BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jantung. Prevalensi juga akan meningkat karena pertambahan umur baik lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. khususnya mengenai jaminan social (Depkes RI, 2004). Penyempurna dari. bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam meningkatkan mutu pelayanan, rumah sakit harus memberikan mutu pelayanan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan program Indonesia Case Based Groups (INA-CBG) sejak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

kesatuan yang tidak terpisahkan dari manajemen operasi RS. Manajemen operasi yang efisien (lean management) adalah manajemen operasi yang

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam bidang kesehatan. World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah dengan memantapkan penjaminan kesehatan melalui. jaminan kesehatan. Permenkes No. 71 tahun 2013 tentang Pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia berkembang cukup

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting dari pelayanan kesehatan termasuk hasil yang diharapkan dengan berbasis

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. secara berkelanjutan, adil dan merata menjangkau seluruh rakyat.

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian deskriptif analitik. Pengambilan data dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Operasi caesar atau dalam isitilah kedokteran Sectio Caesarea, adalah

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

BAB I PENDAHULUAN. metabolik tubuh (Imaligy, 2014). Dalam menangani kasus gagal jantung

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan Jaminan Sosial dalam mengembangkan Universal Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Undang-undang No.40 Tahun 2004 pasal 19 ayat1. 1

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 1 Januari Jaminan Kesehatan Nasional ialah asuransi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sistem INA CBG s (Indonesia Case Base

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia melalui kementerian kesehatan di awal tahun 2014, mulai

BAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupannya dengan baik. Maka dari itu untuk mencapai derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Salah satu prinsip dasar pembangunan kesehatan yaitu setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. setempat dan juga kearifan lokal yang berlaku pada daerah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella para thypi. Demam

BAB I PENDAHULUAN. secara global dalam konstitusi WHO, pada dekade terakhir telah disepakati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

semua aspek lainnya. Asuransi kesehatan sosial secara harfiah memiliki karakteristik yang terkait erat dengan konsep redistribusi kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REKAPITULASI JUMLAH PASIEN JAMKESMAS SE KABUPATEN KEBUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu keadaan dimana terdapat penurunan

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara komprehensif yang

BAB I PENDAHULUAN. 28H dan pasal 34 Undang-Undang Dasar Dalam Undang Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. dengan teknik pendekatan secara cross sectional dengan mengambil data

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Rumah sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Rumah Sakit menjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya

panduan praktis Pelayanan Kebidanan & Neonatal

HUBUNGAN BIAYA OBAT TERHADAP BIAYA RIIL PADA PASIEN RAWAT INAP JAMKESMAS DIABETES MELITUS DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada dinding abdomen dan uterus. Sectio caesarea merupakan bagian dari

I. PENDAHULUAN. dilakukan rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol (Chobanian,

BAB I BAB I PENDAHULUAN. aman, bermutu, dan terjangkau. Hal ini diatur dalam undang-undang kesehatan,

LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PRODI

BAB I PENDAHULUAN. mengutamakan kepentingan pasien. Rumah sakit sebagai institusi. pelayanan kesehatan harus memberikan pelayanan yang bermutu kepada

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu sektor yang diupayakan untuk memiliki peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. (PBB) tahun 1948 (Indonesia ikut menandatangani) dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besarnya biaya yang dibutuhkan maka kebanyakan orang tidak mampu

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Alumni S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan UDINUS Staf Pengajar Fakultas Kesehatan UDINUS

BAB I PENDAHULUAN. penting dari pembangunan nasional. Tujuan utama dari pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SELISIH LAMA RAWAT INAP PASIEN JAMKESMAS DIABETES MELLITUS TIPE 2 ANTARA RILL DAN PAKET INA-CBG

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada

PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN. Pembukaan Majenas II SPN

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan pokok yang harus diperhatikan setiap

