KARAKTERISTIK MORFOLOGI KAMBING PE DI DUA LOKASI SUMBER BIBIT (Morphological Charackteristic of PE Goat at Two Breeding Centers) UMI ADIATI dan D. PRIYANTO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRACT Goat in Indonesia was grouped into two big grades namely Kacang goat and Etawah (PE), besides Costa and Gembrong (ISA, 1955, DITJENNAK, 1997; SETIADI et al., 1997; 1998). PE goat is a milk and meat type of goat. This research was done to study the morphological charackteristics of PE goat at two breeding villages, namely Donorejo, Kaligesing, Purworejo district, Central Java Province and Pasrujambe, Pasrujambe, Lumajang district, East Java Province. In this study 290 goats in various phisiological status were observed, 140 goats were from Central Java Province and 150 goats were from East Java Province. Morphological variables observed was linear size of body coat from various phisiological status as quantitative data and coat color as qualitative data. These data was analyzed descriptively to observe the morphological charackteristics in each location using SAS program ver. 6.12 to get the differences. Result showed that body size of PE goat from Purworejo was bigger than that from Lumajang, as well as their weight. The dominant coat color was white, while color pattern was two colors (>70%) and only 0.7% with spots. It is concluded that PE goat in Purworejo has bigger size compared to goat in Lumajang. Key Words: PE Goat, Morphological Characteristic ABSTRAK Ternak kambing di Indonesia secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua rumpun besar yakni: kambing Kacang dan Peranakan Etawah (PE), disamping ras kambing Kosta dan Gembrong. Menurut tipenya rumpun kambing PE termasuk kambing dwiguna (penghasil daging dan susu) dengan usaha pemeliharaan kambing PE lebih banyak ditujukan untuk produksi anak/bibit/daging. Penelitian lapang untuk mengkaji karakteristik morfologi dilakukan di dua lokasi sumber bibit kambing PE yang sangat potensial yaitu di Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah dan Desa Pasrujambe, Kecamatan Pasrujambe, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur dengan jumlah ternak yang diukur sebanyak 290 ekor kambing PE dari berbagai umur (status fisiologi) yang terdiri dari 140 ekor di Provinsi Jawa Tengah dan 150 ekor di Provinsi Jawa Timur. Peubah morfologi kambing PE yang diamati adalah ukuran linear permukaan tubuh dari berbagai status fisiologi berdasarkan lokasi dan bobot badan untuk data kuantitatif serta warna tubuh untuk data kualitatif. Data yang terkumpul dianalisa berdasarkan deskriptif statistik untuk melihat perbedaan karakteristik morfologi kambing PE di masing-masing lokasi (data kuantitatif), sedangkan untuk pola warna berdasarkan distribusi frekuensi (data kualitatif) yang dibantu dengan alat bantu paket program SAS ver. 6.12. Hasil pengamatan ukuran linear permukaan tubuh menunjukkan bahwa di Kabupaten Purworejo mempunyai tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan Kabupaten Lumajang, demikian pula dari hasil penimbangan lebih berat bobotnya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa warna tubuh dominan kambing PE adalah putih, sedangkan pola warna tubuh umumnya adalah dua warna di atas 70% dan hanya 0,7% yang warna tubuhnya totol-totol. Dari hasil pengamatan ukuran tubuh dapat disimpulkan bahwa kambing PE di Kabupaten Purworejo memiliki penampilan yang besar dibandingkan dengan Kabupaten Lumajang. Kata Kunci: Kambing PE, Karakteristik Morfologi PENDAHULUAN Ternak kambing di Indonesia, secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua rumpun besar yakni kambing Kacang dan Peranakan Etawah (PE), disamping ras kambing Kosta dan Gembrong (ISA, 1955; DITJENNAK, 1997; SETIADI et al., 1997, 1998). 472
Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah yang berasal dari India yang memiliki iklim tropis/subtropis dan beriklim kering dengan kambing Kacang pada sekitar tahun 1830-an (DEVENDRA dan BURNS, 1983). Dengan demikian kambing PE tersebut telah beradaptasi dengan baik pada lingkungan Indonesia. Namun sampai saat ini penyebaran kambing PE ini masih sangat terbatas dengan total populasi sekitar 500.000 ekor, tersebar tidak merata di seluruh wilayah Indonesia dan hanya 60% dari populasi tersebut ada di Pulau Jawa dan Madura, sedangkan populasi ternak kambing di Indonesia mencapai 16.841.149 ekor (DITJENNAK, 2010), yang jelas kambing PE walaupun dalam jumlah yang terbatas telah banyak tersebar ke berbagai daerah di luar sumber bibit utamanya yaitu Kabupaten Purworejo (Jawa Tengah) dan Kulonprogo (DI Yogyakarta). Menurut tipenya, rumpun kambing PE termasuk kambing dwiguna (daging dan susu), dengan tingkat produksi susu sekitar 0,45 2,1 l/hari/laktasi (OBST dan NAPITUPULU, 1984; SUTAMA et al., 1995). Namun hingga saat ini usaha pemeliharaan kambing PE lebih banyak ditujukan untuk produksi anak/bibit/daging. Tidak adanya sistem perkawinan yang terarah selama ini mengakibatkan produktivitas ternak ini masih sangat beragam. Demikian pula secara kasat mata dapat diketahui adanya variasi yang begitu besar pada tampilan fisik kambing ini. Usaha perbaikan produktivitas kambing PE telah banyak dilakukan sehingga kemurnian kambing PE di daerah pengembangan semakin terancam. Hal ini sangat mungkin terjadi karena pola breeding yang dilakukan petani umumnya masih seadanya tanpa memperhatikan kaedah-kaedah pemuliabiakan yang baku. Dengan demikian dalam waktu cepat akan terjadi degradasi mutu genetik kambing lokal Indonesia termasuk kambing PE. Pemurnian kambing PE di daerah sumber bibit yang dilakukan petani selama ini sangat membantu mengurangi kecepatan pencemaran dan degradasi mutu genetik kambing PE. Karakterisasi biologis kambing PE ini baik ditingkat petani (in-situ) maupun di luar habitat aslinya (ex-situ) perlu dilakukan. Tujuan dari karakterisasi adalah untuk mendapatkan data sifat atau deskripsi morfologi dari ternak kambing PE yang bertujuan untuk membedakan fenotipe dan seberapa besar keragaman genetik yang dimiliki di dua lokasi sumber bibit. MATERI DAN METODE Penelitian lapang untuk mengkaji karakteristik morfologi dilakukan di dua lokasi sumber bibit kambing PE yang sangat potensial yaitu di desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah dan desa Pasrujambe, Kecamatan Pasrujambe, Kabupaten Lumajang, Propinsi Jawa Timur. Pertimbangan dipilihnya lokasi penelitian tersebut adalah: (1) Pada daerah tersebut merupakan sumber populasi kambing PE terbanyak; dan (2) Sumber pakan hijauan yang tersedia cukup baik. Petani kooperator yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 20 orang di masing-masing lokasi. Setiap petani kooperator diwawancara langsung dengan mengisi kuesioner, sedangkan