PEMANFAATAN TEPUNG LABU KUNING (CUCURBITA MOSCHATA) SEBAGAI SUMBER KAROTEN DALAM PEMBUATAN MIE BASAH A.A.M. Dewi Anggreni, I Made Sudha Pranawa, Dan I G. A. Lani Triani Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Bali Koresponden : dewianggreni06@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan 1) untuk mengetahui pengaruh substitusi terigu dengan tepung labu kuning pada konsentrasi berbeda terhadap karakteristik mie basah dan 2) untuk mengetahui perbandingan terigu dengan tepung labu kuning yang tepat untuk menghasilkan mie basah dengan karakteristik terbaik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK faktor tunggal. Faktor tersebut adalah perbandingan terigu dengan tepung labu kuning yang terdiri atas 7 taraf yaitu : 100% : 0%, 95% : 5%, 90% : 10%, 85% : 15%, 80% : 20%, 75% : 25%, dan 70% : 30%. Masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali pengelompokan berdasarkan waktu pengolahan sehingga diperoleh 21 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncans. Perlakuan substitusi terigu dengan tepung labu kuning berpengaruh sangat nyata terhadap total karoten, kadar air, kadar serat kasar, aroma, warna, rasa, tekstur, dan penerimaan keseluruhan tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar protein mie basah. Perlakuan terbaik adalah perbandingan 90% terigu : 10% tepung labu kuning dengan karakteristik sebagai berikut : total karoten 1225,01 g/100g, kadar air 62,22%, kadar abu 0,61%, kadar serat kasar 1,63%, kadar protein 11,67%, aroma 5,00 (agak suka), rasa 5,00 (agak suka), warna 5,73 (agak suka - suka), tekstur 3,87 (agak kenyal kenyal), dan penerimaan keseluruhan 5,53 ( agak suka suka). Kata kunci : mie basah, tepung labu kuning, terigu PENDAHULUAN Mie adalah produk makanan yang dibuat dari terigu dengan penambahan bahan makanan tambahan yang diizinkan, berbentuk khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. (SNI nomor 3551, 1994). Beberapa bahan (antara lain : wortel, daun bayam, dan jagung manis) ditambahkan di dalam pembuatan mie agar menjadi produk yang lebih sehat (Suyanti, 2008). Agar asupan gizi dalam mie terpenuhi, maka perlu ditambahkan bahan-bahan lain yang kaya akan vitamin dan mineral dalam pembuatan mie. Salah satu vitamin yang dibutuhkan tubuh adalah vitamin A. Vitamin A merupakan vitamin yang berperan dalam pembentukkan indra penglihatan, dan sebagai salah satu komponen penyusun pigmen mata di retina, menjaga kesehatan kulit dan imunitas tubuh. Apabila terjadi defisiensi vitamin A, penderita akan mengalami rabun senja dan katarak, mengalami infeksi saluran pernafasan, menurunnya daya tahan tubuh, dan kondisi kulit yang kurang sehat Salah satu alternatif untuk meningkatkan kadar vitamin A dan mengurangi pemakaian terigu dalam pembuatan mie basah adalah dengan mengunakan komoditas lokal dengan harga yang lebih murah, salah satu diantaranya adalah labu kuning. Labu 682
kuning ( Cucurbita moschata, ex. Poir) mengandung vitamin terutama karoten. Dalam 100 gram labu kuning mengandung vitamin A 180 SI dan vitamin C 52 mg serta beberapa komponen mineral lainnya (Sudarto, 1993). dan Selain itu warna kuning pada labu bisa menjadi pewarna alami sehingga pemakaian pewarna sintetis dapat dikurangi dan produk mie menjadi lebih menarik. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka akan dilakukan penelitian mengenai pengaruh subtitusi terigu dengan tepung labu kuning terhadap karakteristik mie basah, serta subtitusi tepung terigu dengan labu kuning pada konsentrasi tertentu dapat menghasilkan mie basah dengan kandungan total karoten tertinggi dan karakteristik yang terbaik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh substitusi terigu dengan tepung labu kuning pada konsentrasi berbeda terhadap karakteristik mie basah dan perbandingan terigu dengan tepung labu kuning yang tepat untuk menghasilkan mie basah dengan karakteristik terbaik. METODOLOGI Bahan Labu kuning jenis bokor berwarna oranye, terigu Merek Cakra Kembar, Garam dapur Merek Dolphin, Telur ayam, Minyak goreng Merek Bimoli, (semua bahan di atas dibeli di pasar Badung, Denpasar). Alat Alat-alat yang digunakan antara lain : kompor gas (hitachi), penggorengan, nampan, timbangan 