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tiap tahunnya. Insiden tertinggi demam thypoid terdapat pada anakanak. kelompok umur 5 tahun (Handini, 2009).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella para thypi. Demam thypoid biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala yang umum yaitu gejala demam yang lebih dari 1 minggu, penyakit demam thypoid biasanya bersifat endemik dan merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di sebagian besar negara berkembang termasuk Indonesia dan menjadi masalah yang sangat penting (Depkes, 2006). WHO memperkirakan jumlah kasus demam thypoid di seluruh dunia mencapai 17 juta kasus demam thypoid. Data surveilans saat ini memperkirakan di Indonesia ada 600 ribu-1,3 Juta kasus demam thypoid tiap tahunnya dengan lebih dari 20.000 kematian. Rata- rata di Indonesia, orang yang berusia 3-19 tahun memberikan angka sebesar 91% terhadap kasus demam thypoid (WHO, 2012). Profil kesehatan Indonesia tahun 2011 memperlihatkan bahwa gambaran 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit, prevalensi kasus demam thypoid sebesar 5,13%. Penyakit ini termasuk dalam kategori penyakit dengan Case Fatality Rate tertinggi sebesar 0,67% (Depkes, 2012). Laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2007 memperlihatkan bahwa prevalensi demam thypoid di Jawa Tengah sebesar 1,6% yang tersebar di seluruh kabupaten dengan prevalensi yang berbeda beda di setiap tempat (Riskesdas, 2007). Prevalensi demam thypoid banyak ditemukan pada umur 5-14 tahun sebesar 1,9% dan paling rendah pada bayi sebesar 0,8%. Prevalensi demam thypoid menurut tempat tinggal paling banyak di pedesaan dibandingkan perkotaan, dengan pendidikan rendah dan jumlah pengeluaran rumah tangga rendah (Riskesdas, 2007). Penyakit thypoid termasuk penyakit yang mengakibatkan angka kejadian luar biasa (KLB) dan memerlukan perawatan yang komprehensif, mengingat penularan salmonella thypi ada dua sumber yaitu pasien dengan demam thypoid dan pasien dengan carier. Pasien carier adalah orang yang sembuh dari demam thypoid dan terus mengekspresi salmonella thypi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun (Depkes,2008) 1

2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menjelaskan bahwa bangsa Indonesia telah memiliki sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum publik berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehatihatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta. Pemerintah menetapkan standar tarif. Besaran tarif di suatu wilayah/regional tertentu dapat berbeda dengan tarif di wilayah/regional lainnya sesuai dengan tingkat kemahalan harga setempat, sehingga diperoleh pembayaran fasilitas kesehatan yang efektif dan efisien (UU No. 24 Tahun 2011). Tarif merupakan nilai jasa pelayanan yang ditetapkan berdasarkan ukuran sejumlah sumber daya yang digunakan ditambah margin tertentu, yang dijual kepada konsumen yang memerlukannya. Tarif pelayanan kesehatan merupakan faktor penting bagi pemerintah, baik sebagai peran regulator, pemberi dana dan sebagai pelaksana. Dengan berlakunya sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) maka tarif yang diberlakukan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) menggunakan tarif kapitasi. Besaran tarif kapitasi ditentukan berdasarkan seleksi dan kredensial yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan sumber daya manusia, kelengkapan sarana dan prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan. Sedangkan tarif pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) menggunakan tarif INA-CBG s (Indonesian-Case Based Groups). Tarif INA-CBG s adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur (Permenkes No. 59 Tahun 2014). Setiap tarif pelayanan kesehatan di rumah sakit telah memperhitungkan beberapa komponen yaitu unit cost, jasa pelayanan (medis, paramedis dan non medis), rencana pengembangan dan margin. Rumah sakit telah melakukan perhitungan biaya yang dapat memenuhi untuk menutup biaya perawatan, sarana prasarana, biaya pelayanan medis, biaya pemeriksaan penunjang, laboratorium, biaya obat dan lainnya. Biaya tersebut digunakan sebagai tarif rumah sakit. BPJS Kesehatan sebagai penjamin

