POLA KONSUMSI MASYARAKAT MENIMBULKAN MASALAH SAMPAH DI KAWASAN PESISIR KAMPUNG BUGIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang selalu berhubungan dengan konsumsi, apa itu untuk memenuhi kebutuhan akan makan, pakaian, hiburan, atau kebutuhan lainya. Pengeluaran masyarakat untuk makanan, pakain, dan kebutuhan lainya dinamakan dengan pembelanjaan atau konsumsi. Pengeluaran konsumsi melekat pada setiap orang mulai dari lahir sampai dengan akhir hidupnya, artinya setiap orang sepanjang hidupnya Dari data bank Indonesia, tahun 2000-2008, yang mengatakan perkembangan konsumsi rumah tangga di Indonesia tahun 2000-2008, adalah tahun 2000-2002 menunjukan kecendrungan peningkatan yang relatif, pada tahun ini naik yaitu 1,01% tetapi pada tahun 2003 meningkat menjadi 2,55%. Jadi jika di hitung pada rupiah rata-rata konsumsi masyarakat selama tahun 2000-2008 sebesar Rp 250 trilyun. (Khairani Siregar 2009, http://repository.ac.id) Bertambahnya penduduk dan berubahnya pola konsumsi melakukan kegiatan konsumsi. Oleh masyarakat menyebabkan karena itu, kegiatan konsumsi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang termasuk kantong plastik. (suwerda, 2013). Kantong pelastik atau lebih dikenal
sebagai kantong keresek merupakan salah satu jenis plastik yang paling banyak beredar di masyarakat dengan masa pakai singkat atau sering di buang begitu saja setelah sekali pemakaian. Penggunaan kantong plastik dalam kehidupan sehari-hari merupakan hal yang biasa terjadi. Hal ini karena kantong pelastik mempunyai keunggulan dibanding barang lain. Sifatnya yang ringan, tembus pandang, praktis, murah dan kedap tehadap air. Selain itu meningkatnya penggunaan kantong plastik dimasyarakat disebabkan oleh kemudahan mendapatnya. Masyarakat memperoleh kantong plastik dari pasar tradisional, supermarket, minimarket, warung, toko, atau tempat-tempat yang melakukan kegiatan jual beli lainya. Kantong plastik tidak terdegrasi secara sempurna dalam waktu yang singkat seperti sampah organik lainya. Situasi seperti ini akan menyebabkan sampah-sampah kantong pelastik terus menumpuk dari tahun ke tahun jika tidak mengurangi penggunaannya dari sekarang. Kementerian lingkungan hidup Republik Indonesia menyatakan konsumsi plastik penduduk indonesia setiap harinya mencapai 26,500 ton/hari. Menurut survey yang dilakukan tahun 2008 komposisi sampah non organik termasuk sampah pelastik sudah meningkat 35%, pasar tradisional menyumbang 70% sampah plastik yang tersebar diseluruh indonesia artinya, sebagian besar sampah pelastik yang sudah jelas berbahaya terhadap lingkungan itu berasal dari pasar tradisional. (http://fportfolio.petra.ac.id)
Dalam laporan sebuah penelitian yang diterbitkan di Sciencemag pada Februari 2015 menyebutkan bahwa Indonesia berada di peringkat kedua di dunia penyumbang sampah plastik ke laut setelah Tiongkok, disusul Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa fakta tentang sampah nasional pun sudah cukup meresahkan.(https://blog-sejarahdunia.blogspot.co.id) plastik kelaut ekosistem dilaut akan mati dan lama-kelamaan akan punah, karena saat mereka memakan sampah kantong plastik mereka akan mati. (http:www.jaraksalinggps.com) Cara pandang masyarakat yang salah tentang sampah telah menyebabkan rendahnya tingkat kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk memecahkan masalah persampahan. kebiasaan membuang sampah sembarangan nampaknya telah menjadi bagian dari Menurut Riset Greeneration, perilaku hidup bagi kebanyakan organisasi nonpemerintah yang telah 10 tahun mengikuti isu sampah, satu orang di Indonesia rata-rata menghasilkan 700 kantong plastik pertahun. Di alam, kantong plastik yang tak terurai menjadi ancaman kehidupan dan ekosistem, baik ekositem di laut maupun ekosistem masyarakat yang tidak peduli sampah dan cenderung mementingkan diri sendiri. Merubah cara pandang masyarakat tentang sampah dari anggapan sebagai bahan yang tidak mempunyai manfaat menjadi bermanfaat merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari didarat, saat membuang kantong
