BAB IV KOROSIFITAS PADA ENGINE AKIBAT PROSES PEMBAKARAN TERHADAP MINYAK PELUMAS Pada bab ini penulis akan membahas mengenai kekorosifan pada minyak pelumas yang diakibatkan oleh peristiwa pembakaran. Kekorosifan pada minyak pelumas terjadi karena adanya kontamiriasi atau pengotoran pada minyak pelumas itu sendiri. Dalam skripsi ini akan diungkapkan bagaimana peristiwa pembakaran sampai terjadi pengotoran pada minyak pelumas, serta kerugian yang ditimbulkan pada bagian-bagian engine yang dilumasi bila pelumas itu terkontaminasi. Karena dalam minyak pelumas unsur-unsur yang terkandung yang lebih korosif adalah sulfur, maka penulis hanya mengungkapkan kekorosifan pada minyak pelumas yang disebabkan oleh teroksidasinya unsur sulfur tersebut, dan juga faktor-faktor yang mempengaruhinya serta kerugian yang ditimbulkannya pada bagian yang dilumasi. 1.1. Oksidasi Minyak Pelunas Minyak pelumas dalam pemakaian akan menjadi rusak akibat terjadinya oksidasi pada minyak pelumas itu sendiri. Kontaminasi pada minyak pelumas dalam pemakaian terjadi karena pengaruh dari hasil pembakaran 1
yang masuk ke dalam minyak pelumas itu sendiri, terlepas dari pemakaian zat aditif maupun tidak memakai zat aditif pada minyak pelumas tersebut. Kecepatan oksidasi tergantung dari beberapa faktor antara lain: a. Suhu Suhu sangat berpengaruh terhadap oksidasi minyak pelumas. Suhu pemakaian minyak pelumas dalam mesin mencapai antara 50 C sampai 300 C. Kecepatan oksidasi sangat lambat dibawah 100 C, akan tetapi bertambah dengan cepat diatas 200 C. Jadi bagian-bagian yang bekerja pada suhu tinggi akan mempunyai pengaruh terhadap oksidasi minyak pelumas. b. Komposisi dari pelumas Pelumas adalah merupakan komposisi dari rantai hidrokarbon maka dalam pemecahan rantai hidrokarbon akibat kontaminasi atau teroksidasi akan menghasilkan senyawa asam yang dapat larut dengan membentuk cairan kental. Pada pelumas yang mempergunakan alkhyl aromatik hal ini juga sangat berpengaruh pada pelumas karena senyawa alkhyl aromatik sangat mudah teroksidasi. c. Katalis dari logam 2
Logam yang biasanya terdapat pada mesin merupakan katalis yang baik : untuk reaksi oksidasi, terutama logam termbaga merupakan katalis yang paling aktif. d. Adanya aditif lain Beberapa jenis detergen aditif sangat berpengaruh pada pelumas karena ada aditif jenis tertentu yang mudah teroksidasi dan merupakan kontaminan pada minyak pelumas. Karena proses pembakaran sangat berpengaruh dalam oksidasi minyak pelumas, maka harus dapat diketahui jenis dari bahan bakar itu. Disini penulis memberikan spesifikasi dari bahan bakar yang dipergunakan dan minyak pelumas itu sendiri. Spesifikasi Minyak Pelumas: Tabel 4-A. Engine Data Oil (DIvision Engines Fuel and Lubricants, 2008: 10) PROPERTY OILS IH NO.1 FZG 9 4 95 Kin. Vis. 4 0 c, cs 113.71 -------- Kin. Vis. g 100 C, cs 12.41 12.00-12.50 Viscosity Index l00 95-100 Infrared Analysis Spectrum typical ---------- 3
