GEOGRAFI. Sesi WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2. A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal

dokumen-dokumen yang mirip
A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat

Secara umum pembagian wilayah berdasarkan pada keadaan alam (natural region) dan tingkat kebudayaan penduduknya (cultural region).

GEOGRAFI. Sesi DESA - KOTA : 2. A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun b. R. Bintarto B.

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

Teori lokasi mempelajari pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis pengaruh jarak terhadap

Perencanaan Pengembangan Wilayah - 6

BAB I PENDAHULUAN. prasarana perhubungan, baik perhubungan darat, laut, maupun udara. Dari ketiga

MENENTUKAN LOKASI INDUSTRI

PAPER GEOGRAFI INDUSTRI Implementasi Range Concept Dalam Penentuan Lokasi Industri

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital

Ketergantungan Lokasi & Keseimbangan Spasial. Adipandang Yudono 2012

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi.

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN INDUSTRI KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. menjadi salah satu tulang punggung perekonomian bangsa kita. Titik berat pembangunan saat ini adalah pembangunan dibidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar belakang

BAB 1. NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. Satuan Pendidikan : SMP...

1/22/2011 TEORI LOKASI

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1 KONDISI DAERAH JAWA TIMUR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut Erwin Raisz dalam Rosana (2003 ) peta adalah gambaran konvensional

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KECENDERUNGAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH DI KOTA SALATIGA TAHUN 1999 DAN 2003 SKRIPSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

REDESAIN TERMINAL PELABUHAN PENYEBERANGAN BENGKALIS-RIAU

PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, P ISSN X - E ISSN

Materi Geografi Kelas XII/IPS Semester 2. Diedit Oleh : Sofyanto, M.Pd

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

TEORI CHRISTALLER DAN LOSCH dalam kaitannya dengan Central Place

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ditempuh dari setiap daerah maka akan cepat mengalami perkembangan,

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

POLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan didaerah-daerah tertentu,. Untuk itu sektor yang kini menjadi pusat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V AKTIVITAS EKONOMI TERSIER DAN KUARTER

2014 ANALISIS LOKASI SEKOLAH DI KECAMATAN PARONGPONG KAB. BANDUNG BARAT

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. Daerah. Hal ini tertuang dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) yang. berbunyi:.daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, dan

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan

IMPLIKASI TEORI WEBER, CHRISTALLER, DAN LOSCH SEBAGAI PENENTUAN LOKASI BANK DARAH DI KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

Tetty Harahap,S.T., M.Eng. Univ. Indo Global Mandiri 2016

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

POLA ALIRAN SUMBERDAYA UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN WILAYAH HINTERLAND (Studi Kasus : Pulau Semau, Propinsi Nusa Tenggara Timur) TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

BAB II KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. tantangan pembangunan kota yang harus diatasi. Perkembangan kondisi Kota

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS

PELAYANAN SARANA PENDIDIKAN DI KAWASAN PERBATASAN SEMARANG-DEMAK TUGAS AKHIR

Teori, Konsep, Metode & Teknik Analisis Dasar Geografi Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah membutuhkan jasa angkutan yang

Tesis STUDY KAWASAN ALTERNATIF UNTUK PENYANGGA PERKEMBANGAN KOTA AMBON

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Di era otonomi daerah, aparat pemerintah di daerah lebih dekat dan secara

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

abelpetrus.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

VISI TERWUJUDNYA KABUPATEN MANOKWARI SELATAN YANG AMAN, DAMAI, MAJU DAN SEJAHTERA SERTA MAMPU BERDAYA SAING

I. PENDAHULUAN. Lokasi relatif suatu tempat atau wilayah berkenaan dengan hubungan tempat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG.

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN. 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

V. HASIL ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

NINDYO CAHYO KRESNANTO. .:

Sejarah dan Pengertian Kota Perkotaan berasal dari kata kota yang berarti pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang bercirikan oleh batasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan dan penambahan yang sangat pesat terutama di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam era globalisasi, perkembangan dan peranan sektor jasa makin

TEORI PUSAT PERTUMBUHAN (GROWTH POLE THEORY)

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan yang sedang dihadapi, serta kepentingan pihak-pihak yang membuat

MODUL 1 ANALISIS KERUANGAN (SPATIAL ANALYSIS)

Transkripsi:

GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 21 Sesi NGAN WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2 A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal Pembatasan wilayah formal dilakukan dengan metode Nilai Bobot Indeks, yaitu metode pembatasan wilayah berdasarkan lebih dari satu kriteria. Contoh: 1. Pembatasan wilayah iklim (wilayah tropis, subtropis, kutub) berdasarkan letak lintang dan temperatur rata-ratanya. 2. Pembatasan wilayah pedesaan berdasarkan lokasi dan corak kehidupan penduduknya. 3. Pembatasan wilayah ekonomi berdasarkan angka pengangguran dan pendapatan per kapitanya. Data angka pengangguran dan pendapatan per kapita wilayah A, B, C, D, E di kota Z: Wilayah Angka Pengangguran Pendapatan per kapita A 1 % Rp950.000 B 2 % Rp1.000.000 C 2 % Rp1.100.000 D 3 % Rp900.000 E 4 % Rp850.000 1

