BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik itu metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein yang disebabkan oleh

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada pemeriksaan berulang (PERKI, 2015). Hipertensi. menjadi berkurang (Karyadi, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hipertensi adalah salah satu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang albuminuria, yakni: mikroalbuminuria (>30 dan <300 mg/hari) sampai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GAMBARAN KETEPATAN DOSIS PADA RESEP PASIEN GERIATRI PENDERITA HIPERTENSI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2010

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular dan penyebab utama end stage renal disease (ESRD). Kematian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan yang sesuai dengan managemen hipertensi (James, et al., 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Proporsi kematian

Reabsorpsi dan eksresi cairan, elektrolit dan non-elektrolit (Biokimia) Prof.dr.H.Fadil Oenzil,PhD.,SpGK Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

OBAT ANTI HIPERTENSI

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN. cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

YUANITA ARDI SKRIPSI SARJANA FARMASI. Oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SOAL SOAL UJIAN SEMESTER GANJIL ILMU PENYAKIT DALAM FK UNILA, SEMESTER GANJIL. MATA KULIAH : HIPERTENSI, GAGAL GINJAL DAN GERIATRI.

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penyakit kardiovaskuler. The Third National Health and Nutrition

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3%

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang

Obat Penyakit Diabetes Metformin Biguanide

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Purwanto,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT DAN KEPATUHAN MENGKONSUMSI OBAT PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD KRATON KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

1.1 Pendahuluan 1.2 Farmakokinetik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ketiga terbanyak di negara-negara maju, setelah penyakit jantung dan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah

Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Diuretika adalah Zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih melalui kerja

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease 2.1.1 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, yang menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). CKD ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible pada suatu derajat atau tingkatan yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Smeltzer, 2010). 2.1.2 Patofisiologi Penyakit Ginjal merupakan pengatur utama natrium, keseimbangan air, serta homeostasis asam-basa. Ginjal juga memproduksi hormon yang diperlukan untuk sintesis sel darah merah dan homeostasis kalsium (Derebail, et al., 2011). Pada awalnya, ginjal yang normal mempunyai kemampuan untuk mempertahankan nilai Glomerulus Filtration Rate (GFR). Namun, karena beberapa faktor, ginjal mengalami penurunan jumlah nefron. Karena penurunan jumlah nefron, glomerulus mengalami hiperfiltrasi yaitu peningkatan tekanan glomerular yang dapat menyebabkan hipertensi sistemik di dalam glomerulus. Peningkatan tekanan glomerulus ini akan menyebabkan hipertrofi pada nefron yang sehat sebagai mekanisme kompensasi. Pada tahap ini akan terjadi poliuria, yang bisa menyebabkan dehidrasi dan hiponatremia akibat eksresi natrium melalui urin meningkat. Peningkatan tekanan glomerulus ini akan menyebabkan 6

proteinuria. Derajat proteinuria sebanding dengan tingkat perkembangan dari gagal ginjal (Derebail, et al., 2011). 2.1.3 Etiologi Penyakit Penyebab Chronic Kidney Disease (CKD) belum diketahui. Tetapi, beberapa kondisi atau penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah atau struktur lain di ginjal dapat mengarah ke CKD. Penyebab yang paling sering muncul adalah: a. Diabetes Melitus Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan diabetes melitus. Jika kadar gula darah mengalami kenaikan selama beberapa tahun, hal ini dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal (WebMD, 2015). b. Hipertensi Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat menjadi penyebab penurunan fungsi ginjal dan tekanan darah sering menjadi penyebab utama terjadinya CKD (WebMD, 2015). Kondisi lain yang dapat merusak ginjal dan menjadi penyebab CKD antara lain: a. Penyakit ginjal dan infeksi, seperti penyakit ginjal yang disebabkan oleh kista b. Memiliki arteri renal yang sempit. c. Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama dapat merusak ginjal. Seperti obat Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID), seperti Celecoxib dan Ibuprofen dan juga penggunaan antibiotik (WebMD, 2015). 7

2.1.4 Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit ginjal yang ditandai dengan penurunan nilai laju filtrasi glomerulus atau Glomerular Filtration Rate (GFR) selama tiga bulan atau lebih. Menurut (Derebail, et al., 2011), klasifikasi CKD berdasarkan nilai GFR dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Klasifikasi CKD Berdasarkan Nilai GFR Stage Deskripsi GFR (ml/min per 1.73m 2 ) 1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal >90 2 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR 60 89 ringan 3 Penurunan GFR sedang 30 59 4 Penurunan GFR berat 15 20 5 Gagal ginjal <15 (atau dialisis) Menurut (Triplitt, 2011), klasifikasi penyakit diabetes melitus dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Pengkategorian Status Glukosa Parameter Keterangan Nilai Normal <100 mg/dl Gula Darah Puasa Toleransi Kelainan 100 125 Glukosa mg/dl Diabetes Melitus 126 mg/dl Normal <140 mg/dl Gula Darah Dua Jam Setelah Makan Toleransi Kelainan Glukosa 140 199 mg/dl Diabetes Melitus 200 mg/dl 8

