BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Bisnis eceran, yang kini populer disebut bisnis ritel, merupakan bisnis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan yang dimaksud adalah efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang memerlukan barang untuk kebutuhan pribadi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia saat ini mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. minimarket, supermarket dan hypermarket terus meningkat, hal ini diiringi

BAB I PENDAHULUAN. Carrefour, Hero, Superindo, Hypermart, dan lainnya. Dengan adanya berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bisnis ritel, juga disebabkan oleh semakin banyaknya bisnis ritel luar negeri

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Niat pembelian untuk produk sehari-hari jadi di toko ritel telah mendapat perhatian dalam dekade terakhir sejak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri ritel nasional yang semakin berkembang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perdagangan eceran atau sekarang kerap disebut perdagangan ritel, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti pertumbuhan jumlah penduduk. Kelangsungan usaha eceran sangat

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang memiliki prospektif peluang besar dimasa sekarang maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menerima produk/jasa yang dihasilkan oleh bisnis tersebut. Oleh karenanya

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini tersusun ke dalam enam sub-bab, yang meliputi latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis ritel di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun. Berdasarkan

Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan. (Perpres hukum.unsrat.ac.id/pres/perpres_112_2007.pdf. Diakses Tanggal 25 November 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pasar ritel di Indonesia merupakan pasar yang memiliki potensi besar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel modern merupakan industri yang memiliki kinerja yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari profit orientied kepada satisfied oriented agar mampu

BAB I PENDAHULUAN. pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, terjangkau terutama bagi masyarakat berpenghasilan sedang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bisnis retail (perdagangan eceran) di Indonesia pada akhirakhir

BAB I PENDAHULUAN. membuat para pelaku bisnis harus mampu bersaing. Persaingan yang terjadi tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis eceran (retailer business) yang ada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. membuatnya mudah untuk di dapatkan oleh konsumen sasaran,

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mudah, fasilitas, dan pelayanan yang memadai. menjadi ancaman bagi peritel lokal yang sebelumnya sudah menguasai pasar.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ritel yang telah mengglobalisasi pada operasi-operasi ritel. Pengertian ritel secara

BAB I PENDAHULUAN. persaingan pasar yang ketat ini sebuah bisnis atau perusahaan dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. berupa pusat-pusat pertokoan, plaza, minimarket baru bermunculan di berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Sejarah PT Carrefour di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyak pengusaha baru yang masuk ke bisnis ritel, baik dalam skala kecil

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk mengetahui image dari suatu produk dipasar, termasuk preferensi

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini permintaan dan kebutuhan konsumen mengalami perubahan dari waktu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Semakin modern perkembangan zaman menyebabkan timbulnya berbagai. usaha bisnis yang tentu mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangan dinamika perekonomian yang terus mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan

satu yang bisa disebut sukses adalah Hero Supermarket. Dengan jumlah cabang

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dewasa ini yang menuju era globalisasi dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Kawasan Asia sangat diperhitungkan saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. jumlah ritel di Indonesia tahun sebesar 16% dari toko menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi semakin penting. Hal ini disebabkan karena

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kotler (2009 ; 215) : Eceran (retailing)

BAB 1 PENDAHULUAN. Adanyaera globalisasi yang semakin pesat dan perkembangan gaya hidup

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis ritel di Indonesia pada saat ini semakin cepat salah

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel

BAB I PENDAHULUAN. datangi sesuai dengan harapannya masing-masing.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih cenderung berbelanja ditempat ritel modern. Semua ini tidak lepas dari pengaruh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Buchari Alma, 2005:130

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Globalisasi menuntut kebutuhan akan arus informasi dan pengetahuan yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keuntungan dan menghidupi banyak orang. Pada saat krisis UKDW

BAB I PENDAHULUAN. para peritel asing. Salah satu faktornya karena penduduk Indonesia adalah negara

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian kegiatan pemasaran harus direncanakan terlebih dahulu sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ritel modern saat ini semakin pesat dan mulai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. harus menghadapi persaingan yang ketat. Dalam era perkembangan zaman yang UKDW

BAB I PENDAHULUAN. mengarah pada yang terkuat yang tetap bertahan. Keberhasilan akan dicapai oleh

BAB I PENDAHULUAN. bahkan hypermarket, yang menjadi lahan subur pemilik modal asing berebut

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Sedangkan ritel modern adalah sebaliknya, menawarkan tempat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ritel merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi barang dan merupakan mata rantai terakhir dalam

