BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang

1. PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

TINGGALAN TRADISI MEGALITIK DI DESA BASANGALAS, KECAMATAN ABANG, KABUPATEN KARANGASEM. Kadek Yogi Prabhawa Program Studi Arkeologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB II KAJIAN TEORI. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari tanda,

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB II. umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf. dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB I PENDAHULUAN. bukan sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu system yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

3. Karakteristik tari

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB IV ANALISA DATA. A. Makna Penanaman Anak Pohon Pisang Bagi Jenazah Orang Yang. bagaimana hendaknya manusia memperlakukan lingkungannya.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989: 33).

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki kebudayaan yang beragam. Kebudayaan juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata Kunci : bentuk, fungsi arca, dan periodisasi

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Setiap lingkungan budaya senantiasa memberlakukan nilai-nilai sosial budaya yang

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

ARCA PERWUJUDAN PENDETA DI PURA CANDI AGUNG DESA LEBIH, KABUPATEN GIANYAR

Fungsi Produk Seni Kerajinan Ukir Kayu Guwang

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

SIMBOLISME KEPURBAKALAAN MEGALITIK DI WILAYAH PAGAR ALAM, SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu,

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

INTERAKSI KEBUDAYAAN

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lahir, hidup dan berinteraksi secara sosial-bekerja, berkarya,

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Setiap manusia hidup dalam suatu lingkaran sosial budaya tertentu.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendeskripsikan apa-apa yang berlaku saat ini. Didalamnya terdapat upaya

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam segala kegiatan seperti pendidikan, keagamaan, perdagangan

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

BAB I PENDAHULUAN. dengan bangsa lainnya. Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kajian pustaka merupakan suatu pustaka yang dijadikan pedoman dalam melakukan suatu penelitian yang sering disebut data sekunder. Kajian pustaka digunakan sebagai petunjuk, pembanding, serta penunjang suatu penelitian, karena berisi uraian tentang permasalahan yang tidak jauh terhadap penelitian yang akan diangkat. Kajian pustaka juga dapat digunakan untuk memperoleh sebuah konsep dan teori yang dapat dijadikan landasan dan bahan dalam menjawab semua permasalahan yang akan diteliti. Adapun beberapa sumber pustaka yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Dewa Kompiang Gede, (2008) dalam artikelnya yang berjudul Kedok Muka Merupakan Aspek Religi yang Berkesinambungan di Bali, dalam artikel ini dijelaskan bahwa perkembangan motif-motif hias kedok muka dan manusia sederhana dalam sesajen upacara agama Hindu di Bali seperti sasap yang dibentuk berupa torehan mata, alis, mulut dan bagian rambut. Bentuk kedok muka yang agak rumit biasanya terdapat pada hiasan lamak dan sesajen gebogan.simbol kedok muka dipergunakan pada upacara kematian (ngaben) dipakai penutup mayat yang disebut dengan kajang. Artikel ini digunakan sebagai acuan untuk menjawab permasalahan mengenai makna dari tinggalan tradisi megalitik di Desa Keramas. Ayu Kusumawati, (2006) dalam tulisannya yang berjudul Seni Pada Masa Prasejarah Sampai Masa Hindu-Budha di Bali (Pertumbuhan dan Perkembangannya) mengatakan bahwa pola-pola hias pada masa prasejarah mempunyai fungsi-fungsi yang berhubungan dengan

