BAB I PENDAHULUAN. ke otak disebut sebagai arteri. Otak membutuhkan. suplai darah yang konstan, dimana pembuluh darah

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembuluh darah yang membawa darah dari jantung ke otak disebut sebagai arteri. Otak membutuhkan suplai darah yang konstan, dimana pembuluh darah tersebut membawa oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan untuk otak dapat berfungsi dengan baik. Setiap arteri memsuplai darah ke berbagai area spesifik di otak.stroke terjadi ketika salah satu arteri tersebut terobstuksi (terblok) atau pecah. Sehingga ada bagian otak yang tidak mendapat suplai darah yang dibutuhkan, dan kemudian akan terjadi kematian sel otak bila dibiarkan ( Stroke dapat terjadi di usia muda (dewasa muda) dan usia lanjut, tetapi penyakit ini lebih sering terjadi pada dekade keenam, ketujuh, dan delapan kehidupan. Di dunia, sekitar orang terkena stroke setiap tahunnya, dengan diantaranya

2 2 merupakan kasus baru, sedangkan sisanya, , adalah kasus lama (Lloyd et al,2010).stroke di Amerika masih menjadi penyebab kematian tertinggi ketiga dan penyebab utama kecacatan di negara barat setelah penyakit jantung dan kanker.(adam and Victor s, 2009). Stroke didefinisikan sebagai kondisi klinis dimana terjadi defisit neurologis secara tiba-tiba dan disebabkan karena adanya gangguan pada vaskularisasi otak (Harrison s,2005). Defisit neurologis secara tiba-tiba tersebut disebabkan oleh adanya kematian sel-sel yang terjadi secara tiba-tiba pula akibat kekurangan oksigen.hal tersebut dapat diakibatkan oleh obstruksi pada aliran darah atau rupturnya arteri yang mensuplai otak. Pasien dapat mengalami gangguan dalam berbicara secara mendadak, mengalami masalah pada memori, atau satu sisi tubuh mengalami paralisis (Peter Crosta,2013).Stroke dapat mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi motorik dan kognitif. Sehingga pasien pasca stroke mengalami beberapa derajat pemulihan neurologis, yang 30-60% nya mempengaruhi aspek dari Activities of Daily Living (ADLs) (Duncan et al,1992).

3 3 Faktor predisposisi penyakit stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko primer, meliputi hiperkolesterosemia, merokok, dan hipertensi, sedangkan faktor resiko sekunder, meliputi diabetes mellitus, obesitas, dan kurangnya aktifitas fisik. Modifikasi faktor resiko dan perubahan dalam gaya hidup terbukti efektif untuk mencegah terjadinya rekuren stroke (Gordon et al,2004). Selain itu dengan identifikasi faktor-faktor yang dapat memprediksi outcome status fungsional dan tempat tujuan setelah perawatan menjadi hal yang sangat penting (Brenneman,2010). Penilaian terhadap outcome pasien pasca stroke dapat dilakukan dengan dua cara, pertama dengan mengevaluasi dari kerusakan neurologis berdasarkan pemeriksaan klinis yang lengkap. Gangguan-gangguan pada sistem neurologis yang mungkin berpotensi terjadi yaitu gangguan pada sistem motor, sensor, penglihatan, kognitif, dan perilaku. Kedua, dengan mengevaluasi fungsional dalam hal yang berakibat pada kecacatan. Kecacatan merupakan keterbatasan atau kehilangan kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari demi kelangsungan hidup (Margareth et al.,1998).

4 4 Stroke merupakan penyebab utama kedua terjadinya deficit neurologis atau dementia.insidensi penurunan kognitif meningkat tiga kali lipat setelah mengalami stroke dan 25% pasien diantaranya mengalami dementia. Beberapa pasien dapat mengalami pemulihan secara keseluruhan pada ketidakmampuan fisik, tetapi sering tetap mengalami gangguan pada aktivitas sehari-hari (Activities of Daily Living)karena adanya gangguan penurunan kognitif (Maya Danovska et al,2012). Stroke dibagi menjadi 2 tipe, yaitu stroke iskemik dan stroke hemorrhagic. Di Amerika kasus stroke mencapai setiap tahunnya, diantaranya kasus stroke iskemik, sedangkan stroke hemorrhagic menyumbang kasus (Adam and Victor s,2005). Stroke hemorrhagic terjadi karena pembuluh darah arteri di permukaan atau dalam otak rupture, sehingga darah mengisi ruangan diantara lapisan permukaan otak dan tengkorak kepala sehingga menekan otak. Selain itu, stroke hemorrhagic juga dapat diakibatkan oleh hipertensi, aneurisma, dan cedera kepala. Stroke hemorrhagic memiliki angka kejadian yang lebih kecil dibandingkan dengan stroke iskemik, namun memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi daripada stroke iskemik. Stroke hemorrhagic

5 5 dapat terjadi di dalam bagian otak (intracerebral hemorrhage) yang disebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak di dalam otak. Pendarahan tersebut mengakibatkan sel otak mati dan kemudian lama-kelaman otak tidak dapat bekerja dengan baik. Tekanan darah yang tinggi (hipertensi) merupakan penyebab yang paling sering mengakibatkan stroke tipe ini. Sedangkan di luar atau permukaan otak (subarachnoid hemorrhage)yang disebabkan akibat pecahnya pembuluh darah dekat lapisan luar otak dan darah mengisi area di sekeliling otak bagian luar. Pendarahan dapat meningkatkan tekanan di otak dan melukai sel-sel otak. Pecahnya aneurysma merupakan penyebab yang paling sering mengakibatkan stroke tipe ini. ( Stroke iskemik merupakan stroke yang terjadi akibatnya terbentuknya thrombus pada pembuluh darah otak atau akibat embolus dari pembuluh darah di luar otak yang terbawa oleh darah yang mensuplai otak yang membentuk thrombus di pembuluh darah di otak. Angka kejadian stroke iskemik lebih tinggi dibandingkan stroke hemorrhagic yaitu sekitar 3 / 4 dari total kasus stroke (Gordon et al,2004). Penanganan stroke iskemik dan pencegahan stroke iskemik berulang perlu diberikan

