I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan 1 oleh Dian Kartikasari 2

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PARTAI POLITIK DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN. PG Tetap PDIP PPP PD PAN PKB PKS BPD PBR PDS

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB I PENDAHULUAN. mengurus rumah dan selalu berada di rumah, sedangkan laki-laki adalah makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

ARTIKEL PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK PASCA UU NO. 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DI KECAMATAN BULELENG KABUPATEN BULELENG

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

BAB V PENUTUP. dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk. undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Tujuan dan sasaran yang ingin dicapai setiap perusahaan

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

KAJIAN TEORITIS PEMGARUH SISTEM PENETAPAN CALON TERPILIH DENGAN SUARA TERBANYAK TERHADAP PEMENUHAN HAK AFFIRMATIVE ACTION

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam. memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan.

PENERAPAN HUKUM PADA KESETARAAN JENDER DAN HARAPAN MEWUJUDKAN KETERWAKILAN DI BIDANG POLITIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative

BAB I PENDAHULUAN. dalam keluarga, dan pola pemikiran yang berbeda. Hal inilah yang secara tidak langsung

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PPdan PA. Perencanaan. Penganggaran. Responsif Gender.

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Pemilu

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERINGATAN HARI IBU (PHI) KE-89 TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

BAB IV PENUTUP. Perempuan Di Partai Politik dan Parlemen, maka kesimpulannya adalah. tujuannya untuk mempercepat tercapainya persamaan de facto antara

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan

Kajian Terhadap UU Politik dari Perspektif Gender Ayu Putu Nantri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender

TUGAS MATA KULIAH POLITIK GENDER DAN DEMOKRASI DINAMIKA KESETARAAN GENDER DALAM KEHIDUPAN POLITIK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh : Tati Hartimah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu Negara yang menjalankan sistem demokrasi,

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG

PEREMPUAN DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 14 Oktober 2016

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. TLN No. 3019, ps.1.

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Tentang Faktor Penghambat Partisipasi Politik Perempuan

WACANA PENGURANGAN JAM KERJA BAGI PEREMPUAN DITINJAU DARI PERATURAN KETENAGAKERJAAN DAN HAM DI INDONESIA

Dra. Tati Hatimah, MA. Dipreentasikan pada Kajian Gender PSGA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM POLITIK LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH

BAB II PENGATURAN LEGISLATOR PEREMPUAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA

BABI. Kaderisasi di organisasi manapwl merupakan urat nadi bagi sebuah organisasi.

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan memilih pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung,

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA

BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH

BAB I PENDAHULUAN. sesama perempuan yang bersosialisasi ditengah-tengah kehidupan

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu aset bangsa, karena pendidikan mencirikan pembangunan karakter bangsa.

KPPI dan Upaya Peningkatan SDM Perempuan Partai Politik" Disampaikan oleh :

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN Latar Belakang

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

Demokrasi Berbasis HAM

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah masyarakat dapat dikatakan demokratis jika dalam kehidupannya dapat menghargai hak asasi setiap manusia secara adil dan merata tanpa memarginalkan kelompok tertentu. Penghargaan hak tersebut tercermin melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya terhadap kelompok-kelompok minoritas yang mencakup adanya jaminan bagi semua warga. Kesetaraan Hak Asasi Manusia menuntut adanya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, sehingga menuntut perempuan untuk mampu bersaing dengan kaum laki-laki, namun faktor budaya dan agama merupakan salah satu penghambat bagi perempuan untuk tampil dan bersaing dalam forum publik. Peran politik sangat penting untuk mendorong kebijakan yang berkeadilan sosial, terutama yang berkaitan dengan kehidupan perempuan. Demokrasi tidak akan berdiri dengan sesungguhnya jika masih terdapat pengingkaran kesetaraan antara laki-laki dan perempuan yang berakibat tersingkirnya perempuan dari gelanggang politik. Kehidupan demokrasi yang sejati adalah kehidupan dimana semua warga mendapat kesempatan yang sama untuk bersuara dan di dengar. Partisipasi bila di kaitkan dengan politik,

2 maka memiliki arti yaitu kegiatan seseorang atau sekelompok orang yang ikutserta secara aktif dalam kehidupan politik. Masalah peran dan posisi perempuan di wilayah publik, merupakan bagian dari hak-hak asasi yang setiap manusia berhak memilikinya, kaum perempuan justru banyak yang belum memahami adanya hak-hak mereka sebagai warga negara. Kaum perempuan di Indonesia masih banyak yang buta terhadap wacana politik, sehingga peran dan posisi mereka di wilayahnya dalam mengambil kebijakan masih sangat minim sehingga politik menjadi wilayah yang tabu bagi kaum perempuan. Gerakan untuk memperjuangkan kesetaraan gender khususnya untuk menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan ditandai dengan adanya, Convention on the Elimination of All Forms of Discriminations Against Women (CEDAW) yang kemudian diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 untuk menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan. Konvensi CEDAW mengandung prinsip-prinsip non diskriminatif, kesetaraan dan keadilan antara perempuan dan laki-laki, persamaan substantif, realisasi hak-hak perempuan yakni bahwa perempuan punya akses yang sama dan mendapat manfaat yang sama dari negara yaitu menjamin hak asasi perempuan. Kuatnya budaya patriakhi di dalam kehidupan kaum perempuan yang menyebabkan adanya bias gender dalam tatanan kehidupan masyarakat khususnya di dalam kancah politik dapat dilihat dari rendahnya keterwakilan perempuan di dalam dunia politik, hal ini merupakan akibat dari partisipasi perempuan dalam bidang politik di Indonesia masih jauh dari harapan dan keseimbangan, hal ini dapat dilihat dari terjadinya penurunan keterwakilan

