RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Transkripsi

1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Balai Harta Peninggalan merupakan lembaga yang diperlukan untuk mengurus harta peninggalan dari seseorang berhubungan dengan perwalian, pengampuan, ketidakhadiran, harta peninggalan tidak terurus, pendaftaran waris, surat keterangan waris; b. bahwa produk hukum kolonial yang bersifat diskriminatif harus diganti dengan produk hukum nasional yang dijiwai dan bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. bahwa berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur Balai Harta Peninggalan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat yang memerlukan perlindungan dan pelayanan hukum di bidang keperdataan disamping Undang-Undang Kepailitan yang telah ada sehingga perlu diganti dalam upaya pembentukan hukum nasional; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Balai Harta Peninggalan; Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 1

2 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Balai Harta Peninggalan adalah unit Pelaksana Teknis dalam lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia selanjutnya membidangi perwalian, pengampuan, ketidakhadiran, harta peninggalan tidak terurus, pendaftaran surat wasiat, surat keterangan waris, kepailitan, aset bank dalam likuidasi, dan Harta Tidak Terurus. 2. Ketidakhadiran adalah suatu keadaan dimana seorang yang telah meninggalkan tempat tinggalnya tidak diketahui dimana yang bersangkutan berada dan tidak dapat dibuktikan telah meninggal dunia, tanpa menunjuk kuasa atau kuasanya berakhir untuk mengurus kepentingan dan harta kekayaannya berdasarkan penetapan hakim. 3. Harta Peninggalan tidak terurus adalah suatu warisan yang tidak seorangpun menggugat atau semua ahli waris yang dikenal menolaknya. 3. a. Simpanan kadaluwarsa adalah simpanan yang telah diputus hubungan penyimpanannya oleh Bank Indonesia dan tidak diambil oleh Penyimpan serta termasuk sebagai harta tidak terurus 3. b. Dana transfer tunai yang tidak diklaim adalah dana dari proses transfer dana yang dikirimkan dan dimaksudkan untuk diterima secara tunai, yang tidak diambil atau diklaim oleh penerima dan pengirim asal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang Transfer Dana 4. Kepailitan adalah sita umum atas segenap harta kekayaan seseorang atau badan hukum yang dinyatakan pailit berdasarkan putusan hakim. 2

3 4. a. Bank adalah Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang perbankan yang berlaku; 4. b. Likuidasi Bank adalah tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank. 5. Wali adalah orang yang diserahi kewajiban mengurus diri pribadi serta harta kekayaan anak yang belum dewasa yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tuanya. 6. Perwalian adalah pengurusan diri pribadi serta harta kekayaan anak di bawah umur, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tuanya. 7. Wali Pengawas adalah Balai Harta Peninggalan yang melakukan pengawasan terhadap wali. 8. Wali sementara adalah perwalian yang dilaksanakan oleh Balai Harta Peninggalan sebelum ada wali yang ditetapkan oleh pengadilan. 9. Pengampuan adalah perlindungan hukum terhadap anak dalam kandungan ibunya apabila kepentingan anak menghendaki dan bapaknya meninggal dunia dan/atau orang dewasa yang berada dalam keadaan dungu, gangguan kejiwaan, boros dan pailit berdasarkan penetapan hakim. 10. Pengampu atau kurator adalah orang atau badan hukum yang ditunjuk oleh pengadilan untuk menyelenggarakan pengurusan dan pemberesan harta kekayaan terampu. 11. Pengampu Pengawas adalah pengawasan terhadap pengampu yang dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan berdasarkan penetapan hakim. 12. Surat Wasiat adalah pernyataan tertulis kehendak terakhir dari seseorang tentang apa yang dikehendakinya yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang baiklam maupun di luar negeri untuk wasiat umum atau di bawah tangan untuk wasiat tertutup dan berlaku setelah ia meninggal dunia. 13. Surat Keterangan Hak Waris adalah surat keterangan yang dibuat oleh Pejabat yang berwenang tentang susunan ahli waris dan pembagian warisan. 14. Anak belum dewasa adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin. 15. Pengadilan adalah pengadilan negeri, pengadilan agama dan pengadilan niaga yang wilayah hukumnya meliputi domisili subjek hukum yang berkepentingan kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang. 3