6 6 segera kepada pasien. Terapi obat yang menjadi pilihan untuk stroke iskemik adalah pemberian anti-platelet, yaitu aspirin, clopidogrel, dipiridamol, atau kombinasi aspirin dengan dipiridamol. Aspirin merupakan obat definitif utama (gold standard) apabila terapi dengan obat trombolitik tidak dapat dilakukan. Terdapat cukup banyak kontraindikasi dalam pemberian terapi trombolitik sehingga pasie stroke iskemik lebih sering diberikan terapi anti-platelet. Obat-obat anti platelet lain selain aspirin dapat diberikan bila pasien tidak dapat diberikan terapi aspirin (Adam and Victor s,2005). Terapi aspirin pada beberapa penelitian digunakan untuk meneliti manfaat dari aspirin sebagai pencegahan adanya penurunan funsi kognitif pada usia lanjut seperti demensia. Berdasarkan latar belakang dimana stroke merupakan faktor resiko yang cukup besar untuk terjadinya gangguan funsi kognitif paska stroke dan aspirin merupakan obat yang definitif pertama (apabila terapi trombolitik tidak dapat diberikan) pada pasien stroke iskemik, perlu diteliti apakah kemungkinan terdapat hubungan yang cukup signifikan antara pemberian aspirin pada pasien stroke iskemik dengan terjadinya gangguan fungsi kognitif.

7 7 I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalah, yaitu : 1. Hubungan pemberian aspirin pada pasien stroke iskemik dengan gangguan fungsi kognitif. 2. Faktor-faktor predisposisi terjadinya stroke berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif. I.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan dari pemberian aspirin pada pasien stroke iskemik terhadap fungsi kognitifdi RS Dr.Sardjito. I.4 Keaslian Penelitian Hubungan antara pemberian aspirin dengan gangguan fungsi kognitif pada pasien stroke iskemik merupakan salah satu hal yang menarik untuk dipelajari. Di bawah ini bebrapa penelitian sebelumnya yang membahas tentang hubungan stroke dan penggunaan aspirin dengan penurunan kognitif:

8 8 1. Eman M. Khedr et al. Cognitive Impairment after Cerebrovascular Stroke: Relationship to Vascular Risk Factors. Conclusion: Penurunan kognitif biasa terjadi setelah stroke. Hasil dari studi mengindikasikan bahwa Post Stroke Dementia (PSD) dapat terjadi akibat stroke dan hal tersebut memiliki hubungan faktor resiko secara langsung dengan tingginya level homosistein. Pengetahuan yang lebih baik akan faktor resiko dari PSD perlu ditingkatakan untuk keefektivan strategi pencegahan pasien dengan stroke. 2. Hans Christoph D. et al. Effects of Aspirin Plus Extended-Release Dypiridamole Versus Clopidogrel and Telmisartan on Disability and Cognitive Function After Reccurent Stroke in Patients with Ischemic Stroke in Prevention Regimen for Effectively Avoiding Second Strokes (PRoFESS) trial: a Double Blind, Active and Placebo- Controlled Study. Conclusion: kecacatan akibat stroke berulang dan penurun fungsi kognitif pada pasien stroke iskemik tidak terdapat perbedaan diantara pemberian dua platet tersebut (aspirin kombinasi dipiridamol dengan klopidogrel) dan

9 9 tidak dipengaruhi oleh pencegahan dengan telmisartan. 3. Jackie F. Price.et al.low Dose Aspirin and Cognitive Fucntion in Middle Age to Elderly Adult: Randomised Controlled Trial. Conclusion: penggunaan jangka panjang dari aspirin dosis rendah tidak memberikan efek untuk pencegahan penurunan fungsi kognitif pada responden dengan usia lebih dari 50 tahun. I.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi klinisi / dokter Dengan terbukti adanya hubungan antara pemberian aspirin pada pasien stroke iskemik dengan luaran gangguan kognitif, diharapkan klinisi atau dokter mendapat lebih banyak informasi tentang manfaat dan efek samping pemberian aspirin pada pasien stroke iskemik, sehingga dapat dilakukan penangan yang tepat,segera dan rasional. Tindakan preventif dapat dilakukan lebih awal pada pasien dengan

10 10 faktor resiko sehingga dapat mencegah penurunan kognitif pasca stroke. 2. Bagi masyarakat / penderita Masyarakat dapat mengetahui informasi tentang faktor resiko dan pentingnya penangan segera ke rumah sakit saat terjadi stroke pada pasien terutama stroke iskemik, sehingga dapat melakukan tindakan preventif dan segera membawa pasien ke rumah sakit saat terjadi serangan stroke. Sedangkan untuk penderita akan mendapatkan penangan yang segera, tepat dan rasional sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan kognitif pasca stroke. 3. Bagi institusi pelayanan kesehatan Meningkatkan pelayanan kesehatan, terutama dalam mendiagnosis dan pemberian penangan terhadap penderita.selain itu dapat pula berperan dalam tindakan screening terhadap faktor resiko gangguan fungsi kognitif pasca stroke. 4. Bagi partisipan peneliti / perkembangan Ilmu Kedokteran

11 11 Memberikan informasi pengetahuan lebih lanjut dan dapat berkonstribusi dalam promotif, preventif, dan prognosis, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien pasca stroke.