BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita

BAB I PENDAHULUAN. seperti menyakiti orang lain baik fisik maupun verbal. menurut Herbert (Aisyah, 2010) agresivitas merupakan tingkah laku yang

PERKEMBANGAN SOSIAL PENGERTIAN PERKEMBANGAN SOSIAL 3/22/2012

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BULLYING. I. Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

R E N Y N U R L I A N A F

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

PEDOMAN WAWANCARA AGRESIF VERBAL. Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling

manusia dimulai dari keluarga. Menurut Helmawati (2014:1) bahwa Keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi pembentukan dan pendidikan anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan baik formal, informal

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

I. PENDAHULUAN. pelepah dasar terbentuknya kepribadian seorang anak. Kedudukan dan fungsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan selanjutnya (PKBTK, 2004:4). Didalam Undang-Undang. dijelaskan bahwa pendidikan pra sekolah (Taman Kanak-Kanak) adalah

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa (Rumini, 2000). Berdasarkan World Health. Organization (WHO) (2010), masa remaja berlangsung antara usia 10-20

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek

PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK MODELING UNTUK MENGURANGI PERILAKU AGRESIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 WERU TAHUN PELAJARAN 2017/2018

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. membentak, dan berbicara kasar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa agresivitas

BAB I PENDAHULUAN. (usia 18 sampai 20 tahun) (WHO, 2013). Remaja merupakan salah satu

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. dan menbentuk prilaku anak yang baik (Santrock, 2011). dapat membuat anak-anak rentan terhadap eksplotasi. Kekewatiran banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. Pemenuhan terhadap tugas perkembangan dapat dibantu melalui proses

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penilitian ini adalah keluarga yang tinggal di Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. pada masa awal periode akhir masa remaja (Hurlock, 1999). Buss dan Perry (1992) mendefinisikan perilaku agresif sebagai suatu

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK HOMEROOM UNTUK PENURUNAN PERILAKU AGRESIF SISWA. Ainun Nafiah Arri Handayani

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu rasa yang wajar dan natural (Setiawani, 2000).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perbedaan harus diwujudkan sejak dini. Dengan kata lain, seorang anak harus belajar

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAYANAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENURUNKAN PERILAKU AGRESIF PADA PESERTA DIDIK DI SMP MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. Mendengar terjadinya sebuah kekerasan dalam kehidupan sehari-hari

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan Pusat Statistik, 2012). Menurut UU No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak dikutip dari Suprajitno (2004), anak sekolah adalah anak yang memiliki umur 6 sampai 12 tahun yang masih duduk di sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 6 dan perkembangan sesuai usianya. Sekolah merupakan pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga bagi anak-anak. Selama mereka menempuh pendidikan formal disekolah terjadi interaksi antara anak dengan sesamanya, termasuk interaksi antara anak dengan pendidikan. Interaksi yang mereka lakukan di sekolah sering menimbulkan akibat sampingan yang negatif bagi perkembangan mental anak. Agresivitas adalah perilaku menyerang orang lain baik secara fisik (non verbal) maupun secara kata-kata (lisan/ verbal). Agresivitas pada kanak-kanak ini dapat berupa perilaku seperti memukul, mencubit, menggigit, marahmarah, bahkan mencaci maki (Yusuf, 2002). Perkembangan individu merupakan suatu proses perubahan terus menerus sepanjang hidup individu yang bersangkutan. Perkembangan ini merupakan perpaduan antara tenaga-tenaga asli dari dalam diri individu dan tenaga dari luar (lingkungan). Kedua tenaga yang disebutkan tadi terdapat dua kemungkinan yang akan terjadi pada individu, kedua tenaga tersebut dapat 1

