BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai riwayat perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

1. Tempat Waktu Penelitian C. Subjek Penelitian D. Identifikasi Variabel Penelitian E. Definisi Operasional Variabel...

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai agen penyakit. Penyakit yang penyebab utamanya berakar pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit menular cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

3. BAB I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Lingkungan yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar. dan HIV/AIDS, Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan antara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dalam upaya mencapai visi

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Salah satu ciri

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PNEUMONIA) BERBANTU SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PUSKESMAS

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) PADA DISTRIBUSI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, kimia, biologi maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara epidemiologi, Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk meningkatkan derajat kesehatan dalam rangka memperbaiki kualitas

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

Transkripsi:

16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Salah satu faktor pendukung untuk pencapaian tujuan tersebut adalah terciptanya kondisi lingkungan yang menunjang kesehatan. Dalam Visi Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa. Upaya Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, dilaksanakan terhadap tempat-tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan meliputi penyehatan air, tanah, udara, pengamanan limbah padat, cair, gas, radiasi, kebisingan, pengendalian vektor penyakit dan penyehatan atau pengamanan lainnya (Depkes RI, 1999). Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja di bidang kesehatan. Dewasa ini penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan yang dominan di tengah tengah masyarakat Indonesia. Hal ini tercermin pada tingginya angka kejadian dan kunjungan penderita beberapa penyakit tersebut ke pusat pusat pelayanan kesehatan seperti penyakit diare, malaria, demam berdarah dengue (DBD), Tuberculosis, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), asma, penyakit kulit, kecacingan serta gangguan kesehatan atau keracunan karena bahan kimia dan pestisida. Dari berbagai penyakit tersebut, penyakit asma masih memberikan andil yang cukup besar terhadap angka kesakitan, dan hingga saat ini penyakit tersebut masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama, baik di Negara

17 maju maupun Negara yang sedang berkembang (Aditama, 2006). Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman terhadap kesehatan terutama asma. Demikian pula perubahan iklim global terutama suhu, kelembaban, curah hujan merupakan beban ganda dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit asma. Asma bronkial merupakan penyakit gangguan saluran pernapasan yang masih sering ditemukan dan menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat inap penderita asma bronkial di negara negara maju cenderung meningkat setiap tahun. Sementara di Indonesia belum ada data epidemiologis yang pasti, namun diperkirakan berkisar 3-4% (Aditama, 2006). Beberapa ahli mengatakan bahwa prevalensi penyakit asma bronkial di dunia akan meningkat dalam beberapa tahun mendatang. Oleh karena itulah dapat dipahami bahwa penyakit asma masih merupakan masalah besar, baik di Indonesia maupun di dunia. Prevalensi asma pada anak di Indonesia masih cukup tinggi terutama di kota-kota besar, yaitu antara 3,7%-16,4%.(Aditama, 2006). Pada tahun 2005 saja, penderita asma di seluruh dunia mencapai 400 juta orang, dengan pertambahan 180.000 setiap tahunnya. Beberapa survei menunjukkan bahwa penyakit asma menjadi salah satu penyebab hilangnya 16% hari sekolah pada anak anak di Asia, 43% hari sekolah anak anak di Eropa, dan 40% hari sekolah pada anak anak di Amerika Serikat. Serangan asma pada anak anak tersebut, oleh para ahli didiagnosis sebagai asma ekstrinsik yang dapat disebabkan karena alergi terhadap faktor faktor alergen yang berasal dari lingkungan terutama yang sangat berhubungan dengan polusi udara serta virus yang menyebabkan gangguan kesehatan pada saluran pernapasan.(purnomo, 2008). Sedangkan di Kabupaten Sragen, berdasarkan laporan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) yang paling sering dialami masyarakat menunjukkan bahwa angka kesakitan asma masih tergolong tinggi. Dari beberapa macam kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti hipertensi, diabetus mellitus, PPOM, psikosis, kecelakaan lalu lintas dan lain-lain, salah satunya adalah asma bronkial.

18 Dan berdasarkan data tentang laporan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) di Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen tahun 2010, tercatat bahwa prevalensi asma bronkial di Kabupaten Sragen selama tahun 2010 pada semua kelompok umur adalah sebesar 5.773 kasus yang tersebar di 25 wilayah Puskesmas. Gambaran jumlah kasus asma tersebut dapat dilihat pada grafik berikut ini: Prevalensi Kasus Asma Bronkial di Kabupaten Sragen Tahun 2010 600 500 400 352 359 570 549 449 566 518 418 484 533 511 464 300 200 100 0 Sumber : Laporan Kasus Penyakit Tidak Menular Bidang P2PL DKK Sragen, 2010 Gambar 1. Grafik Prevalensi Kasus Asma Bronkial pada Semua Kelompok Umur di Kabupaten Sragen Tahun 2010. Kemudian di kecamatan Sragen sendiri yaitu di wilayah Puskesmas Kecamatan Sragen sebagai lokasi penelitian jumlah kasus asma bronkial pada tahun 2012 pada kelompok usia 5-14 tahun terdapat 19 orang dan kelompok usia 15-44 tahun berjumlah 72 orang. Secara administratif kabupaten Sragen terdiri atas 20 kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan sebanyak 208. Kecamatan Sragen adalah salah satu wilayah administratif kabupaten Sragen yang merupakan Ibukota Kabupaten Sragen dan terdiri dari 8 desa/kelurahan dengan jumlah penduduk terbesar di