4 16. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia yang salah satu lingkup dan tanggung jawabnya meliputi bidang Balai Harta Peninggalan. 17. Subyek Hukum adalah orang atau badan hukum. BAB II TUGAS, FUNGSI, KEDUDUKAN, DAN KEWENANGAN Pasal 2 Balai Harta Peninggalan mempunyai tugas mewakili dan mengurus kepentingan subyek hukum yang demi hukum atau putusan atau penetapan hakim tidak dapat menjalankan sendiri kepentingannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 3 Balai Harta Peninggalan mempunyai tugas : a. melaksanakan penyelesaian masalah perwalian, pengampuan, ketidakhadiran, dan harta peninggalan tidak terurus; b. melaksanakan penyelesaian pembukaan dan pendaftaran surat wasiat sesuai dengan peraturan perundang-undangan; c. membuat surat keterangan waris; dan d. melaksanakan penyelesaian dana transfer tunai yang tidak diklaim (unclaimed funds) e. melaksanakan penyelesaian Simpanan Kadaluwarsa sebagai harta tidak terurus. f. melaksanakan penyelesaian masalah kepailitan, asset eks bank dalam likuidasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 (1) Balai Harta Peninggalan berkedudukan di setiap ibukota propinsi. (2) Balai Harta Peninggalan berlaku bagi warga negara Republik Indonesia. (3) Susunan organisasi, kedudukan, dan wilayah hukum Balai Harta Peninggalanditetapkan dengan Peraturan Presiden. Pasal 5 (1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Balai Harta Peninggalan sebagai unit pelaksana teknis berwenang di bidang : 4

5 a. wali pengawas; b. pengampuan; c. ketidakhadiran; d. harta peninggalan tidak terurus; e. pendaftaran dan pembukaan surat wasiat; f. pembuatan surat keterangan waris; g. kepailitan; atau h. pemberian surat keterangan tidak pailit atas dasar permohonan dari yang berkepentingan. (2) Surat keterangan tidak pailit sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf h dibuat berdasarkan laporan dan data yang disampaikan kurator kepada menteri. BAB III PERWALIAN Pasal 6 (1) Kantor Catatan Sipil dan kantor yang berfungsi mencatat kematian wajib melaporkan peristiwa kematian setiap bulan paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya. (2) Balai Harta Peninggalan setelah menerima laporan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan pemanggilan secara tertulis kepada ahli waris paling lama 30 (tiga puluh) hari untuk meminta keterangan mengenai ahli waris dan harta peninggalan. Pasal 7 Dalam hal keterangan yang disampaikan kepada Balai Harta Peninggalan terdapat ahli waris yang belum dewasa, maka Balai Harta Peninggaln menjadi Wali Pengawas. Pasal 8 Balai Harta Peninggalan wajib menjalankan pengurusan atau pengawasan untuk kepentingan anak yang belum dewasa, atau terhadap harta kekayaan 5

6 yang mempunyai kepentingan yang saling bertentangan antara wali dengan anak, tanpa memihak. Pasal 9 (1) Dalam hal terjadi kekosongan Wali, Balai Harta Peninggalan bertindak sebagai Wali Sementara. (2) Wali Sementara ditugaskan paling lama 90 (sembilan puluh) hari. (3) Apabila telah ditetapkan Wali, maka Balai Harta Peninggalan menjadi Wali Pengawas. Pasal 10 (1) Balai Harta Peninggalan selaku wali sementara melaksanakan pencatatan harta kekayaan anak di bawah umur dan mengusulkan pengangkatan wali anak di bawah umur tersebut kepada pengadilan. (2) Balai Harta Peninggalan wajib memberikan pertanggung jawaban tentang kepengurusan wali sementara kepada menteri. Pasal 11 Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi wali: a. warga negara Indonesia; b. berkelakuan baik; c. tidak pernah dipidana; d. tidak dinyatakan pailit; dan e. cakap melakukan perbuatan hukum. Pasal 12 (1) Wali yang ditetapkan oleh Pengadilan diambil sumpahnya di depan Ketua Balai Harta Peninggalan. (2) Salinan berita acara sumpah diberikan kepada wali yang bersangkutan. (3) Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya akan menjalankan perwalian yang diberikan dan dipercayakan kepada saya oleh Pengadilan Negeri, dengan sebaik-baiknya dan seksama. 6