untuk data identifikasi ternak diperoleh dengan cara pengamatan langsung di kandang peternak. Jumlah ternak yang diukur sebanyak 290 ekor kambing PE dari berbagai umur (status fisiologi) yang terdiri dari 140 ekor di Provinsi Jawa Tengah dan 150 ekor di Provinsi Jawa Timur. Pengamatan karakteristik morfologi kambing PE yang diamati adalah bobot badan (ditimbang dengan menggunakan timbangan gantung yang dilengkapi dengan terpal penggantung, satuan dalam kg) dan ukuran linier permukaan tubuh dari berbagai umur terdiri dari sifat kuantitatif berupa ukuranukuran tubuh (cara pengukuran dilakukan menurut ukuran tubuh yang dilakukan AMANO et al., 1981 dan EDEY, 1983 dalam MULLIADI, 1996) dan sifat kualitatif berdasarkan sifat luar yang tampak antara lain warna bulu. Sifat kuantitatif yang diamati meliputi: panjang badan, tinggi pundak, tinggi pinggul, dalam dada, dalam pinggul, lingkar dada, lingkar pinggul, panjang telinga, panjang ekor dan panjang tanduk sedangkan sifat kualitatif yang diamati adalah sebaran pola warna pada seluruh badan mulai dari kepala sampai kaki. Sebaran pola warna dibagi ke dalam warna dasar dominan yang dikelompokkan ke dalam tiga kelompok utama yaitu putih, hitam dan coklat atau kombinasi dari ketiga warna tersebut sesuai dengan sebaran dominasinya. 473
Kombinasi warna dikelompokkan ke dalam satu, dua dan tiga warna. Analisis data berdasarkan deskriptif statistik untuk melihat perbedaan karakteristik morfologi kambing PE di masing-masing lokasi (data kuantitatif), sedangkan untuk pola warna berdasarkan distribusi frekuensi (data kualitatif) yang dibantu dengan alat bantu paket program SAS ver. 6.12 (1997). HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi umum lokasi pengamatan Kabupaten Purworejo adalah salah satu lokasi potensial pengembangan kambing PE sebagai sumber bibit, sedangkan Kabupaten Lumajang adalah yang mewakili lokasi pengembangan dari wilayah asal (Kabupaten Purworejo) dengan agroekosistem yang serupa yaitu agroekosistem lahan kering dataran tinggi iklim basah (LKDTIB). Lokasi berkembangnya kambing PE cenderung di lokasi daerah dataran tinggi, untuk di Kabupaten Purworejo usaha ternak kambing terdistribusi di daerah perbukitan Menoreh yang berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo (Provinsi DIY) yang potensi sumberdaya lahannya terbesar didominasi oleh lahan perkebunan rakyat (kelapa, cengkeh, kopi, kakao, tanaman rempah-rempah juga untuk penanaman hijauan pakan ternak) dan perkebunan negara (perhutani dengan tanaman utama pinus). Sedangkan di Kabupaten Lumajang pengembangan kambing PE tersebar di sekitar lereng pegunungan Semeru yang terletak pada ketinggian 700 1.250 meter dari permukaan laut dan merupakan kawasan pengembangan agropolitan Seroja (Senduro Pasrujambe) dalam pengembangan agribisnis wilayah. Penampilan kambing PE Dari hasil pengamatan pada ternak kambing PE di dua lokasi sumber bibit terlihat bahwa penampilan kambing PE di Kabupaten Purworejo lebih besar/lebih tinggi bobot badannya dibandingkan dengan di Kabupaten Lumajang, kecuali untuk anak prasapih baik jantan maupun betina, jantan muda dan jantan dewasa lebih rendah. Dari hasil analisis kuantitatif (Tabel 1) terlihat bahwa bobot badan ternak kambing secara keseluruhan tidak berbeda nyata (P > 0,05) antara lokasi Kabupaten Purworejo dengan Kabupaten Lumajang demikian