BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 ternyata

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

AKIBAT HUKUM PERNYATAAN PAILIT

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

DAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung.

WEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

Annisa Chaula Rahayu,Herman Susetyo*, Paramita Prananingtyas. Hukum Perdata Dagang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

ANALISIS YURIDIS HAMBATAN PELAKSANAAN PUTUSAN KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 NOVALDI / D

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

UNIVERSITAS MEDAN AREA BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) Tentang

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

Kepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut akan melakukan barter, yaitu menukarkan barang yang. usaha dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu : Perusahaan Perorangan (sole

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan perekonomian dan perdagangan yang pesat di dunia serta

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan.

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. piutang. Debitor tersebut dapat berupa orang perorangan (natural person) dan. terhadap kreditor tak dapat terselesaikan.

2016, No Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

Transkripsi:

13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 ternyata membawa dampak yang begitu besar bagi perekonomian nasional, terutama dalam perkembangan dunia usaha. Ditambah lagi dengan adanya suksesi yang bergejolak menambah ketidakstabilan politik dan ekonomi dalam negeri. Di sektor ekonomi, hal ini mengakibatkan kekhawatiran bagi para pelaku usaha dan membuat para pelaku usaha semakin sulit menjalankan usahanya. Ini berdampak pada perekonomian negara semakin tidak stabil. Keadaan ini mengakibatkan para pelaku usaha yang biasanya juga bertindak sebagai debitor menjadi terhambat melaksanakan kewajibanya kepada kreditor dalam hal pembayaran utang yang telah jatuh tempo. Salah satu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh kreditor adalah dengan melakukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga. Selanjutnya, tentunya debitor yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya tersebut dapat dinyatakan pailit oleh vonis hakim Pengadilan Niaga baik melalui permohonan kreditornya. Jika vonis tersebut di jatuhkan kepada debitor, maka secara yuridis debitor itu disebut dengan dalam keadaan pailit dan akan membawa pada akibat-

14 akibat hukum tertentu. Baik yang secara berlaku demi hukum (by the operation of law) dan yang berlaku secara Rule of Reason, maksudnya bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku, tetapi baru berlaku jika diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu dan mempunyai alasan yang wajar untuk diberlakukan 1. Setelah adanya putusan pailit oleh vonis Hakim Pengadilan Niaga itu, maka menjadikan debitur tersebut Kehilangan Hak Mengurus atas hartanya. Tanggung jawab dalam pengelolaan harta debitor yang dinyatakan pailit oleh Hakim Pengadilan Niaga dalam rangka pemberesan harta pailit tersebut beralih kepada kurator 2. Pada prinsipnya kepailitan adalah sita umum terhadap harta debitor pailit yang didapatkan dan/atau berasal dari harta si debitor (boedel pailit) dan mencakup keseluruhan kekayaan debitor termasuk yang akan ada pada hari kemudian 3. Pada saat debitur dinyatakan pailit oleh kreditor melalui Putusan Hakim pengadilan Niaga, tentu saja debitor tidak dapat mengelola kembali seluruh harta kekayaannya, tetapi wewenang tersebut kemudian menjadi tugas dari seorang kurator. Namun pada prakteknya, tak jarang dijumpai ada pula kurator yang bertindak tidak sesuai dengan Undang-Undang, 1 Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Edisi Revisi (Disesuaikan dengan UU No.37 Tahun 2004), Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke- III, 2005, hlm 61-62. 2 Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Rajawali Pers, Jakarta 2004, hlm.57-58. 3 Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