3 pembiayaan perawatan kesehatan dalam membayar klaim kepada FKTL menggunakan tarif INA-CBG s yang disusun oleh Nasional Casemix Center (NCC) berdasarkan Permenkes No. 59 Tahun 2014. Berdasarkan data klaim rumah sakit yang dibayar oleh BPJS Kesehatan Cabang Kebumen menunjukkan bahwa dari total pembiayaaan rawat inap sebagian besar terpakai untuk kasus penyakit dalam yaitu sebesar 37%. Pada bulan januari sampai Juni 2015 thypoid masuk dalam urutan pertama penyakit dengan biaya terbanyak berdasar diagnosa penyakit. Data pada Tabel 1 selama Tahun 2015 khususnya di Kabupaten Kebumen pada 8 Rumah Sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan Cabang Kebumen didapatkan sejumlah 4.503 kasus thypoid pada pelayanan peserta JKN. Dari 8 rumah sakit tersebut, RSUD Dr. Soedirman Kebumen, RS PKU Muhammadiyah Sruweng, RS Palang Biru Gombong dan RS PKU Muhammadiyah Gombong adalah rumah sakit tipe C, sedangkan 4 rumah sakit lainnya termasuk dalam klasifikasi rumah sakit tipe D. Tabel 1. Rekapitulasi Kasus Typoid di pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut BPJS Kesehatan Cabang Kebumen Tahun 2015 No Kabupaten Nama RS Kasus Typhoid 2015 Total Kasus Rawat Inap 1 Kebumen RSUD Dr. Soedirman 1.107 11.858 9,34% 2 Kebumen PKU Muhammadiyah 553 8.220 6,73% Gombong 3 Kebumen RS Palang Biru Gombong 491 3.757 13,07% 4 Kebumen PKU Muhammadiyah 631 6.007 10,50% Sruweng 5 Kebumen RS Wijaya Kusuma 167 1.031 16,20% 6 Kebumen RS. Purwogondo 595 2.696 22,07% 7 Kebumen RS Purbowangi 177 2.145 8,25% 8 Kebumen RS Permata Medika 782 2.738 28,56% Total Kasus 4.503 38.452 11.71% Sumber : Data Sekunder BPJS Kesehatan Cabang Kebumen Tahun 2015 Berdasarkan tabel diatas, angka kejadian kasus Thypoid terbanyak adalah RSUD Dr. Soedirman (Tipe C) Kebumen sebesar 1.107 kasus, terbanyak kedua dalam kelompok Rumah Sakit Tipe C adalah kasus Thypoid di PKU Muhammadiyah Sruweng. Peneliti menggunakan rumah sakit RSUD Dr. Soedirman Kebumen dan RS PKU Muhammadiyah Sruweng karena keduanya merupakan rumah sakit dengan klasifikasi tipe yang sama yakni rumah sakit tipe C dan mempunyai angka kejadian %

4 kasus thypoid yang tinggi, dengan pertimbangan lain RS PKU Muhammadiyah Sruweng mempunyai akses yang terjangkau dibandingkan dengan rumah sakit tipe C lain. Selain itu, RS PKU Muhammadiyah Sruweng mempunyai karakterikstik yang hampir sama dengan RSUD Dr. Soedirman Kebumen dan sudah memberlakukan sistem JKN dengan sistem pembayaran INA-CBG s. Tingginya angka kejadian dan pelayanan perawatan pasien demam thypoid di rumah sakit akan sangat menentukan biaya perawatan bagi pasien dan perhitungan tarif yang akan dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. Data sebaran ALOS dan jumlah kasus selama bulan Januari-Juni 2015 pada kedua rumah sakit tersaji pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2. Rekapitulasi Kasus Demam Thypoid di RS Dr. Soedirman Kebumen dan RS PKU Muhammadiyah Sruweng selama bulan Januari-Juni 2015 Bulan Pelayanan (2015) A-4-14-I RS Dr. Soedirman Kebumen A-4-14-II A-4-14-III Jumlah RS PKU Muhammadiyah Sruweng A-4-14-I A-4-14-II A-4-14- III Januari 41 32 26 99 34 8 1 43 Februari 43 21 20 84 40 16 1 57 Maret 27 26 17 70 25 15 2 42 April 33 25 16 74 21 10 0 31 Mei 60 25 12 97 29 20 2 51 Juni 60 11 4 75 21 18 2 41 Jumlah Total 264 140 95 499 170 87 8 265 Sumber : Data Sekunder BPJS Kesehatan Cabang Kebumen Tahun 2015 Berdasarkan Tabel 2 jumlah kasus thypoid RS Dr. Soedirman Kebumen dan RS PKU Muhammadiyah Sruweng selama 6 bulan (Januari-Juni 2015) masing-masing adalah 499 dan 265 kasus. Tabel 3. Rekapitulasi ALOS di RS Dr. Soedirman Kebumen dan RS PKU Muhammadiyah Sruweng selama bulan Januari-Juni 2015 Bulan Pelayanan (2015) RS Dr. Soedirman Kebumen RS PKU Muhammadiyah Sruweng A-4-14-I A-4-14-II A-4-14-III A-4-14-I A-4-14-II A-4-14-III Januari 4,7 4,8 5,7 4,5 5,5 13 Februari 4,6 7,4 5,4 4,9 6,3 6 Maret 4,9 5,6 5,8 4,9 6,8 8,5 April 5,4 6,2 5,1 4,8 5 0 Mei 5,1 5,7 6,0 5,2 7,1 8,5 Juni 4,7 4,8 5,3 5 6,28 7,5 Rata-rata 4,9 5,8 5,6 4,9 6,2 7,3 Sumber : Data Sekunder BPJS Kesehatan Cabang Kebumen Tahun 2015

