BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Stroke merupakan salah satu penyebab utama kematian dan disabilitas di dunia (Carlo, 2009). Setiap tahunnya terdapat 16.000.000 kasus baru dan 5.700.000 kematian akibat stroke. Pada keadaan tidak adanya pertambahan populasi serta intervensi yang memadai, diperkirakan jumlah ini akan terus meningkat menjadi 18.000.000 kasus baru pada tahun 2015 dan 23.000.000 pada tahun 2030 (Strong et al., 2007). Jika neoplasma tidak dimasukkan, maka stroke menempati peringkat kedua teratas sebagai penyebab kematian di dunia setelah penyakit jantung iskemik (Carlo, 2009). Menurut WHO (2010), stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berl angsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain gangguan vaskular. Proses patologis yang menyebabkan stroke dapat berupa iskemia maupun perdarahan. Stroke iskemik terjadi dua pertiga kasus dan stroke perdarahan sepertiganya (Simon et al., 2009). Selama satu dekade terakhir, stroke hemoragik spontan mencapai 10% dari semua stroke di negara maju dan 20% stroke di negara berkembang, dengan tingkat mortalitas dalam satu bulan mencapai masing-masing 25-35% dan 30-48% (Josephon et al., 2010). Peneliti lain melaporkan bahwa 40,9% stroke adalah hemoragik, peningkatan ini mungkin karena tersedianya CT scan atau karena 1
2 peningkatan penggunaan antiplatelet dan warfarin (Shiber et al., 2010). Satu dekade terakhir banyak penelitian meningkatkan pemahaman tentang stroke, namun kebanyakan penelitian fokus pada stroke iskemik (Ikram et al., 2012). Insidensi stroke hemoragik lebih rendah dibanding stroke iskemik. Stroke hemoragik lebih sering menyebabkan kematian atau disabilitas berat dibanding stroke iskemik atau perdarahan subarakhnoid. Stroke hemoragik dan edema yang menyertai dapat mengganggu dan menekan jaringan otak disekitarnya sehingga menyebabkan disfungsi neurologis. Pergeseran parenkim otak yang substansial dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan berpotensi menimbulkan sindroma herniasi (Liebeskind & Lutsep, 2011). Stroke hemoragik biasanya disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma akibat hipertensi maligna. Stroke hemoragik paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum dan batang otak. Hipertensi menyebabkan arteriola dalam otak mengalami perubahan patologis berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta aneurisma tipe Bouchard (Caplan, 2000). Penggunaan alkohol, kadar kolestrol kurang dari 4,1 mmol perliter, angiopati amiloid serebral dan faktor genetik seperti mutasi gen yang mengkode subunit α dari faktor XII juga dilaporkan sebagai faktor risiko stroke hemoragik (Qureshi et al., 2001). Stroke menyebabkan defisit neurologis, dengan tanda dan gejala akut adalah hemidefisit motorik, hemidefisit sensorik, penurunan kesadaran, kelumpuhan sentral nervus fasialis dan nervus hipoglosus, gangguan fungsi luhur seperti kesulitan untuk berbicara (afasia) dan fungsi int elektual gangguan (demensia), hemianopsia dan defisit batang otak (Allen, 1984; Solenski, 2004).
3 Pengukuran kuantitatif defisit neurologis pasien stroke merupakan keterampilan medis yang penting yang dapat memprediksi prognosis dan dapat membantu langkah berikutnya dari pengelolaan pasien (Roden -Jullig et al., 2000; Intercollegiate Stroke Working Party, 2008). Evaluasi status neurologis yang ideal pada pasien stroke, jika memenuhi kriteria yang dibutuhkan. Kriteria tersebut berupa variabel yang diteliti dengan mudah dilakukan, tidak membingungkan, dan setiap variabel memiliki gradasi minimum sehingga variabilitas antar pengamat dapat diminimalkan. Variabel yang diukur harus relevan dengan stroke, mudah digunakan dan diinterpretasikan oleh praktisi medis yang memiliki berbagai tingkat pendidikan kedokteran, layak dan dapat digunakan dalam waktu singkat (Cote et al., 1986). Sampai saat ini telah banyak sistem evaluasi yang digunakan untuk menentukan defisit neurologis pasien stroke. Sistem evaluasi ini difokuskan pada tanda dan gejala dimanifestasikan, meliputi hemidefisit motorik, tingkat kesadaran dan gangguan kognitif sebagai evaluasi penting untuk menentukan prognosis (Roberts et al., 1998; Muda et al., 2005). Berbagai skala penilaian telah digunakan untuk mengukur defisit neurologis penderita stroke. National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) adalah alat ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk mengukur kecacatan stroke. NIHSS telah terbukti mempunyai reliabilitas intra dan inter-rater dan validitas untuk memprediksi outcome stroke jangka panjang. Variabel-variabel yang termasuk dalam NIHSS meliputi derajat kesadaran, gerakan mata konjugat horizontal, lapang pandang pada tes konfrontasi, kelumpuhan wajah, kekuatan