2 menjadikan individu itu berkembang dengan lancar tanpa gangguan yang disebut dengan perkembangan positif, atau berkembang dengan penuh gangguan dan disebut dengan perkembangan negatif. Aspek perkembangan pada anak yang perlu distimulasi diantaranya adalah aspek nilai agama moral, bahasa, sosial emosional, kognitif dan fisik. Apabila kelima aspek tersebut tidak di stimulasi secara optimal maka anak akan mengalami suatu hambatan dalam perkembangannya. Lingkungan sangat berpengaruh dalam pencapaian perkembangan anak. Anak yang tidak beradaptasi dengan lingkungannya akan mengalami tekanan tersendiri. Maka anak cenderung akan melakukan hal-hal yang di luar kendalinya. Sehingga anak tidak mampu lagi mengendalikan emosi dalam dirinya. Perilaku agresif adalah bentuk tindakan perilaku bersifat verbal seperti menghina, memaki, marah, dan mengumpat. Sedangkan untuk perilaku agresif non verbal atau bersifat fisik langsung adalah perilaku memukul, mendorong, berkelahi, menendang, dan menampar. Perilaku menyerang, memukul, dan mencubit yang ditunjukkan oleh siswa atau individu bisa dikategorikan sebagai perilaku agresif (Itabiliana, 2008). Secara khusus perilaku-perilaku tersebut menunjukan gangguan-ganguan yang disebabkan oleh proses belajar yang tidak semestinya, seperti gangguan mempelajari jenis-jenis kemampuan yang diperlukan seperti mencintai lawan jenis, memiliki konsep diri yang positif, atau terlanjur mempelajari bentukbentuk perilaku yang maladaptif misalnya, anak yang tumbuh menjadi anak agresif karena meniru perilaku orangtua dan tekanan keadaan di dalam

3 keluarga atau lingkungan yang tidak harmonis. Tugas tenaga pendidik adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik secara utuh dan optimal yang sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus dilaksanakan oleh guru, konselor, dan tenaga pendidik lainnya sebagai mitra kerja. Perilaku agresif dapat dipengaruhi oleh sifat egosentris, yaitu masih sulitnya memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan orang lain atau masih sulit berempati. Jadi individu tidak dapat memahami jika ia memukul atau menghina orang lain, orang tersebut akan merasa sakit. Individu juga mudah menjadi agresif jika kondisi fisiknya sedang tidak nyaman: lelah, lapar, menagntuk, atau sakit (Itabiliana, 2008). Dengan demikian, jika perilaku agresif yang terjadi di lingkungan sekolah tidak segera ditangani dapat menimbulkan gangguan proses belajar mengajar dan akan menyebabkan siswa cenderung beradaptasi terhadap kebiasaan buruk tersebut. Berdasarkan pendidikan formal terdapat pola pelayanan yang dapat dilaksanakan oleh guru untuk membantu mengembangkan setiap potensi siswa dan memberikan pencegahan dan pengentasan terhadap perilaku bermasalah yang dilakukan siswa sepertihalnya perilaku agresif. Hubungan yang positif dengan teman sebaya merupakan hal yang penting pada anak usia sekolah. Hubungan dengan teman sebaya dapat membantu dalam mengatasi masalah (Huston & Ripker, dalam Santrock, 2008). Kelompok teman sebaya memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan anak usia sekolah baik secara emosional maupun secara sosial.

4 Hasil penelitian dilakukan oleh Elisabeth (2007) menunjukkan nilai bermakna, sehingga dapat disimpulkan bahwa pelatihan keterampilan sosial yang diberikan dapat menurunkan perilaku agresif anak. Hasil penelitian Budi (2009) menunjukkan tidak terdapat perbedaan agresif antara remaja awal dan remaja tengah, nilai F sebesar 0,443 (p> 0,05) Pola asuh authoritarian orangtua mempunyai hubungan positif yang sangat signifikan dengan agresi. Laela (2010) menunjukkan bahwa program manajemen kemarahan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan agresi. Wulandari (2010) membuktikan bahwa ada hubungan negatif dan signifikan antara kecerdasan social dengan perilaku agresif. Herawati (2014) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang kuat (dengan nilai rxy= -0,709) dengan p = 0,00 (p< 0,05) antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif. Pola asuh merupakan cara keluarga membentuk perilaku anak sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat. Baumrind mengelompokkan pola asuh menjadi 3 tipe, yaitu: demokratis, otoriter, dan permisif. Baumrind dalam Fathi (2010) mengatakan bahwa pola asuh demokratis lebih kondusif dalam mendidik anak. Orang tua yang demokratis lebih mendukung perkembangan anak terutama dalam hal kemandirian dan tanggung jawab. Orang tua yang otoriter cenderung merugikan karena anak tidak mandiri, kurang tanggung jawab, serta agresif, sedangkan orang tua yang permisif mengakibatkan anak kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar rumah.

