BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III. METODE PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN ESKTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH ( Piper crotatum ) SELAMA 90 HARI TERHADAP HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT DDY

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN ESKTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH ( Piper crocatum ) SELAMA 90 HARI TERHADAP HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT DDY

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB III METODE PENELITIAN. Anatomi, Ilmu Jiwa, dan Ilmu Farmakologi. dengan desain penelitian Post Test Only Control Group Design dimana

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Histologi, Patologi Anatomi dan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pemeliharaan hewan coba dilakukan di Animal Care Universitas Negeri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Rancangan penelitian dalam penelitian ini menggunakan rancangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik,

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli - Desember Hewan coba

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

BAB 1 PENDAHULUAN. ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Zat pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam. industri makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dengan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dengan desain posttest only control group design. perlakuan yang akan diberikan, yaitu 6 kelompok.

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan

Gambar 6. Desain Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. terkontrol. Menggunakan 25 ekor tikus putih ( Rattus norvegicus) jantan

BAB III METODE PENELITIAN. Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. ini akan dilaksanakan dari bulan Februari-April tahun 2016.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan eksperimental murni, dengan rancanganpost-test control

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan eksperimental dengan randomized pre post test control

BAB III METODE PENELITIAN. eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Neuron Pyramidal CA1 Hippocampus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. desain The Post Test-Only Control Group (rancangan eksperimental

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada 24 ekor mencit betina strain C3H berusia 8

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. imunologi sel. Sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat,

PENGARUH PROTEKTIF PEMBERIAN MADU PERSONDE TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL PADA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI METANOL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. Laboratorium Patologi Anatomi RSUP dr. Kariadi Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR DAN GINJAL PASCA PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN KEMBANG BULAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Jejas hati imbas obat (drug-induced liver injury; DILI) atau biasa dikenal

Tanaman Putri malu (Mimosa pudica L.) merupakan gulma yang sering dapat ditemukan di sekitar rumah, keberadaannya sebagai gulma 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sasaran utama toksikasi (Diaz, 2006). Hati merupakan organ

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat

BAB I PENDAHULUAN. Warna merupakan salah satu sifat yang penting dari makanan, di samping juga

Ringkasan Uji Toksisitas Akut. e-assignment

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

BAB I PENDAHULUAN UKDW. aminoglikosida (Sudoyo et al., 2007). Penggunaan antibiotik harus

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain posttest

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan the

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Histologi, Mikrobiologi, dan Farmakologi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR SELAMA 28 HARI (Studi pada tikus wistar)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JUPEMASI-PBIO Vol. 1 No. 2 Tahun 2015 ISSN: Halaman

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dianalisis

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya ilmu Biokimia dan Farmakologi.

GAMBARAN HISTOPATOLOGI JANTUNG DAN OTAK PASCA PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN KEMBANG BULAN

BAB I PENDAHULUAN. Deksametason merupakan salah satu obat golongan glukokortikoid sintetik

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. eksperimen Posttest-Only Control Design, yaitu dengan melakukan observasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa

UJI TOKSISITAS AKUT MONOCROTOPHOS DOSIS BERTINGKAT PER ORAL DILIHAT DARI GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT BALB/C

Transkripsi:

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian paparan ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) pada mencit galur DDY selama 90 hari adalah sebagai berikut. 4.1.1 Deskripsi Subjek Penelitian Penelitian ini menggunakan subjek sebanyak 60 ekor mencit galur DDY berusia 8-10 minggu dengan berat 25-30 gram. Sejumlah 30 ekor mencit berjenis kelamin jantan dan 30 ekor mencit berjenis kelamin betina. Rata-rata berat badan mencit betina adalah 27,64±0,42 gram, sedangkan rata-rata berat badan mencit jantan adalah 34,32±0,69 gram Subjek penelitian dikelompokkan dalam lima kelompok perlakuan yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Jumlah subjek masing-masing kelompok adalah 6 ekor mencit. Kelompok perlakuan I diberikan dosis ekstrak etanol daun sirih merah sebanyak 50 mg/kgbb, kelompok perlakuan II dengan dosis 100 mg/kgbb, kelompok III dengan dosis 200 mg/kgbb, kelompok IV dengan dosis 400 mg/kgbb, dan kelompok V sebagai kontrol diberikan akuades. Selama penelitian berlangsung, 17 ekor mencit jantan mati sedangkan mencit betina jumlahnya tetap sama seperti pada awal penelitian. Kelompok perlakuan I dan V jenis kelamin jantan tidak bisa dilakukan analisis statistik karena jumlah subjek hanya satu (n=1) pada setiap kelompoknya. 4.1.2 Hasil Pengamatan Histopatologi Hepar Mencit DDY Jumlah subjek penelitian yang dapat diamati kondisi histopatologinya sejumlah 43 ekor mencit. Subjek penelitian yang masih hidup kemudian dilakukan terminasi di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran UII. Sebelum dilakukan terminasi, mencit dibius menggunakan ketamin kemudian dibedah dan diambil organ heparnya. Pembuatan sediaan histologi dilakukan di Laboratorium Riset FKUII. Sediaan histologi diamati di Laboratorium Patologi Anatomi FKUII dengan menggunakan mikroskop Olympus CX-41. Pengamatan sediaan histologi 23

