1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Kesehatan adalah hak azasi dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan dengan tujuan guna meningkatkan kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2004). Wacana tentang kesehatan sebagai hak azasi manusia dan sekaligus investasi sumber daya manusia tersebut telah terdengar dimana-mana. Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan salah satu organisasi yang membantu pemenuhan hak azasi manusia dalam bidang kesehatan misalnya dalam hal penyelenggaraan donor darah. (Depkes, 2006) Penyelenggaraan donor darah di Indonesia, dilakukan oleh tiga pilar penyelenggara yang memiliki tugas dan tanggungjawab terhadap pemenuhan stok darah. Pertama, Kementerian Kesehatan selaku pemegang regulasi. Kedua Perhimpunan Donor Darah Indonesia (PDDI) yang berperan menggugah serta memotivasi masyarakat agar mau melaksanakan kegiatan donor darah dan ketiga Palang Merah Indonesia (PMI), sebagai lembaga yang diamanatkan melakukan kegiatan transfusi darah (Adang, 2012). PMI merupakan organisasi pelaksana dari Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1980 tentang transfusi darah dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.478/Menkes/Per/X/1990 tentang upaya kesehatan di bidang transfusi darah. Supaya tanggung jawab tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, PMI
membentuk Unit Transfusi Darah (UTD) sebagai pelaksana teknis mulai dari tingkat Pusat hingga di Kabupaten dan Kota (PMI Pusat, 1998). Tugas pokok PMI adalah kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana, pelatihan pertolongan pertama untuk sukarelawan, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta pelayanan transfusi darah (sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 18 tahun 1980). Oleh sebab tugas pokok tersebut, PMI memberi pelayanan transfusi darah. Saat ini Palang Merah Indonesia telah melaksanakan kegiatan transfusi darah yang tersebar di 30 Provinsi Tingkat I dan 323 cabang di daerah dengan 165 UTD di seluruh Indonesia (Munandar, 2008). Dalam rangka menghadapi perkembangan masyarakat Indonesia di masa depan yang semakin global dalam suasana yang semakin demokratis maka PMI harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebagai stakeholder untuk ikut mengambil peran aktif di dalamnya. Untuk itu UTD PMI dituntut untuk membangun jaringan yang sangat luas melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah, serta membangun jaringan sesama Palang Merah baik nasional maupun internasional. PMI semakin dirasakan kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Sudah banyak pengalaman dan pelajaran berharga yang dipetik PMI dalam penanggulangan korban baik kecelakaan, bencana alam, suasana konflik bersenjata maupun dalam penyediaan darah. (Depkes, 2006) Untuk memenuhi kebutuhan darah bagi masyarakat itu, PMI menjalin kerjasama instansi baik TNI-Polri sebagai pendonor rutin, pendonor dari keluarga pasien, lembaga pendidikan serta di gerai-gerai donor darah yang diadakan oleh PMI sewaktu-waktu di tempat-tempat umum seperti kampus, mall, dan lain sebagainya.
Walaupun berbagai upaya telah dilakukan oleh PMI, namun masyarakat untuk mendonorkan darahnya tetap saja rendah. Hal ini menandakan kurang optimalnya usaha PMI dalam menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang berpotensi dalam hal sumbangan darah. Masyarakat belum menyadari bahwa donor darah tidak hanya memiliki nilai kemanusian tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Jukka Salonen (1997), dan koleganya dari Universitas Kuopio, Finlandia bahwa donor darah dapat mengurangi resiko penyakit jantung koroner pada pendonor darah pria karena berkurangnya jumlah zat besi dalam darah (Buletin Transfusi Darah, 1997). Namun ketersediaan stok darah di PMI sering kali tidak mencukupi kebutuhan di masyarakat. Selain karena usaha PMI yang kurang optimal, hal ini juga dikarenakan masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang manfaat donor darah bagi kesehatan si donator dan banyaknya mitos-mitos yang berkembang di Indonesia tentang dampak negatif dari donor darah. Beberapa mitos negatif yang berkembang di masyarakat seputar donor darah antara yaitu; donor darah dapat membuat kita gemuk, membuat badan lemas, wanita tidak boleh mendonorkan darah, menimbulkan kecanduan. Selain itu banyak juga masyarakat yang beranggapan bahwa PMI memperjualbelikan darah hal ini dikarenakan bahwa pasien yang membutuhkan darah diharuskan membayar biaya pengganti pengelolaan darah (BPPD) untuk setiap kantong darah (PMI, 2009). Peran masyarakat mendukung kerja lembaga kemanusiaan ini rendah, padahal lembaga ini sangat vital menghadapi kondisi darurat, garda terdepan saat bencana