7 Pasal 13 (1) Wali wajib membuat catatan dan pengelolaan harta kekayaan anak yang belum dewasa. (2) Pembuatan perincian harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat di hadapan notaris dengan terlebih dahulu harta kekayaan tersebut dinilai harganya oleh lembaga penilai yang terdaftar. Pasal 14 Dalam hal wali akan melakukan penjualan atas harta kekayaan untuk keperluan anak yang belum dewasa, maka wali melalui Balai Harta Peninggalan wajib meminta izin pengadilan dengan terlebih dahulu dilakukan penilaian kembali terhadap nilai harta kekayaan yang akan dijual tersebut. Pasal 15 (1) Wali wajib memberikan pertanggungjawaban pengurusan kekayaan anak yang belum dewasa kepada Wali Pengawas setiap 6 (enam) bulan. (2) Balai Harta Peninggalan wajib memberikan pertanggung jawaban tentang kepengurusan wali pengawas kepada Menteri setiap 6 (enam) bulan. (3) Tata cara pemberian pertanggungjawaban tentang pengurusan wali, wali pengawas, dan wali sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Pasal 16 (1) Wali Pengawas dapat menolak pertanggung jawaban wali, apabila wali lalai dalam melaksanakan kewajibannya. (2) Dalam hal pertanggungjawaban wali ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka wali dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak pertanggungjawaban ditolak berhak mengajukan pembelaan diri. (3) Dalam hal pembelaan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, wali dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mendapatkan penetapan. (4) Dalam hal pertanggungjawaban wali ditolak oleh pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pertanggungjawaban tersebut harus diperbaiki. 7

8 Pasal 17 Dalam hal anak telah dewasa, wali wajib membuat perhitungan penutup kepada Wali Pengawas dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah anak tersebut mencapai usia dewasa, dan Wali Pengawas wajib memberikan pembebasan tanggung jawab kepada Wali. Pasal 18 Wali pengawas wajib mengumumkan tentang berakhirnya perwalian paling lambat 7 (tujuh) hari setelah perwalian berakhir dalam Berita Negara Republik Indonesia melalui Balai Harta Peninggalan. BAB IV PENGAMPUAN Bagian Kesatu Anak Dalam Kandungan Pasal 19 Dalam hal suami meninggal dunia, istri menerangkan atau setelah dipanggil dengan sah oleh Balai Harta Peninggalan mengakui bahwa ia sedang mengandung maka Balai Harta Peninggalan dapat menjadi pengampu atas anak yang dikandungannya. Pasal 20 Balai Harta Peninggalan sebagai pengampu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 wajib membuat Berita Acara kehamilan dan Berita Acara Sumpah atas kehamilan tersebut. Pasal 21 Apabila anak yang dilahirkan dalam keadaan hidup maka demi hukum berakhir tugas pengampuan Balai Harta Peninggalan dan berlaku ketentuan tentang perwalian. Bagian Kedua Orang Dewasa Pasal 22 8

9 (1) Orang dewasa yang mengalami gangguan kejiwaan atau boros berada di bawah pengampuan berdasarkan penetapan pengadilan: (2) Pengampu wajib melaksanakan pengurusan terhadap diri terampu dan harta kekayaannya yang meliputi: a. membuat pencatatan harta kekayaan milik terampu; b. membuat rencana dan/atau laporan perawatan dan penyembuhan terampu setiap 90 (sembilan puluh) hari; c. membuat perhitungan dan pertanggungjawaban pada saat pengampuan berakhir. (3) Apabila diperlukan untuk kepentingan terampu, dengan persetujuan Balai Harta Peninggalan, pengampu dapat melaksanakan penjualan atas harta kekayaan terampu berdasarkan izin pengadilan. Bagian ketiga Pertanggungjawaban Pasal 23 (1) Balai Harta Peninggalan sebagai Pengampu Pengawas wajib melaksanakan pengawasan terhadap pelaksana tugas Pengampu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. (2) Pengampu Pengawas wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban tentang kepengurusannya Pengampu Pengawas kepada Menteri setiap 6 (enam) bulan. (3) Tata cara penyampaian laporan pertanggungjawaban tentang kepengurusan Pengampu Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Pasal 24 (1) Pengampu pengawas dapat menolak pertanggungjawaban Pengampu, apabila Pengampu lalai dalam melaksanakan tugasnya. (2) Dalam hal pertanggungjawaban Pengampu ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Pengampu dalam waktu 14 (empat belas) hari berhak mengajukan pembelaan diri. (3) Dalam hal pembelaan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Pengampu Pengawas dapat mengajukan permohonan pemecatan dan penggantian Pengampu kepada pengadilan untuk mendapatkan penetapan. 9