15 sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi kedua belah pihak. Baik pihak kreditor maupun bagi pihak debitor. Seharusnya dengan adanya lembaga kepailitan, pihak debitor maupun pihak kreditor sama-sama memperoleh perlindungan dan kepastian hukum. Bagi pihak debitor agar tidak mendapatkan perlakuan sewenang-wenang dari kreditornya dan mendapat keamanan pada saat kurator mengelola dan menjual asetnya yang akan dipakai untuk pemenuhan pembayaran utangnya di kemudian hari. Sedangkan bagi pihak kreditor agar ia mendapat kepastian pembayaran utang dari debitornya. Secara umum, peran kurator dalam kepailitan sudah diatur mulai Pasal 69 hingga Pasal 78, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kurator dalam ketentuan tersebut adalah Balai Harta Peninggalan (BHP), atau Kurator lainnya (swasta perseorangan) yang oleh Pengadilan ditunjuk dan/atau diangkat untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit dibawah pengawasan Hakim Pengawas 4. 4 Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

16 Selain itu juga dikenal adanya istilah kurator sementara (interim receiver). Tugas, waktu dan wewenang kurator sementara ini, lebih terbatas dari kurator tetap, yaitu pada tenggang waktu sejak permohonan dalam proses pemeriksaan Pengadilan Niaga hingga adanya putusan hakim niaga atas permohonan pailit yang diajukan oleh setiap kreditor 5. Dalam tenggang waktu tersebut, kreditor dapat mengajukan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh harta debitor dan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Niaga untuk menunjuk kurator sementara, untuk mengurus dan mengawasi segala tindakan debitor terhadap hartanya dan/atau usahanya. Pada tahap ini, sifat kurator hanya pada fungsi pengawasan saja. Yaitu pada pengawasan terhadap pengelolaan usaha debitor, pembayaran kepada kreditor, pengalihan harta debitor, dan penjaminan harta debitor 6. Tugas kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit, tidak hanya bertindak untuk kepentingan para kreditor semata dalam rangka pemberesan utang yang diambil dari harta pailit debitor. Selain itu, kurator juga harus memperhatikan kepentingan debitor yang pailit 7. Sebagaimana tugas kurator yang paling fundamental yang diatur 5 op.cit., hlm.58-59. 6 Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Edisi Revisi (Disesuaikan dengan UU No.37 Tahun 2004), Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke- III, 2005, hlm 58-59. 7 Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Rajawali Pers, Jakarta 2004, hlm.93-102.

17 dalam Undang-Undang Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 8. Dalam mengelola harta debitor yang dinyatakan pailit oleh hakim Pengadilan Niaga, ada kalanya kurator melakukan tindakan-tindakan yang mengakibatkan harta pailit (boedel pailit) menjadi turun nilainya. Maka hal ini dapat dianggap merugikan pihak kreditor maupun debitor. Seperti misalnya kasus yang terjadi antara tahun 2000 hingga 2002 lalu, yang ketika itu ketentuan yang mengatur tentang kepailitan masih menggunakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan, selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan. Perkara kepailitan antara PT. Dharmala Sakti Sejahtera (PT.DSS), dan PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (PT.AJMI). PT. Dharmala Sakti Sejahera (PT.DSS) adalah perusahaan yang telah dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta pada 6 Juni 2000. Sebagai kuratornya lalu ditunjuklah Paul Sukran. Guna mengumpulkan harta debitor pailit, lantas kurator PT. DSS melalui kuasa hukumnya sdr. Febry Firmansyah memohonkan pailit PT. AJMI ke Pengadilan Niaga. Langkah itu ditempuh oleh kurator PT. DSS oleh karena PT. AJMI tidak mau membayarkan tagihan dividen beserta bunganya yang sudah 8 Pasal 69 Ayat (1) dan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

