BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan merata baik secara materiil maupun spiritual. Dimana tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat (Suma mur, 2013). Manusia memiliki keterbatasan-keterbatasan baik secara fisik maupun mental. Kemampuan mental manusia yang dipergunakan untuk memroses dan mereaksi informasi dapat mengalami kondisi yang overloaded. Hal ini disebabkan kemampuan mental manusia untuk menyelesaikan tugas yang bertumpuk-tumpuk dalam rentang waktu yang panjang ada batasnya. Kesalahan-kesalahan berupa mistakes, errors, dan kesalahan dalam pengambilan keputusan terjadi ketika tuntutan suatu tugas telah melampaui batas kemampuan mental manusia yang mengakibatkan stress. Menurut Tulus Winarsunu (2008), Stress yang dialami oleh individu seringkali disebabkan oleh suatu kondisi dimana kemampuan individu berada dibawah tuntutan tugas yang harus dihadapinya. Stres dapat dialami dalam berbagai situasi kehidupan manusia. Salah satu situasi yang cukup mendapat banyak perhatian dalam kaitannya dengan stress 1
2 adalah dunia kerja. Dunia kerja merupakan salah satu konteks yang tidak luput dari fenomena stres. Stres yang dialami dalam dunia kerja sering disebut dengan stres kerja (occupational stres). Menurut Rice yang dikutip oleh Anies (2004), seseorang dapat dikategorikan mengalami stress kerja adalah apabila stress yang dialami melibatkan juga pihak organisasi perusahaan tempat orang yang bersangkutan bekerja. Stress kerja yang dialami oleh seseorang akan terlihat dari beberapa gejala dari perubahan pada fisik, emosi dan perilaku manusia. American Psycological Association (APA) pada tahun 2009 menyatakan bahwa penderita stress mengeluhkan adanya perubahan fisik seperti sulit tidur (insomnia) sebanyak 47%, mudah lelah sebesar 43%, sakit kepala sebesar 34%, dan keluhan pada pencernaan sebesar 27%. Perubahan emosi yang dikeluhkan berupa perasaan mudah marah sebesar 45%, kehilangan motivasi dan energi sebesar 40% dan depresi sebesar 34%, sedangkan perubahan perilaku yang diakibatkan stress yaitu menurunkan produktivitas dan kualitas kerja, menunda ataupun menghindari pekerjaan/tugas, cenderung berbuat kesalahan, cepat lupa, sukar berkonsentrasi, peningkatan absensi, meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi seperti ngebut, meningkatnya agresivitas, serta kehilangan spontanitas dan kreativitas. Menurut survey yang dilakukan Yale University menunjukkan bahwa sebanyak 29% pekerja di Amerika mengalami stress di tempat kerja (Steven, S., dkk, 1998). Sedangkan Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan, 6% masyarakat Indonesia yang berumur lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional (Riskesdas, 2013).
3 Secara teknis pengemudi adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam arus berlalu lintas. Keadaan yang demikian ini yang pada akhirnya akan menuntut pengemudi sebagai aktor penting dalam mengemudi untuk dapat memahami peraturan yang ada didalam berlalu lintas dan bertanggung jawab atas keselamatan atas keselamatan penumpangnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi disiplin berlalu lintas pengemudi adalah Stress kerja, sebagaimana pendapat Cox (dalam Gibson, 1995) stres kerja dapat berdampak negatif terhadap perilaku, subjektf, kognitif, fisiologis dan organisasi. Adanya fakta secara subtantif pekerjaan sebagai pengemudi mobil adalah pekerjaan dengan muatan stress yang tinggi. Stress yang dialami para pengemudi lama kelamaan akan mengarah kepada perasaan apatis, tidak peduli dan tidak bertanggung jawab. Persepsi ini sendiri merupakan sumber-sumber stress yang potensial bagi pengemudi ditambah dengan kenyataan riil dilapangan dan kurangnya dukungan sosial (social support) terhadap pengemudi dari lingkungannya (Sarafino dalam Muluk 1996). Penelitian yang telah dilakukan oleh Nadya (2008) mengenai Gambaran Stress Kerja dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Pengemudi Bus Patas 9B Jurusan Bekasi Barat Cililitan/Kampung Rambutan menunjukkan dari 49 pengemudi Bus Patas 9B, sebanyak 25 orang mengalami (51%) mengalami stress sedang, sisanya 24 orang (49%) mengalami stress ringan dan tidak ada yang mengalami stress berat. Penelitian Galuh (2015) mengenai Faktor-Faktor yang berhubungan dengan terjadinya Stres Kerja pada Pengemudi Taksi New Atlas Semarang
4 didapatkan bahwa variabel yang berhubungan dengan stres kerja adalah umur (p value=0,016), masa kerja (p value=0,005) dan upah/pendapatan (p value=0,016). Hasil penelitian yang dilakukan Yudha (2009) mengenai Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Stres Kerja Pada Bagian Produksi Industri Mebel PT. ChiaJiann Indonesia Furniture diperoleh hasil bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stres kerja (p<0,05) adalah masa kerja(p= 0,019), beban kerja (p=0,014) dan faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan kejadian stres kerja (p>0,05) adalah jenis kelamin. Stres pada pekerja dapat disebabkan dari faktor lingkungan kerja yang kurang nyaman, beban kerja yang terlalu besar, rendahnya pendidikan dan upah atau pendapatan untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat dirasa kurang oleh pekerja cenderung dapat menyebabkan stress. Sebuah survei atas pekerja di Amerika Serikat menemukan bahwa 46% pekerja merasakan pekerjaan mereka penuh dengan stress dan 34 % berpikir serius untuk keluar dari pekerjaan mereka karena stres di tempat kerja (Eko sasono, 2004). Menurut Stranks (2005), stress kerja yang dialami pekerja tidak hanya merugikan bagi pekerja tetapi juga perusahaan. Dampak stress kerja yang dialami oleh pekerja dapat mempengaruhi performa dalam mencapai target perusahaan. Selain itu, menurut WHO, organisasi yang tidak sehat tidak akan mendapatkan usaha terbaik yang diberikan para pekerjanya. Hal ini tidak hanya berdampak pada performa organisasi tetapi juga keberlangsungan organisasi kedepannya.
