BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? (I Korintus 6 ayat 19) 1 Kutipan ayat diatas yang diambil dari Alkitab terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia th. 1974, menyatakan suatu makna dan posisi tubuh dalam kaitannya dengan kehidupan manusia. Tertulis bahwa tubuh adalah bait Roh Kudus, kata bait disini dalam terjemahan bahasa Inggris menggunakan kata temple yang memiliki arti : a building or place dedicated to the worship of a deity or deities. 2 Tubuh dianalogikan sebagai sebuah tempat atau ruang tempat berdiamnya sesuatu yang ilahi, sesuatu yang bukan berasal dari diri kita sendiri. Dalam kekristenan Roh Kudus adalah salah satu pribadi dari Allah, yang dikenal dengan konsep Allah yang tritunggal. Dengan demikian tubuh dari sudut pandang kekristenan memiliki makna yang sakral, tubuh tidak hanya dilihat secara objektif sebagai kumpulan dari bahan-bahan biokimia yang membentuk sebuah organisme demi organisme, tetapi juga secara subjektif sebagai wujud atau tampilan luar dari pribadi manusia yang sesungguhnya. Tubuh merupakan sebuah container, tempat berdiamnya seluruh keberadaan diri, menjadi media untuk manusia menyatakan dirinya. Membicarakan tentang tubuh tidak mungkin lepas dari membicarakan tentang totalitas kedirian. Berbicara tentang tubuh berarti berbicara tentang eksistensi manusia itu 1 Alkitab Terjemahan Baru, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta, cetakan ke-174 1999. 2 The Collins Dictionary and Thesaurus, William T McLeod, HarperCollins Publishers, Great Britain, 1992. iv
sendiri. Kata saya yang digunakan untuk menyatakan kedirian memiliki dua aliran pengertian yaitu saya yang merupakan aliran subjektif sebagai pikiran-pikiran, perasaan, hasrat, dan jiwa atau biasa dikatakan roh, dan saya yang merupakan aliran objektif sebagai tubuh. Dalam tataran yang lebih dalam sesungguhnya kedua arus itu bergabung menjadi satu sumber kreatif. Biokimia tubuh merupakan suatu produk kesadaran, keyakinan, gagasan, dan emosi menciptakan reaksi kimia yang mempertahankan kehidupan dalam setiap sel. Jadi, di sini pengalaman mengenai tubuh kita itu ditentukan oleh bagaimana kita belajar memahaminya, jika kita mengubah persepsi kita, berubah pula pengalaman akan tubuh dan dunia kita. Demikian dapat disimpulkan bahwa tubuh merupakan media tempat diri manusia secara keseluruhan untuk mengada atau untuk menyatakan dirinya. Walaupun eksistensi manusia yang sesungguhnya adalah roh tetapi tidak dapat dipisahkan dari tubuh. Interioritas manusia menjadi satu kesatuan dengan eksterioritasnya atau dunia luar yang kasat mata dan dapat dipersepsi dengan indera. Eksistensi manusia yang merupakan kesatuan dari tubuh dan roh ini keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari Tuhan sebagai Pencipta. Manusia adalah makhluk yang diciptakan, yang berasal dari Pencipta yang merupakan sumbernya. Manusia tidak dapat hidup terpisah dari Tuhannya. Sejauh mana manusia mengenali Penciptanya, sejauh itu pula ia dapat mengenali dan memaknai dirinya sendiri. Saat ini kita hidup ditengah-tengah modernisme yang tumbuh kuat mempengaruhi segala bidang. Modernitas mengubah cara pandang manusia terhadap dirinya sendiri. Hal ini dipengaruhi oleh pemikiran Descartes tentang dualisme roh-tubuh, yang membagi realitas menjadi dua yaitu res cogitans dan res extensa. Melalui pemikiran ini tubuh v
hanya dipandang sebagai bagian dari seluruh realitas materiil belaka. Dengan demikian tubuh dikalkulasi dan diregulasi untuk peningkatan efisiensi. Berkembangnya rasionalisme di antara manusia-manusia modern menyebabkan terjadinya desakralisasi alam semesta termasuk tubuh manusia sendiri. Modernitas dari satu sisi akhirnya merupakan proses ekstensifikasi dan intensifikasi logika kontrol dan penguasaan dunia. Penguasaan dan kontrol atas tubuh di sini tak lagi berkaitan dengan perkara spiritual ataupun transendensi. Ia menjadi salah satu aspek saja dari proses orgiastik perluasan penguasaan kehidupan dan dunia pada skala lebih global, yang antara lain menimbulkan pula proyek kolonialisme besar-besaran itu. 3 Proses modernitas menggiring manusia untuk mengutamakan logika dan rasio nya dan mengesampingkan aspek-aspek spiritual dan transendensi. Walaupun modernitas membawa perubahan yang positif, tetapi tetap kecenderungan untuk mengutamakan akal, rasio, dan logika sedikit demi sedikit menjauhkan manusia dari spiritualitas dalam hidup. Manusia menjadi asing dengan Penciptanya sendiri. Spiritualitas hanya dilihat perlu jika ada manfaatnya untuk proses penguasaan kehidupan tersebut. Ditengah-tengah hirukpikuknya modernisme manusia sebenarnya sedang terhilang atau kehilangan dirinya sendiri. 