dilakukan oleh peneliti dengan bimbingan dokter spesialis Patologi Anatomi. Pengamatan dilakukan dengan perbesaran 400x pada lima lapang pandang yang berbeda. Masing-masing lapang pandang dihitung 100 sel meliputi perhitungan jumlah sel hepar normal, degenerasi keruh, degenerasi hidropik, dan nekrosis kemudian dilakukan penilaian kerusakan sel hepar berdasarkan scoring histopathology Manja Roenigk. Jumlah sel yang terhitung kemudian dikalikan dengan nilai masing-masing tingkat perubahan. Nilai minimal jika semua sel merupakan hepatosit normal adalah 100 dan nilai maksimal jika sel hepar mengalami kerusakan total adalah 400. Tabel 5. Penilaian histopatologi Manja Roenigk Tingkat Perubahan Nilai Sel normal 1 Sel degenerasi keruh 2 Sel degenerasi hidropik 3 Sel nekrosis 4 Tabel 6. Hasil perhitungan tingkat kerusakan sel hepar menggunakan penilaian Manja Roenigk Kelompok N Minimum Maximum Mean Std. Deviation IJ (50mg/KgBB) 1 106,00 106,00 106,0000. IIJ (100mg/KgBB) 3 119,00 137,00 126,3333 9,45163 IIIJ (200mg/KgBB) 3 129,00 146,00 134,6667 9,81495 IVJ (400mg/KgBB) 5 128,00 179,00 146,2000 20,48658 VJ (akuades) 1 100,00 100,00 100,0000. IB (50mg/KgBB) 6 105,00 117,00 113,1667 4,91596 IIB (100mg/KgBB) 6 104,00 160,00 129,6667 19,64349 IIIB (200mg/KgBB) 6 101,00 141,00 126,3333 15,48763 IVB (400mg/KgBB) 6 127,00 165,00 148,0000 12,23111 VB (akuades) 6 100,00 104,00 102,1667 1,47196 Valid N (listwise) 1 Keterangan : N: Jumlah subjek. J: Jantan. B: Betina. 24

160 140 120 100 80 60 40 20 0 Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V Jantan Betina Gambar 14. Nilai rerata kerusakan sel hepar berdasarkan metode Manja Roenigk Keterangan : Kelompok I: Dosis 50mg/KgBB. Kelompok II: Dosis 100mg/KgBB. Kelompok III: Dosis 200mg/KgBB. Kelompok IV: Dosis 400mg/KgBB. Kelompok V: Akuades. Pemeriksaan histopatologi hepar mencit kelompok V sebagai kelompok kontrol menunjukkan sel hepar yang sehat. Kelompok perlakuan I menunjukkan gambaran sel hepar dengan sitoplasma yang membesar. Kelompok perlakuan II menunjukkan gambaran degenerasi yang dinilai berdasarkan kondisi sitoplasma yang tidak utuh dan bervakuol. Kelompok perlakuan III menunjukkan adanya pembesaran sitoplasma dengan granula pada sitoplasma sel hepar. Pada kelompok perlakuan IV terjadi pembesaran sel hepar dan ditemukan sel nekrosis. Pada semua kelompok perlakuan, tidak ditemukan adanya vakuolisasi lemak. 25