5 Arkoff dalam Fathi (2010) mengatakan, anak yang dididik dengan cara demokratis umumnya cenderung mengungkapkan agresifitasnya dalam tindakan yang konstruktif atau dalam bentuk kebencian yang bersifat sementara. Anak yang dididik secara otoriter akan memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan agresifitasnya dalam bentuk tindakan-tindakan yang merugikan, sedangkan anak yang di didik secara permisif cenderung mengembangkan tingkah laku agresif secara terbuka atau terang-terangan. Saat anak mengalami perilaku agresif, banyak orangtua yang beranggapan bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang negatif, dan pada saat itu juga orangtua bukan saja bertindak tidak tepat tetapi juga melewatkan salah satu kesempatan yang paling berharga untuk membantu anak menghadapi emosi yang normal (marah, frustrasi, takut, jengkel) secara wajar dan bagaimana bertindak dengan cara yang tepat sehingga tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain ketika sedang merasakan emosi tersebut. Dalam membekali peserta didik dengan pengetahuan etika lingkungan, tentunya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengetahuan, sikap, tanggung jawab serta aturan-aturan yang mesti dipatuhi oleh peserta didik. Hal ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Nurjhani (2009) mengatakan pendidikan lingkungan dibutuhkan dan harus diberikan kepada anak sejak dini agar mereka mengerti dan tidak merusak lingkungan. Hal ini dipengaruhi beberapa aspek antara lain :(a) Aspek Kognitif, pendidikan lingkungan hidup mempunyai fungsi untuk meningkatkan pemahaman terhadap permasalahan lingkungan. (b) Aspek Afektif, pendidikan lingkungan

6 hidup berfungsi meningkatkan penerimaan, penilaian dalam menata kehidupan dalam keselarasan dengan alam. (c) Aspek Psikomotorik, pendidikan lingkungan hidup berperan meniru, memanipulasi dalam upaya meningkatkan budaya mencintai lingkungan. Perilaku agresif bisa disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya merasa kurang diperhatikan, tertekan, pergaulan buruk dan efek dari tayangan kekerasan di media masa. Dampak dari perilaku agresif bisa dilihat dari dampak pelaku dan korban. Dampak dari pelaku, misalnya pelaku akan dijauhi dan tidak disenangi oleh orang lain. Sedangkan dampak dari korban, misalnya timbulnya sakit fisik dan psikis serta kerugian akibat perilaku agresif tersebut. Permasalahan yang ditemukan di lapangan adalah terdapat beberapa siswa di sekolah yang secara sengaja berperilaku agresif seperti memukul dan mencubit temannya, berkata kasar, menghina dan mengejek serta merusak benda milik sekolah dan milik teman-temannya, sehingga menyebabkan sakit fisik seperti memar dan luka bagi yang mendapatkan perlakuan fisik dan sakit hati bagi siswa yang dihina serta rusaknya benda milik sekolah dan milik teman temannya. Perilaku agresif ini tidak hanya dilakukan siswa terhadap temannya saja, namun juga terhadap guru seperti melawan dan mencemooh guru ketika belajar. Hal ini mengakibatkan siswa yang berperilaku agresif dijauhi oleh teman-temannya dan membuat guru-guru tidak senang dengan siswa tersebut.