upaya pengelolaan sampah secara terpadu (Trihadiningrum, 2008). Setiap daerah memiliki tingkat kesulitan tersendiri dalam pengelolaan pembangunan wilayah. pencemar baik sampah organik maupun non organik ke dalam air laut. Penggunaan kantong plastik yang berlebihan dapat berdampak Salah satu wilayah yang memiliki buruk terhadap lingkungan yang tingkat kesulitan yang cukup tinggi dalam pengelolaan wilayahnya adalah wilayah pesisir. Wilayah pesisir memiliki kompleksitas isu, permasalahan, peluang dan tantangan tersendiri yang berbeda dengan wilayah lainya. Penanganan masalah sampah khususnya di sepanjang daerah pesisir masih banyak mengalami kendala. Kebiasaan masyarakat yang membuang sampah langsung ke badan air laut serta kurangnya kemauan masyarakat untuk mengelola sampah yang dihasilkan dalam kegiatan sehari-hari mengakibatkan penurunan kualitas air laut akibat masuknya beban mana kantong plastik memiliki tekstur dan sifat yang tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya menjadi masalah lingkungan. Dengan sifatnya yang tidak bisa teurai oleh alam sangat membahayakan bagi lingkungan, saat kita memakai kantong plastik dan membuang sembarangan maka sampah akan semakin banyak dan akan meyebabkan lingkungan menjadi tercemar. sehingga saat memakai kantong plastik membungkus makanan seharusnya kantong plastik ini dibuang pada
tempatnya atau dibuat sesuatu yang kreatif dan bisa menghasilkan uang. Peraturan tentang kantong plastik berbayar sudah ada di beberapa daerah, hal ini tidak terjadi pada kota TanjungPinang yang mana hal sebaik ini belum diterapkan di dalam masyarakat, sehingga masih banyak tempat-tempat belanja menggunakan kantong plastik, dengan keadaan ini masalah sampah akan sulit di atasi karena setiap orang membeli barang, kantong plastik tadi akan menjadi sampah dan akan di buang sembarangan, kita lihat saja saat membeli sesuatu di toko atau swalayan, mereka akan memberi kita dengan kantong plastik walaupun barang yang kita beli 1 botol air mineral, saat kita keluar dari tempat belanja kita langsung membuang kantong plastik tadi. Dengan keadaan ini maka sampah yang ada akan terus-menerus ada dan tidak akan bisa di atasi secara maksimal. Dari penelitian terdahulu di daerah kota semarang, masalah sampah yang terjadi di daerah Jomblang banyak yang belum menyediakann tempat pewadahan sampah, dari dulu yang menjadi sasaran tempat pembuangan sampah adalah Sungai Bajak dan sampai sekarang masih saja ada masyarakat yang membuang sampah kesungai bajak. (Ragil Agus Prianto, 2011. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Di Kelurahan Jombang Kota Semarang). masalah ini sama terjadinya di Kelurahan Kampung Bugis yang mana masyarakat membuang sampah di perairan sehingga menyebabkan sampah berserakan dimana-mana. Dari data Dinas Kebersihan TanjungPinang yang bertempatan di
Jalan Peralatan No.1, menyatakan bahwa di kecamatan Tanjungpinang kota tepatnya Kelurahan Kampung Bugis terdapat 1 ton sampah perbulanya di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sampah ini diangkut setiap 15 hari sekali, 1 bulan jadi 2 kali pengangkutan. Hasil sampah dalam 1 bulan 1 ton maka diperhitungkan dalam pertahun maka sampahnya 12 ton. Hasil ini sangat mengejutkan betapa banyak sampah yang ada di TanjungPinang, kita lihat saja 1 kecamatan dalam 1 tahun 12 ton kita kali kan 4 kecamatan yang ada di Tanjungpinang, maka hasilnya sangat mengejutkan lagi. Hal ini terjadi karena perilaku masyarakat yang tidak bisa dikontrol, melihat kondisi ini dengan pandangan yang lebih luas, sampah yang begitu banyak karena pola konsumsi masyarakatnya yang berlebihan semakin tinggi pola konsumsi masyarakat maka akan besar masalah sampah yang ada. Konsumsi masyarakat Kampung Bugis dapat kita lihat yang mana setiap pembelian barang apa pun pasti menggunakan kantong pelastik, baik itu berbelanja dipasar maupun di swalayan-swalayan, kantong pelastik ini yang menjadi sampah di kawasan pesisir Kampung Bugis yang mana setelah mereka berbelanja mereka langsung membuang kantong pelastik tadi kelaut atau dibawah rumah mereka. Apa lagi belum mengertinya masyarakat Kampung Bugis untuk memilah-milah sampah organik maupun sampah non organik, sampah yang bisa teruraikan oleh alam dan sampah yang tidak bisa terurai oleh alam, pemahaman seperti ini harus ditanam di dalam