ForIH Nc. 1SAE30 Calcium, mass % 0,40 0.36 min. Barium, mass % <0.001 (1) Magnesium, mass % <0.001 (1) Phosphorus, mass % 0.15 0.13 min. Zinc, mass % 0.16 0.15 min. Boron, mass % <0.001 (2) Sulfur, mass % 0.64 (2) (1) Shall be within -5 to +10*, of qualification value. (2) Not a requirement of the specification. Gambar 4-1. Korosifitas pada Cylinder Head Engine 4
Spesifikasi Bahan Bakar: Tabel 4-B. Typical Analysis dari Mogas Characteristic Octane Number F1 T.E.L. ml/ag Distilation 10% evap to ºC 50% evep to ºC 90% evep to ºC End point 20%-10% evap temp. Residu % vol R.V.P. at 100ºFp.s.i Existent gum mg/100ml Induction Period Sulphur cont. % wt Copper strip 3 hrs/122ºf Doctor test or Alternative Mercaptan Sulfur % wt Colour Bye content : Yellow g/100ag Odour N.Heptan insol. Gum mg/199 ml Mogas Premium (87 On) Min 87 Max 2.00 Max 70 88-125 Max 180 Max 205 Min 8 Max 2.0 7.0-9.0 Max 4.0 Min 240 Max 0.2 Max No.1 Negative Max 0.0015 Yellow 0,5 Marketable Max 0,8 Super 98 Min. 98 Max 8.00 Max 70 88 125 Max 180 Max 205 Min 8 Max 2.0 Max 9.0 Max 4.0 Min 240 Max 0.2 Max No.1 Negative Max 0.0015 Red Red 2.0 g/100ag Marketable Max 0.8 5
Gambar 4-2. Korosifitas pada Piston Dari tabel diatas jenis bahan bakar yang dipergunakan adalah berkadar sulfur sekitar 0.2 %, sedangkan untuk minyak pelumas dipakai 0,64 % kandungan sulfur. Proses pembakaran adalah proses terbakarnya bahan bakar dengan udara dalam ruang bakar, reaksi pembakaran yang terjadi secara sederhana dapat dituliskan sebagi berikut: C n H 2n + 2 +N 2 -------------------------------- ------ > C0 2 + H 2 0 + N 2 Dari reaksi pembakaran tersebut H 2 0 yang dihasilkan tidak semuanya keluar melalui saluran gas buang akan tetapi sebagian tertinggal membentuk titik embun. 6
4.2 Mekanisme Oksidasi Pada Minyak Pelumas Dari pembakaran di atas senyawa yang dihasilkan adalah merupakan kontaminan pada oksidasi minyak pelumas. Karena dalam penggunaan minyak pelumas yang tertera pada tabel di atas kadar unsur sulfur besarnya 0,64 %, maka sulfur mempunyai kesempatan untuk bereaksi dengan udara, dengan teroksidasinya sulfur membentuk senyawa oksida sulfat dan senyawa oksida sulfit. Reaksi pembentukan senyawa oksida sulfat dan senyawa oksida sulfit dapat dituliskan sebagai berikut: S + 0 2 ----------------------------- > S0 2 2S0 2 + 0 2 ---------------------------- > 2S0 3 Selanjutnya kedua senyawa oksida sulfat dan oksidasulfit ini berkondensasi bersama-sama dengan H 9 0 yang dihasilan selama pembakaran, yang akhirnya membentuk senyawa asam sulfat dan senyawa asam sulfit. Kedua jenis asam ini larut dalam minyak pelumas dan sangat korosif terhadap logam. 4.3 Mekanisme Korosi Oleh Produk Oksidasi Minyak Pelumas Karena sebagian besar engine menggunakan logam besi (Fe), maka mekanisme korosi yang terjadi disini yaitu antara senyawa hasil oksidasi minyak pelumas dengan logam Fe. Dalam deret galvanis logam Fe adalah logam yang termasuk sangat korosif dengan melepaskan dua buah elektron. Fe --------------------- > Fe 2+ + 2e 7