seperti gempa dan tsunami Aceh, gempa Padang serta menjadi bank darah rujukan. Bagaimanapun PMI punya tanggung jawab sekaligus peran besar untuk menyelamatkan banyak nyawa manusia. Tetapi pada kenyataannya, kesadaran masyarakat dalam mendonorkan darah baru 0,6%. Maka tidak heran jika terdengar banyak daerah kekurangan pasokan darah (Yuliady, 2010). Pentingnya ketersediaan darah di bank darah PMI adalah untuk memenuhi kebutuhan akan transfusi darah yang dapat terjadi kapan saja seperti untuk korban kecelakaan yang dalam kondisi gawat darurat yang membutuhkan transfusi darah, pasien operasi mayor seperti operasi jantung, bedah perut, seksio sesarea, para penderita penyakit darah seperti thalassemia (PMI.2009). Palang Merah di negara-negara maju tidak mengalami kendala yang berarti dalam menjalankan peran dan fungsinya, terutama dalam hal ketersediaan darah. Mereka pada umumnya telah memiliki relawan donor darah sukarela, sesuai dengan rekomendasi World Health Organization (WHO) dan Council of Europe agar digalakkan penggunaan darah yang bersumber dari donor darah sukarela yang tidak dibayar (Contretas, 1995). Data dari negara maju menunjukkan tingkat donasi darah sebanyak 60-100 per 1000 penduduk, sedangkan di Asia tingkat donasi darah yang paling maju adalah Jepang yaitu 68 per 1000 penduduk, Korea 40 per 1000 penduduk, Singapura 24 per 1000 penduduk, Thailand 13 per 1000 penduduk, dan Malaysia 10 per 1000 penduduk (Aziz, 2000). Ketersediaan pasokan darah masih perlu ditingkatkan mengingat masih tingginya permintaan darah di Indonesia. Tingginya permintaan dipengaruhi beberapa
hal seperti keadaan geografis Indonesia yang masih rawan bencana, tingginya angka kecelakaan, dan kematian ibu yang kebanyakan diakibatkan perdarahan (Adang, 2012). Angka kematian akibat dari tidak tersedianya cadangan tranfusi darah pada negara berkembang relatif tinggi. Hal tersebut dikarenakan ketidakseimbangan perbandingan ketersediaan darah dengan kebutuhan rasional. Indonesia memiliki tingkat penyumbang enam hingga sepuluh orang per 1.000 penduduk. Hal ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan sejumlah negara maju di Asia, misalnya di Singapura tercatat sebanyak 24 orang yang melakukan donor darah per 1.000 penduduk, berikut juga di Jepang tercatat sebanyak 68 orang yang melakukan donor darah per 1.000 penduduk (Daradjatun, 2008). Pada tahun 2005, Palang Merah Indonesia (PMI) mampu mengumpulkan 1.285.000 kantung darah atau setara dengan 350.000 donor darah. Ini diasumsikan bahwa tingkat penyumbangan adalah 6 orang per 1.000 penduduk. Jumlah ini tentu saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi populasi di Indonesia. Bila menggunakan tolok ukur yang ditetapkan oleh badan kesehatan dunia, World Health Organisation (WHO), untuk jumlah penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah sekitar 230-240 juta, idealnya memiliki kantong darah sekitar 2% dari jumlah penduduk, atau sekitar 4,6 juta kantong per tahun (PMI, 2009). Indonesia membutuhkan sedikitnya satu juta pendonor darah guna memenuhi kebutuhan 4,5 juta kantong darah per tahunnya. Sedangkan unit transfusi darah Palang Merah Indonesia (UTD PMI) menyatakan bahwa pada tahun 2008 darah yang terkumpul sejumlah 1.283.582 kantong. Hal tersebut menggambarkan bahwa
kebutuhan akan darah di Indonesia yang tinggi tetapi darah yang terkumpul dari donor darah masih rendah. Di Kota Medan, rata-rata kebutuhan darah di rumah sakit setiap harinya mencapai 100 kantong darah dengan ukuran setiap kantongnya sekitar 350 cc. Golongan darah yang dibutuhkan bervariasi baik golongan darah 0, A, B maupun AB. Sedangkan pasokan darah yang mampu disediakan oleh PMI Cabang Medan masih antara 50 hingga 80 kantong darah dengan jumlah ketersediaan golongan darah AB 6%, golongan darah 0 40% dan 54% golongan darah A dan B. Hal ini membuktikan bahwa realisasi dari aksi donor darah di Kota Medan masih kurang. Jumlah Donor Darah Sukarela (DDS) di Kota Medan juga rendah bila dibandingkan dengan DDS di Pulau Jawa seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Di Pulau Jawa DDS mencapai 90% sedangkan di Medan DDS hanya 15-20% (Lidya, 2006). Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Medan krisis stok darah karena tidak seimbangnya kebutuhan dan pasokan. PMI Medan per harinya kekurangan stok darah sekitar 60 kantong dari 160 kantong darah yang dibutuhkan per hari (www.waspada.co.id, 2012). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asri Budiningsih (2010) terhadap 65 pendonor darah yang mendonorkan darah di UTD-PMI Medan menunjukkan 9 orang (13,8%) berada pada kelompok umur 19 tahun - 24 tahun, 9 orang (13,8%) berada pada kelompok umur 25 tahun - 30 tahun, 13 orang (20%) berada pada kelompok umur 31 tahun - 36 tahun, 13 orang (20%) berada pada kelompok umur 37 tahun - 42 tahun, 10 orang (15,4%) berada pada kelompok umur