5 GRHA TRAC-Astra Rent a Car adalah anak perusahaan dari PT Serasi Autoraya dan bagian dari PT Astra Internasional Tbk yang menyediakan layanan solusi transportasi di Indonesia selama lebih dari 28 tahun pengalaman. GRHA TRAC sudah memiliki lebih dari 33.000 Unit dengan berbagai jenis kendaraan yang telah beroperasi di lebih dari 5.600 perusahaan pelanggan dan didukung oleh lebih dari 9.000 driver profesional. GRHA TRAC melayani berbagai industri baik di daerah perkotaan sampai ke daerah terpencil, melalui 34 kantor cabang, 35 service point, 69 outlet yang tersebar di seluruh Indonesia dan salah satunya ada di Kota Medan. Hasil survey awal yang dilakukan penulis di GRHA TRAC Medan, didapatkan informasi bahwa pengemudi mobil melakukan perjalanan didalam kota dan luar kota. Kepadatan arus lalu lintas dan kemacetan yang sering terjadi didalam kota merupakan salah satu hal yang dapat memicu terjadinya stress pada pengemudi. Bagi pengemudi yang melakukan perjalanan ke luar kota hal yang dapat memicu terjadinya stress pada umumnya adalah jarak tempuh perjalanan yang jauh. Hal lain yang dapat memicu terjadinya stress pada pengemudi adalah kondisi pekerjaan seperti, lama kerja (jam kerja) yang tidak tetap. Beberapa gejala stress yang ditemukan pada pengemudi mobil GRHA TRAC saat survey awal diantaranya sakit kepala, mudah lelah secara fisik, hilangnya konsentrasi, merasa bosan selama perjalanan. Sedangkan dalam bekerja setiap pengemudi dituntut benar-benar siap semuanya, mulai dari mental dan keberadaan fisik pengemudi itu sendiri. Pengemudi juga dituntut tidak stress, agar saat mengemudikan mobil benar-benar konsentrasi penuh.
6 Dari uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengemudi merupakan individu yang mempunyai kerentanan terhadap stress. Pengemudi yang mengalami stress tentu tidak akan bisa melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara maksimal. Hal ini disebabkan karena stress yang dialami akan mengakibatkan seseorang menjadi tertekan dan menimbulkan ketegangan yang berpengaruh pada emosi. Adanya kenyataan masih banyak masyarakat yang kurang menghormati sesama pengguna jalan, kurang sabar, berdisiplin rendah, dan kurang memahami aturan lalu lintas. Hal itu menunjukkan tingkat emosi pengemudi kendaraan perlu mendapat perhatian khusus. Pengemudi yang tidak dapat memenuhi tuntutan perannya kemungkinan akan mengalami masalah-masalah psikologis dan tekanan sehingga akan menimbulkan stress. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian di GRHA Trac Medan Tahun 2017. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat dibuat rumusan masalah yaitu, faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan stress kerja pada pengemudi mobil GRHA Trac Medan tahun 2017. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan stress kerja pada pengemudi mobil GRHA TRAC Medan tahun 2017.
7 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui hubungan antara umur pengemudi dengan stress kerja. 2. Mengetahui hubungan antara masa kerja dengan stress kerja. 3. Mengetahui hubungan antara lama kerja dengan stress kerja. 4. Mengetahui hubungan antara hubungan interpersonal dengan stress kerja. 1.4 Hipotesis Penelitian 1. Adanya hubungan antara faktor umur dengan stress kerja. 2. Adanya hubungan antara faktor masa kerja dengan stress kerja. 3. Adanya hubungan antara faktor lama kerja dengan stress kerja. 4. Adanya hubungan antara hubungan interpersonal dengan stress kerja. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Dapat menjadi sarana belajar untuk mengetahui teori-teori yang diperoleh dalam penelitian, selain itu untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman terutama dibidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 2. Dapat digunakan sebagai bahan informasi mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja, khususnya stress kerja sehingga dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya. 3. Dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi perusahaan serta memberikan informasi pada perusahaan mengenai stress kerja pada pengemudi sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dan upaya pengendalian terhadap stress kerja.