18 jatuh tempo, tahun 1999 dan 2000 yang diperkirakan senilai 164,8 Miliar Rupiah. PT. DSS menguasai 40% saham PT. AJMI. Gugatan permohonan pailit itu dikabulkan, dan PT. AJMI dinyatakan pailit oleh vonis hakim Pengadilan Niaga. Sebagai kuratornya ditunjuklah Kalisutan. Pihak PT. AJMI mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengabulkan permohonan kasasi PT. AJMI terhadap putusan pailit dari Pengadilan Niaga. Akhirnya, perusahaan asuransi tersebut tidak jadi pailit dan dapat beroperasi kembali seperti biasa. Dari sepenggal kronologis kasus kepalitan diatas, ternyata ada beberapa tindakan kurator dalam proses kepailitan tersebut yang melanggar beberapa ketentuan-ketentuan Undang-Undang Kepailitan. Terutama yang menyangkut pasal-pasal tentang tugas, wewenang, dan kewajiban kurator. Yang pertama dari kurator PT. DSS, Paul Sukran. Kurator tersebut ditenggarai telah melakukan beberapa tindakan yang menyebabkan harta pailit debitor mengalami penurunan serta melakukan beberapa tindakan yang seharusnya dengan seizin Hakim Pengawas. Yaitu ketika kurator PT. DSS memohonkan pailit terhadap PT. AJMI ke Pengadilan Niaga, namun hal tersebut dilakukan tanpa terlebih dulu seizin Hakim Pengawas.

19 Hal-hal yang menyebabkan penurunan nilai harta pailit, antara lain: Penjualan saham-saham di PT Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk., PT Asuransi Bina Dana Arta Tbk., dan PT BBL Dharmala Tbk. pada 2003. Terhadap saham-saham itu, Paul menjualnya dengan harga yang sangat murah. Untuk penjualan saham Maskapai Reasuransi Indonesia, Paul Sukran menjual selembar saham perusahaan itu seharga Rp 103,85. Total jenderal harga 59 juta lembar keseluruhan saham itu Rp 6,2 miliar. Padahal harga saham perusahaan itu setelah setahun dijual mencapai Rp 273,08 per lembar. Lalu, saham BBL dihargai Rp 14,6 miliar. Setahun kemudian nilai saham BBL sudah melambung lebih dari Rp 100 miliar. Di Maskapai Reasuransi Indonesia, nilai dividen yang hilang tercatat Rp 5,6 miliar. Di Asuransi Bina Dana Arta sebanyak Rp 671,75 juta. Bahkan menurut salah seorang kreditor, kurator setelah mendapat Rp3,6 miliar hasil pembayaran deviden dari PT. AJMI belum juga membagikan kepada kreditor PT. DSS dan memerintahkan pencabutan permohonan pailit terhadap AJMI yang ketika itu sudah dalam proses banding di tingkat kasasi. Kasus bergulir ketika Manulife Canada yang berminat membeli 40% saham PT Asuransi Jiwa Manulife (PT. AJMI) yang juga merupakan anak perusahaan PT. Dharmala Sakti Sejahtera (PT. DSS) itu. Terhadap

20 rencana penjualan itu terdapat indikasi adanya kepentingan tertentu yang bertentangan dengan profesionalisme seorang kurator. Dalam berita acaranya kurator merasa keberatan jika penjualan dilakukan tertutup dan ditawarkan hanya kepada satu pihak saja, tetapi kurator malah mengusulkan agar penjualan saham PT. AJMI di PT. DSS dilakukan secara tender terbuka untuk umum. Dalam hal ini dapat dilihat profesionalisme seorang kurator yang sebenarnya, untuk apa kurator melakukan upaya untuk meninggikan harga penjualan saham atau menghambat penjualan aset DSS itu sendiri. Seharusnya, sebagaimana tugas kurator yang telah diatur dalam Undang- Undang Kepailitan, kurator tidak perlu menghambat penjualan asset DSS dengan cara meninggikan harga penjualan saham, karena secara fakta asset DSS dinilai sebesar 160 milyar rupiah saja. Akan tetapi, yang perlu diupayakan agar asset terjual sehingga debitor dapat segera memenuhi kewajibannya membayar hutang kepada kreditor dan kreditor itu sendiri memperoleh pemenuhan pembayaran. Selain itu, kurator juga mengumumkan pernyataan pailit di media massa (Media Indonesia dan Jawa Post) yang isinya bukan merupakan pengumuman pailit sebagaimana disyaratkan dalam Undang-Undang Kepailitan 9. Melainkan diindikasikan menghasut masyarakat sehingga dapat menimbulkan kekhawatiran, ketakutan yang akhirnya menimbulkan 9 Pasal 13 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan.