kehidupan masyarakat agar masyarakat bisa berbuat hal yang bermanfaat yang bisa membuat lingkungan itu bersih. Dari data awal untuk melihat pola konsumsi masyarakat Kampung Bugis yaitu yang dapat menghasilkan kantong plaktik adalah dari RW 6, RT 3, yang mana jumlah kepala keluarga di RT 3 adalah 98 kepala keluarga dengan penduduknya mencapai 400 orang. Hal ini akan sedikit menunjukan bagaimana terjadi penumpukan sampah yang ada dipesisir Kampung Bugis, baik itu pola konsumsi dari kebutuhan mupun dari jajan anak. (sumber: Bapak Rukun Tetangga, Bapak Puding). Data penduduk Kampung Bugis dari kantor kelurahan Kampung Bugis tahun 2015, jumlah penduduk Kampung Bugis : 9743 jiwa dengan KK 2568 jiwa, yang mana laki-lakinya berjumlah 5224 jiwa dan perempuanya berjumlah 4519 jiwa, sedangkan berdasarkan usia yaitu 0-15 berjumlah 2502 jiwa dan yang berusia 15-39 berjumlah 4374 jiwa dan yang berusia 40 keatas berjumlah 2867 jiwa. Konsumsi masyarakat di RT 3 ini setiap mereka berbelanja di pasar teradisional mereka mendapatkan kantong pelastik yang mana kantong pelastik ini diberikan setiap mereka membeli barang, mereka membeli cabe diberi satu kantong plastik, mereka membeli ikan diberi satu kantong plastik, mereka membeli sayuran diberi satu kantong plastik, setiap barang belanjaan mendapatkan satu kantong plastik. Kita dapat melihat disini setiap pembelian barang mendapatkan kantong pelastik,
dalam satu hari masyarakat dalam membeli menghasilkan 5 kantong plastik kita kalikan kepala keluarga yang ada di RT 3 ini yaitu 98 kepala keluarga dikalikan 5 kantong plastik yaitu 490 kantong plastik setiap harinya, kita kalikan dalam 1 tahun maka hasilnya yaitu 5.880 kantong plastik yang ada di pesisir RT 3, hal ini belum lagi RT yang lainya yang berada di daerah pesisir Kampung Bugis. Melihat kondisi seperti ini maka sampah yang ada di pesisir Kampung Bugis akan sulit untuk diatasi karena kita lihat saja dalam berbelanja atau mengkonsumsi barang mereka selalu menggunakan kantong plastik, semakin banyak mereka mengunakan kantong plastik maka semakin besar masalah sampah kantong plastik yang ada dan akan kewalahan untuk mengatasinya jika tidak di bentuk kesadaran dan kepedulian masyarakat akan bahayanya sampah kantong plastik ini. Kita lihat lagi dari jajan anak dalam perorang yaitu Rp 5000, yang mana jajan anak ini, anak yang bersekitaran umur 6-10 tahun, uang jajan anak yang mereka beli tidak dikontrol, mereka memberi uang kepada anak mereka dan anak mereka sendiri yang membelanjakan uangnya untuk apapun, kebanyakan anak-anak mereka membeli kokakoka atau snak, setiap di beri uang jajan mereka langsung membeli jajan snak. Apalagi kita lihat ditoko maupun swalayan memberikan semua apa yang kita butuhkan. Dengan tidak di kontrol setiap pembelanjaan anak-anak mereka, maka sampah yang dapat dihasilhan oleh anak-anak mereka tadi berserakan dimana-mana. Semakin
banyak mereka memberi jajan anak maka sampah yang dihasilkan oleh anak mereka juga cukup banyak, karena setiap pembelian jajan akan menghasilkan pelastik baik itu snak maupun jajan lainya. Bukan memberi jajan anak saja, tetapi setiap apa yang anak mereka inginkan mereka akan membelikan, seperti tukang jualan es krim lewat, bakso, atau sate, anak mereka ingin membelinya mereka akan membelinya. Dengan keadaan ini maka semakin banyak membeli maka sampah kantong plastik semakin meningkat karena kantong plastik di Kampung Bugis sudah menjadi sesuatu hal yang biasa dan mudah didapatkan, dengan pemikiran masyarakat yang sedemikian yang menganggap kantong plastik adalah sesuatu yang biasa dan tidak bermasalah dengan lingkungan maka yang terjadi seperti sekarang sampah yang menumpuk di pesisir dan dibawah mereka dari hasil konsumsi mereka. Dari pola konsumsi diatas maka muncul lah sebuah persoalan yaitu persoalan persampahan di Kampung Bugis, yang mana ketika tingkat pola konsumsi masyarakat Kampung Bugis menjadi tinggi, maka akan banyak barang yang dibeli, barang-barang yang dibeli tadi sudah tentu memiliki kantong plastik. Dengan keadaan ini volume sampah akan meningkat sebagai dampak dari bungkus-bungkus tersebut. Belum lagi masih belum terlalu sadarnya masyarakat Kampung Bugis dalam hal pengelolaan sampah. Dengan pola konsusmsi yang selalu menggunakan kantong plastik maka masalah sampah yang ada di Kampung Bugis belum bisa