Perwilayahan tanpa nilai bobot indeks: A 1% Rp950.000 B 2% Rp1.000.000 C 2% Rp1.100.000 D 3% Rp900.000 E 4% Rp850.000 Perwilayahan dengan nilai bobot indeks: Misalkan bobot angka pengangguran tiap 1% = 2 Bobot pendapatan per kapita < Rp1.000.000 = 1 Bobot pendapatan per kapita Rp1.000.000 =2 Wilayah A 1 2 + 1 1 = 3 B 2 2 + 1 2 = 6 C 2 2 + 1 2 = 6 D 3 2 + 1 1 = 7 E 4 2 + 1 1 = 9 = 31 Nilai Bobot Nilai rata-rata bobot wilayah A, B, C, D, E adalah 31 : 5 = 6,2. Dengan standar deviasi (penyimpangan) 0,5 maka terdapat standar nilai bobot indeks dan Keterangan: Wilayah dengan nilai bobot indeks < 5,7 adalah wilayah A. Wilayah dengan nilai bobot indeks > 6,7 adalah wilayah D dan E. Wilayah dengan nilai bobot indeks antara 5,7 dan 6,7 adalah wilayah B dan C. 2

Gambar: A 3 B 6 C 6 D 7 E 9 b. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Fungsional Pembatasan wilayah fungsional menyangkut hubungan timbal balik (interaksi) antara beberapa bagian wilayah (unit wilayah) dengan pusat wilayah. Pembatasan wilayah fungsional dilakukan dengan metode analisis aliran barang atau orang dan analisis gravitasi. 1. Metode Analisis Aliran Barang Atau Orang Metode ini berdasarkan pada arah dan intensitas aliran barang atau orang antara pusat wilayah dengan bagian wilayah (wilayah sekitarnya). Variasi analisis aliran barang atau orang adalah teori grafik. Contoh: Penggunaan jalur angkutan umum antarwilayah menunjukkan adanya aliran barang atau orang dalam hubungan ekonomi dan sosial. Matriks jalur angkutan umum beberapa wilayah: Wilayah asal (jumlah/ hari) Wilayah tujuan (jumlah/hari) A B C D E F A 30 20 B 20 40 C 10 D 50 10 20 E 60 10 F 10 3

Jumlah jalur angkutan umum yang terbanyak adalah jalur yang berasal dari wilayah D (80) dan menuju ke wilayah D (130). Ilustrasi teori grafiknya sebagai berikut: A B C D E Keterangan: = wilayah pusat = wilayah menengah = wilayah pinggir = jaringan jalan F Wilayah A, B, C, E, F adalah bagian wilayah (unit wilayah) fungsional dengan wilayah D sebagai pusat wilayah. 2. Metode Analisis Gravitasi Analisis gravitasi menggunakan pendekatan massa dan jarak. Massa, berupa jumlah penduduk, kesempatan kerja, dan pendapatan. Jarak, berupa jarak mutlak dan jarak relatif yang dipengaruhi oleh waktu dan biaya. Interaksi antarwilayah berbanding lurus dengan massa dan berbanding terbalik dengan jarak. B. PUSAT PERTUMBUHAN a. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan adalah wilayah yang memiliki pertumbuhan lebih pesat dibandingkan wilayah lain di sekitarnya, menjadi pusat berbagai kegiatan ekonomi, dan dapat memengaruhi wilayah sekitarnya. 4

Pusat pertumbuhan ditunjuk sebagai pusat pembangunan agar dapat memengaruhi perkembangan wilayah di sekitarnya sehingga membantu pemerataan pembangunan. Pusat pertumbuhan memiliki hubungan fungsional dengan wilayah-wilayah di sekitarnya yang berfungsi sebagai hinterland. b. Faktor Pengaruh pada Perkembangan Pusat Pertumbuhan Perkembangan pusat pertumbuhan dipengaruhi oleh tujuh faktor, antara lain: 1. Faktor Lokasi Wilayah yang lokasinya strategis dengan aksesibilitas tinggi baik lewat darat, laut, dan udara dapat menjadi pusat pertumbuhan. 2. Faktor Sumber Daya Alam Wilayah yang memiliki sumber daya alam melimpah dan dikelola dengan baik dapat menjadi pusat pertumbuhan. 3. Faktor Sumber Daya Manusia Wilayah yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas mengelola wilayahnya dapat menjadi pusat pertumbuhan. 4. Faktor Topografi Wilayah dataran rendah akan berkembang lebih pesat dibandingkan wilayah pegunungan. Wilayah dataran rendah yang relatif halus (datar) berpotensi menjadi pusat pertumbuhan karena pembangunan jaringan transportasinya lebih mudah sehingga distribusi barang dan jasa lancar. 5. Faktor Fasilitas Penunjang Wilayah yang memiliki jaringan jalan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, terminal, pelabuhan laut dan udara, bahan bakar, air bersih, dan sarana kebersihan dapat menjadi pusat pertumbuhan. 6. Faktor Industri Wilayah yang memiliki banyak aktivitas industri dapat menjadi pusat pertumbuhan. 7. Faktor Sosial Budaya Masyarakat Wilayah dengan potensi sosial budaya tinggi dapat menjadi pusat pertumbuhan. C. TEORI PUSAT PERTUMBUHAN a. Teori Polarisasi Ekonomi (Gunar Myrdal) 1. Teori ini menyatakan bahwa setiap wilayah memiliki pusat pertumbuhan yang menjadi daya tarik bagi tenaga buruh, tenaga terampil, modal, dan barang dagangan dari daerah pinggiran. 5