21 rush (penarikan besar-besaran), dan dapat dikatakan hendak merusak citra bisnis PT. AJMI. Selain itu, pengumuman tersebut dikeluarkan sebelum Hakim Pengawas mengeluarkan Penetapan atau vonis. Jadi pengumuman yang dikeluarkan oleh kurator ini, selain isi pengumuman yang menyimpang dari ketentuan perundang-undangan juga keluarnya pengumuman ini terjadi sebelum adanya vonis hakim Pengadilan Niaga (inkracht). Dari tindakan yang dilakukan kurator PT. DSS tersebut dapat mengakibatkan budel pailit menjadi tidak bertambah bahkan turun. Tindakan semacam ini tentu saja bertentangan dengan tugas kurator sebagaimana dalam Pasal 15 Undang-Undang No37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Selain itu, pernah terjadi juga kasus kepailitan PT. DWIMA MANUNGGAL RAKSA WOOD INDUSTRIES (selanjutnya disebut PT. DMR), dimana kurator PT. DMR tersebut melakukan pengumpulan budel pailit dengan cara memailitkan aset yang berasal dari penjaminan perusahaan. Dalam kasus yang terjadi pada sekitar tahun 2004 itu, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menjatuhkan Putusan Pailit kepada PT. DMR. Maka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, kurator segera mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu dalam rangka

22 melakukan permberesan harta pailit. Dalam prosesnya, kurator tersebut menemukan beberapa bukti tentang adanya corporate guarantor yang menjamin PT. DMR yang telah dalam keadaan pailit. Selanjutnya, kurator mengambil langkah mengajukan permohonan pailit terhadap PT. DMR dengan dasar dan dalih dalam rangka mengumpulkan serta mengamankan harta pailit. Permohonan penuntutan pailit yang dilakukan kurator PT. DMR terhadap penjamin yang diantaranya PT. DWIMA JAYA UTAMA, PT. KAJU WADJA, PT. HUTAN MULYA, dengan mendasarkan pada bukti sebuah Akta Penjaminan (Borgtocht) yang dibuat antara PT. DMR dengan keempat perusahaan penjaminnya itu terhadap pihak ketiga, yaitu Bank. Bertitik tolak dari beberapa uraian dan contoh kasus kepailitan yang berhubungan dengan tindakan kurator dalam mengelola harta pailit, ternyata terdapat tindakan kurator yang telah dilakukan sesuai dengan Undang-Undang No37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, namun tidak dapat memaksimalkan pengumpulan harta pailit. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah tanggung jawab kurator dalam mengelola harta kekayaan debitor yang dinyatakan pailit?

23 2. Dapatkah kurator dikenakan sanksi dalam hal melakukan kewajibannya membereskan harta pailit namun tidak dapat memaksimalkan harta pailit? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tanggung jawab kurator dalam mengelola harta kekayaan debitor yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. 2. Untuk mengetahui akibat hukum apakah yang timbul dari tindakan kurator yang menyimpang ketentuan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. D. Tinjauan Pustaka Di dalam praktik hukum, biasanya seorang yang berhutang (debitur) lalai memenuhi kewajibannya (prestasinya), bukan disebabkan oleh keadaan memaksa (overmach) tetapi keadaan yang demikian disebut dengan ingkar janji (wanprestasi). Dalam dunia perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau membayar hutangnya kepada kreditor (disebabkan oleh situasi ekonomi yang sulit atau keadaan terpaksa), maka telah disiapkan suatu jalan keluar untuk menyelesaikan