10 Pasal 25 Pengampuan berakhir disebabkan oleh: a. terampu atau pengampu meninggal dunia; b. terampu sudah sehat yang ditetapkan pengadilan berdasarkan keterangan dokter; c. pengampu diberhentikan berdasrkan penetapan pengadilan; dan d. pengampu mengundurkan diri dengan persetujuan pengampu pengawas dan berdasarkan penetapan pengadilan. Pasal 26 Dalam hal berakhirnya Pengampuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, pengampu wajib membuat perhitungan penutup kepada pengampu pengawas dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari dan selanjutnya pengampu pengawas wajib memberikan pembebasan tanggung jawab kepada pengampu. Pasal 27 Pengampu Pengawas wajib mengumumkan tentang berakhirnya pengampuan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pengampuan berakhir dalam 1 (satu) Berita Negara. BAB V KETIDAKHADIRAN Pasal 28 (1) Pengadilan menetapkan ketidak hadiran orang atas permohonan pihak yang berkepentingan atau kejaksaan demi kepentingan umum. (2) Dalam penetapan pengadilan tentang ketidakhadiran orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengadilan memerintahkan Balai Harta Peninggalan untuk mengurus kepentingan dan kekayaan orang yang dinyatakan tidak hadir. (3) Dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 10

11 pengadilan wajib mengirimkan salinan penetapan tersebut kepada Balai Harta Peninggalan. (4) Balai Harta Peninggalan wajib mengumumkan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Berita Negara. Pasal 29 (1) Balai Harta Peninggalan wajib melakukan pencatatan harta kekayaan orang yang tidak hadir. (2) Balai Harta Peninggalan wajib menyampaikan laporan perhitungan dan tanggung jawab tentang pengurusan kepada Menteri, 1 (satu) kali setahun. (3) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Pasal 30 (1) Setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) tahun sejak penetapan pengadilan tidak ada ahli waris yang menggugat harta kekayaan orang yang tidak hadir maka perhitungan penutup harus diajukan Balai Harta Peninggalan kepada Badan Pemeriksaan Keuangan. (2) Dalam hal perhitungan penutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, Balai Harta Peninggalan melaporkan hal tersebut kepada Menteri. BAB VI HARTA PENINGGALAN TAK TERURUS Pasal 31 (1) Apabila suatu warisan terbuka, tidak ada seorangpun yang menggugat atau semua ahli waris yang dikenal menolaknya maka warisan tersebut merupakan harta peninggalan tak terurus. (2) Balai Harta Peninggalan demi hukum ditugaskan menjalankan pengurusan atas setiap harta peninggalan tidak terurus dan wajib memberitahukannya kepada kejaksaan. (3) Dalam hal ada perbedaan pendapat mengenai harta peninggalan terurus atau tidak terurus maka atas permintaan yang berkepentingan atau atas usul jaksa demi kepentingan umum, pengadilan mengeluarkan penetapan. (4) Dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah adanya penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengadilan wajib 11

12 menyampaikan salinan penetapan tersebut kepada Balai Harta Peninggalan. (5) Balai Harta Peninggalan wajib mengumumkan adanya harta tidak terurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam surat kabar dan Berita Negara. Pasal 32 Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30,Balai Harta Peninggalan: 1. melakukan pencatatan atas harta peninggalan tidak terurus secara terperinci; 2. melakukan penyegelan terhadap harta peninggalan tidak terurus, jika dianggap perlu; 3. melakukan pemanggilan para ahli waris melalui surat kabar; 4. menghadap di muka pengadilan apabila ada tuntutan terhadap harta peninggalan tidak terurus; 5. menjalankan atau meneruskan segala hak yang dimiliki si pewaris; 6. memberikan perhitungan tentang pengurusan harta peninggalan tidak terurus kepada yang berhak. 7. wajib membuat dan menyampaikan laporan pengurusan kepada Menteri 1 (satu) kali setahun. Pasal 33 (1) Setelah lewat waktu 33 (tiga puluh tiga) tahun terhitung sejak terbukanya warisan tidak ada ahli waris yang menggugat maka Balai Harta Peninggalan mengajukan perhitungan penutup kepada Badan Pemeriksa Keuangan. (2) Dalam hal perhitungan penutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, Balai Harta Peninggalan melaporkan hal tersebut kepada Menteri. (3) Atas perintah Menteri, Balai Harta Peninggalan mengajukan permohonan penetapan kepada pengadilan untuk menyerahkan penguasaan harta peninggalan tidak terurus kepada negara. Pasal 34 12