3 Dikutip dari essai Bambang Sugiharto, Penjara Jiwa, Mesin Hasrat, Tubuh Sepanjang Budaya, Jurnal Kebudayaan Kalam, edisi 15 Menguak Tubuh, th. 2000, hal 32. vi
1.2. Rumusan Masalah Di masa sekarang terutama di negara-negara maju dan berkembang, manusia cenderung memandang tubuhnya sebagai wahana untuk kesenangan, untuk dinikmati, untuk bermain, untuk ditonton dan diperjualbelikan sebagai komoditas. Tubuh mulai kehilangan nilai transendensinya. Manusia cenderung hidup secara hedonistik dan melupakan nilai-nilai spiritualitas. Interioritas manusia tersubordinasikan pada eksterioritasnya. Hal ini juga berpengaruh terhadap hubungan antara manusia dengan sesamanya. Sikap individualis dan cara hidup hedonistik mempengaruhi hubungan manusia dengan sesamanya menjadi hubungan yang dingin dan dangkal. Hal ini membuat manusia seolah-olah kehilangan kehadiran Tuhan dalam dirinya walaupun mereka tetap menjadi manusia yang beragama, tetapi kehilangan cara untuk refleksi diri, mereka tidak lagi melihat kedalam dan menyadari makna kehadirannya dan hubungannya dengan Penciptanya. Berdasarkan latarbelakang yang telah dijabarkan penulis mengangkat persoalan refleksi diri sebagai permasalahan. Penulis beranggapan bahwa manusia yang hidup ditengah-tengah modernitas sebagian besar telah kehilangan cara merefleksi diri. Modernitas lebih lanjut telah membentuk citra diri yang tidak refleksif. Setiap manusia perlu untuk lebih melihat kedalam, lebih menyadari makna kehadiran dirinya di bumi ini, dan juga memahami makna kehadiran sesuatu yang ilahi di dalam dirinya. Dengan demikian dapat dirumuskan beberapa persoalan yang akan dikaji oleh penulis, yaitu: - Bagaimana eksistensi manusia terbentuk dari keterkaitan antara pribadi manusia yang bersifat roh dengan tubuh yang bersifat fisik, sehingga menjadi suatu totalitas kedirian. vii
- Bagaimana manusia baik pria maupun wanita dapat menyadari interioritasnya, yaitu pribadinya yang bersifat roh, sehingga dapat merefleksikan dirinya sendiri. 1.3. Batasan Masalah Permasalahan akan dibatasi pada bagaimana sosok manusia itu dapat mengada dan bagaimana audiens dapat merasakan kehadiran yang immaterial dari sosok manusia itu. 1.4. Tujuan Pemilihan Masalah Tujuan dari pemilihan masalah tersebut dalam karya adalah untuk menarik kembali aspek-aspek spiritual yang sedikit demi sedikit mulai bergeser dan hilang dari kehidupan masyarakat modern. 1.5. Sistematika Penulisan Pengantar Tugas Akhir ini akan dibagi kedalam beberapa bab dengan urutan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Berisi pembahasan mengenai latar belakang permasalahan dalam karya, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan pemilihan masalah, serta sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Berisi pembahasan mengenai landasan pemikiran dalam karya, teori- teori estetik yang digunakan, dan konteks karya dalam seni rupa modern. viii
BAB III GAGASAN DAN PROSES BERKARYA Pembahasan mengenai bagaimana gagasan dalam karya muncul, pertimbangan apa saja yang mempengaruhi gagasan tersebut, proses berkarya, serta pemikiran dan pertimbangan yang mempengaruhi visualisasi karya (pertimbangan bagaimana agar orang dapat merasakan kehadiran yang immaterial). BAB IV DESKRIPSI DAN TINJAUAN KARYA Berisi deskripsi karya secara rinci termasuk di dalamnya pemilihan medium dan teknik serta alasannya, proses pembuatan karya, serta tinjauan karya. BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP Berisi kesimpulan yang diperoleh dari proses berkarya serta kesan-kesan yang muncul selama proses berkarya. ix