Gambar 15. Preparat hepar mencit DDY dengan pewarnaan HE (perbesaran 400x). A: Kelompok kontrol (akuades). B: Kelompok I (dosis 50 mg/kgbb). Keterangan : panah hitam menunjukkan sel hepar normal, panah hijau menunjukkan sel hepar yang membesar, panah kuning menunjukkan inti sel yang mengecil (sel nekrosis). Gambar 16. Preparat hepar mencit DDY dengan pewarnaan HE (perbesaran 400x). C: Kelompok II (dosis 100 mg/kgbb). D: Kelompok III (dosis 200 mg/kgbb). E: Kelompok IV (dosis 400 mg/kgbb). Keterangan: panah biru menunjukkan sitoplasma tidak homogen (degenerasi keruh), panah hitam menunjukkan vakuolisasi (degenerasi hidropik), panah merah menunjukkan sitoplasma bergranul (degenerasi keruh), panah kuning menunjukkan sel nekrosis. 26

4.1.3 Analisis Data Penelitian Uji analisis statistik yang digunakan adalah uji one-way ANOVA. Uji statistik dilakukan menggunakan aplikasi IBM SPSS Statistics 21. Sebelum dilakukan uji one-way ANOVA, dilakukan analisis uji normalitas data dan uji homogenitas data yang merupakan syarat uji one-way ANOVA. Uji normalitas pada subjek total jantan dan betina menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov menunjukkan hasil berupa sebaran data normal dengan nilai p>0,05. Uji homogenitas menghasilkan nilai p>0,05 menunjukkan bahwa variasi populasi data adalah sama. Hasil analisis one-way ANOVA menunjukkan bahwa perubahan histopatologis hepar terhadap paparan ekstrak etanol daun sirih merah bermakna secara statistik dengan nilai p<0,05. Peneliti juga melakukan analisis data untuk subjek penelitian jenis kelamin betina. Uji normalitas data pada populasi betina menunjukkan sebaran data normal dengan nilai p>0,05. Akan tetapi, variasi data tidak homogen ditunjukkan dengan nilai p<0,05 sehingga tidak dapat dilakukan uji one-way ANOVA. Uji alternatif Kruskal-wallis menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai p<0,05. Kelompok I (50mg/KgBB) II (100mg/KgBB) III (200mg/KgBB) IV (400mg/KgBB) V (akuades) Tabel 7. Hasil uji post-hoc subjek total I II III IV V (50mg/KgBB) (100mg/KgBB) (200mg/KgBB) (400mg/KgBB) (akuades) - 0,015* 0,013* 0,000* 0,148 0,015* - 0,927 0,003* 0,000* 0,013* 0,927-0,003* 0,000* 0,000* 0,003* 0,004* - 0,000* 0,148 0,000* 0,000* 0,000* - Keterangan : Tanda * menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna (nilai p<0,05) Pada uji post-hoc subjek total jantan dan betina diperoleh data bahwa tidak terdapat perubahan yang signifikan (p>0,05) pada kelompok perlakuan I dengan dosis 50 mg/kgbb dibandingkan dengan kelompok kontrol. Perubahan signifikan terjadi pada kelompok perlakuan II dengan dosis pemberian 100 mg/kgbb dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0,05). Perubahan yang signifikan juga 27

terjadi pada kelompok perlakuan III dengan dosis 200 mg/kgbb dan kelompok perlakuan IV dengan dosis 400 mg/kgbb dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan akuades (p<0,05). Hasil uji post-hoc subjek penelitian jenis kelamin betina juga menunjukkan hasil yang sama dengan uji post-hoc pada subjek penelitian total. Perbedaan tidak bermakna terjadi pada kelompok dosis 50 mg/kgbb dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan nilai p>0,05. Sedangkan perbedaan yang bermakna terjadi antara kelompok II, III, dan IV dibandingkan dengan kelompok kontrol. 4.2 Pembahasan Selama berjalannya penelitian ini, 17 ekor mencit jantan mati sedangkan mencit betina seluruhnya hidup hingga akhir penelitian. Pada pengamatan yang dilakukan setiap pagi hari, mencit jantan pada setiap kelompok ditemukan dalam kondisi berkelahi hingga terluka. Mencit yang berperilaku melukai mencit lain selanjutnya ditempatkan pada kandang yang terpisah. Kemudian mencit yang terluka diberikan obat anti-septik dan ditempatkan pada kandang yang terpisah. Setelah dilakukan tindakan tersebut, beberapa mencit tetap mati. Mencit yang mati selama penelitian antara lain mencit IJ(1), IJ(2), IJ(3), IJ(5), IJ(6), IIJ(2), IIJ(3), IIJ(4), IIIJ(2), IIIJ(4), IIIJ(5), IVJ(1), VJ(1), VJ(2), VJ(3), VJ(5), dan VJ(6). Mencit merupakan hewan coba yang bersifat penakut, lebih senang berkumpul, fotofobia, dan biasanya lebih aktif pada malam hari. Penggunaan mencit sebagai hewan uji memerlukan kehati-hatian dalam melakukan tindakan. Penggunaan hewan uji dalam penelitian tidak selalu menghasilkan data yang tepat. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah perlakuan terhadap hewan uji. Perlakuan yang tidak tepat akan memperbesar penyimpangan pada hasil penelitian (Harmita, 2008). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa paparan ekstrak etanol daun sirih merah selama 90 hari dapat menimbulkan kerusakan pada sel hepar meliputi degenerasi keruh, degenerasi hidropik, dan 28

