BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. yakni yang berasal dari darat (ground base) dan berasal dari satelit (satellite base).

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya blind spot pada lokasi. pesawat dengan pengawas lalu lintas udara di darat.

MANAJEMEN STRUKTUR RUANG UDARA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/83/VI/2005 TENTANG

Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G)

I. PENDAHULUAN. Transportasi udara adalah salah satu jenis transportasi yang sangat efektif bagi

Dibuat Oleh : Sinta Suciana Rahayu P / Dosen Pembimbing : Ir. Fitri Sjafrina, MM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MANAJEMEN KAPASITAS RUNWAY

BAB I PENDAHULUAN. JATSC ( Jakarta Air Traffic Service Center ) Bandara Soekarno-Hatta

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Sistem Air Traffic Control (ATC)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport

SIMULASI PENENTUAN JUMLAH DAN KOMPOSISI PESAWAT MAKSIMUM PADA DUA PARALEL RUNWAY SATRIO REKSO W

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang

Selain digunakan untuk operasional penerbangan

BAB I PENDAHULUAN. kedaulatan yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Berdasarkan letak

2017, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tah

PEDOMAN PENGOPERASIAN, PERAWATAN, DAN PEMELIHARAAN PESAWAT TERBANG MICROLIGHT TRIKE

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

2016, No Penerbangan (Aeronautical Meteorological Information Services); Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

Kriteria penempatan pemancar sinyal ke segala arah berfrekuensi amat tinggi (VHF Omnidirectional Range / VOR)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kawasan keselamatan operasi penerbangan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

MISSION BRIEFING. 1. Introduction. 2. General Procedure

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

EVALUASI ON TIME PERFORMANCE PESAWAT UDARA DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA MENGGUNAKAN APLIKASI FLIGHTRADAR24

BAB I PENDAHULUAN. Total Penumpang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Kesembilan TRANSPORTASI UDARA

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan runway baru yang lokasinya paralel runway eksisting

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

MODEL SISTEM ANTRIAN PESAWAT TERBANG DI BANDARA INTERNASIONAL ADISUTJIPTO YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi

kegiatan angkutan udara bukan niaga dan lampirannya beserta bukti

BAB II RUANG LINGKUP PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tam

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EVALUASI ON TIME PERFORMANCE PESAWAT UDARA DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA MENGGUNAKAN APLIKASI FLIGHTRADAR24

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penumpang menunggu. Berikut adalah beberapa bagian penting bandar udara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

HAK PENUMPANG JIKA PESAWAT DELAY

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Menetapkan : 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana diubah terakhir dengan Peratura

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Airport) berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari

1. BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. strategis sehingga memiliki pengaruh positif dalam berbagai bidang. Moda

Kriteria penempatan Distance Measuring Equipment (DME)

Sri Sutarwati 1), Hardiyana 2), Novita Karolina 3) Program Studi D1 Ground Handling Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan 3)

PENDAHULUAN. lainnya (Peraturan Menteri Nomor: PM.66 Tahun 2015). (kini bernama Bandara Internasional Jakarta Soekarno Hatta) dan Bandara

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR: PK.14/BPSDMP-2017 TENTANG

C. Klasifikasi Ruang Udara dan Struktur Rute. D. Perencanaan Terbang/Flight Plans.

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

TUGAS AKHIR AHMAD SAIFULLAH. Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan. Program Strata Satu (S-1) Teknik Sipil.

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

ANALISIS PERKERASAN LANDAS PACU BANDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FAARFIELD

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Khusus bagi Indonesia sebagai negara kepulauan angkutan udara

Memmbang. a. perhubungan NomQr KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1

BAB I PENDAHULUAN. anggota International Civil Aviation Organization (ICAO) terikat dengan

Seseorang dapat mengajukan Perancangan Prosedur Penerbangan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TERBATAS. 8. Kemampuan Tempur TNI AU pada dasarnya sangat bergantung pada Kesiapan Tempur yang terdiri dari elemen-elemen :

NOMOR: PM 17 TAHUN 2014

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 42 / III / 2010 TENTANG

ANALISA FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN KEDATANGAN DAN PEMBERANGKATAN PESAWAT UDARA (STUDI KASUS PADA BANDARA HANG NADIM BATAM)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT

Menimbang : a. bahwa dalam Pasal 18 Peraturan Merited Perhubungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Akhmad (2000) diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat zat asing

Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1996 Tentang : Kebandarudaraan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terbang sampai dengan tujuan. Sebelum melakukan penerbangan pilot harus

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERHUBUNGAN UDARA NOMOR KP 112 TAHUN 2017 TENTANG

BAB V PENUTUP. 1. Implementasi Sistem Manajemen K3 pada PT.Merpati terbagi menjadi tiga

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOM OR : KP 038 TAHUN 2017 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V EVALUASI HASIL RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

seperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks Bandar Udara Djalaludin Gorontalo merupakan satu-satunya bandara yang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 112 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 44 TAHUN 2015 TENTANG

BAB VI INTEGRASI ANALISA CRUISE, LANDING, DAN TAKEOFF

TUGAS Topik Khusus Transportasi BANDAR UDARA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor: KP. 456 T4HUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Prototype Landing Gear System Dan Monitoring Pergerakan Landing Gear System

1. Prosedur Penanggulangan Keadaan Darurat SUBSTANSI MATERI

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerbangan dengan pesawat terdiri dari 3 (tiga) fasa, yaitu lepas landas (take-off), menempuh perjalanan ke tujuan (cruise to destination), dan melakukan pendaratan (landing). Sebelum terbang Pilot berkewajiban untuk memilih atau menentukan rute penerbangannya yang mempertimbangkan perkiraan cuaca (termasuk angin), konsumsi bahan bakar, dan kemampuan (performance) pesawat. Dalam perjalanan (en route), pilot harus mengetahui dengan pasti posisi pesawat setiap saat. Jika visibility baik, pilot dapat melakukan penerbangan mengikuti aturan VFR (Visual Flight Rules), tetapi jika visibility di bawah persyaratan minimum maka pilot harus mengikuti IFR (Instrument Flight Rules). Ketika harus mengikuti IFR, maka penerbangannya berada di bawah kendali pengatur lalu lintas udara (Air Traffic Control center). Agar air traffic control memungkinkan untuk dilaksanakan, maka rute penerbangan yang fix (airways) harus ditentukan atau ditetapkan. Airways adalah jalur-jalur fiktif diudara yang dibentuk oleh gelombang elektromagnet yang dipancarkan peralatan elektronik di bumi (Alat Bantu Navigasi). Peralatan ini memancarkan sinyal dalam bermacam-macam bentuk, kemudian diterjemahkan oleh peralatan eletronik yang ada di pesawat sehingga bisa digunakan untuk bantuan dalam take off, en route, maupun landing. Pemilihan peralatan navigasi yang ada di pesawat merupakan tanggung jawab masing-masing pengguna (perusahaan penerbangan, TNI) dan telah berjalan mengikuti prosedur yang telah ditentukan. Pada umumnya setiap peralatan dilengkapi dengan Build In Test Equipment (BITE) dan tester portable khusus (special portable test) untuk menguji berfungsi atau tidaknya peralatan yang dilakukan di tempat peralatan tersebut berada. Di Indonesia sebagian landasan pacu (runway) yang milik TNI-AU digunakan juga oleh perusahaan penerbangan sipil termasuk alat bantu navigasinya. Dalam pelaksanaan pemeliharaan albanav masih menghadapi

2 kendala teknis. TNI-AU sudah memiliki prosedur pemeliharaan yang baku termasuk untuk pemeliharaan alat bantu navigasinya, mulai dari tingkat ringan sampai berat. Tetapi setelah dilengkapi dengan peralatan bantu navigasi yang baru oleh PT. Angkasa Pura, maka terjadi kendala dalam pemeliharaannya. Pemeliharaan ataupun perbaikannya diserahkan kepada perusahaan luar yang tidak ikut memantau secara rutin ketika alat tersebut beroperasi, sehingga bisa terjadi kelambatan dalam menangani pemeliharaannya. Agar tidak terjadi keterlambatan dan untuk terintegrasinya kekuatan Dirgantara Nasional, maka diperlukan kerjasama dalam bidang pemeliharaan Alat Bantu Navigasi (albanav) antara TNI-AU dan PT. Angkasa Pura. Agar penanganan pemeliharaan dapat dilaksanakan lebih dini, diperlukan uji fungsi yang dilakukan secara rutin oleh personel TNI-AU dan atau personil PT. Angkasa Pura sesuai ketentuan yang disepakati. Uji fungsi bertujuan untuk mengetahui apakah peralatan alat bantu navigasi yang diuji masih berfungsi atau tidak tanpa membongkar (memanipulasi) peralatan tersebut. Untuk kegiatan ini diperlukan alat uji fungsi yang portable dan serbaguna agar bisa dioperasikan oleh setiap orang tanpa dibutuhkan pengetahuan teknis yang mendalam. Sebagai prioritas pertama ialah perlu dimilikinya alat uji fungsi untuk VHF Omni Range (VOR) dan peralatan Instrument Landing System (ILS). 1.2 Rumusan Masalah Perumusan masalah yang akan dibahas dalam thesis ini adalah: 1. Bagaimana merumuskan prosedur pemeliharaan agar tidak terjadi gap atau overlapping (antara TNI-AU dan PT. Angkasa Pura) dalam pelaksanaannya. 2. Bagaimana merancang alat uji fungsi untuk VOR dan ILS yang portable dan serta membuat prototypenya.