19 kabupaten Sragen, yaitu 66.757 orang pada tahun 2011. Adapun batas-batas wilayah kecamatan Sragen adalah : Utara : Kecamatan Gesi Timur : Kecamatan Ngrampal Selatan : Kecamatan Karangmalang Barat : Kecamatan Sidoharjo Sebagai Ibukota Kabupaten, kecamatan Sragen menjadi pusat kegiatan atau aktivitas penduduk baik sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, pelayanan kesehatan, industri maupun perdagangan dan transportasi. Oleh karena itu mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Sragen didominasi oleh wirausahawan karena Kecamatan Sragen merupakan pusat perdagangan dan jasa sehingga banyak penduduk yang bekerja dalam bidang tersebut. Mata pencahariaan lainnya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dikarenakan Kecamatan Sragen merupakan pusat penyelenggaraan pemerintahan dalam berbagai sektor. (BPS Sragen, 2012). Kecamatan Sragen juga dilalui jalan utama yang merupakan penghubung antar propinsi yang banyak dilalui kendaraan bermotor. Situasi seperti ini sangat memungkinkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan di wilayah kecamatan Sragen. Selain jalan raya, di wilayah kecamatan Sragen ini juga terdapat beberapa tempat atau fasilitas umum yang memungkinkan menjadi sumber pencemaran udara yaitu adanya pasar tradisional yang merupakan pusat perdagangan kabupaten Sragen yang berada di kelurahan Sragen Tengah, dan pasar unggas yang terletak di wilayah kelurahan Karang Tengah. Disamping itu, jumlah penduduk yang besar di kecamatan Sragen, menyebabkan jumlah bangunan permukiman juga banyak dan menunjukkan kerapatan bangunan yang tinggi di beberapa lokasi. Gambaran tentang batas wilayah lokasi penelitian di kecamatan Sragen dapat dilihat pada peta berikut ini :

Gambar 2. Peta Administrasi Lokasi Penelitian Wilayah Kecamatan Sragen. 20

Gambar 3. Peta Citra Digital Lokasi Penelitian Wilayah Kecamatan Sragen. 21

22 Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam perkembangannya dewasa ini telah menjadi alat yang memiliki dampak positif dalam proses perencanaan berbasis komunitas dan pembuatan keputusan ilmiah untuk aktivitas pengembangan program. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sebuah sistem yang mampu membangun, memanipulasi dan menampilkan informasi yang mempunyai referensi geografis. (Ramadona dan Kusnanto, 2011). Sistem Informasi Geografis (SIG) juga dapat dijelaskan sebagai suatu sistem (berbasiskan komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi geografis. Sistem Informasi Geografis (SIG) dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek serta fenomena fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Hasil dari analisis dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG) menurut McLafferty (2003) dalam Harimurti (2007) akan sangat menunjang proses pelayanan kesehatan kepada masyarakat, karena dapat digunakan untuk menentukan jenis pelayanan kesehatan yang seperti apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, dapat mengidentifikasi aksesabilitas tempat-tempat pelayanan kesehatan masyarakat dan bahkan mengetahui kecenderungan penyakit yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Sedangkan Kaiser et al (2003) dalam Harimurti (2007) menguraikan cakupan pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam kesehatan masyarakat diantaranya adalah untuk menilai resiko dan ancaman kesehatan dalam masyarakat, mengetahui distribusi penyakit dan investigasi wabah, dapat digunakan untuk perencanaan dan implementasi program pelayanan kesehatan, serta sekaligus juga dapat dimanfaatkan untuk evaluasi dan pengawasan program. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti akan mengkaji faktorfaktor resiko yang berhubungan dengan kejadian asma pada anak-anak di kecamatan Sragen dengan pendekatan analisis spasial. Pendekatan ini diharapkan dapat menghasilkan pemodelan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang mampu memberikan gambaran spasial tentang distribusi dan faktor-faktor resiko penyakit asma pada anak-anak di kecamatan Sragen dan kerentanan wilayah tersebut terhadap penyakit asma.