maksud-maksud untuk kehidupan sehari-hari (fungsi praktis). Pada masa perkembangan tradisi megalitik dan perunggu di Bali muncul pola-pola hias yang merupakan karya cipta baru dan unik. Ide pembuatan pola didorong oleh kekuatan yang diharapkan mampu melindungi manusia dari segala mara bahaya, dengan demikian fungsi dan guna pola hias tidak lagi sebagai hiasan. Perkembangan bentuk dan fungsi pola hias yang berlangsung pada kebutuhan sakral merupakan hasil kreativitas dan dinamika pola pikir masyarakat. Artikel ini dijadikan sebagai acuan dan membantu dalam menjelaskan bentuk dan fungsi tinggalan megalitik di Desa Keramas. Anak Agung Alit Somedasta, (1986) dalam skripsinya yang berjudul Bentuk-Bentuk Megalitik di Banjarangkan, dalam skripsi ini disebutkan bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi megalitik merupakan sebuah landasan agama Hindu di Bali, ini terlihat dari bangunanbangunan suci di Bali yang mengadopsi konsep bangunan pada tradisi megalitik, selain itu pemujaan melalui bentuk-bentuk megalitik dijiwai oleh konsepsi kepercayaan yang berkembang pada masa prasejarah, yang memfokuskan perhatian kepada aspek-aspek yang member kesuburan, keselamatan dan kesejahteraan. Buku ini dijadikan acuan dan membantu dalam menjelaskan mengenai fungsi dan makna dari unsur-unsur megalitik di Desa Keramas. R.P. Soejono, (2008) dalam disertasinya yang berjudul Sistem-Sistem Penguburan Pada Akhir Masa Prasejarah di Bali, berisi tentang penelitian mengenai sarkofagus di Bali yang merupakan salah satu aspek penting yang digunakan sebagai acuan dalam menggambarkan tentang kondisi sosial dan kultural manusia pada masa lampau berdasarkan temuan sarkofagus. Buku ini menyebutkan tentang penggolongan sarkofagus, bentuk sarkofagus dan persebarannya, arti religius bentuk sarkofagus di Bali. Buku ini membantu peneliti dalam menjelaskan tentang bentuk, fungsi, makna dan tipe sarkofagus yang merupakan salah satu unsur megalitik di Desa Keramas.

I Made Suastika, (1997) dalam artikelnya yang berjudul Arca Megalitik Di Desa Tejakula Buleleng menyebutkan istilah lokal pada arca-arca yang ditemukan di Desa Tejakula Buleleng yang disebut sebagai Batu kukuk oleh masyarakat sekitar sebagai media pemujaan terhadap Betara Ratu Gede Penabanan. Selain itu dalam artikel ini juga disebutkan penyebutan arca sederhana yang tidak menunjukkan pengaruh Hindu-Budha berdasarkan bentuknya yaitu arca berbentuk binatang, arca megalitik berbentuk manusia, arca menhir yang diberi pahatan antropomorfik dan arca kepala, baik kepala manusia maupun binatang. Buku ini dijadikan sebagai acuan untuk membantu dalam menjelaskan mengenai bentuk dan fungsi serta tipe arca nenek moyang yang ditemukan di Desa Keramas. I Made Sutaba, Anak Agung Gede Oka Astawa dan Anak Agung Bagus Wirawan, (2007) dalam bukunya yang berjudul Sejarah Gianyar Dari Jaman Prasejarah Sampai Masa Baru- Modern menyebutkan tentang bukti-bukti peninggalan masa megalitik di Kabupaten Gianyar seperti ditemukannya 80 buah arca nenek moyang yang ditemukan di Kabupaten Gianyar yang meperlihatkan kelamin secara mencolok, baik laki-laki maupun perempuan, wajah yang menakutkan, mata melotot, mulut terbuka dengan lidah menjulur keluar. Buku ini membantu peneliti dalam menjelaskan mengenai bentuk dan fungsi arca-arca nenek moyang di Desa Keramas yang merupakan unsur dari kebudayaan megalitik. 2.2 Konsep Konsep merupakan suatu gagasan atau ide yang relatif sempurna dan bermakna, pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya. Pada tingkat konkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau kejadian yang

sesungguhnya. Pada tingkat abstrak dan komplek, konsep merupakan sintesis sejumlah simpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu. Konsep dalam penelitian ini merupakan batasan mengenai peristilahan kata atau frase yang nantinya akan dibatasi. Sebuah konsep bersumber pada judul penelitian atau rumusan masalah atau isi dari penelitian, sehingga dalam penelitian ini dapat dikemukakan beberapa konsep, yaitu : (1) Tinggalan (2) Tradisi megalitik, (3) Bentuk, (4) Fungsi, dan (5) Makna. 2.2.1. Tinggalan Kata tinggalan dalam kamus besar Bahasa Indonesia memiliki arti barang yang ditinggalkan/sisa (Tim Penyusun, 1988 : 949). Kata tinggalan dalam penelitian ini berarti bendabenda hasil ciptaan manusia pada masa lampau, benda-benda tersebut antara lain arca nenek moyang, arca binatang, lumpang batu, menhir, dan sarkofagus. 2.2.2. Tradisi Megalitik Kata tradisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan oleh masyarakat (Tim Penyusun, 1988 : 959) sedangkan megalitik terdiri dari kata mega berarti besar dan lithos berarti batu. Tradisi megalitik dalam penelitian ini adalah adat-istiadat atau kebiasaan dimana manusia memanfaatkan batu-batu besar maupun kecil dalam kehidupan sehari-hari mereka seperti alat tumbuk, meja, tahta, dan arca yang sudah tumbuh sejak jaman nenek moyang. Tradisi pendirian bangunan-bangunan megalitik selalu berdasarkan kepercayaan akan adanya pengaruh kekuatan dari arwah nenek moyang terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Jasa seorang kerabat yang telag mati dihormati dan dipusatkan pada