pula dengan perbedaan jenis kelamin, akan tetapi untuk anak betina prasapih dan jantan dewasa bobot badannya nyata berbeda (P < 0,05) antar peubah lokasi. Hal ini kemungkinan terjadi karena pertumbuhan/perkembangan anak prasapih di Kabupaten Purworejo lebih cepat karena pakan induknya cukup banyak tersedia sehingga menghasilkan produksi susu yang cukup untuk anaknya, sedangkan jantan dewasa di Kabupaten Purworejo sangat besar karena masih terjaga kemurniannya sebagai pejantan dan Kabupaten Purworejo merupakan daerah sumber bibit kambing PE di Pulau Jawa. Sifat morfologi kambing PE Beberapa sifat kuantitatif morfologi kambing PE yang diamati diantaranya adalah ukuran permukaan tubuh. Rataan ukuran linier permukaan tubuh meliputi: panjang badan; tinggi pundak; dalam dada; lingkar dada; tinggi pinggul; dalam pinggul; lingkar pinggul; panjang ekor, panjang tanduk dan panjang telinga yang dikelompokkan menurut lokasi dan status fisiologi (Tabel 2, 3, 4 dan 5). Tabel 1. Rataan dan simpangan baku bobot badan Kambing PE menurut lokasi dan status fisiologi Donorejo (Purmorejo) Bobot badan (kg) Anak prasapih Anak sapih lepas 11,26 ± 8,15 (25) a 8,15 ± 3,65 (17) a 12,03 ± 5,51 (18) a 13,79 ± 6,82 (31) b 22,17 ± 3,97 (9) a 25,03 ± 7,08 (20) a 21,70 ± 2,95 (5) a 23,39 ± 5,92 (14) a Muda 33,91 ± 9,64 (11) a 39,90 ± 5,67 (21) a 34,00 ± 10,00 (3) a 39,30 ± 3,35 (14) a Dewasa 39,50 ± 21,92 (2) a 46,74 ± 10,25 (45) a 60,00 ± 0,00 (2) b 45,81 ± 7,10 (53) a 474
Pada Tabel 2 terlihat bahwa dari hasil analisa diperoleh rataan ukuran linier permukaan tubuh anak betina prasapih tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05) antar peubah lokasi, akan tetapi untuk anak jantan prasapih menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05) antar peubah lokasi kecuali dalam dada, panjang telinga dan panjang tanduk. Sedangkan pada Tabel 3 diperoleh hasil analisa rataan ukuran linier permukaan tubuh anak lepas sapih jantan maupun betina tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05) antar peubah lokasi, namun demikian rataan ukuran linier permukaan tubuh Tabel 2. Rataan dan simpangan baku ukuran linier permukaan tubuh anak prasapih kambing PE menurut lokasi (cm) Bagian tubuh n = 25 n = 17 n = 18 n = 31 Panjang badan 42,72 ± 13,17 a 36,65 ± 5,93 a 42,69 ± 7,11 a 46,42 ± 8,08 b Tinggi pundak 44,98 ± 8,43 a 40,50 ± 6,46 a 46,89 ± 8,38 a 49,21 ± 8,80 b Tinggi pinggul 47,16 ± 8,18 a 43,53 ± 7,05 a 49,11 ± 9,27 a 52,03 ± 9,76 b Dalam dada 15,88 ± 2,84 a 15,41 ± 8,16 a 16,47 ± 3,60 a 18,50 ± 6,27 a Dalam pinggul 15,10 ± 3,70 a 12,88 ± 2,61 a 16,31 ± 3,79 a 17,45 ± 5,11 b Panjang telinga 22,44 ± 3,96 a 21,85 ± 3,97 a 22,64 ± 3,21 a 23,56 ± 3,57 a Panjang tanduk 1,75 ± 1,19 a 1,50 ± 1,35 a 2,31 ± 0,75 a 2,39 ± 1,52 a Garis punggung 1,60 ± 0,50 a 1,65 ± 0,49 a 1,61 ± 0,70 a 1,23 ± 0,50 b Lingkar dada 47,26 ± 8,87 a 41,94 ± 10,18 a 48,50 ± 8,05 a 50,08 ± 11,43 b Lingkar pinggul 45,90 ± 11,61 a 44,06 ± 9,38 a 50,50 ± 11,12 a 53,48 ± 12,85 b Panjang ekor 11,96 ± 2,22 a 11,47 ± 1,95 a 13,08 ± 2,35 a 13,06 ± 2,73 b Huruf yang berbeda pada baris yang sama dan jenis kelamin sama, berbeda nyata (P < 0,05) Tabel 3. Rataan dan simpangan baku ukuran linier permukaan tubuh anak lepas sapih kambing PE menurut lokasi (cm) Bagian tubuh n = 9 n = 20 n = 5 n = 14 Panjang badan 52,67 ± 3,39 a 56,43 ± 5,02 a 53,00 ± 2,35 a 55,96 ± 4,66 