Karena senyawa asam asam yang dihasilkan dalam oksidasi minyak pelumas adalah merupakan senyawa yang sangat korosif terhadap logam maka senyawa asam yang terbentuk tadi akan mengionisasi logam Fe tersebut dengan terbentuk senyawa Fe(S0 4 ) dengan reaksi sebagai berikut: Fe + H 2 S0 4 ---------------- ------- > FeS0 4 + H 2 Pada proses pembakaran menghasilkan panas yang cukup tinggi maka senyawa FeS0 4 yang terbentuk akan terbakar bersama dengan senyawa oksida sulfat dan membentuk senyawa Fe 2 (S0 4 ) 3. Selanjutnya senyawa Fe 2 (S0 4 ) 3 ini akan bereaksi dengan udara lembab hasil pembakaran bersamaan dengan membentuk senyawa FeSO 4. 2Fe(S0 4 ) + S0 2 + 0 2 ----------------------------- > Fe 2 (S0 4 ) 3 Fe(S0 4 ) 3 + S0 2 + H 2 0 --------------------------- > 2FeS0 4 + 2H 2 S0 4 6FeS0 4 + 30 2 --------------------- > 2Fe 2 (S0 4 ) 3 + 2Fe0 3 Peristiwa diatas berlangsung terus selama pelumas itu belum diganti. Senyawa yang terbentuk di atas yaitu senyawa Fe 2 (S0 4 ) 3 dan senyawa Fe0 3, kedua senyawa tersebut merupakan senyawa besi yang korosif. Hal di atas berlaku juga untuk engine yang menggunakan persenyawaan logam. 4.4 Korosi pada Bantalan (bearing) Pada Petter Engine test menunjukan bahwa korosi yang terjadi pada bantalan ditandai oleh kehilangan "berat bantalan tersebut. Banyaknya korosi yang terjadi tergantung pada : a. Jenis dari base oil dan proses pengolahan naphthenic dan 8
paraffinic oils lebih mudah menghasilkan produk korosif dan asam. b. Keadaan penggunaan seperti suhu dalam mesin dan bermacam-macam faktor mekanik. Terdapat suhu kritis, dan dengan suhu yang lebih tinggi kecepatan korosi akan lebih dipercepat seperti ditunjukan pada tabel 4-C untuk copper lead bearing dan tabel 4-D untuk cadmium based bearings. Minyak yag diset Tabel 4-C Pengaruh Suhu Pada Kehilangan Berat (gram) dari Main Bearing dan Connecting Rod Bearing (Bearing dari Copper-Lead Alloy) Kehilangan berat connecting rod bearings dari upper sheel Kehilangan berat main bearings dari upper sheel Lamanya aan suhu 500h pd 110ºC 100h pd 127ºC 500h pd 110ºC 100h pd 127ºC Minyak A tanpa aditif 0.091 0.270 0.066 1.031 Minyak A dengan axidation innbitor detergent 0.505 0.835 0.203 0.594 Minyak B tanpa additive 0.355 5.755 0.244 4.861 Minyak B dengan axidation innbitor 0.216 1.650 0.192 3.610 Minyak C dengan additive 0.050 8.596 0.550 6.129 9
Gambar 4-3. Korosifitas pada Bearing Tabel 4-D Pengaruh Suhu Minyak Dalam Sump pada Korosi Dari Connecting Rod Bearing (Bearing dari Silver Cadmium Alloy) Minyak Minyak F tanpa aditif Minyak F tanpa inhibitor x Minyak F tanpa inhibitor y Minyak G tanpa aditif Kehilangan berat dari bearing dalam grams pada suhu2 dari 138ºC 149ºC 160ºC 3.244 0.089 0.009 0.331 3.983 1.373 0.010 0.962-3.950 2.716 - Pada gambar 4-1 memberikan kurva yang progresif akan waktu terhadap kehilangan berat connecting rod dari copper lead bearing pada 10
Petter Engine Test selama 72 jam dengan bermacam-macam minyak pelumas yang terdapat dalam pasaran. Diagram ini juga memberikan perubahan "acid number" untuk tiap jenis minyak. KEHILANGAN 1 BERAT-MGR. ACIDNO. ASTM. Gbr. 4-1 Kehilangan Berat dari Copper Lead Bearing vs Acid Number pada Petter Engine Test Jadi dalam hal minyak A, induction period dari korosi bearing relatif lama, kira-kira 60 jam, setelah itu kehilangan berat dan acid number bertambah dengan cepat. Pada minyak B, induction period dari korosi bearing kurang dapat ditentukan dengan jelas, dan sesudah 60 jam hasil hasil tes menunjukan kualitas kurang baik dibandingkan dengan minyak 11
