BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini sistem pengendalian manajemen (SPM) merupakan salah satu topik yang penting di bidang akuntansi manajemen. SPM merupakan proses dengan mana menajer mempengaruhi perilaku anggota organisasi lainnya untuk mengaplikasikan strategi organisasi (Govindarajan dan Anthony, 2007). Menurut Govindarajan dan Anthony (2007) SPM meliputi ukuran kerja finansial, dimensi finansial memfokuskan pada hasil-hasil moneter-laba bersih, pengembalian atas modal, dan seterusnya. Tujuan yang penting bukan hanya tujuan finansial, namun tujuan nonfinansial juga sangat penting bagi organisasi. Tujuan nonfinansial ini misalnya mutu produk, pangsa pasar, kepuasan pelanggan, pengantaran tepat waktu, dan semangat kerja karyawan. SPM merupakan alat untuk memonitor atau mengamati pelaksanaan manajemen perusahaan yang mencoba mengarahkan pada tujuan organisasi dalam perusahaan agar kinerja yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan dapat berjalan lebih efektif dan efisien (Tupamahu, 2009). Simons (1995) memperkenalkan empat bentuk sistem pengendalian yang disebut sebagai levers of control (LOC), yaitu sistem beliefs, (misalnya nilai inti), sistem boundary (misalnya kendala perilaku), sistem pengendalian diagnostik (misalnya pemantauan), dan sistem pengendalian interaktif(misalnya keterlibatan manajemen).penggunaan sistem diagnostik dapat diidentifikasi sebagai suatu sistem yang diarahkan untuk memonitor hasil-hasil dari organisasi dan membandingkan hasil untuk menetapkan standar awal. Tujuannya adalah untuk
memperbaiki penyimpangan dari standar kinerja yang telah ditetapkan (Simons, 2000). Sistem pengendalian interaktif dapat digunakan untuk memfokuskan perhatian organisasi terhadap ketidakpastian strategis yang dihadapi organisasi atau untuk mengubah strategi sesuai dengan pasar-pasar kompetitif (Simons, 2000). Merchant (1998) dalam Tupamahu (2009) menyatakan bahwa orientasi perilaku berhubungan dalam lingkungan pengendalian manajemen, perilaku memiliki pengaruh dalam desain SPM dalam hal membantu, mengendalikan, serta memberikan motivasi kepada manajemen dalam hal mengambil keputusan dan memonitor perilaku yang dapat mengendalikan aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam suatu organisasi. Salah satu aspek penting dari SPM adalah sistem pengukuran kinerja (SPK). SPK merupakan suatu frekuensi penilaian kinerja pada manajer di dalam unit organisasi yang dipimpin mengenai kualitas dalam aktivitas operasional perusahaan (Kim dan Larry, 1998). Tujuan utama perusahaan adalah sebagai institusi pelipatgandaan kekayaan. Hal ini menyebabkan para manajer dituntut untuk bekerja keras dalam menciptakan kekayaan bagi perusahaan. Keefektifan perusahaan ditentukan oleh kinerja manajerial, kinerja manajerial ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan perusahaan, semakin baik kinerja manajeral maka perusahaan akan semakin efektif. Untuk meningkatkan keefektifan perusahaan dibutuhkanlah SPK, karena SPK dapat memberikan informasi yang relevan kepada para manajer dan informasi tersebut akan digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan strategis. SPK yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah SPK secara diagnostik dan interaktif. SPK yang digunakan secara diagnostik akan melaporkan informasi tentang faktor-faktor penting yang mempengaruhi kinerja, dan mendorong manajar fokus kepada faktor penting tersebut. Ada beberapa karakteristik dari penggunaan SPK secara diagnostik yaitu: 1) kemampuan untuk mengukur hasil kegiatan; 2) adanya standar yang telah ditetapkan sebelumnya yang memungkinkan dilakukan perbandingan hasil dan standar; 3) adanya kemungkinan untuk melakukan proses perbaikan jika pencapaian hasil tidak sesuai dengan standar (Iwaarden, 2006). Jika SPKdigunakan secara interaktif, maka manajer secara pribadi dan secara teratur akan melibatkan diri mereka bersama para bawahan di dalam aktivitas pengambilan keputusan. Hal ini dapat digunakan sebagai suatu alat untuk memberikan sinyal sebagai perhatian langsung terhadap area-area penting, seperti ketidakpastian strategi (Simons, 2000).SPK telah menarik perhatian beberapa peneliti. Lipe dan Salterio (2000) menguji pengaruh keputusan dalam mengimplementasikan SPK komprehensif untuk mengevaluasi kinerja manajer unit bisnis. Hall (2008) menguji pengaruh SPK komprehensif terhadap kinerja manajerial dengan dimediasi oleh variabel kejelasan peran dan pemberdayaan psikologis. Tupamahu (2009) menguji pengaruh SPK komprehensif dengan kinerja manajerial dengan pemberdayaan psikologis dan kejelasan peran sebagai variabel moderasi. Penelitian ini merupakan perluasan dari penelitian yang dilakukan oleh Marginson dkk., (2014). Penelitian Marginson dkk., (2014)fokus pada dua jenis hasil organisasi positif yaitu dampak strategis dan dampak psikologis, dampak