3 kg (lion star), timbangan analitik analitik (merek Melter Toledo AB 204 dan Adventure Ohaus), baskom, alat penggilingan dan pencetak mie, kukusan, dandang serta alat yang digunakan untuk analisis. Rancangan Percobaan Dalam penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan substitusi terigu dengan tepung labu kuning sebagai berikut : Lo = 100% terigu : 0 % tepung labu kuning, L1 = 95 % terigu : 5 % tepung labu kuning L2 = 90 % terigu L3 = 85 % terigu L4 = 80 % terigu L5 = 75 % terigu L6 = 70 % terigu : 10% tepung labu kuning : 15 % tepung labu kuning : 20 % tepung labu kuning : 25 % tepung labu kuning : 30 % tepung labu kuning Masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali pengelompokan berdasarkan waktu pengolahan, sehingga diperoleh 21 unit percobaan. Data yang diperoleh kemudian 683
dianalisa dengan sidik ragam dan bisa dilanjutkan dengan uji Duncan (Gomez dan Gomez, 1995). Pelaksanaan Penelitian Pembuatan tepung labu kuning Proses pembuatan tepung adalah sebagai berikut : Labu kuning dikupas dan dibelah menjadi 8 bagian ( 3 cm x 7 cm). Selanjutnya labu kuning diiris tipis dengan ketebalan 0,1 sampai 0,3 cm. Kemudian dijemur atau dioven (70 C) sampai kadar air yang tersisa hanya 12%. Labu yang sudah kering dihancurkan dengan menggunakan blender, selanjutnya dilakukan pengayakan dengan ayakan 60 mess untuk menghasilkan tepung labu kuning yang lebih halus. Pembuatan mie basah Proses pembuatan mie basah dari campuran terigu dan tepung labu kuning (Singarimbun yang dimodifikasi, 1999) adalah sebagai berikut: 1). Garam (2 g), dan STPP ( 0,25 g) dilarutkan dengan telur ayam (8 g) di dalam baskom selama 2 menit. 2). Dimasukkan terigu dan tepung labu kuning (sesuai dengan perlakuan) kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit (35 ml) sambil diuleni dengan menggunakan tangan sehingga diperoleh adonan yang kalis. 3). Adonan kemudian digiling dengan menggunakan alat pencetak lembaran adonan sehingga diperoleh lembaran adonan dengan ketebalan 1,5 mm. 4). Lembaran adonan tadi dicetak di alat pencetak mie. Lembaran adonan yang tipis dicetak dengan alat pencetak mie dengan panjang berkisar antara 20-30 cm dan lebar 1-2 mm. Ditaburkan terigu pada mie 5 gram agar tidak lengket. 5). Mie yang dihasilkan kemudian direbus dengan air (2 liter) + minyak (50ml) selama 2 menit pada suhu 100 0 C hingga terjadi proses gelatinisasi secara sempurna, kemudian didinginkan. Variabel yang diamati Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu kadar air dengan metode oven AOAC (1990), kadar abu dengan metode pemijaran (Sudarmaji et al., 1997), total karoten dengan spectrofotometer, kadar protein (Metode Kjeldahl), kadar serat kasar (Sudarmaji et al., 1997), kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan, uji hedonik, tekstur dengan uji skor ( Soekarto, 1985). HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air 684
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan subtitusi terigu dengan tepung labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air mie basah. Nilai rata-rata kadar air mie basah dapat diihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air (%), kadar abu (%), total karoten (µg/100g), kadar protein (%), dan kadar serat kasar (%) mie basah dengan perlakuan substitusi terigu dengan tepung labu kuning Kode Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Total Karoten ( Kadar protein (%) Kadar Serat Kasar T0 53,25 c 0,56 d 61,83 g 14.09 a 1,35 e T1 59,55 b 0,58 d 716,92 f 12.62 a 1,46 e T2 62,22 ab 0,61 cd 1225,01 e 11.67 a 1,63 de T3 62,77 ab 0,73 bc 1574,24 d 11.53 a 1,87 cd T4 63,81 a 0,75 bc 1638,64 c 11.17 a 2,11 bc T5 63,95 a 0,84 ab 1880,05 b 10.82 a 2,36 b T6 64,0653 a 0,93 ab 2391,74 a 10.67 a 2,80 a Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar air mie basah berkisar antara 53,25 % sampai 64,06%. Semakin tinggi penggunaan tepung labu kuning maka semakin tinggi pula kadar air yang dihasilkan. Hal ini disebabkan tepung labu kuning mempunyai kadar air 11,58 % (prapenelitian) lebih tinggi dari pada kadar air terigu yait u 7-8% (SNI N0. 