Dosen Pengampu: Ayub Torry Satriyo Kusumo, S.H., M.H. DISUSUN OLEH Asawati Nugrahani (E )

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa,

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

I. PENDAHULUAN. Setiap orang sering menderita kerugian akibat dari suatu peristiwa yang tidak

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. dipastikan kapan akan terjadinya. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut yaitu

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI. Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet.

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB I PENDAHULUAN. atau jiwa seseorang dengan cara mengalihkan kerugian tersebut kepada perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan adalah setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut akan melakukan barter, yaitu menukarkan barang yang. usaha dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu : Perusahaan Perorangan (sole

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

UNIVERSITAS MEDAN AREA BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

I. PENDAHULUAN. Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DEDY TRI HARTONO / D

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

Indikator Insolvensi Sebagai Syarat Kepailitan Menurut Hukum Kepailitan Indonesia. Oleh : Lili Naili Hidayah 1. Abstrak

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

Hukum kepailitan mempunyai kekhasan sebagaimana hukum yang lain. Hukum kepailitan mempunyai cara dan prosedur tersendiri dalam mengatur

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan-kepentingan ekonomi maupun kepentingan sosial. mengumpulkan premi yang dibayar oleh beberapa pihak tertanggung.

DAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB I PENDAHULUAN. piutang. Debitor tersebut dapat berupa orang perorangan (natural person) dan. terhadap kreditor tak dapat terselesaikan.

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I. Perkembangan ekonomi Indonesia melalui perusahaan asuransi adalah

BAB II TANGGUNG JAWAB PERSONAL GUARANTOR DALAM KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengeluarkan produk pemberian kredit untuk keperluan konsumtif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

ASAS TANGGUNG RENTENG PADA BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM BAGI HARTA PERKAWINAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya manusia juga tidak bisa terlepas dari kejadian-kejadian yang tidak

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

Transkripsi:

Pertanggung Jawaban Pengembalian Premi Asuransi oleh Perusahaan Asuransi Pailit Terhadap Pemegang Polis (Studi Kasus Asuransi Jiwa Bumi Asih) Tugas Ini Disusun Dalam Rangka Untuk Memenuhi Nilai UAS Metode Penelitian Hukum Kelas E Dosen Pengampu: Ayub Torry Satriyo Kusumo, S.H., M.H. DISUSUN OLEH Asawati Nugrahani (E0013608) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

1. Judul Pertanggung Jawaban Pengembalian Premi Asuransi oleh Perusahaan Asuransi Pailit Terhadap Pemegang Polis (Studi Kasus Asuransi Jiwa Bumi Asih) 2. Bidang Ilmu Ilmu Hukum (Hukum Perdata ) 3. Latar Belakang Masalah Asuransi sebagai lembaga keuangan bukan bank semakin mendapat tempat di masyarakat, bahkan hampir dalam seluruh hal mereka harus berurusan dengan pertanggungan. Jadi jelas, semakin lama pertanggungan akan menjadi kebutuhan masyarakat secara luas untuk menghadapi kemungkinan yang mungkin akan terjadi dan menimbulkan suatu resiko. Pertanggungan adalah perjanjian timbal balik antara penanggung dan penutup asuransi, dimana penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian dan/atau membayar sejumlah uang (santunan) yang ditetapkan pada penutup perjanjian, kepada penutup asuransi atau orang lain yang ditunjuk, pada waktu terjadinya evenement, sedangkan penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar uang premi.( H.M.N. Purwusutjipto 1990 :10) Resiko diartikan sebagai kerugian yang tidak pasti, terdapat dua unsur didalamnya, yaitu ketidakpastian dan kerugian. Jasa asuransi atau perasuransian dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung bila terjadi suatu evenemen atau kerugian. Dalam Pasal 1 angka 2 UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian, diatur pula bahwa objek asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang nilainya. Undang Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menyebutkan bahwa usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh Perseroan Terbatas, Koperasi, Usaha Bersama yang telah ada pada saat Undang-Undang ini diundangkan.tentunya di dalam menjalankan kegiatan usahanya perusahaan- perusahaan tersebut dapat mengalami resiko yaitu seperti resiko mengalami pailit. Menurut Undang-Undang No 40 Tahun 2014 pasal 51 ayat (1), Kreditor menyampaikan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada pengadilan niaga. Kemudian dalam pasal 51 ayat (2) menyebutkan, Otoritas Jasa Keuangan menyetujui atau menolak permohonan yang disampaikan oleh kreditor