5 Berdasarkan Tabel 3 ALOS kasus thypoid selama 6 bulan (Januari-Juni 2015) di RS Dr. Soedirman Kebumen pada severity level 1,2,3 yaitu 4,9; 5,8; 5,6 dan RS PKU Muhammadiyah Sruweng 4,9; 6,2; 7,3. Biaya pelayanan kesehatan rawat inap tingkat lanjutan dibayar oleh BPJS Kesehatan dengan paket INA-CBG s tanpa pengenaan iur biaya kepada peserta. Biaya pembayaran paket INA-CBG s seringkali terdapat selisih antara tarif paket dan tarif riil rumah sakit yang sering kali dianggap tidak mencukupi serta terdapat perbedaan ratarata lama dirawat ALOS (Average Length of Stay) standar paket dengan lama dirawat LOS (Length of Stay) riil (Agustin, 2010). Adanya hal tersebut maka perlu dibandingkan antara tarif riil rumah sakit dengan tarif berdasarkan INA-CBG s. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai perbedaan tarif riil rumah sakit dengan tarif INA-CBG s untuk kasus thypoid pada peserta BPJS yang dibayarkan oleh klaim BPJS Kesehatan untuk rumah sakit swasta dan rumah sakit pemerintah. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana perbedaan tarif riil rumah sakit dengan tarif INA-CBG s pada kasus rawat inap tingkat lanjutan kasus thypoid untuk RSUD Dr. Soedirman Kebumen? 2. Bagaimana perbedaan tarif riil rumah sakit dengan tarif INA-CBG s pada kasus rawat inap tingkat lanjutan kasus thypoid untuk RS PKU Muhammadiyah Sruweng? 3. Bagaimana perbedaan selisih tarif INA-CBG s dengan tarif riil rumah sakit kasus thypoid pada kasus rawat inap tingkat lanjutan antara RSUD Dr. Soedirman Kebumen dengan RS PKU Muhammadiyah Sruweng? 4. Bagaimana perbedaan ALOS pada masing masing severity level pada kasus rawat inap tingkat lanjutan thypoid di RSUD dr Soedirman Kebumen dan RS PKU Muhammadiyah Sruweng?

6 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Untuk menggambarkan perbedaan tarif riil rumah sakit dengan tarif INA-CBG s pada kasus rawat inap tingkat lanjutan kasus thypoid untuk RSUD Dr.Soedirman 2. Untuk menggambarkan perbedaan tarif riil rumah sakit dengan tarif INA-CBG s pada kasus rawat inap tingkat lanjutan kasus thypoid untuk RS PKU Muhamadyah Sruweng. 3. Menghitung selisih perbedaan tarif Rumah Riil Rumah Sakit dan INA CBG s dan membedakannya antar rumah sakit. 4. Untuk menghitung ALOS (Average Length of Stay) pada kasus rawat inap tingkat lanjutan pada kasus thypoid berdasarkan severity level. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaatbagi berbagai pihak antara lain: 1. Bagi Pemerintah Sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan tarif yang berlaku dalam era Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia. 2. Bagi Rumah Sakit Menjadi masukan bagi pihak manajemen rumah sakit dalam pengambilan kebijakan berkaitan dengan efisiensi dan efektivitas serta peningkatan kualitas pelayanan pasien rawat inap pada pasien peserta BPJS. 3. Bagi BPJS Kesehatan Memberikan gambaran yang jelas tentang perbedaan antara tariff riil rumah sakit dengan sistem pembiayaan kesehatan tarif paket INA-CBG s. Dengan demikian, diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan tentang serapan Dana Jaminan Kesehatan di lapangan. Sebagai bahan masukan dan rekomendasi dalam penentuan tarif kepada pemerintah sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi rumah sakit dalam memberikan pelayanan bagi pasien.