23 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah gambaran distribusi spasial penyakit asma bronkial pada anakanak menggunakan pemodelan Sistem Informasi Geografis (GIS) dengan pendekatan analisis spasial di kecamatan Sragen? 2. Apakah ada pengelompokan atau clustering kasus asma bronkial pada anakanak di kecamatan Sragen? 3. Faktor-faktor resiko apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian penyakit asma bronkial pada anak-anak di kecamatan Sragen? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran distribusi spasial dan faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian serangan asma bronkial pada anak-anak di kecamatan Sragen. 2. Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini ditujukan untuk : a. Memberikan gambaran distribusi spasial penyakit asma bronkial pada anak-anak di kecamatan Sragen. b. Mengidentifikasi adanya clustering atau pengelompokan kejadian penyakit asma bronkial pada anak-anak di kecamatan Sragen. c. Mengetahui adanya hubungan antara faktor-faktor resiko seperti kepadatan penghuni rumah, kepemilikan hewan peliharaan berbulu, kebiasaan merokok anggota keluarga, penggunaan kayu/minyak tanah untuk memasak, riwayat keluarga dan jarak tempat tinggal dengan jalan raya dengan kejadian penyakit asma pada anak-anak di kecamatan Sragen.

24 D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai manfaat yang diantaranya berupa : 1. Memberikan masukan tentang informasi spasial bidang kesehatan dan lingkungan serta kaitannya dengan penatalaksanaan penyakit asma bronkial khususnya pada anak-anak di kecamatan Sragen. 2. Memberikan data dan informasi dalam mendukung pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan penanggulangan dampak lingkungan di dalam dan di luar rumah dalam penanganan penyakit asma bronkial pada anak-anak. 3. Sebagai referensi hasil penelitian tentang Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan pendekatan analisis spasial terhadap hubungan antara faktor-faktor resiko seperti kepadatan penghuni rumah, kepemilikan hewan peliharaan berbulu, kebiasaan merokok anggota keluarga, penggunaan kayu/minyak tanah untuk memasak, riwayat keluarga dan jarak tempat tinggal dengan jalan raya dengan kejadian penyakit asma bronkial pada anak-anak di kecamatan Sragen. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan faktor-faktor resiko kejadian penyakit asma pada anak-anak dan pemodelan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan pendekatan analisis spasial antara lain : 1. Purnomo (2008) melakukan penelitian tentang faktor-faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian asma bronkial pada anak di kabupaten Kudus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian asma bronkial pada anak dan dilakukan dengan rancangan case control pada 104 responden usia 1-15 tahun yang merupakan pasien rawat jalan maupun rawat inap di RSUD Kabupaten Kudus selama periode penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor resiko yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian asma bronkial pada anak adalah jenis kelamin, kepemilikan hewan piaraan, perubahan cuaca, riwayat penyakit keluarga

25 dan asap rokok. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada tujuan dan metode analisis datanya, dimana penelitian yang akan dilakukan ditujukan untuk mengetahui gambaran spasial dan kekuatan hubungan spasial faktor-faktor resiko kejadian asma bronkial pada anak dengan menggunakan metode analisis spasial. 2. Kurniawati (2006) meneliti tentang hubungan kondisi lingkungan rumah dengan kejadian serangan asma anak di kecamatan Semarang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan cross sectional dan ditujukan untuk menganalisis hubungan antara kondisi rumah dan perilaku keluarga dengan kejadian serangan asma anak di kecamatan Semarang. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan rumah yaitu keberadaan debu dan perilaku keluarga yang menggunakan AC merupakan faktor pencetus dominan yang berhubungan dengan terjadinya serangan asma pada anak. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada rancangan penelitian dan metode analisis datanya, dimana rancangan penelitian ini menggunakan cross sectional, sedangkan rancangan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah case control. Kemudian analisis data dalam penelitian ini meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat, sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, disamping menggunakan analisis-analisis tersebut juga akan menggunakan metode pemodelan sistem informasi geografis (SIG) dengan pendekatan analisis spasial. 3. Nuvolone et al. (2011). Geographical information system and environmental epidemiology: a cross-sectional spatial analysis of the effects of traffic-related air pollution on population respiratory health. Penelitian ini menunjukkan potensi dampak dari polusi udara terkait lalu lintas jalan raya (main road) terhadap status kesehatan pernapasan yang didasarkan pada jarak tempat tinggal responden dengan jalan raya yang diklasifikasikan melalui fungsi overlay dan buffering dengan Geographical Information Syatem (GIS). Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa subyek yang bertempat tinggal dengan jarak antara

26 100-250 meter dari jalan raya (main road), mempunyai resiko untuk mengalami gangguan atau penyakit pernapasan yang diantaranya adalah Dyspnea (OR = 1.61, 95% CI = 1.13 2.28), COPD (OR = 1.21, 95% CI = 0.69 2.13), dan Asthma (OR = 1.55, 95% CI = 0.83 2.87). Hasil penelitian tersebut dapat memberikan gambaran adanya nilai tambah Sistem Informasi Geografis dalam penelitian kesehatan lingkungan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada subjek penelitian dan rancangan penelitian. Dimana subjek pada penelitian ini berusia antara 8 97 tahun, sedangkan yang akan dilakukan oleh peneliti adalah hanya pada anak usia 5-18 tahun. Kemudian rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti menggunakan rancangan case control.