a Tinggi pundak 59,89 ± 9,95 a 59,25 ± 5,52 a 58,30 ± 3,99 a 61,89 ± 5,99 a Tinggi pinggul 63,11 ± 4,54 a 64,08 ± 6,85 a 61,80 ± 4,92 a 65,64 ± 6,20 a Dalam dada 21,33 ± 1,62 a 21,83 ± 3,25 a 21,40 ± 1,95 a 22,14 ± 2,61 a Dalam pinggul 21,72 ± 2,54 a 23,28 ± 3,88 a 21,70 ± 2,86 a 23,39 ± 3,13 a Panjang telinga 25,83 ± 2,65 a 26,60 ± 4,16 a 26,50 ± 1,66 a 26,36 ± 1,95 a Panjang tanduk 5,06 ± 1,93 a 3,97 ± 3,22 a 3,50 ± 1,58 a 3,93 ± 2,59 a Garis punggung 1,33 ± 0,50 a 1,20 ± 0,41 a 1,20 ± 0,45 a 1,36 ± 0,74 a Lingkar dada 63,67 ± 6,46 a 67,43 ± 6,78 a 63,50 ± 2,08 a 63,18 ± 6,41 a Lingkar pinggul 67,28 ± 6,71 a 71,23 ± 7,20 a 64,80 ± 5,20 a 68,68 ± 6,25 a Panjang ekor 15,89 ± 1,90 a 15,40 ± 2,78 a 15,70 ± 1,48 a 14,57 ± 1,50 a 475
anak lepas sapih di Kabupaten Purworejo sedikit lebih besar dibandingkan dengan di Kabupaten Lumajang. Untuk betina muda (Tabel 4) tinggi pundak dan panjang telinga betina dewasa antar peubah lokasi mempunyai perbedaan yang nyata (P < 0,05), sedangkan pada jantan muda tidak ada perbedaan yang nyata (P > 0,05) antar peubah lokasi, akan tetapi secara umum terlihat dari rataan ukuran linier permukaan tubuh bahwa ternak kambing PE muda baik jantan maupun betina di Kabupaten Purworejo lebih besar daripada Kabupaten Lumajang. Hasil analisa rataan ukuran linier permukaan tubuh kambing PE jantan maupun betina dewasa tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05) antar peubah lokasi (Tabel 5), namun demikian rataan ukuran linier permukaan tubuh anak lepas sapih di Kabupaten Purworejo sedikit lebih besar dibandingkan dengan di Kabupaten Lumajang Tabel 4. Rataan dan simpangan baku ukuran linier permukaan tubuh kambing PE muda menurut lokasi Ukuran tubuh (cm) n = 11 n = 21 n = 3 n = 14 Panjang badan 62,95 ± 6,43 a 64,52 ± 4,09 a 62,50 ± 5,07 a 66,61 ± 2,84 a Tinggi pundak 69,55 ± 5,98 a 67,19 ± 4,26 a 69,67 ± 4,62 a 71,07 ± 2,49 b Tinggi pinggul 73,14 ± 6,25 a 73,21 ± 4,85 a 74,33 ± 4,047 a 75,18 ± 3,72 a Dalam dada 26,41 ± 2,78 a 26,69 ± 2,00 a 25,17 ± 1,27 a 27,79 ± 2,45 a Dalam pinggul 26,14 ± 2,98 a 28,90 ± 3,33 a 28,00 ± 2,65 a 28,25 ± 4,07 a Panjang telinga 29,36 ± 3,85 a 28,43 ± 3,76 a 26,67 ± 4,16 a 30,75 ± 3,45 b Panjang tanduk 7,14 ± 5,36 a 8,27 ± 4,53 a 8,33 ± 2,31 a 8,86 ± 2,15 a Garis punggung 1,18 ± 0,40 a 1,00 ± 0,00 a 1,00 ± 0,00 a 1,00 ± 0,00 a Lingkar dada 74,77 ± 5,78 a 78,24 ± 5,41 a 70,67 ± 6,53 a 78,64 ± 5,82 a Lingkar pinggul 80,18 ± 8,90 a 86,50 ± 9,20 a 79,83 ± 11,27 a 84,50 ± 9,01 a Panjang ekor 15,86 ± 3,23 a 16,10 ± 1,35 a 17,67 ± 1,15 a 15,89 ± 1,51 a Tabel 5. Rataan dan simpangan baku ukuran linier permukaan tubuh kambing PE dewasa menurut lokasi Ukuran tubuh (cm) n = 2 n = 45 n = 2 n = 53 Panjang badan 60,50 ± 21,92 a 71,09 ± 5,57 a 77,00 ± 8,49 a 70,41 ± 5,32 a Tinggi pundak 65,00 ± 12,73 a 72,22 ± 4,06 a 90,50 ± 3,54 a 72,87 ± 4,54 a Tinggi pinggul 71,00 ± 11,37 a 78,13 ± 4,58 a 97,00 ± 1,41 a 77,13 ± 4,43 a Dalam dada 27,75 ± 7,42 a 32,66 ± 12,40 a 34,00 ± 2,12 a 29,72 ± 2,17 a Dalam pinggul 27,25 ± 6,72 a 33,82 ± 9,53 a 36,75 ± 1,06 a 31,66 ± 3,61 a Panjang telinga 28,00 ± 1,41 a 31,36 ± 3,78 a 36,50 ± 2,12 a 29,66 ± 3,79 b Panjang tanduk 13,00 ± 8,49 a 11,73 ± 6,48 a 17,25 ± 1,77 a 12,19 ± 4,38 a Garis punggung 1,50 ± 0,71 a 1,04 ± 0,21 a 1,00 ± 0,00 a 1,17 ± 0,47 a Lingkar dada 79,50 ± 19,09 a 83,82 ± 13,28 a 96,25 ± 3,89 a 81,65 ± 11,34 a Lingkar pinggul 83,00 ± 15,56 a 95,43 ± 13,68 a 96,75 ± 4,60 91,05 ± 6,64 b Panjang ekor 15,00 ± 4,24 a 16,22 ± 1,92 a 20,50 ± 2,12 a 16,18 ± 1,88 a 476