bangunan-bangunan megalitik (Soejono, et al, dalam Suastika, 2008 : 96). Pengertian bangunan megalitik disini bukanlah selalu merupakan bangunan batu besar, namun obyek-obyek batu lebih kecil dan bahan-bahan lain seperti kayu pun dimasukkan kedalam klasifikasi megalitik bila benda-benda itu jelas dipergunakan untuk tujuan sakral tertentu, yakni pemujaan arwah nenek moyang. Hasil penelitian selama ini menunjukkan adanya hubungan yang erat, bahkan tidak terputuskan antara upacara pemujaan nenek moyang dengan monumen-monumen dari batu kecil maupun dari batu besar, bahkan upacara ini dapat dilakukan tanpa monumen sama sekali (Soejono, et al dalam Suastika, 2006 : 47-48). 2.2.3. Jenis Jenis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti benda yang mempunyai sifat-sifat atau keadaan yang sama, jenis juga berarti macam dan kualitas (Tim Penyusun, 1988 : 359). Jenis dalam penelitian ini adalah penggolongan atau pengelompokan benda-benda tradisi megalitik di Desa Keramas yang mempunyai sifat-sifat atau keadaan yang sama, seperti arca nenek moyang, arca binatang, lumpang batu, sarkofagus dan menhir. 2.2.4 Fungsi Fungsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti kegunaan suatu hal.fungsi merupakan suatu kegunaan atau pemakaian, fungsi secara harfiah dapat diartikan menjalankan dan fungsi selalu menunjukan pengaruh terhadap sesuatu yang lain. Istilah fungsional tidak berdiri sendiri, justru terbungkus dalam suatu hubungan tertentu yang memberikan arti dan makna. Jadi hubungan fungsional menyangkut hubungan pertautan dan relasi (Frazer, 2003 : 24). Fungsi mencakup hubunagan antara bentuk dan fungsi, guna merekonstruksikan prilaku. Melalui analisis bentuk serta hubungan antar peninggalan masa lampau, diupayakan untuk mengetahui untuk apa berbagai peninggalan itu dipergunakan. Penentuan berbagai fungsi dari

peninggalan-peninggalan itu akhirnya dapat membimbing kita ke arah rekonstruksi kebiasaan, prilaku, dan kepercayaan masyarakat yang meninggalkan peninggalan tersebut (Magetsari, 2002 : 25). Fungsi yang dimaksud dalam penelitian adalah kegunaan dari benda tinggalan megalitik oleh masyarakat pendukungnya. Kajian ini lebih banyak mengacu pada bentuk dari tinggalan megalitik yang menyangkut fungsi atau hubungan guna antara arca sederhana dan sarkofagus yang merupakan benda hasil karya manusia dengan tujuan tertentu dari masyarakat pendukungnya yang berkaitan dengan keberadaannya. 2.2.5 Makna Kata makna berarti mengandung arti atau maksud yang mempunyai dua pengertian yaitu : (1) makna yang terkandung dalam kata (perkataan, pribahasa, lambang dan sebagainya), (2) kiasan, guna, falsafah, dan kepentingan (Poerwadarmita, 1984 : 58). Blier dalam Triguna tahun 2000 menyebutkan bahwa manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna. Makna tersebut berasal dari intruksi sosial seseorang dengan orang lain. Dalam makna-makna tersebut disempurnakan pada proses interaksi sosial, karena simbol memiliki makna yang mendalam dan apabila bersifat religius ruang lingkupnya relative terbatas. Keinginan menggunakan simbol tradisional sebagai unsur melegalisasikan kedudukan baru yang dicapai menyebabkan proses terjadinya restrukturisasi, yaitu proses pencapaian kembali simbolisme sesuai dengan kondisi dan tuntutan masyarakat pendukungnya pada saat itu. Berdasarkan uraian tersebut, maka kajian ini lebih banyak mengacu pada makna tinggalan megalitik di Desa Keramas antara lain arca nenek moyang dan sarkofagus.