3 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian thesis ini adalah : 1. Merumuskan saran prosedure pemeliharaan untuk peralatan alat bantu navigasi. 2. Merancang alat uji fungsi untuk VOR dan ILS. 3. Membuat prototype alat uji fungsi untuk VOR dan ILS. 1.4 Batasan Masalah Untuk mendapatkan hasil yang optimal serta terarah, maka thesis ini dilakukan pembatasan pembatasn masalah sebagai berikut : 1. Hanya menyarankan tambahan point tertentu pada prosedur pemeliharaan yang berlaku dalam rangka kerjasama dalam pemeliharaan albanav antara TNI-AU dengan PT. Angkasa Pura. 2. Alat uji fungsi yang akan dirancang dan dibuat prototypenya hanya untuk VOR dan ILS. 1.5 Hipotesa Dengan latar belakang judul tesis ini maka dirumuskan hipotesa awal : Hasil kajian manajemen pemeliharaan alat bantu navigasi ini diharapkan dapat memperlihatkan suatu prosedure pemeliharaan dan pengecekan fungsi dari VHF Omni Range (VOR) dan Instrument landing System (ILS) yang merupakan bagian alat bantu navigasi di Pangkalan Udara TNI-AU dan Bandara. 1.6 Metodologi Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam Thesis ini antara lain: 1. Pengumpulan Data Mempelajari kepustakaan yang berkaitan dengan management pemeliharaan (prosedur pemeliharaan), mempelajari prinsip kerja

4 peralatan navigasi, dan teori-teori yang berkaitan dengan rangkaian peralatan navigasi. Melakukan survei untuk mengetahui alat bantu navigasi apa saja yang ada di Pangkalan Udara/Bandara. Wawancara dengan personil atau pejabat terkait yang berkaitan dengan kendala pemeliharaan alat bantu navigasi saat ini. Berkonsultasi dengan para pakar pemeliharaan di lingkungan TNI- AU maupun PT. Angkasa Pura. 2. Pengolahan Data Data yang terkumpul diolah dan dianalisis sehingga diperoleh : Rumusan saran yang terkait dengan prosedur pemeliharaan agar tidak terjadi gap maupun overlapping antara TNI-AU dengan PT. Angkasa Pura. Rancangan alat uji fungsi VOR dan ILS. 1.7 Jadwal Kegiatan Kegiatan direncanakan sesuai dengan jadwal pada tabel 1.1 Tabel 1.1 Jadwal Kegiatan

5 1.8 Sistematika Penulisan BAB I BAB II PENDAHULUAN Bab ini mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, hipotesa, metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan. DASAR TEORI Bab ini menjelaskan konsep dan teori yang digunakan sebagai dasar pemecahan masalah dalam tesis ini. Pada Bab ini juga di bahas mengenai prosedur dan pelaksanaan pemeliharaan alat bantu navigasi saat ini serta alat ukur yang digunakan. BAB III ANALISIS PROSEDURE DAN PELAKSANAAN PEMELIHARAAN ALAT BANTU NAVIGASI. Bab ini Bab ini berisi analisis prosedure dan pelaksanaan pemeliharaan alat bantu navigasi saat ini dan cara mengatasi masalah yang dialami. BAB IV PERANCANGAN ALAT UJI FUNGSIONAL. Bab ini berisi perancangan alat uji fungsional untuk pengujian atau pengetesan periodik alat bantu navigasi. BAB V PENGUJIAN ALAT UJI FUNGSI. Bab ini berisikan mengenai pengujian dari prototype alat uji fungsi alternatif yang di tawarkan. BAB VI PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran.