I. PENDAHULUAN. pembuatan makanan dapat menghemat devisa negara (Herlina, 2002).

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) adalah jenis tanaman

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif

lain-lain) perlu dilakukan (Suryuna, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG SAGU (Metroxylon sagus Rottb.) DAN PENAMBAHAN EKSTRAK LABU KUNING TERHADAP KUALITAS MIE KERING

BAB I PENDAHULUAN. yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi.

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA DALAM PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN DAYA TERIMA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan vitamin A (KVA). KVA yaitu kondisi kurang zat gizi mikro

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan

I. PENDAHULUAN. kurangnya Indonesia dalam menggali sumberdaya alam sebagai bahan pangan

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat

PERBANDINGAN KADAR PROTEIN DAN LEMAK MI ALTERNATIF DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker) DAN PATI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl) SKRIPSI

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

TANAMAN PENGHASIL PATI

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

I. PENDAHULUAN. pangan yang disukai anak-anak (Sardjunani, 2013).

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I. PENDAHULUAN. ketergantungan terhadap tepung terigu, maka dilakukan subtitusi tepung terigu

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

PENINGKATAN NILAI TAMBAH JAGUNG SEBAGAI PANGAN LOKAL Oleh : Endah Puspitojati

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia kaya akan sumber daya alam, termasuk di dalamnya kekayaan

I. PENDAHULUAN. hewani. Selain sebagai komoditi ekspor, ikan juga banyak dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi tepung. terigu cukup tinggi. Berbagai produk pangan yang diolah menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, teksturnya yang lembut sehingga dapat dikonsumsi anak-anak

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir

BAB I PENDAHULUAN. Tepung terigu digunakan untuk pembuatan mie, roti, kue sebagai bahan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk indonesia setiap tahun menyebabkan

PENDAHULUAN. singkong, ubi, talas dan lain-lainnya. Gandum berpotensi sebagai pengganti beras

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar produk makanan jajanan di pasaran yang digemari. anak-anak berbahan dasar tepung terigu. Hal ini dapat menyebabkan

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

Karakteristik dan Komposisi Kimia Jagung

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN SIFAT SENSORIK KUE BOLU KUKUS

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

PENDAHULUAN. aktif dan sehat (Martianto, 2005). Diversifikasi pangan akan memungkinkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengembangan Makanan Berbasis Potensi Pangan Lokal Kabupaten Sukoharjo: Substitusi Tepung Tapioka pada Pembuatan Kue Lipat dan Kue Semprit

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pembangunan. Komponen ini memberikan kontribusi. dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

PEMBUATAN MIE KERING DARI TEPUNG KOMPOSIT (TERIGU DAN SERBUK UBI KAYU) YANG DIFORTIFIKASI TEPUNG KACANG TUNGGAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di

BAB I PENDAHULUAN. talas memiliki ukuran granula pati yang sangat kecil yaitu 1-4 µm. ukuran

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan vitamin dan mineral yang diperoleh dari buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. makan yang tidak sehat. Pola makan yang tidak sehat dan tidak bervariasi

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia adalah perkembangan pola

BAB I PENDAHULUAN. oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan mulai

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie telah digunakan sebagai salah satu pangan alternatif pengganti nasi. Sifat mie yang praktis dan rasanya enak merupakan daya tarik, juga harganya yang relatif murah, membuat produk mie dapat dijangkau oleh banyak lapisan masyarakat. Di lihat dari sudut pandang penganekaragaman konsumsi pangan, hal ini sangat menguntungkan (Astawan, 1999). Konsumsi mie yang semakin meningkat, berpengaruh terhadap kebutuhan bahan baku pembuatan mie. Perlu juga diupayakan peningkatan kualitas mie agar dapat menjadi makanan pokok yang berkualitas dan bergizi. Produk mie dibuat dari terigu yang sampai saat ini masih diimpor baik dalam bentuk tepung maupun dalam bentuk biji gandum. Bagi Indonesia yang bukan negara penghasil gandum, substitusi dengan tepung non-terigu untuk pembuatan makanan dapat menghemat devisa negara (Herlina, 2002). Hasil suatu studi serta inventarisasi, menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara yang mempunyai daerah penanaman lahan sagu yang paling luas di dunia hingga tahun 1993. Jika luas lahan sagu di dunia sekitar 2,2 juta ha, maka sekitar setengahnya (1,1 juta ha) berada di Indonesia, dan sebagian besar dari luas lahan sagu tersebut (sekitar 600.000 ha) terdapat di kawasan Papua (Lutony, 1993). Menurut data terbaru areal sagu di Indonesia merupakan areal sagu terbesar di dunia, yaitu sekitar 1,128 juta ha atau 51,3% dari 2,201 juta ha areal sagu dunia, namun pemanfaatan sagu di Indonesia masih jauh tertinggal

2 dibandingkan Malaysia dan Thailand yang masing-masing hanya memiliki areal seluas 1,5% dan 0,2%. (Anonim a, 2009). Menurut data, kebutuhan sagu di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan konsumsi per kapita akibat berkembangnya industri pemakai, khususnya industri pangan dan farmasi. Salah satu industri pangan yang cukup banyak menggunakan pati sagu adalah pembuatan mie, soun, roti, biskuit dan sagu mutiara. Menurut data Susenas dalam Anonim b (2009), memperlihatkan perkembangan konsumsi sagu rata-rata perkapita perminggu tahun 2002-2007 cenderung meningkat. Pada tahun 2003, konsumsi sagu untuk perkotaan dan desa adalah 0,71 gram/kapita/hari. Kemudian meningkat pada tahun 2005 menjadi 1,42 gram/kapita/hari. Selanjutnya pada tahun 2007 juga meningkat menjadi 2,06 gram/kapita/hari. Ini menunjukkan minat masyarakat terhadap sagu cenderung meningkat sehingga produk yang menggunakan bahan substitusi sagu memiliki potensi untuk diterima masyarakat yang lebih luas. Sagu (Metroxylan sagus Rottb.) memiliki empulur yang lunak dan berwarna putih, oleh karena itu patinya berwarna putih dan enak rasanya sehingga sangat disukai oleh penduduk. Berat empulur sekitar 80% dari berat batang, dan kandungan aci sekitar 18%. Setiap pohon dapat menghasilkan aci basah sekitar 800 g atau sekitar 200 kg pati kering (Haryanto dan Philipus, 1992). Kandungan amilopetin tepung sagu tinggi, sehingga lebih liat dan lengket, dan juga baik digunakan sebagai pencampur tepung terigu yang memiliki kandungan gluten agar diperoleh tekstur yang lebih liat (Kaunang et al., 2002).

3 Batang sagu pada awalnya diolah untuk diambil patinya dengan diproses secara manual oleh petani. Proses mendapatkan pati tersebut kemudian karena perkembangan teknologi diproduksi secara massal. Pati atau kanji dari batang sagu tersebut telah dibuat menjadi aneka produk turunan yang bernilai ekonomis. Sagu sebagai produk industri pertanian telah sampai pada fase industrial modern dalam artian secara manufaktur telah diproduksi secara mekanis dan bersifat massive. Permintaan dan penawaran produk sagu dipasaran (starch market) telah diakui sebagai produk substitusi pengganti kanji jagung dan gandum serta sejajar dengan tapioka dan tanaman lainnya. Pohon sagu atau rumbia termasuk dalam jenis tanaman palmae tropical yang menghasilkan kanji (starch) dalam batang (steam). Sebatang pohan sagu siap panen dapat menghasilkan 180-400 kg tepung sagu kering. Penggunaan sagu sebagai bahan substitusi dalam penelitian ini dapat meningkatkan dan memperluas pendayagunaan dan pengolahan sagu sebagai bahan makanan yang mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi. Menurut penelitian Hildegardis (2007), penambahan komposisi tepung wortel sebanyak 20% pada tepung terigu dapat menghasilkan mie kering dengan kualitas yang baik sesuai dengan syarat SNI. Menurut penelitian Agustina (2006), komposisi tepung BMC tempe yang optimum untuk mendapatkan mie kering dengan kualitas yang baik adalah penambahan 20% tepung BMC tempe. Menurut penelitian Gusmalini dan Rahzarni (1999), penambahan tepung labu pada pembuatan mie kering sampai kadar 20% pada 80% tepung terigu dapat menghasilkan mie dengan sifat yang disukai konsumen dan daya simpan mie

4 kering yang relatif lama yaitu berkisar enam bulan. Berdasarkan penelitianpenelitian diatas, hipotesis penelitian ini memakai perbandingan substitusi tepung sagu sebesar 20% pada tepung terigu 80% yang diduga akan menghasilkan mie kering dengan kualitas yang baik. Labu kuning (Cucurbita maxima L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang semakin diminati oleh masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah produksinya yang meningkat dari tahun ke tahun. Penelitian tentang karakteristik dan potensi pemanfaatan pangan minor masih sangat sedikit dibanding komoditas pangan utama, seperti padi dan kedelai. Labu kuning termasuk dalam komoditas pangan yang pemanfaatannya sangat terbatas, yang salah satu penyebabnya adalah keterbatasan pengetahuan masyarakat akan manfaat komoditas pangan tersebut (Astawan, 2004). Labu kuning diketahui mengandung banyak vitamin A dalam bentuk β-karoten, vitamin C, mineral dan karbohidrat. Oleh karena itu, pembuatan produk makanan yang diperkaya vitamin A sangat membantu program pemerintah dalam menanggulangi kekurangan vitamin A yang merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. B. Perumusan Masalah Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh kombinasi kadar tepung sagu dan tepung terigu, serta penambahan ekstrak labu kuning dalam pembuatan mie kering? 2. Berapa kadar tepung sagu yang tepat dalam mensubstitusi tepung sagu pada tepung terigu sehingga mendapatkan mie kering yang memenuhi syarat SNI?

5 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh kombinasi kadar tepung sagu dan tepung terigu, serta penambahan ekstrak labu kuning pada tepung terigu dalam pembuatan mie kering. 2. Mengetahui kadar tepung sagu yang tepat dalam mensubstitusi tepung terigu sehingga mendapatkan mie kering yang memenuhi syarat SNI. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini yaitu dapat membantu mengurangi penggunaan tepung terigu dengan mensubstitusikan tepung sagu pada tepung terigu dalam pembuatan mie kering, serta menambah nilai gizi pada mie kering berupa β- karoten yang diperoleh dari ekstrak labu kuning.