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap. Di Indonesia, masalah krisis moneter pernah terjadi ketika pertengahan Tahun 1997 sampai Tahun 1998 lalu. Dimana akibat dari krisis ini ialah OJK akhirnya mencabut izin usaha Perusahaan Asuransi Bumi Asih Jaya pada 18 Oktober 2013 karena memiliki utang klaim kepada nasabahnya yang belum dibayar. OJK mencatat Bumi Asih punya utang senilai Rp 85,6 miliar dari 10.584 pemegang polis, baik polis asuransi perorangan maupun kumpulan. Untuk sementara, PT Bumi Asih Jaya berhasil lolos dari jeratan pailit. Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan kepailitan yang diajukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Putusan tersebut bernomor No.27Pdt.Sus.PKPU/2015/PN.NIAGA.Jkt.Pst. Pada Putusan Kasasi, Mahkamah Agung memutus permohonan Kasasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atas PT Asuransi Bumi Asih Jaya. Berdasarkan situs resmi lembaga peradilan tertinggi ini, Majelis Hakim Agung telah mengabulkan permohonan OJK. Kini, PT Asuransi Bumi Asih Jaya berstatus pailit. Pasca dicabutnya izin usaha PT Bumi Asih Jaya (BAJ) sebagai perusahaan asuransi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tanggal 18 Oktober 2013 lalu, hingga kini kewajiban perusahaan tersebut untuk membayar klaim polis asuransi terhadap nasabahnya masih ada yang belum terealisasikan. Bahkan, pasca diputus pailit, Ir. Anwar Aziz, warga gampoeng Keramat Dalam, Sigli, Selasa (12/4/2016), mengatakan dirinya merupakan nasabah PT Bumi Asih Jaya sejak tahun 2004 yang memiliki dua buah polis namun hingga kini masih belum ada kejelasan dari pihak perusahaan asuransi tersebut. Perusahaan asuransi akan memberikan ganti kerugian apabila terjadi evenemen. Apabila belum terjadi evenemen dan perusahaan sudah mengalami pailit, maka perlindungan terhadap pemegang polis akan semakin tidak jelas kedudukannya. Dengan pailitnya suatu perusahaan bukan berarti menghilangkan kewajiban Perusahaan untuk mengembalikan premi yang telah diajukan karena hal tersebut akan merugikan para pemegang polis.oleh karenanya, penulis tertarik untuk membuat suatu penelitian yang berjudul : Pertanggung Jawaban Pengembalian Premi Asuransi oleh Perusahaan Asuransi Pailit Terhadap Pemegang Polis (Studi Kasus Asuransi Jiwa Bumi Asih) 4. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis merumuskan beberapa masalah agar permasalahan yang diteliti lebih jelas dan penulisan hukum mencapai tujuan yang diinginkan, permasalahan yang akan dibahas adalah : a. Bagaimanakah pertanggung jawaban PT Asuransi Bumi Asih Jaya atas Premi yang telah dibayarkan oleh Pemegang Polis? b. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi Pemegang Polis Asuransi dari PT Asuransi Bumi Asih Jaya yang telah dinyatakan Pailit? 5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui pertanggung jawaban PT Asuransi Bumi Asih Jaya atas Premi yang telah dibayarkan oleh Pemegang Polis. b. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi perlindungan hukum bagi Pemegang Polis Asuransi dari PT Asuransi Bumi Asih Jaya yang telah dinyatakan Pailit. 6. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang Hukum Perdata terutama yang berkaitan dengan pertanggung jawaban PT Asuransi Bumi Asih Jaya atas Premi yang telah dibayarkan oleh Pemegang Polis. 2) Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian- penelitian sejenis dimasa mendatang b. Manfaat Praktis 1) Menambah wawasan pengetahuan terutama dibidang ilmu Hukum Perdata terutama berkaitan dengan pertanggung jawaban PT Asuransi Bumi Asih Jaya atas Premi yang telah dibayarkan oleh Pemegang Polis. 2) Memberi pengetahuan berkaitan dengan pertanggung jawaban PT Asuransi Bumi Asih Jaya atas Premi yang telah dibayarkan oleh Pemegang Polis. 7. Tinjauan Pustaka a. Tinjauan Umum Asuransi Menurut pasal 1 angka (6) UU no 40 tahun 2014 disebut bahwa Usaha Asuransi Jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain

kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Dalam KUHD, belum dikenal adanya istilah asuransi namun dikenal istilah pertanggungan. Menurut Pasal 246 KUHD, yang dimaksud dengan pertanggungan adalah : Perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Dalam BW, menurut pasal 1774 dikenal perjanjian untung-untungan yang berarti suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, bagi semua pihak, maupun bagi mana pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Dengan adanya asuransi, kita dapat mengalihkan risiko itu kepada perusahaan yang bergerak di dalam bidang asuransi untuk menanggung resiko resiko yang seharusnya kita tanggung sehingga dapat membantu kita mengurangi beban hidup kita. Risiko- risiko yang banyak dapat terjadi dalam kehidupan kita antara lain Seperti, kehilangan harta kekayaan, kehilangan nyawa, kecelakaan, kebakaran, kerusakan pada hasil pertanian, kecelakaan pada angkutan umum, angkutan laut, dan angkutan udara, dan sebagainya. (H.M.N. Purwusutjipto 1990:.10 ) Dalam perasuransian terdapat berbagai jenis asuransi yang berfungsi untuk melindungi benda yang diasuransikan sesuai dengan asuransi yang digunakan oleh tertanggung. Jika ditinjau dari sifatnya asuransi terdiri dari asuransi wajib dan asuransi sukarela. Asuransi wajib yaitu asuransi yang sifatnya wajib dilakukan oleh pihak-pihak terkait yang pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundangundangan yang ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan Asuransi sukarela adalah asuransi yang dilakukan secara sukarela dan sematamata dilakukan atas kesadaran seseorang akan kemungkinan terjadinya risiko kerugian atas sesuatu yang dipertanggungkan. Jika ditinjau dari fungsinya jenis asuransi dibagi menjadi berberapa jenis antara lain asuransi kerugian, asuransi jiwa dan reasuransi. Dalam hukum asuransi minimal terdapat 2 (dua) pihak, yaitu penanggung dan tertanggung. Penanggung adalah pihak yang menanggung beban risiko sebagai imbalan premi yang diterimanya dari tertanggung. Jika terjadi evenemen yang menjadi beban penanggung, maka penanggung berkewajiban mengganti kerugian.

Pada asuransi jiwa yang dipertanggungkan ialah yang disebabkan oleh kematian (death).dalam asuransi jiwa, jika terjadi evenemen matinya tertanggung, maka penanggung wajib membayar uang santunan, atau jika berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi evenemen, maka penanggung wajib membayar sejumlah uang pengembalian kepada tertanggung. Penanggung adaiah Perusahaan Asuransi Jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulanggan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang diasuransikan. Perusahaan Asuransi Jiwa merupakan badan hukum milik swasta atau badan hukum milik negara. Asuransi dapat juga diadakan untuk kepentingan pihak ketiga dan ini harus dicantumkan dalam polis. Menurut teori kepentingan pihak ketiga (the third partyinterest theory) dalam asuransi jiwa, pihak ketiga yang berkepentingan itu disebut penikmat. Penikmat ini dapat berupa orang yang ditunjuk oieh tentanggung atau ahli waris tertanggung. Hal-hal yang telah disepakati oleh pihak tertanggung dan pihak penanggung berkenaan dengan risiko yang hendak dipertanggungkan dituangkan dalam suatu dokumen atau akta yang disebut polis. Hal ini tercantum dalam Pasal 255 KUHD yang menyatakan bahwa : Suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis. Polis asuransi merupakan dokumen hukum utama yang dibuat secara sah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 251 KUHD. Polis bukanlah suatu kontrak atau perjanjian asuransi, melainkan sebagai bukti adanya kontrak atau perjanjian itu. Hal ini tercantum dalam Pasal 258 KUHD ayat (1) dan (2) yang menyatakan : Untuk membuktikan hal ditutupnya perjanjian tersebut, diperlukan pembuktian tulisan, namun demikian bolehlah lain-lain alat pembuktian dipergunakan juga, manakala sudah ada suatu permulaan pembuktian dengan tulisan. b. Tinjauan tentang Kepailitan Di Indonesia, masalah krisis moneter pernah terjadi ketika pertengahan Tahun 1997 sampai Tahun 1998 lalu. Dimana akibat dari krisis ini ialahbanyaknya perusahaan perusahaan pada saat itu mengalami kepailitan yang diakibatkan ketidakmampuan dari perusahaan tersebut untuk melunasi utang- utangnya yang sudah jatuh tempo. Selain itu, para investor asing berhenti menanamkan modalnya ke Indonesia yang mengakibatkan sumber devisa negara terancam. Perusahaan perusahaan kewalahan untuk memenuhi kewajibanya, baik kepada kreditur dalam negri maupun kepada kreditur luar negri, sehingga muncullah masalah wanprestasi