7 Hasil survey yang dilakukan oleh peneliti dengan observasi dan wawancara dengan guru di MI Al-Hidayah masih banyak anak mengalami perilaku agresif dilihat dari tingkah laku saat bermain dengan temanya seperti memukul, mendorong, berkelahi, menghina, mengucapkan kata-kata kasar, dan marah. Hasil wawancara 7 dari 10 orang tua mengungkapkan anaknya masih sulit diatur dan mudah marah ketika keinginanya tidak terpenuhi bahkan ada juga yang memukul. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan pola asuh orang tua dan faktor lingkungan sekolah terhadap perilaku agresif pada anak usia sekolah. B. Rumusan Masalah Penelitian Pencegahan perilaku agresif ini sangat tergantung pada pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dan juga faktor lingkungan di sekolah sendiri. Pola asuh orang tua sangat efektif di dalam keluarga terutama Antara orang tua dan anak sangat di perlukan karena kurangnya pola asuh orang tua dapat menyebabkan anak kurang terkontrol dalam kesehariannya dan anak bisa menjadi tidak terarah. Anak mungkin berusaha menarik perhatian orang tua dengan berbagai cara, seperti melakukan tindakan Perilaku agresif dengan bentuk tindakan perilaku bersifat verbal seperti menghina, memaki, marah, dan mengumpat. Sedangkan untuk perilaku agresif non verbal atau bersifat fisik langsung adalah perilaku memukul, mendorong, berkelahi, menendang, dan menampar. Perilaku menyerang, memukul, dan mencubit yang

8 ditunjukkan oleh siswa atau individu bias dikategorikan sebagai perilaku agresif. Oleh karena itu peneliti sangat tertarik untuk menganalisis Adakah hubungan antara pola asuh orang tua dan faktor lingkungan sekolah terhadap perilaku agresif pada anak usia sekolah?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara pola asuh orang tua dan faktor lingkungan sekolah dengan perilaku agresif pada anak usia sekolah. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan usia orang tua, usia anak, jenis kelamin anak, pekerjaan orang tua. b. Mengetahui gambaran pola asuh orang tua kepada anak. c. Mengetahui gambaran faktor lingkungan sekolah terhadap anak. d. Mengetahui gambaran perilaku agresif yang dilakukan oleh anak. e. Menganalisis hubungan antara pola asuh orang tua dan faktor lingkungan sekolah dengan perilaku agresif pada anak usia sekolah.

9 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai perilaku agresif pada anak usia sekolah. Supaya kemudian dapat dikaji kembali mengenai penanganan-penanganan yang seharusnya diberikan kepada anak yang mengalami perilaku agresif. 2. Bagi Orang Tua Dapat memberikan gambaran kepada orang tua untuk menerapkan pola asuh orang tua yang tepat dalam mendidik anak sehingga tidak terjadi perilaku agresif dalam intensitas yang tinggi. 3. Bagi Anak Usia Sekolah Dapat memberikan saran kepada anak agar dapat mengkontrol emosional pada anak usia sekolah sehingga tidak terjadinya peningkatan perilaku agresif. 4. Bagi Institusi Pendidikan Manfaat penelitian bagi sekolah khususnya MI (Madrasah Ibtidaiyah), diharapkan institusi pendidikan dapat memahami hal-hal yang menyebabkan terjadinya perilaku agresif sehingga diharapkan dapat mengarahkan peserta didiknya untuk dapat mengenali dan mengendalikan emosi anak.