3 perempuan di dalam keanggotaan DPR dan MPR dari tahun 1992-2004 yang dapat di lihat melalui tabel sebagai berikut : Tabel 1 : Anggota DPR dan MPR Menurut Jenis Kelamin Periode Nama badan Perempuan Laki-laki Laki laki+perempuan Jumlah % Jumla h % Jumlah % 1992-1997 DPR 60 12.5 434 87.85 494 100.00 MPR 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1997-1999 DPR 56 11.20 444 88.80 500 100.00 MPR 62 12.40 438 87.60 500 100.00 1999-2004 DPR 44 8.80 456 91.20 500 100.00 MPR 19 9.74 176 90.26 195 100.00 2004-2009 DPR 53 10,73 446 89,27 499 100.00 Sumber: Sekjen MPR RI (Indikator Sosial Wanita Indonesia 1999 dan 2004, BPS) Terjadinya penurunan partisipasi perempuan dalam politik, sehingga pada tahun 2003 di tetapkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 pada pasal 65 yang memberi ruang bagi perempuan dengan menguatkan quota 30% untuk kaum perempuan berpartisipasi secara aktif dalam kancah politik, namun kaum perempuan tetap saja mengalami diskriminasi yang di akibatkan rendahnya kecerdasan dan tingkat pendidikan kaum perempuan. Setiap partai politik hendaknya mampu memberikan pendidikan politik, mencerdaskan, memajukan kaum perempuan terutama konstituennya. Apabila kaum perempuan masih relatif terbelakang dengan kaum pria, maka kaum perempuan harus diproses supaya siap untuk di lingkungan elit partai. Pada gambaran di atas tentang rendahnya kualitas keterwakilaan perempuan di berbagai lembaga politik formal, khususnya di kader parpol menegaskan

4 bahwa kaum perempuan masih diterbelakangkan dalam kepartisipasiannya dalam politik. Problem ketidakadilan sosial dan politik yang dialami oleh kaum perempuan di Indonesia mendapat angin segar kembali dengan di sahkannya UU Pemilu 2009 dan UU Parpol tentang kewajiban partai-partai untuk mengusung quota 30% bagi kaum perempuan untuk berpartisipasi dalam politik. Peranan perempuan dalam partisipasi politik tidak hanya berpartisipasi secara langsung ke dalam dunia politik, tetapi partisipasi juga dapat berbentuk ikutserta dalam menggunakan hak pilihnya untuk menentukan pemimpin negara. Terbukanya sistem demokrasi secara luas di Indonesia memberikan kesempatan yang baik bagi perkembangan perpolitikan bangsa. Salah satu indikator berjalannya suatu sistem politik secara demokratis dan untuk mengukur tingkat partisipasi perempuan dalam bidang politik adalah adanya keterlibatan perempuan untuk turut berpartisipasi di dalam pemilu. Keterlibatan perempuan menjadi suatu syarat mutlak bagi sebuah bangsa untuk membangun negara dengan konsep demokrasi. Keterlibatan warga negara dapat dimaknai sebagai keterlibatan yang menyeluruh tanpa membedakan laki-laki maupun perempuan. Menurut Miriam Budihardjo (1992:5-6), partisipasi politik perempuan, terbagi ke dalam tiga bentuk yakni sebagai pengamat, partisipan, aktivis, dan apolitis. Partisipasi politik sebagai pengamat di tunjukan dalam bentuk memberikan suara, partisipasi politik perempuan sebagai partisipan yaitu dengan ikutserta dalam diskusi informal, partisipasi politik perempuan sebagai aktivis yaitu

5 menjadi anggota penyelenggara pemilu dan sebagai pengurus partai politik, apolitis adalah tidak ikut dalam pemilihan umum dan bersifat acuh tak acuh terhadap dunia politik. Partisipasi politik perempuan dalam pemilihan kepala negara ataupun daerah baik di kabupaten/kota maupun provinsi ternyata partisipasi politik perempuan masih sangat minim, hal ini dilihat dari hasil prariset di sebuah salah satu Pekon di Kabupaten Lampung Barat dan dapat dilihat dalam lembar tabel.