Inokulasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 berpotensi

33 mengindulsi terbentuknya gaharu. Pengamatan yang dilakukan pada 7 hsi diperoleh rataan skor sebesar 3,73 yang berarti tanaman berpeluang menunjukkan pembentukan gaharu. Pada pengamatan 14 hsi rataan skor meningkat menjadi 7,8 yang berarti semua tanaman telah menunjukkan pembentukan gaharu. Namun pada pengamatan 21 hsi terjadi penurunan terbentuknya gaharu menjadi kategori ke-2 dengan rataan skor sebesar 5,64 (Tabel 6). Berbeda dengan tanaman yang diinokulasi, gejala terbentuknya gaharu tidak ditemukan pada tanaman yang dilukai saja. Pada pengamatan 7 hsi rataan skor sebesar 0, pada pengamatan 14 hsi rataan skor sebesar 1,27, dan pada 21 hsi rataan skor sebesar 1. Tanaman masih dikategorikan ke dalam kelompok ke-3 karena rataan skor masih berada di bawah 2 sampai akhir pengamatan (Tabel 6). Tabel 6 Pembentukan gaharu akibat inokulasi Fusarium sp. IPBCC. 08. 569 Perlakuan Rataan skor perubahan fisik dan pembentukan aroma wangi 7 hsi 14 hsi 21 hsi Fusarium sp. 3,73 7,8 5,56 Kontrol + 0 1,27 1 Kontrol - 0,00 0,00 0,00 4.2 Pembahasan Fusarium sp. IPBCC. 08.569 tidak membentuk apresorium di permukaan kulit kayu Aquilaria sp. utuh maupun pada batang yang dilukai tempat kontak langsung dengan inokulan. Cendawan ini mirip dengan Fusarium oxysporum yang tidak membentuk apresorium di permukaan luar gandum yang masih utuh (Kang & Buchenauer 2002). Tapi berbeda dengan Fusarium moniliforme yang mampu membentuk apresorium pada saat menyerang benih kedelai (Rahman et al. 2010). Namun secara umum Fusarium spp. dilaporkan tidak membentuk apresorium untuk membantu penetrasi (Kikot et al. 2009). Fusarium sp. IPBCC. 08.569 diketahui tidak dapat menembus penghalang fisik penetrasi (kulit kayu), maka cendawan ini membutuhkan pelukaan untuk memulai penetrasi. Proses penetrasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 terjadi secara pasif melalui daerah yang terluka atau pori-pori sel. Meskipun Fusarium sp. IPBCC. 08.569 tidak mampu membentuk apresorium, cendawan ini dapat menghasilkan enzim lignoselulolitik. Enzim

34 lignoselulolitik yang dihasilkan diduga berperan dalam membantu penetrasi cendawan. Menurut Mendgen & Deising (1993) ketika cendawan patogen tidak membentuk apresorium, enzim ekstraseluler pendegradasi dinding sel yang dihasilkan diduga berperan dalam proses patogenesis. Tamuli et al. (2008) melaporkan bahwa Fusarium oxysporum juga menghasilkan enzim lignoselulolitik saat menginfeksi batang Aquilaria malaccensis. Aktivitas polifenol oksidase tertinggi dihasilkan pada 40 hari inkubasi (0,083 U/ml), sedangkan aktivitas selulase tertinggi dihasilkan pada 20 hari inkubasi (5,01 U/ml). Terjadinya perubahan aktivitas enzim yang dihasilkan diduga berperan dalam perkembangan infeksi dan gejala penyakit pada batang A. malaccensis (Tamuli et al. 2008). Selain menghasilkan enzim lignoselulolitik, Fusarium sp. IPBCC. 08.569 juga menghasilkan senyawa toksin ekstraseluler yang menyebabkan sel tanaman menjadi nekrosis. Toksin yang dihasilkan kemungkinan juga berperan dalam proses penetrasi atau mungkin berperan untuk proses infeksi. Kang dan Buchenauer (1999) melaporkan bahwa Fusarium culmorum mengasilkan toksin trikotesen pada saat menginfeksi gandum. Toksin yang dihasilkan ditemukan pada dinding sel, organel sel, jaringan floem, dan xilem. Toksin yang ditemukan pada dinding sel diduga berperan dalam membantu penetrasi (Kang dan Buchenauer 1999), sedangkan toksin yang ditemukan di dalam sel dan jaringan inang berperan dalam perkembangan proses infeksi (Kang dan Buchenauer 2002). Pengamatan lebih lanjut ke dalam jaringan Aquilaria sp. menunjukkan bahwa kolonisasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 terbatas pada jaringan hidup (parenkima jejari, included phloem dan empelur) tempat ditemukannya akumulasi pati. Ketika Fusarium sp. IPBCC. 08.569 menginfeksi jaringan included phloem, terjadi kerusakan pada jaringan tersebut, karena included phloem memiliki dinding sel yang lebih tipis dibanding jaringan xilem lainnya. Enzim lignoselulolitik atau toksin yang dihasilkan diduga mampu merusak jaringan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa Fusarium sp. IPBCC. 08.569 merupakan cendawan patogen dan tergolong kedalam kelompok cendawan hemibiotrof (Cooke 1978).