24 persoalan tersebut yaitu yang dikenal dengan lembaga kepailitan dan penundaan pembayaran 10. Ada dua asas pokok berkaitan dengan kepailitan yang terkandung dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata. Pasal 1131 KUHPerdata yang menetapkan; semua benda bergerak dan tidak bergerak dari seorang debitor, baik yang sekarang ada maupun yang akan diperolehnya, menjadi tanggungan atas perikatan-perikatan perorangannya. Selanjutnya, dalam Pasal 1132 KUHPerdata menentukan, bahwa benda yang dimaksud dijadikan sebagai jaminan bagi para krediturnya bersama-sama, dan hasil dari penjualan atas benda-benda tersebut dibagikan secara seimbang, menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali jika para piutang mempunyai alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Dasar hukum yang mengatur tentang kepailitan di Indonesia saat ini, yaitu diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan selanjutnya untuk memudahkan dalam penulisan disebut Undang-Undang Kepailitan, yang diamandemen menjadi Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang. 10 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, Cetakan kedua, Juli 2002, hlm 25.

25 Pengertian dasar pailit itu sendiri, dalam khasanah ilmu pengetahuan hukum diartikan sebagai keadaan debitor (yang berutang) yang berhenti membayar (tidak membayar) utang-utangnya. Hal ini tercermin didalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, yang menyebutkan 11 : Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Dalam penjatuhan keputusan pailit tersebut, hakim Pengadilan Niaga haruslah bertindak sesuai dengan dasar hukum yang ada, dimana secara tegas telah diatur dalam Undang-Undang Kepailitan yaitu dengan syarat; debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak mampu membayar sedikitnya satu utangnya yang telah jatuh waktunya dan dapat ditagih. Bila syarat itu telah terpenuhi, maka hakim menyatakan pailit, bukan dapat menyatakan pailit. Maka dalam hal ini kepada hakim tidak diberikan judgement yang luas seperti pada kasus selain pada kasus kepailitan, meskipun limited defence masih dibenarkan dalam hal ini. Mengingat yang berlaku adalah prosedur pembuktian sumir 12. 11 Ibid, hlm 27. 12 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ketiga, 2005, hlm 9.

26 Sebelum pernyataan pailit, pada dasarnya hak-hak debitor untuk melakukan tindakan hukum dalam rangka menjalankan usahanya dengan (kekayaan) hartanya, sudah barang tentu harus dihormati. Selama itu tidak melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan yang menyangkut kewajiban debitor terhadap kreditor yang ada. Tetapi, yang perlu diperhatikan disini ialah bahwa dalam menjalankan hak-hak yang menjadi kewenangannya itu debitor diawasi oleh kurator sementara yang diangkat oleh pengadilan 13. Namun hal ini menjadi lain ketika pengadilan (hakim Pengadilan Niaga) mengucapkan putusan pailit dalam sidang yang terbuka untuk umum terhadap debitur. Bahwa hak dan kewajiban si pailit (debitur) pun beralih kepada kurator untuk mengelola, mengurus dan menguasai harta boedelnya 14. Meski begitu, debitor atau si pailit masih berhak melakukan tindakan-tindakan atas harta kekayaanya, namun hanya sebatas jika tindakan itu membawa keuntungan/menambah manfaat atau jumlah bagi boedelnya. Dalam rangka memenuhi kewajiban melunasi hutangnya 15. Amat sangat logis, mengingat bahwa pokok dari penyelesaian kepailitan ini menitik beratkan pada pengembalian harta kreditor. 13 Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Rajawali Pers, Jakarta 2004, hlm.69-70. 14 Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 15 Pasal 25 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