2. Proses masuknya tenaga buruh, tenaga terampil, modal, dan barang dagangan berlangsung terus-menerus hingga terjadi pusat pertumbuhan yang semakin lama semakin pesat, kemudian terbentuk polarisasi (kutub) pertumbuhan ekonomi yang cenderung merugikan daerah pinggiran, seperti ketimpangan wilayah, peningkatan kriminalitas, dan kerusakan lingkungan. b. Teori Kutub Pertumbuhan/Growth Pole Theory (Perroux) 1. Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan suatu pusat tidak serentak, tetapi muncul di tempat-tempat (kutub-kutub) tertentu dengan intensitas yang berbeda-beda. Pertumbuhan dimulai dari kutub-kutubnya lalu menyebar ke daerah yang tingkatnya lebih rendah. 2. Suatu kutub pertumbuhan merupakan pusat kegiatan ekonomi, yang mampu memengaruhi pusat-pusat lain. Contoh: Industri yang berkembang di sebuah kota akan memengaruhi wilayah sekitarnya, jika industri tersebut mengolah sumber daya alam dari wilayah sekitarnya (wilayah hinterland-nya). 3. Titik tempat awal pertumbuhan berlangsung disebut pusat pertumbuhan atau kutub pertumbuhan. Pusat pertumbuhan tersebut akan memberikan pengaruh positif berupa peningkatan kesejahteraan penduduk (sektor ekonomi) serta kemajuan lain di bidang sosial dan budaya. Di sektor ekonomi, antara lain muncul berbagai peluang kerja, adanya pergerakan barang dan jasa. Di bidang sosial budaya, seperti meningkatnya pelayanan kesehatan, tersedianya perumahan, sarana pendidikan, kelancaran informasi dengan berbagai media komunikasi. 4. Kutub (pusat) pertumbuhan memancarkan kekuatan sentripetal dan sentrifugal. c. Teori Tempat Sentral/Central Place Theory (Christaller) 1. Teori ini menyatakan bahwa pusat-pusat pelayanan harus terletak di tempat yang sentral, yaitu tempat yang memungkinkan partisipasi penduduk dalam jumlah maksimal, baik sebagai pemberi pelayanan maupun sebagai konsumen. 2. Jika topografi wilayah seragam dan tingkat ekonomi penduduk homogen (tidak ada produksi primer), maka akan tumbuh tempat sentral (pusat pelayanan) yang berjarak sama dengan pola keruangan berbentuk heksagonal (segienam). 6

6 1 5 2 1 4 3 6 4 5 Keterangan: = permukiman tingkat rendah, misalnya desa. = permukiman tingkat menengah, misalnya kecamatan. Wilayah merupakan pusat pertumbuhan bagi wilayah sekitarnya (1, 2, 3, 4, 5, dan 6). Fasilitas pelayanan di wilayah lebih lengkap. 3. Tempat sentral (pusat pelayanan) dapat tumbuh dan berkembang jika ada threshold population (jumlah penduduk minimal yang dibutuhkan untuk kelancaran suplai barang). Jika jumlah penduduk tidak mencukupi, maka tempat sentral (pusat pelayanan) tidak akan terbentuk. 4. Tempat sentral (pusal pelayanan) dapat tumbuh dan berkembang jika ada range (jangkauan atau jarak yang harus ditempuh penduduk untuk memenuhi kebutuhannya). 5. Hubungan antara tempat sentral dengan tempat sentral di sekitarnya membentuk jaringan dengan hierarki sebagai berikut: Tempat Sentral Berhierarki 3 (K=3) Tempat yang sentral berhierarki 3 merupakan pusat pelayanan berupa pasar yang senantiasa menyediakan barang-barang bagi daerah di sekitarnya, sering disebut sebagai pasar optimal. Tempat Sentral Berhierarki 4 (K=4) Tempat yang sentral berhierarki 4 disebut juga situasi lalu lintas optimum. Artinya, daerah tersebut dan daerah di sekitarnya yang terpengaruh oleh tempat yang sentral senantiasa memberikan kemungkinan lalu lintas yang efisien. Tempat Sentral Berhierarki 7 (K=7) Tempat yang sentral berhierarki 7 disebut juga situasi administratif optimum. Pada hierarki ini terlihat adanya perbedaan yang jelas antara susunan tempat yang lebih tinggi dan tempat yang lebih rendah. 7

a b c K=6 1 3 +1 K=6 1 2 +1 K=6( 2 ) +1 K=3 K=7 K=4 Gambar: Tempat sentral yang berhierarki 3 (a), berhierarki 4 (b), dan berhierarki 7 (c) 8