35 Kondisi lingkungan kurang menguntungkan untuk perkembangan cendawan, karena telah ditemukan klamidospora dipermukaan kayu yang diinokulasi pada 14 hsi. Diduga metode inokulasi yang digunakan kurang efektif untuk perkembangan cendawan. Menurut Jensen (2010) aerasi yang baik dibutuhkan untuk menjaga dan meningkatkan perkembangan kolonisasi cendawan di dalam tanaman gaharu sehingga dapat menghasilkan gaharu berkualitas. Cendawan ini diduga telah bersporulasi pada pengamatan 21 hsi dengan ditemukannya hifa berfragmentasi yang menyerupai konidia (Groenewald 2005). Infeksi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 menyebabkan timbulnya respon non spesifik dan spesifik tanaman terhadap infeksi yang terjadi baik pada tingkat sel, jaringan maupun organ. Respon non spesifik yang teramati adalah akumulasi senyawa terpenoid, klorosis daun, dan perubahan warna kayu. Gejala tersebut selain terjadi pada batang yang diinokulasi, juga terjadi pada batang yang hanya dilukai. Sedangkan respon spesifik dicirikan dengan terbentuknya aroma wangi khas gaharu dan hanya terdeteksi pada batang yang diinokulasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569. Hal yang sama juga pernah dilaporkan oleh Putri et al. (2008) bahwa inokulasi isolat uji dan pelukaan pada Aquilaria crassna menyebabkan terjadinya respon non spesifik dan spesifik tanaman terhadap perlakuan. Senyawa terpenoid diduga merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan Aquilaria sp. sebagai respon terhadap luka dan infeksi Fusarium sp. IPBCC. 08.569. Senyawa terpenoid tersebut disintesis di dalam jaringan hidup (parenkima jejari, included phloem, dan empelur) yang akan merusak akumulasi pati ketika proses infeksi dan pelukaan terjadi. Menurut Qi et al. (2005); Okudera & Ito (2009) seskuiterpenoid (golongan terpenoid) dibentuk pada sel hidup. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Nobuchi dan Siripatanadilok (1991) bahwa parenkima merupakan tempat terjadinya biosintesis senyawa gaharu. Kandungan pati dalam parenkima akan menurun setelah pelukaan atau inokulasi cendawan. Sedangkan senyawa terpenoid yang ditemukan pada unsur trakea xilem diduga hanya tempat deposit tapi bukan tempat sintesis senyawa terpenoid. Respon tanaman yang teramati pada tingkat organ berupa klorosis daun diduga berhubungan dengan terganggunya ketersediaan hara akibat adanya