13 Ketentuan yang berkaitan dengan harta kekayaan yang diatur dalan Undang- Undang ini mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hak istimewa dan hak yang didahulukan menurut peraturan yang berlaku. BAB VII SURAT KETERANGAN WARIS Pasal 35 Balai Harta Peninggalan berwenang membuat Surat Keterangan Hak Waris. Pasal 36 (1) Untuk memperoleh Surat Keterangan Hak Waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 pemohon waib melampirkan: a. akta kematian; b. akta perkawinan; c. akta kelahiran anak; d. surat wasiat dan surat keterangan wasiat; dan e. akta perceraian. (2) Dalam hal terjadi perceraian atau kematian, persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi pula dengan: a. akta perceraian; b. akta kematian anak; dan c. surat wasiat. Pasal 37 Tata cara untuk memperoleh surat keterangan hak waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VIII PEMBUKAAN DAN PENDAFTARAN SURAT WASIAT Pasal 38 13

14 Notaris yang membuat akta wasiat umum harus menyampaikan salinan akta tersebut kepada Menteri dengan tembusan Balai Harta Peninggalan. Pasal 39 (1) Dalam hal pewaris meninggal dunia dan meninggalkan surat wasiat tertutup maka ahli waris dan notaris mohon menghadap Balai Harta Peninggalan untuk membuka dan membacakan surat wasiat tertutup tersebut. (2) Surat wasiat yang telah dibuka wajib dilegalisasi dan didaftarkan di Balai Harta Peninggalan. (3) Surat wasiat yang tidak dilegalisasi dan tidak didaftarkan di Balai Harta Peninggalan tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga. Pasal 40 Dalam hal pewaris meninggal dunia dan meninggalkan surat wasiat umum, ahli waris mendaftarkan surat wasiat tersebut kepada Balai Harta Peninggalan dalam wilayah hukumnya. Pasal 41 Tata cara pembukaan dan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. BAB VIII A SIMPANAN KADALUWARSA Pasal.. (1) Balai Harta Peninggalan menerima penyerahan Simpanan kadaluwarsa. (2) Penyerahan Simpanan kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa penetapan pengadilan. Pasal (1) Balai Harta Peninggalan wajib melakukan pencatatan Simpanan kadaluwarsa sebagai harta tidak terurus. (2) Balai Harta Peninggalan wajib menyampaikan laporan perhitungan dan tanggung jawab tentang pengurusan kepada Menteri, 1 (satu) kali setahun. 14

15 (3) Tata cara pencatatan dan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Pasal... (1) Setelah lewat waktu 33 (tiga puluh tiga) tahun terhitung sejak diterimanya Simpanan kadaluwarsa dan tidak ada pihak yang menggugat maka Balai Harta Peninggalan mengajukan perhitungan penutup kepada Badan Pemeriksa Keuangan. (2) Dalam hal perhitungan penutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, Balai Harta Peninggalan melaporkan hal tersebut kepada Menteri. (3) Atas perintah Menteri, Balai Harta Peninggalan mengajukan permohonan penetapan kepada pengadilan untuk menyerahkan penguasaan kepada negara. BAB VIII B DANA TRANSFER TUNAI YANG TIDAK DIKLAIM Pasal.. (1) Balai Harta Peninggalan menerima penyerahan dana transfer tunai yang tidak diklaim dari penyelenggara transfer dana. (2) Penyerahan dana transfer tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa penetapan pengadilan. (3) Tata cara penyerahan dana transfer tunai yang tidak diklaim oleh penyelenggara transfer diatur dengan peraturan Bank Indonesia. Pasal (1) Balai Harta Peninggalan wajib melakukan pencatatan dana transfer tunai yang tidak diklaim. (2) Balai Harta Peninggalan wajib menyampaikan laporan perhitungan dan tanggung jawab tentang pengurusan kepada Menteri, 1 (satu) kali setahun. (3) Tata cara pencatatan dan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. 15

16 Pasal... (1) Setelah lewat waktu 33 (tiga puluh tiga) tahun terhitung sejak diterimanya dana transfer tunai yang tidak diklaim dan tidak ada pihak yang menggugat maka Balai Harta Peninggalan mengajukan perhitungan penutup kepada Badan Pemeriksa Keuangan. (2) Dalam hal perhitungan penutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, Balai Harta Peninggalan melaporkan hal tersebut kepada Menteri. (3) Atas perintah Menteri, Balai Harta Peninggalan mengajukan permohonan penetapan kepada pengadilan untuk menyerahkan penguasaan kepada negara. BAB VIII C ASET EKS BANK DALAM LIKUIDASI Pasal.. (1) Balai Harta Peninggalan menerima penyerahan asset eks bank dalam likuidasi dari pengelola asset bank dalam likuidasi. Penjelasan: pengelola asset bank dalam likuidasi adalah tim likuidasi, pemerintah sebagai kreditur, dan/atau pihak lain. (2) Penyerahan asset eks bank dalam likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa penetapan pengadilan. (3) Tata cara penyerahan asset eks bank dalam likuidasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal (1) Balai Harta Peninggalan wajib melakukan pengurusan, pencatatan, dan pencairan atas asset eks bank dalam likuidasi. (2) Hasil pencairan atas asset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan kepada kreditur. (3) Hasil pencairan asset yang disetorkan kepada kreditur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperhitungkan sebagai pengurang kewajiban bank dalam likuidasi kepada kreditur. (4) Balai Harta Peninggalan wajib menyampaikan laporan perhitungan dan tanggung jawab tentang pengurusan kepada Menteri, 1 (satu) kali setahun. 16