nekrosis pada dosis 100 mg/kgbb hingga dosis 400 mg/kgbb. Perubahan sel hepar pada semua kelompok perlakuan dinilai signifikan secara statistik dengan nilai p<0,05. Kerusakan pada sel hepar terjadi secara bertingkat. Grafik menunjukkan semakin tinggi dosis ekstrak etanol daun sirih merah yang diberikan, maka semakin besar nilai kerusakan sel hepar berdasarkan metode scoring Manja Roenigk. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa paparan akut minyak atsiri daun sirih merah tidak menyebabkan terjadinya perubahan histopatologi hepar mencit DDY pada dosis terapi. Akan tetapi, sel hepar pada penelitian tersebut mengalami perubahan berupa degenerasi melemak pada dosis tertinggi yaitu 18.000 mg/kgbb (Rachmawaty et al., 2011). Tikus putih diabetes melitus yang diberikan ekstrak daun sirih merah selama 27 hari tidak menunjukkan adanya perubahan signifikan pada SGOT dan SGPT (p >0,05). Hal ini menunjukkan bahwa paparan ekstrak sirih merah selama 27 hari tidak bersifat toksik (Kendran, 2013). Daun sirih merah mengandung senyawa kimia flavonoid, minyak atsiri, alkaloid, dan tanin (Utami, 2013). Senyawa flavonoid selain terdapat pada daun sirih merah juga terkandung di dalam banyak tanaman, salah satunya adalah biji petai cina. Biji petai cina juga mengandung zat tanin seperti yang terdapat pada daun sirih merah (Setiawan, 2000). Daun sirsak juga mengandung senyawa yang sama dengan daun sirih merah yaitu senyawa alkaloid dan tanin (Utami et al., 2013). Beberapa penelitian uji toksisitas subkronis terhadap tanaman dengan senyawa kimia yang sama dengan daun sirih merah juga menunjukkan hasil berupa kerusakan sel hepar. Penelitian uji toksisitas subkronik menunjukkan bahwa ekstrak air biji petai cina pada dosis 1,7 g/kgbb sebanyak 16,67 ml setiap hari selama 54 hari menunjukkan gambaran degenerasi berat berupa degenerasi hidropik (Astuti, 2004). Uji toksisitas sub kronis ekstrak etanol daun sirsak pada mencit putih menunjukkan peningkatan aktivitas SGPT yang signifikan dengan nilai p<0,05 (Harrisa, 2012). Hepar merupakan organ utama yang berfungsi dalam proses metabolisme dan eliminasi zat-zat asing. Proses detoksifikasi yang terjadi di hepar menyebabkan terjadinya paparan terus-menerus oleh stress sel di hepar. Oleh 29