Menurut (Saseen and Maclaughlin, 2011), klasifikasi penyakit hipertensi dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa Klasifikasi Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg) Normal <120 <80 Prehipertensi 120 139 80 89 Hipertensi Stage 1 140 159 90 99 Hipertensi Stage 2 160 100 2.2 Penyakit Penyerta 2.2.1 Diabetes Chronic Kidney Disease Diabetes melitus, biasanya dikenal dengan diabetes adalah penyakit dimana tubuh tidak dapat menghasilkan insulin atau tidak dapat menghasilkan insulin dalam jumlah normal. Insulin adalah hormon yang meregulasi jumlah glukosa di dalam darah. Kenaikan kadar gula darah dapat menyebabkan banyak masalah di dalam tubuh (NKF, 2015). Terlalu banyak jumlah glukosa di dalam darah dapat mengganggu filtrasi ginjal. Jika filtrasi terganggu, sebuah protein yang disebut albumin, akan keluar dari darah dan masuk ke urin. Filtrasi ginjal yang terganggu tidak dapat mengeluarkan sampah nitrogen di dalam darah (NIDDK, 2016). 2.2.2 Hypertension Chronic Kidney Disease Hipertensi merupakan penyakit penyerta utama yang ditemukan pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD) dan ditandai dengan pengukuran tekanan darah >130/80 mmhg. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular yang dapat menyebabkan kematian, peningkatan status proteinuria dan mempercepat perkembangan dari penyakit ginjal (Ricchetti and Leticia, 2012). 9

Tekanan darah yang tidak terkontrol dalam jangka waktu lama dapat menaikkan tekanan intraglomerular yang dapat menyebabkan jumlah protein di dalam urin (mikroalbuminuria atau proteinuria). Mikroalbuminuria adalah tanda utama dari penyakit CKD (Ricchetti and Leticia, 2012). 2.3 Terapi Pengobatan 2.3.1 Obat Antihipertensi 2.3.1.1 Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor ACE-Inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II yang memiliki sifat vasokonstriktor sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodiltasi ACEinhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi kalium. Contoh obat golongan ini adalah Captopril, Ramipril, dan Elanapril (Nafrialdi, 2011). Di ginjal, ACE-Inhibitor menyebabkan vasodilatasi arteri renalis sehingga meningkatkan aliran darah ginjal dan secara umum akan memperbaiki laju filtrasi glomerulus. Pada sirkulasi glomerulus, ACE-Inhibitor menimbulkan vasodilatasi lebih dominan pada arteriol eferen dibanding dengan arteriol aferen sehingga menurunkan tekanan intraglomerular. Efek ini dimanfaatkan untuk mengurangi proteinuria pada diabetes nefropati dan sindrom nefrotik dan juga memperlambat perkembangan diabetes nefropati (Nafrialdi, 2011). 10

2.3.1.2 Angiotensin Receptor Blocker (ARB) Obat golongan ini bersifat antagonis terhadap angiotensin II, sehingga memiliki mekanisme kerja yakni menduduki reseptor angiotensin II yang memiliki sifat vasokonstriksi. Oleh karena itu, tekanan darah dapat diturunkan. Contoh obat golongan ini adalah Valsartan, Candesartan, Losartan, dan Irbesartan. ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan kadar renin yang tinggi tapi kurang efektif pada pasien hipertensi dengan kadar renin yang rendah (Nafrialdi, 2011). 2.3.1.3 Diuretik Diuretik Kuat (Loop Diuretic) Diuretik kuat bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi elektrolit Na + /K + /Cl - di ansa henle asendens bagian epitel tebal, dimana tempat kerjanya berada di permukaan sel epitel bagian luminal. Perubahan hemodinamik ini akan menyebabkan turunnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal dan meningkatkan efek awal diuresis sehingga tekanan darah dapat menurun. Efek diuretiknya lebih kuat daripada golongan tiazid. Oleh karena itu, diuretik kuat jarang digunakan sebagai antihipertensi, kecuali pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >2,5mg/dL). Contoh obat golongan ini adalah Furosemid dan Bumetanid (Nafrialdi, 2011). 2.3.1.4 Calcium Channel Blocker Pada otot jantung dan otot polos vaskular, kalsium berperan dalam peristiwa kontraksi. Pada otot jantung mamalia, masuknya Ca 2+ ke dalam sel akan meningkatkan kontraktilitas dari otot jantung melalui peristiwa repolarisasi dan depolarisasi sel. Ion Ca 2+ masuk ke dalam sel melalui sebuah kanal. Obat 11