strategis didasarkan baik pada strategi yang telah direncanakan maupun tampilan berbasis sumber daya perusahaan (Henri, 2006; Marginson dkk., 2014). Dampak psikologis pada pengukuran kinerja seperti yang dilakukan oleh penelitian Marginson dkk., (2014). Dampak psikologis tersebut diwakili oleh ambiguitas peran dan pemberdayaan psikologis (Hall, 2008; Marginson dan Ogden, 2005; ogden dkk., 2006; Marginson dkk., 2014). Dampak strategis atau psikologis penting karena kedua hal ini memediasi hubungan antara ukuran pengukuran kinerja dan kinerja organisasi atau kinerja manajerial (Marginson., dkk, 2014). Marginson dkk., (2014) menguji konsekuensi psikologis dari penggunaan diagnostik dan interaktif(vis-á-vis)dalam pengukuran kinerja finansial dan nonfinansial (Simons, 1995, 2005).Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Marginson dkk., (2014) menunjukkan bahwa sistem pengendalian diagnostik dan interaktif pada pengukuran kinerja berpengaruh terhadap kinerja manajerial dengan dimediasi oleh ambiguitas peran dan pemberdayaan psikologis. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif signifikan antara sistem pengendalian diagnostik dan ambiguitas peran, terdapat hubungan positif signifikan antara sistem pengendalian interaktif dan pemberdayaan psikologis, terdapat hubungan negatif signifikan antara ambiguitas peran dan kinerja manajerial, serta terdapat hubungan positif signifikan antara pemberdayaan psikologis dan kinerja manajerial. Marginson dkk., (2014) menyatakan bahwa penggunaan SPK secara diagnostik dan interaktif saling berkaitan dan digunakan secara bersama-sama.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keefektifan sistem pengendalian manajemen dalam meningkatkan kinerja yaitukejelasan peran dan pemberdayaan psikologis (Tupamahu, 2009). Pemberdayaan psikologis merupakan pemberdayaan dalam konstruk motivasional yang merupakan kekuasaan dan kendali yang digunakan sebagai suatu kondisi kepercayaan manusia yang bersifat motivasional (Debora, 2006), bersifat motivasional adalah hal-hal yang mengandung harapan, ekspektasi dan bersifat informal yang berasal dalam diri masing-masing individu yang menjadi dorongan untuk bekerja lebih baik lagi. Menurut Thomas dan Velthhouse (1990); Spreitzer (1995) pemberdayaan psikologis merupakan bentuk konstruk kognitif yang mengacu pada motivasi intrinsik tiap individu yang berguna sebagai dorongan untuk meningkatkan kinerja. Untuk mencapai tujuan, organisasi harus memfokuskan sumber daya yang mereka miliki. Selain itu organisasi harus menetapkan tidakan, peran dan tanggung jawab untuk para karyawan. Penetapan peran dan tanggung jawab yang jelas bertujuan untuk membuat karyawan bekerja lebih fokus. Tidak fokusnya peran dan tanggung jawab yang diberikan kepada karyawan dapat menimbulkan tekanan peran, karena karyawan tidak mengetahui dengan jelas peran dan posisinya dalam sebuah organisasi.penelitian ini akan menggunakan variabel ambiguitas peran yang merupakan kebalikan dari kejelasan peran.ketidakjelasan peran dan tanggung jawab yang lebih dikenal dengan ambiguitas peranakan menimbulkan tingkat stress yang lebih tinggi pada individu. Pemberian tugas kemungkinan ketidaksesuaian antara porsi tugas yang diberikan oleh organisasi
dengan kemampuan dan posisi individu dalam organisasi tersebut. Tugas yang banyak dan tidak sesuai dengan peran dan kemampuan mereka akan membuat individuburnout. Ketika individu merasa burnout maka mereka tidak akan maksimal dalam mengerjakan tugas mereka. Ketidakmaksimalan tersebut akan membuat individu tidak puas akan pekerjaannya dan akan berdampak pada penurunan kinerja mereka. Ambiguitas peran dan pemberdayaan psikologis dianggap faktor yang penting dalam mempengaruhi kinerja seorang individu. Individu dengan kepuasan kerja yang tinggi akan mempunyai motivasi yang tinggi untuk meningkatkan kinerja mereka. Apabila individu diberikan peran, tugas, tujuan dan tanggungjawab yang jelas dan mereka merasakan puas terhadap apa yang diberikan, maka mereka akan lebih mudah untuk meningkatkan kinerja. Karena semua yang menunjang untuk pekerjaan mereka terarah dengan jelas. Dengan demikianakan memudahkan mereka untuk bekerja dan mengatur strategi untuk dapat mencapai suatu tujuan. Karena pemberdayaan psikologis dapat meningkatkan motivasi seseorang. Ini akan berdampak kepada kinerja dari individu tersebut. Terdapat beberapa perbedaan hasil penelitian mengenai pemberdayaan psikologis terhadap kinerja. Tupamahu (2009) mengungkapkan bahwa pemberdayaan psikologis berpengaruh negatif terhadap hubungan sistem pengukuran kinerja komprehensif dengan kinerja manajerial, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa SPK yang komprehensif akan menyebabkan penurunan kinerja manajerial ketika diinteraksikan dengan pemberdayaan psikologis.