Tabel 6. Proporsi sifat kualitatif kambing PE yang diamati dan dikelompokkan menurut lokasi Peubah (%) (%) Warna tubuh dominan Putih 92,00 86,43 Hitam 0,67 11,43 Coklat 7,33 2,14 Pola warna tubuh Satu warna 26,00 5,71 Dua warna 72,00 88,57 Tiga warna 2,00 5,00 Totol-totol - 0,72 Penyebaran belang 1 10 persen 73,22 28,68 10 20 persen 19,64 59,56 20 30 persen 6,25 8,09 30 40 persen 0,89 1,47 > 40 persen - 2,20 Warna belang Putih 9,82 13,14 Hitam 32,14 59,85 Coklat 58,04 27,01 Warna kepala Putih 34,00 2,14 Hitam 24,67 68,57 Coklat 41,33 29,29 Garis muka Cembung 100,00 100,00 Cekung - - Lurus - - Sifat fenotipe kambing PE Sifat kualitatif fenotipe kambing PE yang diamati antara lain warna tubuh dominan, pola warna tubuh, penyebaran belang, warna belang, warna kepala dan bentuk kepala. Warna tubuh dominan dikelompokkan menjadi tiga macam, sedangkan pola warna dikelompokkan menjadi empat macam (Tabel 6). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa warna tubuh dominan kambing PE adalah putih. Warna putih merupakan warna umum kambing PE yang didomestikasi dan pada kambing PE diketahui bahwa warna putih merupakan warna dominan terhadap hitam dan coklat. Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dari hasil sebelumnya yaitu warna tubuh dominan putih sebesar 47 54% (MULLIADI, 1996). Sedangkan pola warna tubuh umumnya adalah dua warna (88,57%) terutama yang berasal dari desa Donorejo. Hanya 5,71% yang warna tubuhnya terdiri dari satu warna dan 5% yang terdiri dari tiga warna. Untuk warna dibagian kepala di desa Donorejo ternyata warna hitam lebih dominan (68,57%) dibanding warna coklat maupun warna putih sedangkan di desa Pasrujambe warna kepala 477
coklat lebih disukai. Seluruh populasi kambing PE yang diamati mempunyai garis muka yang cembung (100%). KESIMPULAN Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa secara umum performans kambing PE di Kabupaten Purworejo lebih bagus dibandingkan dengan Kabupaten Lumajang dengan tingkat kemurniannya lebih baik jika dilihat dari bobot badan dan ukuran linier permukaan tubuh. Warna tubuh dominan kambing PE adalah warna putih dengan pola warna tubuh dua warna serta 100% garis muka cembung. DAFTAR PUSTAKA DEVENDRA, C. and BURNS. 1983. Goat Production in the Tropic. Commonwealth Agricultural Bureux, UK. DITJENNAK. 1997. Panduan Pengembangan dan Pelestarian Plasma Nutfah Nasional. Direktorat Bina Perbibitan, Kementerian Pertanian RI, Jakarta. DITJENNAK. 2011. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian R I, Jakarta. ISA, M. 1955. Beternak Kambing. Balai Pustaka, Jakarta. D. 1996. Sifat Fenotipik Domba Priangan di Kabupaten Pandeglang dan Garut. Thesis, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. MULLIADI, OBST, J.M. and Z. NAPITUPULU. 1984. Milk yields of Indonesian goats. Proc. Aust. Soc. Anim. Prod. 15: 501-504. SETIADI, B., I-W. MATHIUS dan I-KETUT SUTAMA. 1997. Identifikasi dan Karakterisasi Sumberdaya Kambing Gembrong dan Alternatif Pola Konservasinya. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Ternak, Bogor. SUTAMA, I-K., IGM. BUDIARSANA, H. SETIANTO and A. PRIYANTI. 1995. Productive and reproductive performances of young Peranakan Etawah does. JITV 1(2): 81 85. 478