golongan Calcium Channel Blocker akan menghambat masuknya ion Ca 2+ ke dalam sel sehingga kontraktilitas tidak terjadi. Selain itu, obat golongan ini juga memiliki efek lainnya seperti meningkatkan sedikit konsumsi oksigen pada jantung sebagai kompensasi akibat penurunan tekanan darah dan denyut jantung. Contoh obat golongan ini adalah Nifedipin dan Amlodipin (Suyatna, 2011). 2.3.1.5 Beta Blocker Beta Blocker menghambat secara kompetitif efek obat adrenergik, baik Nonephineprin dan Ephineprin endogen maupun obat adrenergik eksogen, pada adrenoreseptor-β. Efek terhadap sistem kardiovaskuler merupakan efek Beta Blocker yang terpenting, terutama akibat kerjanya pada jantung. Beta blocker mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard. Disamping itu, hambatan sekresi renin dari ginjal melalui reseptor β 1 juga menimbulkan efek hipotensif. Sebagian sekresi renin akibat diet rendah natrium juga diblok oleh Beta Bloker. Contoh obat ini adalah Propanolol, Bisoprolol, dan Atenolol (Setiyawati dan Sulistia, 2011). 2.3.2 Obat Antidiabetes 2.3.2.1 Golongan Biguanid Biguanid sebenarnya bukan obat hipoglikemik tetapi suatu anti hiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Biguanid menurunkan produksi glukosa di hati dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP-Activated Protein Kinase). Meski masih kontroversi tentang adanya penurunan produksi glukosa hati, banyak data yang menunjukkan bahwa efeknya terjadi akibat penurunan glukoneogenesis. 12

Biguanid tidak mempunyai efek yang berarti pada sekresi glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan, dan somatostatin. Contoh obat golongan ini adalah Metformin (Suherman dan Nafrialdi, 2011). Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Oleh karena itu pada pasien diabetes yang gemuk, Biguanid dapat menurunkan berat badan namun mekanismenya belum jelas dan pada orang non diabetes yang gemuk tidak timbul penurunan berat badan dan kadar glukosa darah (Suherman dan Nafrialdi, 2011). 2.3.2.2 Insulin Target organ utama insulin dalam mengatur kadar glukosa adalah hati, otot, dan jaringan adiposa. Peran utamanya antara lain uptake, utilisasi, dan penyimpanan nutrien di sel. Proses anabolik insulin meliputi stimulasi, utilisasi, dan penyimpanan glukosa, asam amino, asam lemak intrasel; sedangkan proses katabolisme (pemecahan glikogen, lemak, dan protein) dihambat. Semua efek ini dilakukan dengan stimulasi transport substrat dan ion ke dalam sel, menginduksi translokasi protein, mengaktifkan dan menonaktifkan enzim spesifik, merubah jumlah protein dengan mempengaruhi kecepatan transkripsi gen dan translasi mrna spesifik (Suherman dan Nafrialdi, 2011). Stimulasi transport glukosa ke otot dan jaringan adiposa merupakan hal yang krusial dari respon fisiologis terhadap tubuh. Glukosa masuk ke dalam sel melalui salah satu jenis glucose-transporter (GLUT), dan 5 dari GLUT ini (GLUT1 sampai GLUT5) berperan pada difusi glukosa ke dalam sel yang bersifat Na + -independent. Insulin merangsang transport glukosa dengan menginduksi enersi untuk mentranslokasi GLUT4 dan GLUT1 dari vesikel intrasel ke membran 13

plasma. Efek ini bersifat reversibel, GLUT kembali ke pool intrasel saat insulin tidak bekerja lagi. Gangguan proses regulasi ini dapat menjadi salah satu penyebab DM tipe 2 (Suherman dan Nafrialdi, 2011). 2.3.3 Tujuan Pengobatan Tujuan utama pengobatan pada penyakit CKD adalah untuk memperlambat perkembangan dari Chronic Kidney Disease (CKD), dengan meminimalkan keparahan komplikasi termasuk penyakit kardiovaskular dan mencegah perkembangan dari penyakit ginjal stadium akhir. Terapi non farmakologi dan farmakologi terbukti dapat memperlambat perkembangan CKD. Terapi non farmakologi pada pasien CKD biasanya dimulai dengan modifikasi diet protein. Sedangkan terapi farmakologi pada pasien CKD bertujuan untuk mengontrol kondisi yang tidak terduga seperti diabetes melitus dan hipertensi yang dapat mempercepat perkembangan CKD. Pada CKD stage V, tujuan pengobatan adalah mencegah morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan kualitas hidup pasien. (Derebail, et al., 2011). 2.4 RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan RSUD Dr. Pirngadi beralamat di Jl. Prof. HM Yamin SH No. 47, Medan dan Jl. Perintis Kemerdekaan, Medan yang merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan di Kota Medan yang berstatus milik Pemerintah Kota Medan. RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan nama GEMENTE ZIEKEN HUIS pada tanggal 11 Agustus 1928. RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan merupakan salah satu rumah sakit terbesar (kelas B) di Indonesia yang berfokus pada kepuasan pelanggan (customer oriented) sesuai dengan motto RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan: Kepentingan penderita adalah 14