Rahman dkk (2007) mengungkapkan bahwa sistem pengukuran kinerja tidak terbukti meningkatkan pemberdayaan psikologis dari individu, namun dalam penelitian ini diungkapkan bahwa pemberdayaan psikologis berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial. Hall (2008) dan Marginson dkk., (2014) mengungkapkan bahwa sistem pengendalian diagnostik dan interaktif berpengaruh positif terhadap pemberdayaan psikologis, dan pemberdayaan psikologis berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial. Karena hasil penelitian yang tidak konsisten ini maka perlu dilakukan kembali penelitian agar dapat mengkonfirmasi hasil penelitian sebelumnya. Marginson dkk., (2014)memberikan beberapa saran untung penelitian mendatang. Pertama penelitian mendatang mengganti sampel penelitian dengan menggunakan manajer dari beberapa perusahaan sebagai sampelnya. Kedua menginginkan adanya perluasan penelitian atas beberapa pertanyaan yang mereka ajukan yaitu melihat pengaruh sistem pengendalian diagnostik terhadap pemberdayaan psikologis dan pengaruh sistem pengendalian interaktif terhadap ambiguitas peran. Penelitian ini dilakukan untuk merespon saran Marginson dkk., (2014), penelitian ini bertujuan menguji kembali model mediasi dalam hubungan antara sistem pengendalian diagnostik dan interaktif, ambiguitas peran, pemberdayaan psikologis, dan kinerja manajerial. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada literatur akuntansi manajemen dengan melakukan beberapa perluasan dari penelitian Marginson dkk., (2014). Pertama, penelitian ini akan menggunakan sampel yang berbeda yaitu menggunakan manajer dari beberapa
perusahaan, tidak hanya menggunakan manajer dari satu perusahaan saja. Kedua, penelitian ini akan mengembangkan model penelitian Marginson dkk., (2014), yaitu dengan mengembangkan beberapa pertanyaan yang dirumuskan oleh Marginson dkk., (2014) dengan merumuskannya menjadi hipotesis. Ketiga, Marginson dkk., (2014) tidak menguji pengaruh langsung antara penggunaanspk secara diagnostik dan interaktif dengan kinerja manajerial. Sepengetahuan peneliti, penelitian yang menguji pengaruh langsung antara penggunaan SPK secara diagnostik dan interaktif dengan kinerja manajerial belum ada. Beberapa penelitian sebelumnya meneliti pengaruh langsung SPM secara keseluruhan terhadap kinerja, dan beberapa penelitian lain menggunakan sistem pengukuran kinerja yang merupakan bagian dari SPM juga masih menggunakan variabel mediasi dalam menjelaskan hubungan antara SPM dengan kinerja organisasi. Oleh karena itu peneliti akan menguji pengaruh langsung penggunaan SPKsecara diagnostik dan interaktif dengan kinerja manajerial. Pada bagian kesimpulan penelitian ini akan melihat apakah terdapat perbandingan antara penggunaan SPK secara diagnostik dan interaktif atau penggunaan SPK secara diagnostik dan interaktif saling berkaitan seperti yang telah diungkapkan oleh Marginson dkk., (2014) dalam penelitiannya. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1) Masih ada perbedaan hasil penelitian mengenai sistem pengukuran kinerja terhadap kinerja manajerial. Mahama (2006) membuktikan bahwa sistem pengukuran kinerja berpengaruh secara langsung dan positif terhadap kinerja perusahaan. Tupamahu (2009) membuktikan bahwa sistem pengukuran kinerja komprehensif memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja manajerial. Sedangkan Hall (2008) menyatakan bahwa sistem pengukuran kinerja komprehensif tidak memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja manajerial. Henri (2006) menyatakan bahwa sistem pengendalian diagnostik dan interaktif tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja manajerial. Marginson dkk., (2014) menyatakan bahwa penggunaaan sistem pengukuran kinerja secara diagnostik dan interaktif tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja manajerial. 2) Masih ada perbedaan hasil penelitian mengenai variabel pemberdayaan psikologis. Tupamahu (2009) mengungkapkan bahwa pemberdayaan psikologis berpengaruh negatif terhadap hubungan sistem pengukuran kinerja komprehensif dengan kinerja manajerial. Rahman dkk., (2007) mengungkapkan bahwa sistem pengukuran kinerja tidak terbukti meningkatkan pemberdayaan psikologis dari individu, namun dalam penelitian ini diungkapkan bahwa pemberdayaan psikologis berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial. Hall (2008) mengungkapkan bahwa sistem pengukuran kinerja komprehensif berpengaruh positif terhadap pemberdayaan psikologis dan pemberdayaan psikologis berpengaruh terhadap kinerja manajerial dan Marginson dkk., (2014) mengungkapkan