17 (5) Tata cara pengurusan, pencatatan, pencairan asset, dan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Pasal... (1) Setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) tahun terhitung sejak diterimanya asset eks bank dalam likuidasi maka Balai Harta Peninggalan mengajukan perhitungan penutup kepada Badan Pemeriksa Keuangan. (2) Dalam hal perhitungan penutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, Balai Harta Peninggalan melaporkan hal tersebut kepada Menteri. (3) Atas perintah Menteri, Balai Harta Peninggalan mengajukan permohonan penetapan kepada pengadilan untuk menyerahkan penguasaan kepada negara. BAB IX KEPAILITAN Pasal 42 Balai Harta Peninggalan dapat bertindak selaku kurator dalam kepailitan berdasarkan putusan Pengadilan Niaga. BAB X PEMBATASAN KEWENANGAN Pasal 43 Pejabat Balai Harta Peninggalan yang bertindak untuk dan atas nama Balai Harta Peninggalan sebagaiman dimaksud dalam Undang-Undang ini dilarang: a. menjadi kuasa atau pelaksana surat wasiat dari orang yang mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga; dan b. membeli, meminjam, dan menyewa secara langsung atau dengan perantara, barang yang dijual atau disewakan oleh Balai Harta Peninggalan. 17

18 Pasal 44 Pejabat Balai Harta Peninggalan yang karena kesalahannya sehingga menimbulkan kerugian terhadap harta kekayaan dalam pengurusan, dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 45 (1) Dalam hal wali dengan sengaja tidak melakukan kewajiban membuat perincian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) maka wali tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp ,- (dua milyar rupiah) (2) Dalam hal pengampu menjual harta kekayaan terampu tanpa izin Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), dikenakan pidana sesuai dengan ketentuan pidana yang berlaku. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 46 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundangundangan yang mengatur tentang Balai Harta Peninggalan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini. Pasal 47 Pengawasan, pengurusan, dan pemberesan yang sedang berlangsung dan belum selesai maka diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 18

19 BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 48 Undang-Undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR... 19

20 RANCANGAN PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN I. UMUM Bangsa Indonesia telah menentukan cita hukumnya sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang merupakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber pada Pancasila yang merupakan dasar filosofis. Dalam pembangunan materi hukum khususnya yang berkaitan dengan upaya penggantian peraturan perundang-undangan produk kolonial dengan peraturan perundang-undangan nasional uang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu diindahkan ketentuan yang memenuhi nilai filosofis yang berintikan rasa keadilan dan kebenaran, nilai sosiologis yang sesuai dengan tata nilai budaya yang berlaku di dalam masyarakat dan nilai yuridis yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1993 juga ditegaskan bahwa produk hukum kolonial harus diganti dengan produk hukum yang dijiwai dan bersumber pada Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun berdasarkan arahan tersebut, maka penggantian produk kolonial menjadi prioritas dan diharapkan segera dapat diselesaikan. Dalam hal produk kolonial yang berkaitan dengan bidang Balai Harta Peninggalan, peraturan perundang-undangan yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada, sehingga peraturan tersebut perlu diganti. Peraturan perundang-undangan di bidang Balai Harta Peninggalan produk Hindia Belanda itu antara lain: 20