yang utama. Sampai saat ini, RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan menyandang predikat Rumah Sakit Kelas B Pendidikan, berdasarkan akreditasi Depkes RI No. YM.00.03.3.5.1309 pada tanggal 14 Februari 2007. 2.5 Masalah Terapi Obat Masalah terapi obat dapat didefinisikan sebagai suatu masalah yang terjadi dalam proses farmakoterapi pada seseorang yang akan atau berpotensi untuk mengganggu hasil terapi yang diharapkan. Pencegahan masalah terapi obat dapat dilakukan, namun tidak mungkin selalu diterapkan akibat kompleksitas dari ilmu farmakoterapi, kurangnya latihan dan pengetahuan dari paramedis atau tenaga kesehatan, dan tingkah laku dari pasien itu sendiri (Mil, 2005). Menurut (PCNE, 2006), klasifikasi masalah terapi obat dapat digambarkan pada Tabel 2.4. 15

Tabel 2.4 Klasifikasi Masalah Terapi Obat Menurut PCNE V5.01 Kelompok Utama Kode Masalah 1. Reaksi Obat Merugikan. Pasien mengalami reaksi obat yang merugikan 2. Masalah Pemilihan Obat. Pasien menerima atau akan menerima obat (atau tidak menerima obat) yang salah untuk kondisi penyakitnya 3. Masalah Dosis. Pasien menerima lebih atau kurang dosis obat yang dibutuhkan 4. Masalah Penggunaan Obat. Obat salah atau tidak diberikan 5. Interaksi-Interaksi. Terjadi kemungkinan potensial interaksi obat-obat atau obatmakanan 6. Lainnya. P1.1 Mengalami efek samping (nonalergi) P1.2 Mengalami efek samping (alergi) P1.3 Mengalami efek toksik P2.1 Obat tidak tepat (tidak terlalu tepat untuk indikasi) P2.2 Bentuk sediaan obat tidak tepat (tidak terlalu tepat untuk indikasi) P2.3 Tidak tepat duplikasi obat dari golongan terapi atau zat aktif P2.4 Kontraindikasi pemakaian obat (termasuk kehamilan dan menyusui) P2.5 Indikasi tidak jelas untuk penggunaan obat P2.6 Tidak ada obat yang diberikan tetapi indikasi jelas Dosis obat terlalu rendah atau P3.1 regimen pemberian obat terlalu jarang P3.2 Dosis obat terlalu tinggi atau regimen pemberian obat terlalu sering P3.3 Durasi pemberian obat terlalu singkat P3.4 Durasi pemberian obat terlalu lama P4.1 Obat tidak diberikan sama sekali P4.2 Obat yang diberikan salah P5.1 Potensial Interaksi P5.2 Terjadi Interaksi Pasien tidak puas dengan terapi P6.1 karena tidak menerima obat dengan benar Kurangnya perhatian akan kesehatan dan penyakit (kemungkinan P6.2 mengarah pada masalah di masa yang akan datang) Masalah tidak jelas. Butuh klarifikasi P6.3 lebih lanjut P6.4 Gagal terapi (alasan tidak diketahui) 16

Asuhan kefarmasian tidak hanya menyediakan obat, namun juga menyediakan keputusan dalam penggunaan obat yang tepat bagi pasien. Dalam asuhan kefarmasian, farmasis memberikan kontribusi pengetahuan dan keterampilan guna memastikan hasil terapi yang optimal dari penggunaan obat (Siregar dan Amalia, 2004). Sasaran dari asuhan kefarmasian adalah meningkatkan mutu kehidupan pasien, melalui berbagai pencapaian hasil terapi, antara lain: a. menyembuhkan penyakit, b. meniadakan atau mengurangi gejala sakit, c. menghentikan atau memperlambat proses penyakit, d. mencegah penyakit atau gejalanya (Siregar dan Amalia, 2004). Fungsi dari asuhan kefarmasian adalah untuk: a. mengidentifikasi masalah terapi obat, b. memecahkan masalah yang terjadi yang berkaitan dengan terapi obat, dan c. mencegah terjadinya masalah terapi obat (Siregar dan Amalia, 2004). 17