bahwa penggunaan sistem pengukuran kinerja secara diagnostik dan interaktif berpengaruh positif terhadap pemberdayaan psikologis, dan pemberdayaan psikologis berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka pertanyaan yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Penelitian ini akan membahas beberapa pertanyaan penelitian yaitu: 1) Apakah penggunaan SPKsecara diagnostik mempengaruhi ambiguitas peran, pemberdayaan psikologis, dan kinerja manajerial? 2) Apakah penggunaan SPKsecara interaktif mempengaruhi ambiguitas peran, pemberdayaan psikologis, dan kinerja manajerial? 3) Apakah ambiguitas peran mempengaruhi pemberdayaan psikologis? 4) Apakah ambiguitas peran mempengaruhi kinerja manajerial? 5) Apakah pemberdayaan psikologis mempengaruhi kinerja manajerial? 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menguji pengaruh penggunaan SPK secara diagnostik dan interaktif terhadap kinerja manajerial yang dimediasi oleh ambiguitas peran dan pemberdayaan psikologis. Tujuan penelitian ini secara spesifik adalah:
1) Mengidentifikasi apakah penggunaan SPK secara diagnostik mempengaruhi ambiguitas peran, pemberdayaan psikologis, dan kinerja manajerial? 2) Mengidentifikasi apakah penggunaan SPK secara interaktif mempengaruhi ambiguitas peran, pemberdayaan psikologis, dan kinerja manajerial? 3) Mengidentifikasi apakah ambiguitas peran mempengaruhi pemberdayaan psikologis? 4) Mengidentifikasi apakah ambiguitas peran mempengaruhi kinerja manajerial? 5) Mengidentifikasi apakah pemberdayaan psikologis mempengaruhi kinerja manajerial? 1.5. Kontribusi Penelitian Kontribusi dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bagi manajer dalam mengambil keputusan mengenai penggunaan SPK secara diagnostik atau SPK secara interaktif dalam hal pengukuran kinerja. 2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengkonfirmasi hasil penelitian sebelumnya yaitu penelitian dari Marginson dkk., (2014 ) yang menyatakan bahwa penggunaan SPK secara diagnostik dan interaktif tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja manajerial. 3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang pengaruh penggunaan SPK secara diagnostik dan interaktif terhadap kinerja manajerial yang dimediasi oleh ambiguitas peran dan
pemberdayaan psikologis. Secara teoritis penelitian ini memberikan sumbangan pada pengembangan ilmu di bidang akuntansi manajemen, dan secara khusus dalam membangun sebuah kerangka konseptual mengenai pengaruh penggunaan SPK secara diagnostik dan interaktif terhadap kinerja manajerial dimediasi oleh ambiguitas peran dan pemberdayaan psikologis. 1.6. Sistematika Penulisan BAB 1. Pendahuluan Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian. BAB 2. Tinjauan Pustaka Bab ini berisi tinjauan pustaka yang akan digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini, tinjauan pustaka ini terdiri dari telaah literatur, pengembangan hipotesis dan model penelitian. BAB 3. Metoda Penelitian Bab ini membahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian yang meliputi: populasi dan sampel penelitian, sumber data dan teknik pengambilan sampel, pengembangan instrumen dan teknik analisis data. BAB 4. Data dan Analisis Bab ini berisi tentang hasil evaluasi uji coba instrumen penelitian, gambaran umum responden, tingkat pengembalian kuesioner, informasi
demografi responden, pendekatan penelitianan, pengujian hipotesis, pembahasan dan diskusi. BAB 5. Penutup Bab ini berisi tentang simpulan penelitian, keterbatasan penelitian dan saran penelitian.