dari pihak debitur. Akibatnya, banyak perusahaan nasional yang tutup karena tidak mampu bersaing dan semakin menumpuknya utang yang belum terbayarkan sehingga menyebabkan perusahaan perusahaan harus mengalami kepailitan dan/ atau likuidasi yang semakin manambah angka pengangguran di Indonesia. Untuk mengatasi kondisi negara dan pemerintahan yang seperti ini, serta memberi suatu jaminan perlindungan yang pasti terhadap para investor asing juga lokal, maka perlu dibuat suatu peraturan yang dapat menjadi sarana hukum sebagai solusinya, baik bagi pihak debitur sendiri maupun bagi pihak krediturnya. Peraturan itu adalah Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang ( PERPU) Nomor 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang Undang Kepailitan menjadi Undang Undang jo. Faillissementsverordening sebagaimana termuat dalam Staatsblad 1905 Nomor 217 jo. Staatsblad 1906 Nomor 348 Kepailitan adalah suatu sitaan umum atas seluruh harta debitor agar dicapainya perdamaian antara debitor dan para kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagibagi secara adil diantara para kreditor ( Munir Fuady, 2005:. 8) Secara etimologis istilah kepailitan berasal dari kata pailit. Selanjutnya istilah pailit itu dalam bahasa Belanda adalah fayit, maka ada pula sementara orang yang menerjemahkannya sebagai palyit dan faillissement sebagai kepailitan. Kemudian pada negara-negara yang berbahasa Inggris untuk pengertian pailit dan kepailitan mempergunakan istilah-istilah bankrupt dan bankruptcy. Kepailitan berasal dari kata dasar pailit. Pailit adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa keadaan berhenti membayar utang-utang debitor yang telah jatuh tempo. (Zaeny Asyhadie, 2005:. 225) Lembaga kepailitan pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitor dalam keadaan berhenti membayar atau tidak mampu membayar. Menurut Sri Redjeki Hartono, lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua (2) fungsi sekaligus, yaitu sebagai berikut: a. Kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditor bahwa debitor tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab terhadap semua utang-utangnya kepada semua Kreditornya; b. Kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan kepada debitor terhadap kemungkinan eksekusi masal oleh kreditor-kreditornya jadi keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai suatu upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 1131 dan pasal 1132 KUHPerdata Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Kepailitan menyebutkan bahwa dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas semua

kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini. Sutan Remy Sjahdeini mengatakan bahwa syarat mengenai adanya kepilitan adalah minimal dua atau lebih kreditor dikenal sebagai concursus creditorium.32 Dengan demikian jika seorang debitor hanya memiliki satu orang kreditor saja, maka kepailitan akan kehilangan rasionya. Itulah sebabnya disyaratkan adanya concursus creditorium. Keharusan adanya dua kreditor yang disyaratkan dalam undang-undang kepailitan merupakan pelaksanaan dari ketentuan pasal 1132 KUHPerdata. (Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, 2004:. 107) Kepailitan diawali dengan putusan hakim. Akibat dari putusan tersebut maka menurut Pasal 24 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut sebagai UU Kepailitan dan PKPU) sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan maka dihitung sejak pukul 00.00 waktu setempat, debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. Putusan pernyataan pailit menciptakan suatu sita kepailitan umum untuk kepentingan para kreditur secara bersama, serta melahirkan suatu hubungan hukum yang baru. Dengan adanya kepailitan, debitur tidak lagi menguasai barang-barangnya. Kewenangan itu telah beralih kepada kurator di bawah pengawasan hakim pengawas selanjutnya para kreditur mendapat kesempatan untuk mengajukan tagihan mereka kepada kurator. Harta pailit akan dibagikan sesuai dengan porsinya melalui mekanisme pendistribusian aset secara adil dan merata terhadap kreditur berkaitan dengan keadaan tidak membayarnya debitur karena ketidakmampuan debitur melaksanakan kewajiban tersebut.( M. Hadi Shubhan,2009:1.) c. Tinjauan tentang Tanggung Jawab Pengembalian Premi Tanggung jawab merupakan suatu bentuk dari perlindungan hukum atau perlindungan konsumen dari pelaku usaha. Selain tanggung jawab yang dilakukan oleh pelaku usaha, para konsumen juga akan mendapatkan hak haknya dari tanggung jawab yang dilakukan oleh pelaku usaha dibidang asuransi tersebut. Perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun represif, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan kata lain, perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. (Abdulkadir Muhammad, 2006)

Dalam kasus kepailitan terhadap perusahaan asuransi,subjek hukum yang sangat perlu dilindungi hak haknya adalah pihak konsumen jasa asuransi atau pihak tertanggung sebagai kreditur dari perusahaan asuransi, sebab konsumen jasa asuransi merupakan pihak yang memiliki kedudukan yang sangat penting untuk diperhatikan dalam perjanjian asuransi disamping kedudukan pelaku usaha perasuransian itu sendiri. Konsumen jasa asuransi memegang peranan yang sangat penting dalam perjanjian asuransi sebab ia dapat menentukan kehendak secara bebas apakah akan melanjutkan perjanjian asuransi ataukah akan menghentikan perjanjian asuransi tersebut. Hak hak dari konsumen jasa asuransi atau tertanggung sangat penting untuk dilindungi sebab dalam perjanjian asuransi, konsumen jasa asuransi atau tertanggung yang membayar premi asuransi kepada perusahaan asuransi sebagai pihak pelaku usaha atau penanggung untuk memberikan tanggung jawab kerugian atau penggantian kepada konsumen jasa asuransi atau tertanggung bila terjadi suatu peristiwa yang tidak diinginkan menimpa pihak konsumen jasa asuransi atau tertanggung. Sehingga, dengan adanya kepercayaan dari konsumen jasa asuransi tersebut untuk memasukkan dana mereka kepada perusahaan asuransi dalam bentuk premi asuransi, hal ini dapat menyebabkan semakin berkembangnya industri asuransi tersebut. Sehingga untuk itulah diperlukan suatu perlindungan hukum terhadap konsumen jasa asuransi. Hak hak konsumen jasa asuransi atau tertanggung antara lain adalah sebagai berikut: (Sidharta, 2006: ) 1. Hak untuk menunjuk orang yang akan menerima uang tanggungan; 2. Hak untuk merubah siapa siapa saja yang akan menjadi tertunjuk dalam batas batas tertentu; 3. Hak untuk menebus kemabali polis; 4. Hak untuk mengubah polis menjadi bebas premi; 5. Hak untuk mengadakan pengawasan terhadap penanggung; 6. Hak untuk mengadakan polis Selain hak hak diatas hak konsumen jasa asuransi yang perusahaan asuransinya tersebut dinyatakan pailit adalah hak untuk mendapatkan ganti kerugian daripembayaran premi yang sudah disetor atau dibayarkan. Untuk memenuhi hak hak para konsumen jasa asuransi atau tertanggung, pelaku usaha atau penanggung