2.3 Landasan Teori Adapun teori-teori yang digunakan dalam mengkaji permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 2.3.1 Teori Fungsionalisme Struktural Malinowski mengembangkan teori fungsionalismenya yang baru terbit setelah ia meninggal. Buku yang terbit anumerta itu berjudul A Scientific Theory of Culture and Other Essays (1944). Dalam buku itu Malinowski mengembangkan teori tentang fungsi unsur-unsur kebudayaan yang sangat kompleks. Tetapi inti dari teori itu adalah pendirian bahwa segala aktifitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya (Kontjaraningrat, 1980 : 171). Fungsionalisme struktural yang dipelopori oleh Radcliffe-Brown, menolak adanya istilah fungsi yang tidak dikaitkan dengan struktur sosial. Dalam kaitan ini ada sumbangan institusi sebagai upaya pengekalan struktur sosial. Maka, kunci pokok analisis fungsionalisme struktural budaya adalah adanya asumsi dasar bahwa budaya bukan pemuas kebutuhan individu, melainkan kebutuhan sosial kelompok. Tokoh utama paham ini adalah Radcliffe-Brown. Ia berpendapat bahwa analisis budaya hendaknya sampai dasar semua masyarakat yang disebut coaptation. Coaptation adalah penyesuaian mutualistik kepentingan para anggota masyarakat. Dalam konteks ini, Radcliffe-Brown (Kaplan dalam Endraswara, 2006 : 109) berpendapat bahwa sistem budaya dapat dipandang memiliki kebutuhan sosial. Kebudayaan itu muncul karena ada tuntutan tertentu baik oleh lingkungan maupun pendukungnya. Tuntutan itu yang menyebabkan budaya semakin tumbuh dan berfungsi menurut strukturalnya (Endraswara, 2006 : 109).

Pendek kata Radcliffe-Brown (Turner dalam Endraswara, 2006 : 109) berpandangan bahwa dalam kehidupan manusia terdapat hubungan sosial yang khusus dan membentuk suatu keseluruhan yang padu seperti halnya struktur organik. Karena itu dalam analisis fungsi, menurut Radcliffe-Brown harus menghubungkan antara institusi sosial dan kebutuhan masyarakat. Istilah fungsi dalam struktur sosial adalah fenomena sosial yang dilihat dalam masyarakat manusia bukanlah semata-mata keadaan individu, tetapi dilihat dari hasil struktur sosial yang menyatukan mereka (Endraswara, 2006 : 109). Dari pandangan demikian, jelas sekali bahwa fungsi sosial sebuah fenomena budaya sejalan pula dengan pemikiran Malinowski. Maksudnya, kedua ahli tersebut berpendapat bahwa ada efek dan pengaruh timbal balik sistem budaya dengan sistem sosial. Budaya ibarat sebuah sistem organisme yang hidup. Sistem ini membentuk sebuah jaringan yang saling ada ketergantungan. Namun demikian, hal ini tidak bisa dipahami secara harfiah. Budaya tetap hidup dan tak pernah mati semasa penggunanya ada (Endraswara, 2006 : 110). Dengan demikian, fungsional struktural adalah model penelitian yang banyak memperhatikan keterkaitan antar unsur budaya dalam memenuhi fungsinya. Unsur budaya tersebut memiliki makna dan fungsi khas tergantung hubungan struktural di antara unsur tersebut (Endraswara, 2006 : 111). Teori fungsionalisme struktural dalam penelitian ini digunakan untuk mengkaji mengenai fungsi dari tinggalan tradisi megalitik di Desa Keramas terkait dengan keterlibatan manusia pendukung yang menciptakan dan memanfaatkan tinggalan tradisi megalitik sebagai sarana dalam melakukan kegiatan ritual keagamaan. 2.3.2 Teori Semiotika Semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan

lain-lain. Tanda bukan hanya bahasa saja, melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan ini. Tanda-tanda tersebut dapat berupa patung, bentuk dan potongan rumah, seni tari, musik, lukisan dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2012 : 40). Semiotika (semiotics) didefinisikan oleh Ferdinand de Saussure di dalam Course in General Linguistics, sebagai ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Implicit dalam definisi Saussure adalah prinsip bahwa semiotika sangat menyandarkan dirinya pada aturan main (rule) atau kode sosial (social code) yang berlaku di dalam masyarakat sehingga tanda dapat dipahami maknanya secara kolektif (Amir, 2003 : 256). Peirce mengatakan bahwa sesuatu itu dapat disebut sebagai tanda jika ia mewakili sesuatu yang lain. Sebuah tanda yang disebut sebagai representamen haruslah mengacu atau mewakili sesuatu yang disebutnya sebagai objek acuan, ia juga menyebutnya sebagai designatum, denotatum dan dewasa ini orang menyebutnya dengan istilah referent. Jika sebuah tanda memiliki acuannya hal itu adalah fungsi utama tanda itu. Peirce membedakan hubungan antara tanda dengan acuannya kedalam tiga jenis hubungan, yaitu (1) Ikon, jika ia berupa hubungan kemiripan, (2) indeks, jika ia berupa hubungan kedekatan eksistensi, dan (3) simbol, jika ia berupa hubungan yang sudah terbentuk secara konvensi (Nurgiyantoro, 2012 : 41-42). Teori semiotika dalam penelitian ini digunakan sebagai acuan dalam menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan makna dari tinggalan tradisi megalitik di Desa Keramas, Gianyar.

2.4 Model Penelitian Model penelitian merupakan alur penelitian yang dijelaskan dalam bentuk bagan atau diagram, guna mendapatkan jawaban dari permasalahan mengenai jenis, fungsi dan makna tinggalan tradisi megalitik di Desa Keramas. Bagan atau diagram ini diperlukan untuk mempermudah menjelaskan model penelitian. Adapun model penelitian dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut. Tinggalan Megalitik di Desa Keramas Arca nenek moyang Arca binatang Lumpang batu Sarkofagus Menhir Jenis Tinggalan tradisi Megalitik apa saja yang ditemukan Di Desa Keramas Apa Fungsi dan Makna tinggalan tradisi Megalitik di Desa Keramas - Teori Fungsionalisme Struktural - Semiotika - Analisis Morfologi - Analisis Stilistik - Analisis Kontekstual Keterangan : : Kaitan satu arah : Kaitan secara timbal balik Jenis, Fungsi, dan Makna Tinggalan Tradisi Megalitik Di Desa Keramas Gambar 2.1 Model Penelitian

Penjelasan Bagan Diagram di atas digunakan untuk mengarahkan dalam proses penelitian, agar tidak melenceng dari apa yang diharapkan hasilnya nanti dari penelitian ini. Proses penelitian ini berawal dari tinggalan tradisi megalitik di Desa Keramas. Selanjutnya tinggalan tradisi megalitik tersebut berupa arca nenek moyang, arca binatang, lumpang batu, sarkofagus dan menhir, kemudian unsur tradisi megalitik tersebut dikaji berdasarkan jenis, fungsi dan makna, ditelaah dengan beberapa teori yang sesuai dengan kajiannya dan dalam hal ini teori yang digunakan adalah teori fungsionalisme struktural dan teori semiotika. Untuk mengkaji fungsi tinggalan tradisi megalitik digunakan teori fungsionalisme struktural sedangkan untuk makna menggunakan teori semiotika. Data penelitian kemudian dianalisis dengan beberapa teknik analisis data antara lain : analisis morfologi, analisis stilistik, dan analisis kontekstual. Melalui analisis dan teori yang diterapkan dalam penelitian ini, pada akhirnya diharapkan dapat menjawab semua permasalahan yang ada dalam penelitian ini, yaitu mengenai aspek jenis, fungsi dan makna yang didasarkan pada tinggalan tradisi megalitik di Desa Keramas.