diselesaikan secara maksimal karena masyarakatnya membuang sampah sembarangan dari hasil konsumsinya, hal ini dapat kita lihat dari kehidupan mereka sehari-hari yang mana membeli sesuatu selalu dengan bungkusan plastik baik itu barang makanan maupun pakaian, dan lainlain. Plastik tadi sampai dirumah mereka buang ke laut dan hanyut kepesisir pantai. Sampah yang paling banyak ditemukan dipesisir Kampung Bugis adalah sampah kantong pelastik yang mana kantong plastik ini di dapatkan dari mereka yang membeli barang di toko maupun di swalayan. Kantong plastik inilah mereka buang kelaut dan menjadi sampah di pesisir pantai mereka. Dengan kondisi laut yang berlumpur yang bisa menyebabkan sampah yang dibuang kelaut akan lengket kelumpur dan akan menumpuk jika tidak di bersihkan lingkungan ini. Sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), Dari data dinas kebersihan tentang sampah di daerah Kampung Bugis, di dalam satu bulan ada 1 ton, itu sampah yang diangkut dari TPA diangkut 15 hari sekali dalam satu bulan, ini sampah yang bisa di catat dalam perbulanya tetapi sampah yang ada di daerah pesisir Kampung Bugis belum bisa di hitung karena belum ada cara yang tepat untuk menanggulangi sampah yang ada di daerah pesisir Kampung Bugis. (Sumber: Data dari dinas kebersihan TanjungPinang) Dengan laut yang berstektur rendah sehingga sampah yang dari daerah lain bisa hanyut kepesisir Kampung Bugis, belum lagi sampah dari masyarakat pesisir Kampung
Bugis sendiri, sehingga mengakibatkan sampah semakin banyak menumpuk baik sampah kiriman maupun sampah dari masyarakat pesisir Kampung Bugis itu sendiri, dengan kebiasaan pemukiman penduduk yang padat selain itu juga terdapat pasar yang merupakan pusat perdagangan di desa Kampung Bugis, sehingga produksi sampah yang begitu banyak, para pedagang tidak masyarakat membuang sampah memperhatikan kebersihanya kelaut dan memandang sampah adalah hal yang biasa mengakibatkan mereka tidak peduli dan menganggap sehingga tercemar lingkungan, selain itu beberapa pemukiman tersebut kondisinya terlihat dari kondisi tidak berpengaruh bagi aktivitas fisiknya, air berwarna hitam dan mereka baik melakukan perkerjaan maupun mereka sedang makan mengahap sampah yang menumpuk didepan mata mereka, dengan bau sampah yang sangat menyengatkan, keadaan ini terjadi karena mereka sudah berbaur dengan lingkungan ini sehingga mereka tidak merasakan hal yang aneh atau menjorokan, sehingga mereka terbiasa akan hal ini. Belum lagi disekitar pesisir Kampung Bugis terdapat daerah keruh, berbau, dan dipenuhi oleh sampah. Kondisi tersebut karena prilaku pola konsumsi masyarakat di sekitar laut Kampung Bugis, sehingga sampah barang-barang yang mereka beli mereka membuangnya secara sembarangan. Adanya sedimen dari sampah bisa menyebabkan tercemarnya laut dan habitat-habitat laut yang ada bisa mati atau lari sehingga nelayan sulit untuk mencari nafkah dan saat
sampah plastik menumpuk akan mengakibatkan terjadinya penyakit seperti demam berdarah yang telah di alami oleh masyarakat Kampung Bugis dan penyakit lainya seperti diare. Keadaan seperti ini karena kurangnya kepedulian masyarakat dan keterbatasan pengetahuan masyarakat Kampung Bugis akan bahayanya sampah yang akan menyebabkan lingkungan pesisir tampak tidak terawat. Kesadaran masyarakat tentang pelestarian lingkungan masih rendah, tercermin dari kegiatan sehari-hari misalnya masih membuang sampah sembarangan dari hasil pola konsumsi mereka, anggapan mereka cara membuang sampah kebawah rumah yang paling praktis dan cepat. Anggapan mereka air laut akan membawa sampah itu ketempattempat lain dan akan bersih sendiri di daerah pesisir. Dengan keadan seperti ini kita perhatikan sepanjang jalan daerah menuju kepesisir, sampah ada di mana-mana, inilah masalah yang mereka buat belum mereka sadari. Dengan lingkungan yang penuh akan sampah akan mengakibatkan tercemarnya lingkungan di pesisir pantai. Melihat kondisi tersebut penulis melakukan penelitian tentang Pola Konsumsi Masyarakat Menimbulkan Masalah Sampah di Kawasan Pesisir Kampung Bugis