43 tahun - 48 tahun, 4 orang (6,2%) berada pada kelompok umur 49 tahun - 54 tahun, 7 orang (10,8%) berada pada kelompok umur 55 tahun - 60 tahun. Dari data diatas terlihat bahwa jumlah responden berdasarkan umur yang paling besar menyumbangkan darah adalah umur 31 36 dan 37 42 tahun yaitu 13 orang (20%). Padahal untuk umur 19 tahun - 24 tahun hanya 9 orang yang mendonorkan darah. Ini adalah angka yang sangat kecil. Umur 19 tahun-24 tahun masih dalam kategori usia produktif tetapi sangat sedikit jumlahnya dalam hal donor darah. Organisasi Album yang merupakan organisasi kepemudaan memiliki anggota yang berada pada usia produktif, yang menurut hemat peneliti sangat berpotensial sebagai pendonor darah aktif. Anggota organisasi Album sebagai masyarakat muda yang masih kuat dan bersemangat hendaknya berperan aktif dalam meningkatkan jumlah ketersediaan darah. Album sebagai organisasi kepemudaan dapat berperan secara langsung dengan menjadi donor darah sukarela berkala, bisa juga secara tidak langsung dengan mengajak atau mempromosikan aksi donor darah kepada masyarakat luas. Promosi aksi donor darah ini bisa dilakukan dalam banyak kegiatan Album, seperti kegiatan sosial yang rutin dilakukan setiap tahun, contohnya : pada saat bakti sosial. Dengan adanya sifat kerelaan dalam pertemanan seperti organisasi non formal ini, masih ada harapan yang besar dalam proses peningkatan bantuan darah. Modal sosial yang merupakan sarana agar terjadi keikatan yang kokoh dalam membangun suatu kelompok masyarakat, masih terdapat dalam berbagai organisasi non formal.
Maka, tidak diragukan jumlah bantuan darah semakin meningkat jika PMI lebih aktif dalam mengupayakan organisasi non formal seperti organisasi ALBUM-Medan ini. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pemuda dalam mendonorkan darahnya di PMI. Dengan demikian penulis mengangkat judul Faktor-faktor yang memengaruhi anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) terhadap mendonorkan darah di PMI Medan Tahun 2012. 1.2. Perumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini faktor-faktor apa saja yang memengaruhi anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) terhadap mendonorkan darah di Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Medan tahun 2012. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain: Untuk melihat faktor-faktor apa saja yang memengaruhi anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) terhadap mendonorkan darah di Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Medan tahun 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan).
2. Untuk mengetahui gambaran sumber informasi yang memengaruhi anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) dalam mendonorkan darah di PMI cabang Medan tahun 2012. 3. Untuk mengetahui pengetahuan anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) tentang donor darah di Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Medan tahun 2012. 4. Untuk mengetahui gambaran modal sosial yang ada dalam kelompok organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan). 5. Untuk mengetahui sikap anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) dalam mendonorkan darah di Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Medan tahun 2012. 6. Untuk mengetahui peran kelompok referensi dalam memengaruhi anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) mendonorkan darah di Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Medan tahun 2012. 7. Untuk mengetahui niat dari anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) dalam mendonorkan darah di Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Medan tahun 2012. 8. Untuk mengetahui tindakan anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) dalam mendonorkan darah di Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Medan tahun 2012. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Secara akademis penelitian ini diharapkan akan memperkaya khasanah penelitian Pendidikan kesehatan dan Ilmu Perilaku di Fakultas Kesehatan Masyarakat. 2. Dapat berguna sebagai bahan informasi untuk penelitian atau studi selanjutnya tentang pendonor darah. 3. Memberikan informasi tambahan kepada masyarakat khususnya ALBUM- Medan mengenai manfaat dari donor darah. 4. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi lintas sektor terkait (Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan) dan pihak PMI dalam menumbuhkan minat masyarakat untuk donor darah.