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan adanya perusahaan-perusahaan yang mampu menawarkan produk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada saat ini, persaingan dunia usaha ritel di Indonesia semakin ketat. Para peritel khususnya peritel Hypermarket seperti Carrefour, Giant, Hypermarket, dan Lotte Mart, berlomba-lomba membangun perusahaannya diberbagai kota. Hal ini, dapat dibuktikan dengan hasil penelitian ACNielsen Indonesia, yaitu bahwa di Bandung pertumbuhan ritel modern dan tradisional dari Januari-Juni 2008 adalah 21,5 persen. Persaingan di Bandung didominasi supermarket dan mini market. Sementara di Jakarta, antara hypermarket dan minimarket, begitu pula dengan Surabaya. Sementara di Makassar yang bersaing kuat adalah supermarket dan hypermarket. ACNielsen Indonesia juga mencatat pertumbuhan penjualan barang konsumen Indonesia. Selama empat tahun terakhir, penjualan meningkat pesat dan stabil. Mulai Januari hingga Juni tahun ini, pertumbuhan penjualan adalah 19,8 persen. Angka ini cukup tinggi mengingat adanya peningkatan harga yang signifikan dibandingkan Januari-Juni tahun 2007 (www.tempo.co.id,jum'at, 15 Agustus 2008). Jumlah total jumlah gerai Carrefour 81 gerai, Giant berjenis hypermarket 35 gerai, Hypermarket 53 gerai (www. indocashregister.com,3 Maret 2011), Lotte Mart berjenis hypermarket 3 gerai (www.batavia.co.id, 23 februari 2011). Ada hal menarik pada tahun 2008, yakni sebagian konsumen berpindah konsep belanja. Dari toko modern, kini ke toko tradisional. Hal ini merupakan solusi ketat yang terjadi di setiap keluarga. Keputusan solusi ketat ini dipahami sebagai akibat rentetan panjang kondisi krisis keuangan dunia. berdasarkan penelitian ACNielsen, terdapat kesimpulan penjualan barang konsumen melalui toko tradisional melonjak sangat tinggi sebesar 19,6 persen. ACNielsen merujuk data Home panel Nielsen di lima kota besar Indonesia, yakni angka penetrasi ke toko tradisional, jumlah frekuensi besaran belanja setiap kunjungan dan rata-rata total belanja setiap rumah tangga di pasar tradisional meningkat semua. Pergeseran perilaku belanja sebagai pilihan masyarakat melakukan tindakan yang nyata atas kondisi dan situasi ekonomi aktual (www.tempointeraktif.com,selasa, 24 Maret 2009). Namun pada tahun 2010 Menurut survei ACNielsen, populasi masyarakat berpenghasilan di atas Rp 1,25 juta pada 2008 tumbuh di atas

20 persen. Sebaliknya, masyarakat berpenghasilan di bawah Rp 1,25 juta turun 13,5 persen. Hingga 2012, jumlah masyarakat berpenghasilan di bawah Rp 2,25 juta diperkirakan turun 12 persen. Yang berpenghasilan Rp 2,25-3,25 juta naik 43 persen. Sedangkan yang di atas Rp 3,5 juta melejit 62 persen. Artinya, dari sisi penghasilan, daya beli masyarakat semakin tinggi (majalah.tempointeraktif.com,majalah tempo, 08 Februari 2010). Menyadari situasi kondisi pasar ini salah satu srategi peritel Hypermarket adalah dengan mencoba untuk mengemas produk yang mereka jual dengan kemasan dan merek sendiri (private label). Hal ini dilakukan tentunya dengan pertimbangan perusahaan mereka telah memiliki citra yang baik dalam menjual produk-produk yang berkualitas dan tertanam kuat di benak konsumen. Private label yang memiliki nama lain private brand dan store brand adalah merek yang diciptakan dan dimiliki oleh penjual eceran barang dan jasa (Kotler dan Armstrong, 2004). Private label adalah kepentingan tertentu, karena dapat membantu toko dalam membedakan barang dagangan mereka, meningkatkan potensi untuk penjualan dengan menarik lebih banyak pelanggan (Corstjens dan Lal; Reda, 2002), dan mereka dapat membantu pengendalian biaya dan membangun loyalitas toko (Corstjens dan Lal; Reda, 2000; Lindley dan Collins -Dodd,2003) (Vahie, Archna and Paswan, Audhesh,2006). Konsep private label sebenarnya adalah pengembangan dari konsep merek ( brand). Merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol, desain, atau kombinasi dari hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari sang penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang atau jasa milik pesaing (Kotler, 1994). Jika private label berhasil dijalankan akan memperoleh keuntungan-keuntungan seperti memperkuat dan meningkatkan citra toko, hubungan pelanggan dan peritel bertambah seiring dengan peningkatan kepercayaan dan kreadibilitas gerai peritel yang meningkat, meningkatkan keunggulan bersaing dan mendapatkan profitabilitas atau marjin yang lebih tinggi (Ma ruf, 2006:151-152). Hasil penelitian menunjukkan bahwa suasana toko dan kualitas toko positif mempengaruhi persepsi kualitas private label, bagaimanapun, kesesuaian merek nasional dan citra toko memiliki efek negatif pada kualitas private label. Sebagai perbandingan, kualitas, harga toko toko, toko / nilai, dan kesesuaian antara merek nasional dan private label memiliki pengaruh yang positif pada dimensi afektif citra private label, sedangkan kesesuaian merek nasional dan citra toko memiliki efek negatif (Vahie, Archna and Paswan, Audhesh,2006).