dengan ini melakukan tanggung jawabnya sebagai pihak pelaku usaha yang melakukan usahanya. Perlindungan hukum terhadap konsumen jasa asuransi untuk mendapatkan hak haknya yang dilakukan oleh pelaku usaha yaitu berupa tanggung jawab ganti kerugian dari perusahaan asuransi yang telah pailit tersebut. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 19 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab dengan memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang telah dihasilkan atau diperdagangkan. Jika dihubungkan dengan kegiatan perasuransian kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang atau jasa dapat diartikan bahwa konsumen jasa asuransi disini dirugikan akibat telah menggunakan atau mempercayakan hartanya kepada pelaku usaha perasuransian atau penanggung dengan membayar premi untuk mendapatkan sebuah polis asuransi. Didalam perjanjian asuransi disyaratkan bahwa adanya kata sepakat dari para pihak, tentu saja para pihak disini mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum sesuai yang disyaratkan dalam undang undang. Kata kesepakatan antara pelaku usaha atau penanggung dengan konsumen jasa asuransi atau tertanggung yang mendasari terjadinya perjanjian asuransi itu tidak dilakukan dengan cara lisan saja, tetapi harus melalui prosedur administrasi yang telah ditetapkan. Tindakkan ini adalah langkah positif guna memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam undang undang mengenai pembuktian perjanjian asuransi. Persyaratan atau perjanjian tersebut guna menambah kepercayaan bagi para nasabah atau konsumen jasa asuransi jiwa untuk menjadi nasabah perusahaan asuransi tersebut. Dengan adanya perjanjian tertulis atau yang sering disebut dengan polis dapat melindungi hak hak dari nasabah atau konsumen jasa asuransi itu sendiri bila terjadi sesuatu pada suatu saat nanti dikemudian hari. Keputusan pailit dikeluarkan oleh pengadilan niaga melalui gugatan para nasabahnya bila pada suatu saat nanti perusahaan asuransi jiwa mengalami insolvensi atau tindakan tidak mampu membayar.dengan dikeluarkannya putusan pailit dari pengadilan niaga, perusahaan asuransi yang dinyatakan pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya. Akibat hukum lain yang juga amat penting dari pernyataan pailit adalah bahwa untuk kepentingan harta

pailit dapat dimintakan pembatalan atas segala perbuatan hukum debitur dalam hal ini adalah perusahaan asuransi yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditur (konsumen jasa asuransi), yang dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan, inilah yang dimaksud dengan actio paulina [7]. Actio paulina merupakan sarana yang diberikan oleh undang undang kepada setiap kreditur untuk mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang telah dilakukan oleh debitur (perusahaan asuransi) dimana perbuatan tersebut merugikan kreditur (konsumen jasa asuransi). Ada unsur penting yang menjadi patokan dalam pengaturan actio paulina dalam pasal 1341 KUHPerdata, yaitu unsur itikad baik menjadi landasan dalam menentukan perbuatan tersebut termasuk perbuatanyang diwajibkan atau tidak diwajibkan [8]. Pengaturan actio paulina dalam undang undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU terdapat dalam pasal 30 dan pasal 41. Dimana dalam pasal 30 undang undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU dikatakan:[7] Dalam hal suatu perkara dilanjutkan oleh kurator terhadap pihak lawan aka kurator dapat mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang dilakukan oleh debitur sebelum yang bersangkutan dinyatakan pailit, apabila dapat dibuktikan bahwa perbuatan debitur tersebut dilakukan dengan maksud untuk merugikan kreditur dan hal ini diketahui oleh pihak lawannya. Pasal 41 undang undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU terdapat 5 (lima) persyaratan yang harus dipenuhi agar actio paulina itu berlaku, antara lain:[7] 1) Debitur telah melakukan suatu perbuatan hukum; 2) Perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan debitur; 3) Perbuatan hukum dimaksud telah merugikan kreditur; 4) Pada saat melakukan perbuatan hukum, debitur mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan merugikan kreditur; 5) Pada saat melakukan perbuatan hukum tersebut, pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya

mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagikreditur. Konsekuensi hukum yang terakhir, apabila perusahaan asuransi tersebut tidak mampu membayar klaim,konsumen jasa asuransi sejak dilaksanakan putusan pailit adalah adanya hak retensi yang diatur dalam pasal 61 undang undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU yaitu hak kreditur atau tertanggung atau konsumen jasa asuransi untuk menahan barang barang kepunyaan debitur atau pelaku usaha asuransi atau perusahaan asuransi, hingga dibayarnya suatu hutang tidak kehilangan hak untuk menahan barang dengan diucapkannya pernyataan pailit. Apabila kurator bermaksud untuk menebus barang barang tersebut, maka kurator wajib melunasi hutang atau dalam hal ini adalah klaim dari pihak konsumen jasa asuransi terlebih dahulu. d. Kerangka Berpikir PERUSAHAAN ASURANSI TIDAK MEMENUHI KLAIM KREDITUR MELAPOR KEPADA OJK DITOLAK DITERIMA Pemberitahu an PERMOHONAN KEPAILITAN KE PENGADILAN NIAGA DITOLAK DITERIMA

PERTANGGUNGJAWA BAN PENGEMBALIAN PREMI 8. Metode Penelitian Jenis penelitianyang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan. Metode penelitian hukum normatif adalah metode atau cara yang digunakan dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. a. Sifat Penelitian Ditinjau dari sifatnya, penelitian ini bersifat preskriptif untuk memberian apa yang harus dilakukan dan bukan merupakan hipotesis. Yaini mengenai Perlindungan hukum terhadap Tertanggung pada Asuransi Unit Link b. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peruandang-undangan (statue approach) dilakukan dengan menelaah peraturan-peraturan perundang undangan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani. Hasil dari telaah tersebut memberikan suatu argumen untuk memecahkan masalah yang dihadapi. c. Jenis dan Sumber Bahan Penelitian Adapun yang sumber penelitian penulis gunakan adalah: 1) Bahan Hukum Primer: a. Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian; b. Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang c. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen d. Kitab Undang- Undang Hukum Perdata e. Kitab Undang- Undang Hukum Dagang f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

2) Bahan Hukum Sekunder a. Buku- Buku Mengenai Hukum Asuransi Indonesia b. Hasil-hasil penelitian yang relevan atau yang terkait, diantaranya skripsi, tesis, disertasi maupun jurnal- jurnal hukum. 9. Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan hukum ini dibagi menjadi 4 bab. Yaitu: BAB I : PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Rumusan Masalah 3. Tujuan Penelitian 4. Manfaat Penelitian 5. Metode Penelitian 6. Sistematika Penulisan BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 1) Tinjauan Tentang Asuransi a. Pengertian Asuransi b. Dasar hukum Asuransi c. Polis Asuransi 2) Tinjauan tentang Kepailitan a. Pengertian Kepailitan b. Dasar hukum Kepailitan c. Prosedur Kepailitan 3) Tinjauan Pertanggungjawaban pengembalian premi a. Pengertian pertanggung jawaban pengembalian premi b. Dasar Hukum Pertanggung jawaban pengembalian premi c. Perlindungan hukum bagi Pemegang Polis pengembalian premi BAB III HASIL PENELITIAN Dalam bab ini penulis akan menawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yaitu: a. Bagaimanakah pertanggung jawaban PT Asuransi Bumi Asih Jaya atas Premi yang telah dibayarkan oleh Pemegang Polis.

BAB IV b. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi Pemegang Polis Asuransi dari PT Asuransi Bumi Asih Jaya yang telah dinyatakan Pailit. c. PENUTUP Bab keempat yang merupakan bab terakhir ini akan menjelaskan kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan serta saran-saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan tersebut DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Daftar Pustaka Abdulkadir Muhammad, 2006, Hukum Asuransi Indonesia, cetakan 4, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti H.M.N. Purwusutjipto, 1990, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Buku 6, Jakarta :Djambatan Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, 2004, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan,Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada M. Hadi Shubhan, 2009 Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan, Jakarta:Kencana Prenada Media Group Man Suparman dan Endang, 1997 Hukum Asuransi : Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian, Bandung: Alumni, Munir Fuady, 2005, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Bandung,:PT Citra Aditya Bakti Prakoso Djoko S.H. 2000, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta Raja Yusuf Shofie, 2003, Perlindungan Pemegang polis asuransi dan Instrumen-instrumenm Hukumnya, Bandung : Citra Aditya Bakti Zaeny Asyhadie, 2005, Hukum Bisnis Proses Dan Pelaksanaannya Di Indonesia, Jakarta, PT. Grafindo Persada Perundang- Undangan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Perasuransian

Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Internet http://nasional.kontan.co.id/news/ma-putuskan-asuransi-bumi-asih-jaya-pailit, diakses tanggal 23 Mei 2016 http://nasional.kontan.co.id/news/bumi-asih-jaya-lepas-dari-tuntutan-pailit-ojk tanggal 26 Mei 2016 diakses