27 Putusan pernyataan pailit terhadap debitor membawa dampak besar bagi para kreditor dan pihak debitor pailit tersebut. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana mereka mendapatkan hak-haknya atas harta debitor pailit. Siapa yang akan mengurus pembagian harta debitor pailit kepada para kreditor berdasarkan hak masing-masing. Permasalahan utama dalam kepailitan sebagaimana diungkapkan Profesor Warren adalah siapa yang berhak dan bagaimana membagi harta debitor pailit 16. Terhadap pernyataan ini, di Indonesia telah diatur bahwa yang berhak melakukan itu adalah Balai Harta Peninggalan dan kurator. Hanya saja inti pertanyaan ini adalah bagaimana membagi harta debitor pailit. Membagi harta debitor pailit adalah merupakan bagian akhir dari proses kepailitan. Tahap mencapai pembagian harta inilah yang akan menjadi tugas berat seorang kurator 17. Dengan tanggung jawabnya yang demikian itu, seorang kurator menjadi salah satu kunci sukses tidaknya pelaksanaan pengurusan dan pemberesan pembayaran harta pailit yang sesuai dengan ketentuan peraturan tentang kepailitan di Indonesia. Sebagaimana tujuan utama dari kepailitan tersebut. 16 David G. Epstein, steve H. Nickles, and James J. White, Bancruptcy (USA: West Publishing Co, 1993), hlm.2. 17 Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Rajawali Pers, Jakarta 2004, hlm.11.

28 Kurator didalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang yaitu Balai Harta Peninggalan dan Kurator lainnya. Dimana yang dapat menjadi kurator tersebut yaitu orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit, serta terdaftar pada kementrian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundangundangan 18. Pada prinsipnya tugas dan wewenang kurator adalah melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator mempunyai tanggung jawab kewajiban untuk melaksanakan tugas pengurusan dan /atau pemberesan harta pailit 19. Menurut Jerry Hoff, tujuan kepailitan adalah untuk membayar hak para kreditor yang seharusnya mereka peroleh sesuai dengan tingkat urutan tuntunan mereka. Oleh karena itu kurator tidak hanya harus bertindak untuk kepentingan kreditor semata namun juga harus juga memperhatikan kepentingan debitor yang pailit. Dan kurator wajib memastikan bahwa semua tindakannya adalah untuk kepentingan harta pailit. 18 Pasal 70 Ayat (1) huruf a, b dan Ayat (2) huruf a, b. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 19 Pasal 69 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

29 Dalam melakukan tugas ini kurator memiliki satu visi utama yaitu mengambil segala keputusan dan bertindak yang terbaik untuk memaksimalkan nilai harta pailit. Lebih rinci lagi dapat dilihat dari job description dari kurator. Karena setidaknya secara garis besar ada 3 (tiga) jenis penugasan yang diemban oleh kurator sebagaimana menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yaitu: 1. Tugas Administratif Dalam kapasitas administratifnya kurator bertugas untuk mengadministrasikan proses-proses yang terjadi dalam kepailitan, yang antara lain; melakukan pengumuman 20, mengundang rapat-rapat kreditur 21, mengamankan harta kekayaan debitor pailit, melakukan inventarisasi harta pailit 22, serta membuat laporan rutin kepada hakim pengawas 23. Dalam menjalankan kapasitas administratifnya kurator memiliki kewenangan antara lain: 20 Pasal 15 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 21 Pasal 86 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 22 Pasal 98 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 23 Pasal 74 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

30 a. Kewenangan untuk dapat meminta dilakukan upaya paksa badan 24. b. Dapat meminta dilakukan penyegelan, bila diperlukan 25. 2. Tugas Mengurus atau mengelola harta pailit Selama proses kapailitan belum sampai pada keadaan insolvensi (pailit), maka kurator dapat melanjutkan pengelolaan usaha-usaha debitor pailit sebagaimana layaknya organ perseroan (direksi) atas izin rapat kreditor 26. Pengelolaan hanya dapat dilakukan apabila debitor pailit masih memiliki suatu usaha yang masih berjalan. Kewenangan yang diberikan dalam menjalankan pengelolaan ini termasuk diantaranya: a. Kewenangan untuk membuka korespondensi yang ditujukan kepada debitor pailit 27. b. Kewenangan untuk meminjam dana pihak ketiga dengan dijamin dengan harta pailit yang belum dibebani demi kelangsungan usaha 28. 24 Pasal 93 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 25 Pasal 99 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 26 Pasal 104 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 27 Pasal 105 Ayat (1), (2), (3), (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 28 Pasal 69 Ayat (2) huruf b, (3), (4), (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