21 1. Instustie voor de Weeskamer in Indonesie (Ordanantie van 5 Oktober 1872, Stb.1872 Nomor 166). 2. Vereeniging toteene regeling van het de kassen der weeskamers en der boedelkamers en regelling van het beheer dier Kassen (Ordonantie van 9 September 1897, Stb.1897 Nomor 231). Sesuai dengan maksud pendirian Balai Harta Peninggalan yang dilandasi dengan peraturan warisan kolonial hanya diberlakukan untuk golongan Cina, Eropa, dan Timur Asing sehingga menimbulkan berbagai masalah. Sementara ini sesuai dengan kebutuhan hukum yang ada banyak dikeluarkan kebijaksanaan pemerintah, dalam hal ini Departemen Kehakiman melalui Surat Keputusan, Surat Edaran, atau Instruksi yang merupakan terobosan untuk mengantisipasi kebutuhan hukum yang berkaitan dengan tugas dan tanggungjawab Balai Harta Peninggalan. Balai Harta Peninggalan sendiri mempunyai tugas yang berkaitan dengan pengawasan, pelindungan, dan pengurusan terhadap kekayaan yang mencakup harta peninggalan, harta kekayaan orang tidak hadir, harta peninggalan tak terurus, harta anak di bawah umur sepanjang tidak berada di bawah perwalian, harta mereka yang diletakkan di bawah pengampuan, dan harta pailit. Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, maka sudah waktunya untuk membentuk Undang-Undang tentang Balai Harta Peninggalan dengan tugas dan fungsinya yang khas tersebut untuk menggantikan peraturan perundang-undangan produk kolonial yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan di masa sekarang dan akan datang. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 21

22 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud dengan kantor lain dalam ayat ini adalah kantor yang melakukan pencatatan kematian. Yang dimaksud dengan pengawasan dan pengurusan kepentingan dalam ketentuan ini antara lain meliputi pengawasan dan pengurusan terhadap pendidikan, perumahan, perawatan, atau kesehatan. Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Kekosongan wali adalah anak dibawah umur yang tidak dibawah kekuasaan orang tua. 22

23 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Ketentuan bahwa seorang istri sedang mengandung harus disertai adanya keterangan dokter atas keadaan tersebut di atas segel. Ibu yang sedang mengandung diberi kebebasan untuk memilih hukum mana yang akan digunakan bagi dirinya. 23

24 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Alasan pemecatan dalam ketentuan ini antara lain pengampu tidak cakap melaksanakan tugas sebagai pengampu. Dalam hal pengampu meninggal dunia kewajiban membuat perhitungan penutup dibebankan kepada pihak lain yang ditunjuk oleh pengadilan. 24

25 Pasal 28 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Yang dimaksud dengan mengurus kepentingan dalam ayat ini adalah baik kepentingan orang yang tak hadir sebagai kreditor maupun debitor. Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Yang dimaksud dengan warisan terbuka adalah bila pewaris meninggal dunia baik dengan meninggalkan wasiat maupun tidak. 25

26 Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Yang dimaksud pemanggilan dalam ketentuan angka 3 ini adalah untuk melakukan pengusutan atau meminta keterangan dari para ahli waris. Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Yang dimaksud dengan negara dalam ayat ini adalah Menteri Keuangan. Yang dimaksud dengan hak istimewa dalam ketentuan ini antara lain yang tercantum dalam UU kepailitan sedangkan yang dimaksud dengan hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1139 dan Pasal Ayat (1) Dalam ketentuan ayat ini selain BHP, instansi lain juga berwenang mengeluarkan surat keterangan waris. Huruf a Yang dimaksud dengan akta kematian adalah akta kematian pewaris dan ahli waris. 26

27 Huruf b Ayat (2) Pasal 37 Pasal 38 Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41 Huruf c Huruf d Huruf e Surat keterangan wasiat yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa yang meninggal membuat atau tidak membuat wasiat. Yang dimaksud akte kematian dalam ayat ini adalah akte kematian pewaris dan akte kematian ahli waris Yang dimaksud dengan surat wasiat biasa adalah surat wasiat yang tidak tertutup. Dalam hal untuk mengetahui daftar surat wasiat maka Balai Harta Peninggalan mencari informasi dari Kementerian. 27

28 Pasal 42 Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45 Pasal 46 Pasal 47 Pasal 48 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... 28

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SOSIALISASI RUU BHP : TELAAH SINGKAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG BALAI HARTA PENINGGALAN (RUU BHP)

SOSIALISASI RUU BHP : TELAAH SINGKAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG BALAI HARTA PENINGGALAN (RUU BHP) SOSIALISASI RUU BHP : TELAAH SINGKAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG BALAI HARTA PENINGGALAN (RUU BHP) Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan di Indonesia

Lebih terperinci

Oleh: Ricardo Simanjuntak SH,LL.M., ANZIIF.CIP

Oleh: Ricardo Simanjuntak SH,LL.M., ANZIIF.CIP RANCANGAN UNDANG-UNDANG BALAI HARTA PENINGGALAN DIPRESENTASIKAN UNTUK SOSIALISASI UNDANG-UNDANG TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGANUNDANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. a. PENGATURAN BALAI HARTA PENINGGALAN