7 tabel 4. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya antara lain seperti pada Tabel 4. Penelitian penelitian yang serupa tentang perbedaan tarif rumah sakit dengan INA-CBG s No. Peneliti Judul Penelitian/ Desain Hasil Penelitian 1 Mulyanto, E& Niken Puspitowati Retrospective study 2 Indriani, et.al, 2013 3. Wasis Budiartodan Mugeni Sugiharto, 2013 Analisis Perbedaan Tarif Riil Dengan Tarif PaketIndonesian Case Base Groups (INA- CBG S) pada Klaim Jamkesmas Pasien Rawat Inap di RSU ra. Kartini Jepara 2012 Dampak Biaya Laboratorium Terhadap Kesenjangan Tarif INA-CBGs dan Biaya Riil Diagnosis Leukemia Biaya Klaim Ina CBGS Dan Biaya Riil Penyakit katastropik Rawat inap Peserta Jamkesmas di Rumah Sakit Penelitian ini menganalisis semua rekam medis dan data biaya pelayanan laboratorium pasien leukemia limfoblastik akut tahun 2009 _ 2010 di RSUP Dr. Sardjito Retrospective study Besar jumlah biaya riil pada kisaran Rp 4.000.000 5.000.000 atau sebanyak 83 pasien (46,1%). Sebagian besar jumlah Tarif Paket INA-CBG s pada kelompok Rp 2.083.173 atau sebanyak 157 pasien (87,2%). Tindakan pembedahan Seksio Sesaria mempunyai frekuensi 115 pasien atau 63,9%. Ada beda rata-rata antara tarif riil dengan tarif paket INA CBG s (Wilcoxon Signed Ranks Test: T hitung -11,309 > T tabel - 1,96 dan nilai p = 0,000 untuk df=0,05). Analisis regresi menemukan pemeriksaan kimia klinik meliputi mikrobiologi darah, ureum, magnesium, creatine kinase MB (blood) menyebabkan kesenjangan tarif semakin meningkat atau rumah sakit semakin dirugikan. Model regresi linier ini mempunyai nilai R2 sebesar 0,834 dengan nilai F = 84,475 (P < 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien Jamkesmas yang dirawat dengan kasus katastropik terdiri dari penyakit jantung sebesar

8 No. Peneliti Judul 4. Kusumaningty as, Kresnowati& Ernawati Studi di 10 Rumah Sakit Milik Kementerian Kesehatan Januari Maret 2012 Analisa Perbedaan Biaya Riil Rumah Sakit Dengan Tarif INA-CBG s 3.1 Untuk Kasus Persalinan Dengan Sectio Caesaria Pada PasienJamkesmas di RSUDTugurejo Semarang Triwulan I Tahun 2013 Penelitian/ Desain Penelitian analisis deskriptif, Hasil Penelitian 37,11%, penyakit kanker 23,54% dan sisanya sebesar 39,35% pasien penyakit stroke. Biaya pengobatan rawat inap berdasarkan tarif rumah sakit kelas A jauh lebih besar dibandingkan kelas B dan RS Khusus, biaya klaim berdasarkan INA-CBGs jauh lebih besar di rumah sakit kelas A dibanding kelas B dan RS Khusus Pada klaim jamkesmas yang menggunakan software INA-CBGs 3.1untuk kasuspersalinan dengan tindakan sectio caesaria dibagi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu operasi pembedahan caesar ringan dengan kode INA-CBGs O-6-10-I dan tarif klaim sebesar Rp. 3.124.760, operasi pembedahan caesar sedang dengan kode INA-CBGs O-6-10-II dan tarif klaim sebesar Rp. 3.468.960 serta operasi pembedahan caesar berat dengan kode INA-CBGs O-6-10-III dan tarif klaim sebesar Rp. 4.274.934. 5. Sari, 2014 Perbandingan Biaya Riil Dengan Tarif Paket INA-CBG s dan Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Biaya Riil Pada Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap Jamkesmas di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Kualittif, kuantitatif Pada tingkat keparahan I Rerata LOS RS 4,5±0,707, Ina CBGs 7,63 ± 0; Pada tingkat keparahan II Rerata LOS RS 8,2±3,77, Ina CBGs 11,76 ± 0; p=0,000; Pada tingkat keparahan III Rerata LOS RS 11,25±3,65, Ina CBGs 19,83 ± 0; p=0,000;