31 c. Kewenangan khusus untuk mengakhiri sewa, memutuskan hubungan kerja, dan perjanjian lainnya 29. 3. Tugas melakukan penjualan dan pemberesan Tugas yang paling utama bagi kurator adalah untuk melakukan pemberesan. Maksudnya pemberesan disini adalah suatu keadaan dimana kurator melakukan pembayaran kepada para kreditor konkuren dari hasil penjualan harta pailit. Pailit yang berati bankrut atau jatuh miskin, dalam hukum perdata positif kata pailit mengacu pada keadaan debitor (bisa orang, badan hukum, perseroan) yang terbukti berdasarkan ketetapan pengadilan, bahwa debitor telah berhenti membayar hutangnya dan yang mengakibatkan penyitaan umum atas harta kekayaanya, sehingga debitor tidak lagi berhak mengurus harta bendanya. Istilah pailit dalam Fiqih Muamalat sendiri dikenal dengan sebutan At-Tafliis. Jadi orang yang dalam kondisi pailit disebut iflaas atau tidak memiliki harta. Sedangkan orang yang pailit disebut dengan muflis. Dan keputusan hakim yang menyatakan bahwa seorang jatuh pailit disebut tafliis 30. 29 H. Man S. Satrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Penerbit Alumni, Cetakan Pertama, Jakarta, 2006. hlm. 116-118. 30 M. Ali. Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Rajawali Pers, Cetakan Pertama, Jakarta 2003, hlm. 195.

32 Terhadap pernyataan pailit oleh hakim terhadap debitor, maka akan membawa akibat bagi debitor. Yaitu mengakibatkan debitor itu dibawah pengampuan hakim (Al-Hajr) dalam hal mengurus segala harta bendanya dengan tujuan pokok untuk melunasi utangnya kepada kreditor. Menurut Jumhur Ulama dan Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan asy- Syabani, debitor yang pailit berada dibawah pengampuan hakim (Al-Hajr) dan dilarang bertindak secara hukum terhadap sisa hartanya. Hal ini bertujuan untuk menjaga dan menjamin hak-hak kreditor. Al-Hajr didalam Fiqih Muamalat berarti larangan dan penyempitan atau pembatasan. Dalam istilah hukum perdata berarti pengampuan. Istilah Al-Hajr ditemui dalam pembahasan tindakan kecakapan melakukan tindakan hukum bagi seseorang. Dengan demikian al-hajr maksudnya yaitu kondisi seseorang dilarang melakukan tindakan hukum 31. Pemberlakuan larangan yang bertujuan untuk menjaga hak orang lain ini diantaranya diberlakukan terhadap orang yang berutang. Sedangkan utangnya tunai dan lebih banyak dari hartanya. Maka ia dilarang membelanjakan (memperedarkan, menggunakan) hartanya itu untuk menjaga yang berpiutang 32. Terhadap orang atau pihak yang demikian, wajib dilakukan pelarangan oleh walihakim. Apabila telah diberlakukan pada mereka larangan, maka tassaruf (memperedarkan) 31 Ibid, hlm. 203. 32 H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Sinar Baru Algesindo, Cetakan Ketigapuluh Dua, Bandung 1998, hlm. 315-317.