01-3751-2000). Kadar Abu Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa perlakuan substitusi terigu dengan tepung labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu mie basah. Nilai rata-rata kadar abu mie basah dapat diihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat nilai rata-rata kadar abu mie basah berkisar antara 0.5620% sampai dengan 0.9312%. Semakin meningkatnya penambahan tepung labu kuning, maka semakin tinggi pula kadar abu yang dihasilkan, hal ini dikarenakan tepung labu kuning mempunyai kadar abu 8,56% (Budiman et. al 1984 dan Usmiati et.al 2004 dalam Maulana T., 2009), mengandung mineral dan vitamin yaitu kalsium 45,00 mg, fosfor 64,00mg, karoten 180,00 mg, vitamin C 52,00 mg, vitamin B1 0,08 mg. (Sudarto 1993), sedangkan terigu mempunyai kadar abu 0,25 % - 0,60% (Astawan, 2006), mengandung besi 0,8 mg, kalsium 14 mg, fosfor 13 mg (Departemen kesehatan, R.I, 1996). Total Karoten tepung labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total karoten mie basah. Nilai rata-rata total karoten mie basah dapat diihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa semakin tinggi penambahan tepung labu kuning maka semakin tinggi pula kadar karoten yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena labu kuning mengandung β-karoten sebesar 1187,23 µg/g (Budiman et. al 1984 685
dan Usmiati et.al 2004 dalam Maulana T., 2009), sedangkan terigu tidak mengandung karoten (prapenelitian). Karoten oid pada labu kuning sebagian besar berbentuk β- karoten. β-karoten adalah pigmen warna kuning-orange yang jika dicerna di dalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A (Wikipedia, 2009). Serat Kasar tepung labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar mie basah. Nilai rata-rata serat kasar mie basah dapat diihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat nilai rata-rata serat kasar mie basah berkisar antara 1.35% sampai dengan 2.80%. Semakin tinggi penambahan labu kuning, maka semakin tinggi pula serat kasar yang dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan labu kuning mengandung serat yang cukup tinggi yaitu 3,84% (Budiman et. al 1984 dan Usmiati et.al 2004 dalam Maulana T., 2009), sedangkan terigu mengandung kadar serat kasar sebesar 0,4 % (prapenelitian). Kadar Protein tepung labu kuning tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar protein mie basah. Nilai rata-rata kandungan protein mie basah dapat diihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat nilai rata-rata untuk analisis protein berkisar antara 10,67 % sampai dengan 14.09 %. Berdasarkan kandungan protein mie basah yang telah didapat dari masing-masing perlakuan sudah sesuai dengan SNI 3551 1994 tentang syarat mutu mie basah, yaitu mie yang memilki mutu I dan II maksimal kadar protein yang dikandungnya adalah sebesar 8%. Aroma Hasil analisis keragaman uji sensoris untuk uji skor pada mie basah (Lampiran) menunjukkan bahwa perlakuan substitusi terigu dengan tepung labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aroma mie basah. Nilai rata-rata aroma mie basah dapat diihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai rata-rata uji sensoris meliputi uji hedonik untuk aroma, warna, rasa dan uji penerimaan keseluruhan dan uji skor untuk tekstur mie basah Perlakuan Aoma Warna Rasa Tekstur Penerimaan keseluruhan T0 3.93 c 3.67 c 4.00 C 3.67 ab 4.07 d T1 5.20 a 4.47 bc 5.47 A 3.73 ab 5.40 ab T2 5.00 ab 5.73 a 5.00 Ab 3.87 a 5.53 a T3 4.53 ab 5.20 ab 5.13 Abc 3.33 bc 5.07 ab T4 4.67 ab 5.20 ab 4.87 Abc 3.27 bc 5.00 abc T5 4.33 ab 4.33 bc 4.80 Bc 3.00 c 4.67 bcd T6 3.93 bc 3.93 c 4.47 C 2.47 d 4.40 cd Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). 686
Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma mie basah berkisar antara 3,93 sampai dengan 5,20 ( agak tidak suka sampai agak suka). Pengujian terhadap aroma untuk nilai tertinggi diperoleh pada mie basah dengan perlakuan T1 yaitu 5,20 ( agak suka ) sedangkan pengujian terhadap a roma mie basah yang terendah pada mie basah dengan perlakuan T0 dan T6 yaitu 3,93 ( agak tidak suka). Warna tepung labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna mie basah. Nilai rata-rata warna mie basah dapat diihat pada Tabel 2. Nilai rata-rata penerimaan panelis terhadap warna mie basah berkisar antara 3,67 sampai dengan 5,73 ( agak tidak suka sampai agak suka). Mie basah dengan perlakuan T0 memiliki nilai paling rendah yaitu 3,67 ( Agak tidak suka) sedangkan mie basah dengan perlakuan T3 mendapat nilai paling tinggi yaitu 5,73 ( agak suka). Tingkat kesukaan terhadap warna berhubungan dengan warna labu kuning, maka penambahan konsentrasi tepung labu kuning sampai 10% penerimaan panelis terhadap warna mie basah meningkat, tetapi penambahan tepung labu kuning lebih dari 10% mei menjadi oranye sehingga penerimaan panelis terhadap warna mie basah menjadi menurun. Rasa tepung labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rasa mie basah. Nilai rata-rata rasa mie basah dapat diihat pada Tabel 2. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa mie basah berkisar antara 4,00 sampai dengan 5,13 ( biasa sampai agak suka). Mie basah dengan perlakuan T0 memiliki nilai paling rendah yaitu 4,00( biasa) sedangkan mie basah dengan perlakuan dan T3 mendapat nilai paling tinggi yaitu 5,13 ( agak suka). Tekstur tepung labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur mie basah. Nilai rata-rata tektur mie basah dapat diihat pada Tabel 2. Nilai rata-rata penerimaan panelis terhadap tekstur mie basah berkisar antara 2,47 sampai dengan 3,87 ( agak tidak kenyal sampai biasa ). Mie basah dengan perlakuan T6 memiliki nilai paling rendah yaitu 2.47 ( agak tidak kenyal) sedangkan mie basah dengan perlakuan T2 mendapat nilai paling tinggi yaitu 3,87(biasa). Tingkat kekenyalan mie berhubungan dengan kadar protein semakin tinggi konsentrasi tepung labu kuning kadar protein menurun sehingga kekenyalan mie menjadi menurun. Penerimaan Keseluruhan 687
tepung labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penerimaan keseluruhan mie basah. Nilai rata-rata aroma mie basah dapat diihat pada Tabel 2. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan keseluruhan mie basah berkisar antara 4,07 sampai dengan 5,53 ( biasa sampai agak suka). Mie basah dengan perlakuan T0 memiliki nilai paling rendah yaitu 4,07 ( biasa) sedangkan mie basah dengan perlakuan T2 mendapat nilai paling tinggi yaitu 5,53 ( agak suka). Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perlakuan substitusi terigu dengan tepung labu kuning berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, total karoten, kadar serat kasar, aroma, warna, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar protein mie basah. 2. Perlakuan terbaik adalah mie basah dengan perlakuan 90% terigu : 10% tepung labu kuning, dengan karakteristik perlakuan yaitu kadar air 62,224%, kadar abu 0,611%, total karoten 1225,01 µg/100g, kadar serat kasar 1,62 %, kadar protein 11,67 %, aroma 5,00 (agak suka), rasa 5,00 (agak suka) warna 5,73 (agak suka), tekstur 3,87 (biasa) dan penerimaan keseluruhan 5,53 (agak suka). DAFTAR PUSTAKA Anonimus, 2008. Manfaat dan kandungan gizi labu kuning, Jakarta http//www.wikipedia.com diakses tanggal 30/1/2011 Astawan, M. 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Bogor. Gomez, K.A., dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian dan Pertanian.UI Press, Jakarta. Handoko, T.H. 1984. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE, Yogyakarta. Maulana T. 2009. Pembuatan Tepung Labu Kuning Sebagai Bahan Pangan. T.A D III tidak di publikasikan. Jurusan Teknik Kimia. Politeknik Negeri Lheukseumawe, Aceh Singarimbun, A. 2008. Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu Dengan Tepung jagung dan Konsentari Kalium Sorbet Terhadap Mutu Mie Basah (Boiled Noodle). Universitas Sumatra Utara. SNI. 1994. Standard indonesia mie instan (SNI 3551 1994). Dewan standarisasi nasional DSN, Jakarta SNI. 2000. Standar Nasional Indonesia Terigu (SNI 01-3751-2000). Dewan Standarisasi Nasional-DSN, Jakarta Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Pertanian. Bharata KaryaAksara, Jakarta. Sudarmaji, S.,B, Haryono., dan Suhardi. 1997. Analisis Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Sudarto, Y. 1993. Budidaya Labu kuning. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Syarief, R. dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta Pustaka Utama, Jakarta. 688