10 E. Keaslian Penelitian Penelitian dengan judul hubungan poal asuh orang tua dan faktor lingkungan sekolah terhadap perilaku agresif pada anak usia sekolah belum pernah dilakukan sebelumnya. Akan tetapi, ada penelitian sejenis yang relevan dengan penelitian ini, yaitu: 1. Budi A, S. Hafsah (2009) dengan judul penelitian Perilaku Agresif Ditinjau Dari Persepsi Pola Asuh Authoritarian, Asertivitas Dan Tahap Perkembangan Remaja Pada Anak Binaan Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarja Jawa Tengah. Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat perbedaan agresif antara remaja awal dan remaja tengah, nilai F sebesar 0,443 (p> 0,05), jadi hipotesis pertama diterima. Hasil analisis hubungan antara Pola asuh authoritarian orangtua mempunyai hubungan positif yang sangat signifikan dengan agresi, nilai rxy= 0,370 taraf signifikansi p < 0,001, sumbangan efektif 13,5%, jadi hipótesis kedua diterima. Hasil uji hipótesis ketiga didapatkan rxy 0,006 dengan taraf signifikansi p > 0,05, jadi hipotesis ketiga ditolak.. Persamaan pada variable terikat yaitu perilaku agresif. Perbedaan pada variable bebas Penelitian tersebut menggunakan variable persepsi pola asuh authoritarian, asertivitas sedangakan penelitian ini menggunakan pola asuh orang tua dan faktor lingkungan sekolah. 2. Siddiqah, Laela (2010) dengan judul penelitian Pencegahan dan Penanganan Perilaku Agresif Remaja Melalui Pengelolaan Amarah (Anger Management). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program

11 manajemen kemarahan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan agresi peserta [F (1,22) = 6,300, p <0,05, η 2 = 0,06]. Perubahan agresi pada kelompok eksperimen membuktikan bahwa program manajemen kemarahan memiliki arti praktis dan bermanfaat untuk mengurangi agresi di masa muda. Di sisi lain, agresi yang lebih tinggi pada post test pada kelompok kontrol membuktikan bahwa agresi akan meningkat jika tidak ada pengobatan untuk remaja dengan tingkat kemarahan yang tinggi. Persamaan pada variable bebas yaitu pencegahan dan penanganan perilaku agresif. Perbedaan penelitian pada variable terikat. Penelitian tersebut menggunakan pengelolaan amarah sedangkan penelitian ini menggunakan pola asuh orang tua dan faktor lingkungan sekolah. 3. Wulandari, Pratiwi (2010) dengan judul penelitian Hubungan Antara Kecerdasan Sosial Dengan Perilaku Agresif Pada Siswa SMK Muhammadiyah Piyungan Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukan nilai r xy sebesar -0.421 dengan p= 0.001 (p < 0.01) dengan angka tersebut membuktikan bahwa ada hubungan negatif dan signifikan antara kecerdasan social dengan perilaku agresif pada siswa SMK Muhammadiyah piyungan Yogyakarta. Persamaan pada variable terikat yaitu perilaku agresif. Perbedaan penelitian pada variable bebas. Penelitian tersebut menggunakan kecerdasan sosial sedangkan penelitian ini menggunakan pola asuh orang tua dan faktor lingkungan sekolah.

12 4. Herawati, Anna Ayu (2014) dengan judul penelitian Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Perilaku Agresif Siswa Kelas X TM (Teknik Mesin) SMKN 2 Kota Bengkulu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang kuat (dengan nilai rxy= -0,709) dengan p = 0,00 (p< 0,05) antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif siswa kelas X TM (Teknik Mesin) SMKN 2 Kota Bengkulu. persamaan penelitian pada variable terikat yaitu perilaku agresif. Perbedaan penelitian pada variable bebas yaitu Kecerdasan Emosional sedangkan penelitian ini adalah menggunakan pola asuh orang tua dan faktor lingkungan sekolah. 5. Syahadat, Yustisi Maharani (2013) dengan judul penelitian Pelatihan Regulasi Emosi Untuk Menurunkan Perilaku Agresif Pada Anak. Hasil penelitian ini di dapatkan yang telah dilakukan pada dua subjek disimpulkan bahwa pelatihan regulasi emosi dapat menurunkan perilaku agresif pada subjek penelitian ini, yaitu anak kelas V SD, berusia 10 tahun dan melakukan perilaku agresif fisik (menendang, memukul, dan mendorong) serta agresif verbal (mengejek, berteriak-teriak, membentak dan berkata kasar). Persamaan penelitian pada variable terikat yaitu perilaku agresif. Perbedaan penelitian pada variabel bebas yaitu pelatihan regulasi emosi sedangkan pada penelitian ini adalah menggunakan pola asuh orang tua dan faktor lingkungan sekolah.