33 harta mereka menjadi tidak sah, kecuali ia mendapat izin dari walinya 33 atau pengampunya. Dalam hal ini dasar hukum didalam Alqur an-nya terdapat dalam Surat An-Nisa:5 34 dan Al-Baqarah:282 35. Sehingga pada prinsipnya, seorang debitor yang dikarenakan keputusan pengadilan/vonis hakim dinyatakan pailit yang membawa akibat ia kehilangan hak untuk mengurus hartanya dan beralih kepada seorang kurator dengan diawasi oleh hakim pengawas untuk melakukan pembayaran atau pemberesan utang kepada kreditor itu mubah atau boleh dalam Hukum Islam. Sebagaimana dari prinsip dan tujuan ke-muamalah-an yaitu menghindari madharat dan mendatangkan kemanfaatan dengan memelihara keadilan dan menjaga kejujuran didalamnya. E. Metode Penelitian Hal-hal yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Obyek Penelitian 33 Op.cit, M. Ali Hasan, Berbagai Macam,hlm. 204-205 34 Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang berada dalam kekuasaan) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. Terjemahan Al-Qur an Surat An-Nisa ayat 5. 35 jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah keadaannya, atau dia sedikit tidak mampu mengimlakkan (mendiktekan), maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Terjemahan Al-Qur an Surat Al- Baqarah ayat 282.

34 Obyek penelitian meliputi : a. Tanggung jawab kurator dalam mengelola harta kekayaan debitor. b. Debitor yang dinyatakan pailit oleh Putusan Hakim Pengadilan Niaga. 2. Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang merupakan dokumen. Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penulisan adalah sebagai berikut: a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer meliputi; Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dan Putusan Pengadilan Niaga Nomor 02/PailitLL/PN.Niaga.Jkt.Pst. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder meliputi; buku-buku, laporan jurnal ilmiah, makalah-makalah, artikel-artikel, dan tulisan lainnya yang berhubungan dengan obyek penelitian. c. Bahan hukum tersier

35 Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini berupa kamus hukum, kamus bahasa Indonesia. 3. Teknik Pengumpulan Data Mengingat data yang ada dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa bahan hukum, maka pengumpulan data yang digunakan melalui studi kepustakaan dan studi dokumentasi. Yaitu dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari serta memahami perundang-undangan dan peraturan yang berlaku serta berhubungan, buku-buku, dokumen-dokumen hukum, makalah, jurnal-jurnal ilmiah, artikel-artikel ilmiah serta karangan ilmiah hukum lainnya yang berhubungan dengan obyek penelitian. 4. Metode Pendekatan Mengacu pada perumusan masalah, maka penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif atau penelitian yuridis. Dengan berdasarkan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, dengan identifikasi secara sistematis normanorma hukum. Sudut pandang yang digunakan peneliti dalam memahami dan menyelesaikan permasalahan yaitu dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. 5. Analisis Data Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap, tahap berikutnya yang harus dimasuki adalah analisis data. Pada tahap ini data yang

36 dikumpulkan akan diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga dapat menjawab permasalahan. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif, oleh karenanya data yang diperoleh dan dipaparkan dalam penelitian penulisan ini bukan merupakan angka dan tidak disajikan dalam/secara statistik. Data yang telah terkumpul dianalisa secara deskriptif kualitatif, yaitu mengambil data-data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti sehingga dapat diuraikan secara deskriptif dan kualitatif, yaitu menggambarkan kenyataan yang berlaku dan masih ada kaitannya dengan aspek-aspek hukum yang berlaku, yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian b. Hasil klasifikasi data selanjutnya disistematisasikan. c. Data yang telah disistematisasikan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan. F. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini secara keseluruhan terdiri dari empat bab, dan masing-masing akan diperinci menjadi beberapa sub bab.

37 Bab I sebagai pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian,dan sistematika penulisan. Bab II, membahas Tinjauan Umum Tentang Kepailitan, dan membahas Pengertian dan Tujuan Kepailitan, Para pihak yang berhak mengajukan Pailit, Tata Cara Permohonan Pernyataan Pailit, dan Akibat Hukum Pernyataan Pailit. Bab III, pembahasan diawali dengan rumusan masalah yang membahas pemberesan yang dilakukan oleh kurator, yang akan diawali dengan ringkasan perkara, fakta hukum, analisa terhadap tindakan kurator dalam memailitkan Penjamin Perusahaan. Selanjutnya membahas akibat hukum dari tindakan kurator. Bab IV adalah bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.