4 motorik ekstremitas, ataksia, sensoris, bahasa, disarthria dan inatensi. NIHSS dapat menjadi alat memprediksi memulangkan pasien karena telah banyak digunakan, mudah untuk dipelajari dan dapat diterapkan pada saat pasien masuk rumah sakit (Schlegel et al., 2003). Alat ukur lain yang digunakan untuk menilai keparahan stroke di Indonesia adalah Skala Stroke Gadjah Mada (SSGM). Saat ini di Bangsal Saraf dan Unit Stroke RSUP Dr. Sardjito menggunakan penilaian tersebut untuk memantau kondisi dan menilai prognosis pasien (Sanusi et al., 1999) Parameter untuk mengukur fungsi motorik dan disabilitas penderita stroke yang banyak digunakan adalah Indeks Barthel (IB) dan untuk pengukuran keterbatasan stroke yang lebih global, dipergunakan Skala Rankin yang dimodifikasi. Indeks Barthel meliputi penilaian fungsional 10 aktivitas sehari-hari. Nilai maksimal adalah 100 menunjukkan kemandirian penuh, skor >90 mengindikasikan fungsional hampir mandiri namun terganggu pada satu atau dua aktivitas. Akan tetapi kriteria untuk mengklasifikasikan pasien dengan keluaran klinis yang baik secara substansi bervariasi; ada yang menggunakan skor 50 sampai 95. Kenyataannya banyak pilihan batasan skor yang bervariasi dan belum divalidasi. Kay dan kawan-kawan serta Dennis dan kawan-kawan juga mengatakan bahwa skor <85 pasien membutuhkan bantuan untuk aktivitas kesehariannya, dengan sensitivitas 94-95% dan spesifikasi 80-86% (Sulter et al., 1999). Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa NIHSS telah luas dan dijadikan standar prediktor outcome pada pasien stroke. Penelitian ini
5 mempelajari apakah perbaikan dari skor NIHSS menjadi acuan pasien stroke hemoragik dapat dipulangkan. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan beberapa masalah, yaitu: 1) Stroke merupakan penyebab utama kecacatan, dapat menyebabkan terganggunya aktivitas hidup sehari-hari dan membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar dalam terapi dan rehabilitasi. 2) Terdapat peningkatan jumlah insidensi stroke hemoragik, namun kebanyakan penelitian tentang stroke iskemik. 3) Pengukuran kuantitatif defisit neurologis pasien stroke yang terstandardisasi dibutuhkan memprediksi prognosis dan dapat membantu dalam langkah berikutnya dari pengelolaan pasien. 4) Banyak faktor yang dapat menentukan discharge planning pada pasien stroke hemoragik, hingga saat ini belum ada penelitian yang menjelaskan perbaikan skor NIHSS mampu menjadi indikator untuk memulangkan pasien dari rumah sakit. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas timbul pertanyaan penelitian; yaitu apakah perbaikan defisit neurologis berdasarkan skor National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) skor saat masuk dan onset hari ke- 14 dapat sebagai indikator para dokter untuk memulangkan pasien stroke hemoragik dari rumah sakit?
6 D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbaikan skor defisit neurologis berdasarkan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) dari skor saat masuk dan onset hari keempatbelas dapat sebagai indikator para dokter untuk memulangkan pasien stroke hemoragik dari rumah sakit. E. Manfaat Penelitian 1) Pemahaman peran perbaikan skor relatif NIHSS terhadap keluaran klinis stroke hemoragik. 2) Melengkapi acuan tindakan di rumah sakit mengenai penentuan perbaikan skor NIHSS terhadap keluaran klinis stroke hemoragik sehingga dapat digunakan sebagai dasar penentuan pasien dapat dipulangkan. 3) Memberikan data bagi institusi pendidikan, penelitian dan badan penyelenggara jaminan kesehatan mengenai peran skor NIHSS terhadap keluaran klinis stroke hemoragik, sehingga dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut, dan memberi kontribusi kemajuan ilmu kedokteran dan pengambilan keputusan untuk jaminan kesehatan. 4) Membantu para klinisi menentukan lamanya rawat inap pasien stroke hemoragik berdasarkan fase akut dan perbaikan skor NIHSS. 5) Membantu pasien dan keluarganya untuk efisiensi dana. F. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran yang berasal dari beberapa jurnal ilmiah tidak didapatkan penelitian mengenai perbaikan relatif skor NIHSS dari skor saat masuk dan onset hari keempat belas pada pasien stroke hemoragik sebagai acuan
7 para dokter untuk memulangkan dari rumah sakit. Penelitian-penelitian yang ada menggunakan skor NIHSS saat keluar rumah sakit untuk memprediksi outcome pasien stroke secara umum, tidak membahas tentang perbaikan relatif skor NIHSS saat masuk dan keluar rumah sakit sebagai acuan untuk memulangkan pasien stroke hemoragik dari rumah sakit. Tabel 1. Keaslian Penelitian Defisit neurologik awal sebagai prediktor paling penting dalam prognosis aktivitas hidup sehari- Penelitian Judul Metode Hasil Sanusi et al., 1999 Defisit Neurologik Awal Sebagai Prediktor Aktivitas hidup Seharihari Pasca Stroke Prospektif hari pasca stroke. Schlegel et al., 2003 Utility of the NIH Stroke Scale as a Predictor of Hospital Disposition Ahmed et al., 2004 Stroke Scale Score and Early Prediction of Outcome After Stroke Boone et al., 2005 NIHSS and acute complications after anterior and posterior circulation Dawodu & Olaniyan, 2012 Penelitian ini strokes The predictive value of the NIHSS for haemmorhagic stroke patients Perbaikan Skor National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) Sebagai Acuan Pasien Stroke Hemoragik Dapat Dipulangkan Dari Rumah Sakit Retrospective observational study prospektif prospektif Observasional Prospektif NIHSS memprediksi rawat jalan pasien stroke setelah perawatan, prediksi pada hari pertama admisi dapat mengurangi waktu, biaya dan efisiensi waktu lama rawat. NIHSS dapat menjadi prediktor outcome yang baik pasca stroke iskemik (p<0,001) NIHSS meningkat seiring dengan risiko peningkatan komplikasi medis. NIHSS memiliki pola yang berbeda saat diaplikasikan untuk stroke hemoragik