Dengan dibuatnya private label pada suatu perusahaan ritel hypermarket, maka akan muncul tanggapan atau minat beli dari konsumen. Minat beli konsumen sendiri dipengaruhi langsung oleh sikap terhadap merek. Pembentukan sikap terhadap merek menurut Burke dan Edell (1989); Mackenzie, Lutz dan Belch (1986) dipengaruhi secara langsung oleh persepsi konsumen terhadap produk atau pesan. Sikap terhadap merek diawali oleh proses kognitif yang bekerja terhadap rangsangan. kemudian akan mempengaruhi minat beli konsumen terhadap produk yang ditawarkan. Menurut Assael (2001: 82) sikap terhadap merek yaitu merupakan pernyataan mental Yang menilai positif atau negatif, bagus tidak bagus, suka tidak suka suatu produk(www.pdfwindows.com). Berkaitan dengan fenomena mengenai munculnya private label, minat beli atau tanggapan terhadap private label dari konsumen sangat dibutuhkan. Karena seperti yang dikemukakan pada ulasan awal yaitu Jika private label berhasil dijalankan akan memperoleh keuntungan-keuntungan seperti memperkuat dan meningkatkan citra toko, hubungan pelanggan dan peritel bertambah seiring dengan peningkatan kepercayaan dan kreadibilitas gerai peritel yang meningkat, meningkatkan keunggulan bersaing dan mendapatkan profitabilitas atau marjin yang lebih tinggi (Ma ruf, 2006:151-152). Menurut Suwarno dan Mursalin,2010 : Munculnya private label ini menjawab tuntutan masyarakat saat ini yaitu keadaan ekonomi Indonesia yang semakin melemah terutama bagi ibu rumah tangga yang mencari produk dengan merek yang lebih murah bahkan beralih ke produk generik. Maka dari itu jika perusahaan ritel hypermarket ingin mengetahui seberapa besar ketertarikan konsumen terhadap private label, perusahaan harus melakukan penelitian mengenai seberapa besar minat beli konsumen terhadap produk private label yang perusahaan ritel hypermarket buat. Salah satu perusahaan ritel hypermarket yang menggunakan strategi ritel dengan membuat produk private label adalah PT Carrefour Indonesia, PT Carrefour Indonesia merupakan perusahaan hypermarket banyak di Indonesia yang memiliki 81 gerai sedangkan perusahaan lain seperti Giant 35 gerai, Hypermarket 53 gerai (www. indocashregister.com,3 Maret 2011), Lotte Mart 3 gerai(www. bataviase.co.id,23 Feb 2011). Di Indonesia, Carrefour PT Carrefour Indonesia merupakan perusahaan hypermarket dengan tingkat kepercayaan konsumen yang tinggi, hal ini dibuktikan oleh hasil survei Nielsen yang menempatkan posisi kepercayaan

konsumen Indonesia di peringkat 1 pada tahun 2009 dan peringkat 2 pada 2010(www.tempointeraktif.com, 19 Juli 2010). Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa PT Carrefour Indonesia menarik untuk diteliti. Dari latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka dirasakan perlu untuk menganalisis Pengaruh Private Label Attitude terhadap Minat Beli pada Konsumen Carrefour Kiara Condong-Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat diketahui bahwa pembuatan private label merupakan salah satu upaya dalam menghadapi persaingan pada bisnis ritel, khususnya bisnis ritel hypermarket. Berdasarkan uraian tersebut dapat mengidentifikasikan masalah sebagai berikut, apakah terdapat Pengaruh Private Label Terhadap Minat Beli pada konsumen Carrefour Kiara Condong-Bandung. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis apakah terdapat Pengaruh Private Label Terhadap Minat Beli pada konsumen Carrefour Kiara Condong-Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1. Bagi penulis a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai private label dan minat beli konsumen. b. Sebagai salah satu sumber dalam membandingkan teori-teori atau ilmu yang penulis dapatkan selama kuliah dengan pelaksanaan lapangan. 2. Bagi perusahaan yang diteliti a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan untuk pehak perusahaan yang bersangkutan dalam membantu mengidentifikasi pengaruh private label terhadap minat beli pada konsumen Carrefour Kiara Condong- Bandung. b. Dapat memberikan manfaat dalam menentukan keefektifan kegiatan periklanan yang akan digunakan. 3. Bagi pihak lain Menambah pengetahuan pihak lain.