A. Tetapi dilain pihak, sesudah 72 jam tes, minyak B memberikan kehilangan berat yang lebih rendah dari pada minyak A. Untuk minyak C batas dari induction period agaknya belum tercapai sesudah 72 jam tes, dan kehilangan berat pada akhir tes tidak tinggi. Pengaruh dari base oil, terutama tercapai sesudah 72 jam tes, dan kehilangan berat pada akhir tes tidak tinggi. Pengaruh dari base oil, terutama responnya terhadap aditif, dapat dilihat pada tabel 4-E yang menunjukkan hasil yang diperoleh sesudah 36 jam tes dalam Petter Engine dengan memakai 2 jenis zinc dithiophosphate (DPTZ). Inhibitor dengan dengan aditif DPTZ sangat memuaskan dengan minyak 400 MS (kehilangan berat bearing rendah, final acid number yang rendah, dan piston rating yang tinggi), tetapi tidak begitu memuaskan dengan minyak 200 NS (NS =Neutral Solvent). Tabel 4-E Respon Aditif dari Dua Base Oils yang Berlainan Ditambah dengan Aditif DTPZ yang Sama Kehilangan berat sesudah 36 jam (mg) Final acid 400NS 1.825 3.77 400NS 0,25% 13.0 0.85 200NS 1.354 8.6 200NS 0,25%NTPZ 926.0 4.9 Merit rating dari piston Skirt/10 8.5 9.0 5.0 7.0 Merit rating dari piston underside/10 7.0 7.0 4.5 7.0 12
Pemilihan dari aditif yang sesuai tergantung pada semua faktor-faktor ini ditambah dengan dua faktor lain yang juga sangat penting ialah keadaan permukaan, struktur dari bearing dan bearing clearance. Apabila clearance cukup besar, maka ada kecenderungan akan proteksi yang maksimum dari aditif, tetapi dengan clerance yang kecil mungkin proteksi tersebut tidak akan mencukupi. 4.5 Evaluasi Daya Korosi dari Suatu Minyak Pelumas Selama Pemakaian Mengevaluasi kekorosifan minyak pelumas selama pemakaian secara sederhana dipakai suatu alat yaitu Lead strip tast (gambar 4-5) pada halaman berikutnya. Tes dapat dilakukan di laboratorium atau dalam mesin. Apabila tes dilakukan dalam mesin maka tes dilaksanakan dengan melekatkan copper strip yang secara elektrolitik ditutup dengan lead murni, yang lapisan-lapisannya mempunyai tebal yang berlainan pada batang pengukur minyak. Kemudian batang pengukur tersebut dicelupkan ke dalam minyak selama operasi dalam waktu yang telah ditentukan. Banyaknya lapisan lead yang terhapus selama dicelup dalam minyak menunjukan daya korosi dari minyak tersebut terhadap lead. Tes ini masih tetap digunakan untuk menilai banyaknya korosi terhadap waktu. Terdapat suatu hubungan tertentu antara banyak lapisan yang terhapus dan daya korosi dari minyak terhadap Cu-Pb bearing. Tes ini 13
sangat berfaedah untuk menilai mutu, tetapi penggunaannya dibatasi dengan biaya yang tinggi untuk membuat lapisan-lapisan yang sangat halus. Gambar 4.2. SKETS DARI SUATU TEST BLADE YANG DILAPISIOLEHLEADSTRIPS UNTUKEVALUASIDAYAKOROSI MINYAK DALAM PEMAKAIAN 14