karena itu, hepar menjadi organ target pada toksisitas obat (Wang, 2014). Berdasarkan waktu pemberiannya, obat dapat memberikan efek ke dalam tubuh secara langsung, tertunda, dan kumulatif. Uji toksisitas yang dilakukan secara konstan terus menerus akan menimbulkan efek toksik yang lebih besar dibandingkan pemberian obat secara intermiten (Katzung, 2001). Tubuh manusia juga memberikan respon yang bertingkat akibat paparan zat tertentu. Semakin tinggi dosisnya, maka semakin meningkat juga responnya (Lu, 2010). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang ditunjukkan dalam grafik, semakin tinggi dosis ekstrak etanol daun sirih merah yang diberikan, semakin besar pula rerata nilai kerusakan sel hepar. Efek obat kumulatif juga dapat menjelaskan kemungkinan penyebab perbedaan hasil antara penelitian ini dengan penelitian uji toksisitas akut yang telah dilakukan sebelumnya. Faktor pejamu, faktor fisik, lingkungan, dan sosial memiliki peran terhadap munculnya efek toksik suatu zat. Faktor perbedaan spesies, strain, dan individu merupakan faktor pejamu yang dapat menentukan efek toksik suatu zat. Efek toksik yang muncul pada hewan coba mencit berbeda dengan tikus, kelinci, kucing, dan anjing. Perbedaan ini ditentukan oleh perbedaan mekanisme detoksikasi dan bioaktivasinya. Perbedaan efek toksik juga dapat terjadi pada individu yang berbeda meskipun spesies dan strain yang sama (Lu, 2010). Perbedaan efek toksik ini juga terjadi pada mencit perlakuan III B(1). Meskipun diberikan paparan ekstrak pada dosis 200 mg/kgbb, mencit III B(1) menunjukkan gambaran histopatologi hepar yang normal. Degenerasi keruh terjadi akibat peningkatan permeabilitas membran sel akibat metabolit yang dihasilkan oleh obat pada kasus drug-induced hepatotoxicity (Wang, 2014). Peningkatan permeabilitas membran sel dapat menyebabkan akumulasi air ke dalam sitoplasma dan organela sel. Hal ini menyebabkan terjadinya gambaran pembengkakan sel hepar dan sitoplasma yang tampak bergranula. Gambaran granula pada sitoplasma terjadi akibat pembengkakan organela karena akumulasi air di dalam organela sel (Hastuti, 2006). Peningkatan permeabilitas membran sel dapat terjadi akibat kegagalan pompa ion natrium. Cedera sel yang terjadi secara terus menerus dapat 30

menyebabkan kerusakan yang bersifat ireversibel berupa nekrosis (Wheater, 1985). Degenerasi hidropik merupakan bentuk kerusakan lebih berat dari degenerasi keruh dan bersifat reversibel. Gangguan transpor ion natrium mengakibatkan akumulasi ion natrium intrasel. Akumulasi natrium menyebabkan efek osmotik sehingga menyebabkan sitoplasma terisi air dan membentuk vakuol. Hal ini menyebabkan sel hepar tampak membengkak (Hastuti, 2006). Nekrosis merupakan salah satu bentuk kerusakan sel yang ireversibel dengan ciri-ciri piknosis (nukleus mengkerut), kariokinesis (nukleus terpecah menjadi fragmen-fragmen), kariolisis (nukleus lisis), dan batas sel yang tidak jelas akibat lisis membran sel (Hastuti, 2006). Paparan terus menerus oleh stress sel dapat menyebabkan ketidakseimbangan mediator inflamasi seperti IL-4, IL-10, IL-12, IL-13, dan sitokin lain. Ketidakseimbangan mediator inflamasi menyebabkan hepar menjadi lebih rentan terhadap efek TNF-α dan FasL. TNF-α dan FasL akan lebih mudah berikatan dengan reseptor sel yang menginduksi apoptosis atau nekrosis sel (Wang, 2014). Berdasarkan adanya bukti-bukti adanya perubahan gambaran histopatologi sel hepar yang tampak pada mencit dengan pemberian ekstrak etanol daun sirih merah secara per oral dengan sonde selama 90 hari, maka dapat diartikan bahwa paparan ekstrak etanol daun sirih merah secara kronis dalam dosis 100 mg/kgbb atau lebih dapat menyebabkan perubahan pada histopatologi sel hepar. Perubahan yang terjadi termasuk ke dalam perubahan yang reversibel berupa degenerasi keruh dan hidropik, dan perubahan ireversibel berupa sel nekrosis. Pada penelitian ini, perubahan histopatologi hepar mencit yang paling banyak berupa degenerasi yang bersifat reversibel. Oleh karena itu, kerusakan hepar yang terjadi dapat kembali normal dengan menghentikan penggunaan ekstrak etanol daun sirih merah. 31