36 pelukaan. Kekurangan hara tersebut menyebabkan daun menjadi kekurangan pigmen klorofil sehingga daun menjadi klorosis (Nieamann & Visintini 2005). Sedangkan perubahan warna kayu diduga terjadi akibat adanya akumulasi senyawa terpenoid dalam jaringan kayu. Terjadinya perluasan perubahan warna di luar daerah infeksi diduga merupakan respon hipersensitif tanaman untuk membatasi infeksi Fusarium sp. IPBCC. 08.569. Menurut Prins et al. (2000) respon hipersensitifitas tanaman bisa berupa terjadinya nekrosis sel dan adanya akumulasi senyawa pertahananan. Inokulasi cendawan menyebabkan terjadinya perubahan warna lebih gelap dibanding pelukaan. Selain itu inokulasi cendawan juga menyebabkan panjang dan dalam zona perubahan warna yang sangat berbeda nyata bila dibandingkan akibat pelukaan. Infeksi cendawan diduga menyebabkan peningkatan akumulasi senyawa terpenoid, sehingga warna menjadi lebih gelap dan lebih panjang. Perubahan warna masih digunakan sebagai indikator kayu gaharu akan menghasilkan senyawa gaharu. Semakin gelap warna yang dihasilkan, semakin tinggi tingkat gubal gaharu yang dihasilkan (Ng et al. 1997; Barden et al. 2000). Aroma wangi hanya terdeteksi pada kayu yang diinokulasi dengan Fusarium sp. IPBCC. 08.569. Diduga senyawa utama aroma wangi gaharu (turunan seskuiterpenoid dan peniletil kromon) tidak terbentuk akibat adanya pelukaan namun karena infeksi cendawan. Inokulasi cendawan pada tanaman gaharu dapat menginduksi terbentuknya seskuiterpenoid yang merupakan kelompok terpenoid (Ishihara et al. 1991; Qi 1995; Michiho 2005; Bhuiyan et al. 2009; Fudai et al. 2009; Okudera & Ito 2009). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Qi (1995); Qi et al. (2005); dan Bhuiyan et al. (2009) bahwa senyawa utama yang berperan dalam menghasilkan aroma wangi gaharu (seskuiterpenoid dan turunan peniletil kromon) tidak ditemukan pada pohon Aquilaria sp. yang sehat maupun tanaman yang hanya dilukai, tapi pada pohon yang sakit dan terinfeksi. Diduga cendawan merangsang sintesis senyawa tersebut. Fusarium sp. IPBCC. 08.569 berpotensi menginduksi terbentuknya gaharu, sedangkan pelukaan tidak berpotensi dalam menginduksi terbentuknya gaharu. Hal tersebut didukung dengan hasil rataan skor yang diperoleh. Terjadinya

37 perubahan peningkatan dan penurunan gejala pembentukan gaharu diduga karena metabolit sekunder yang berperan dalam pembentukan senyawa gaharu terus berubah-ubah di dalam pohon gaharu. Perubahan tersebut diduga berhubungan dengan aktivitas infeksi cendawan. Senyawa gaharu yang dihasilkan akan meningkat bersamaan dengan mulai terjadinya proses infeksi dan aroma wangi menurun dan hilang bersamaan dengan berhentinya proses infeksi cendawan. Selain karena proses infeksi berhenti, terjadinya penurunan rataan skor pada akhir pengamatan diduga juga disebabkan karena penguapan senyawa terpenoid (seskuiterpenoid). Senyawa seskuiterpenoid merupakan senyawa yang mudah menguap dan diduga berpengaruh terhadap perubahan warna dan terbentuknya aroma wangi (Okudera & Ito 2009). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Okudera & Ito (2009) bahwa terjadi penurunan jumlah senyawa seskuiterpenoid yang dihasilkan Aquilaria sp. setelah beberapa minggu diberi perlakuan metil jasmonat, asam salisilat, atau ß-glucan, diduga hal tersebut terjadi karena senyawa seskuiterpenoid yang dihasilkan menguap ke udara.