BAB II PEMBAHASAN. a. PENGATURAN BALAI HARTA PENINGGALAN 8 BAB II PEMBAHASAN A. TINJAUAN PUSTAKA a. PENGATURAN BALAI HARTA PENINGGALAN SEBELUM KEMERDEKAAN Peraturan perundang-undangan di bidang Balai Harta Peninggalan produk hindia belanda (sebelum kemerdekaan)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

http://www.legalitas.org/incl-php/buka.php?d=2000+8&f=pp63-2008.htm

http://www.legalitas.org/incl-php/buka.php?d=2000+8&f=pp63-2008.htm 1 of 11 11/6/2008 9:33 AM Gedung DitJend. Peraturan Perundang-undangan Go Back Tentang Kami Forum Diskusi FAQ Web Jln. Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan Mail Email: admin@legalitas.org. PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UU 28-2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

P R E S I D E N REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

P R E S I D E N REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA P R E S I D E N REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1027, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Penjualan. Harta Kekayaan. Tidak Hadir. Tidak Terurus. BHP. Permohonan Izin.

BERITA NEGARA. No.1027, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Penjualan. Harta Kekayaan. Tidak Hadir. Tidak Terurus. BHP. Permohonan Izin. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1027, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Penjualan. Harta Kekayaan. Tidak Hadir. Tidak Terurus. BHP. Permohonan Izin. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 9-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1983 (ADMINISTRASI. FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.10 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA, PEMBERHENTIAN ANGGOTA, SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA, DAN TATA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 115, 2004 KESRA. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah.Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. Pelaksanaan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5387) PERATURAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.50, 2013 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5406) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN 218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS 1 (satu) bulan ~ Notaris tidak membuat akta Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan Notaris tidak membuat akta, Notaris, secara sendiri atau melalui kuasanya menyampaikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR YAYASAN GEDHE NUSANTARA

ANGGARAN DASAR YAYASAN GEDHE NUSANTARA ANGGARAN DASAR YAYASAN GEDHE NUSANTARA BAB I NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Yayasan ini bernama Yayasan Gedhe Nusantara (selanjutnya dalam anggaran dasar ini cukup disingkat dengan Yayasan), berkedudukan

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Yayasan ini bernama [ ] disingkat [ ], dalam bahasa Inggris disebut [ ] disingkat [ ], untuk selanjutnya dalam Anggaran Dasar ini disebut "Yayasan" berkedudukan di

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak Perpajakan 2 Pengadilan Pajak 12 April 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Daftar isi 1. Susunan Pengadilan Pajak 2. Kekuasaan Pengadilan Pajak 3. Hukum Acara 2 Susunan Pengadilan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 40, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3684) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

PROFIL DAN PERKEMBANGAN HUKUM BALAI HARTA PENINGGALAN.

PROFIL DAN PERKEMBANGAN HUKUM BALAI HARTA PENINGGALAN. PROFIL DAN PERKEMBANGAN HUKUM BALAI HARTA PENINGGALAN Sejarah Singkat Balai Harta Peninggalan (wesboedel khamer) dibentuk pertama kali oleh pemerintah Hindia Belandatepatnyapadatanggal1Oktober1624. Tujuan

Lebih terperinci

*9788 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 1997 (17/1997) TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*9788 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 1997 (17/1997) TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 17/1997, BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK *9788 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 1997 (17/1997) TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK Undang-Undang No. 17 Tahun 1997 tanggal 23 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK Undang-Undang No. 17 Tahun 1997 tanggal 23 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK Undang-Undang No. 17 Tahun 1997 tanggal 23 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 66 ayat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB VII PERADILAN PAJAK

BAB VII PERADILAN PAJAK BAB VII PERADILAN PAJAK A. Peradilan Pajak 1. Pengertian Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah

Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah AKTA PENDIRIAN YAYASAN "..." Nomor :... Pada hari ini,..., tanggal... 2012 (duaribu duabelas) pukul... Waktu Indonesia Barat. Berhadapan dengan saya, RUFINA INDRAWATI TENGGONO, Sarjana Hukum, Notaris di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 37, 1992 (ADMINISTRASI. Kesejahteraan. PENSIUN. Tenaga Kerja. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN

CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN Nomor: - Pada hari ini, - tanggal - bulan - tahun - pukul WI (Waktu Indonesia ). -------------------------------------- Menghadap kepada saya 1,--------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci