BAB II TEORI DASAR (2.1) sin. Gambar 2.1 Prinsip Huygen. Gambar 2.2 Prinsip Snellius yang menggambarkan suatu yang merambat dari medium 1 ke medium 2

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TEORI DASAR METODE STACK KONVENSIONAL DAN ZERO-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (ZO CRS) STACK

BAB III TEORI DASAR. hasil akuisisi seismik yang dapat dipergunakan untuk pengolahan data seismik.

BAB II COMMON REFLECTION SURFACE

BAB III COMMON-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (CO CRS) STACK

IERFHAN SURYA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemrosesan awal setelah dilakukan input data seismik 2D sekunder ini adalah

III. TEORI DASAR. disebabkan oleh vibrasi selama penjalarannya. Kecepatan gelombang dalam

BAB III METODE PENELITIAN

APLIKASI METODE COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL STACK DATA SEISMIK LAUT 2D WILAYAH PERAIRAN Y

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengolahan data pada Pre-Stack Depth Migration (PSDM) merupakan tahapan

Analisis Pre-Stack Time Migration (PSTM) Pada Data Seismik 2D Dengan menggunakan Metode Kirchoff Pada Lapangan ITS Cekungan Jawa Barat Utara

III. TEORI DASAR. pada permukaan kemudian berpropagasi ke bawah permukaan dan sebagian

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam

BAB IV METODE PENELITIAN

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN HASIL

Imaging Subsurface Menggunakan Metode Crs: Study Kasus pada Steep Dip Reflector dan Data Low Fold

Migrasi Pre-Stack Domain Kedalaman Dengan Metode Kirchhoff Pada Medium Anisotropi VTI (Vertical Transverse Isotropy)

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

APLIKASI METODE TRANSFORMASI RADON UNTUK ATENUASI MULTIPEL PADA PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D LAUT DI PERARIRAN X

Keywords: offshore seismic, multiple; Radon Method; tau p domain

III. TEORI DASAR. Metode seismik memanfaatkan penjalaran gelombang seismik ke dalam bumi.

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 4, No. 4, Oktober 2015, Hal

UNIVERSITAS INDONESIA ATENUASI MULTIPLE DENGAN MENGGUNAKAN METODE FILTERING RADON PADA COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) SUPERGATHER SKRIPSI

IV. METODE PENELITIAN

Migrasi Domain Kedalaman Menggunakan Model Kecepatan Interval dari Atribut Common Reflection Surface Studi Kasus pada Data Seismik Laut 2D

Wahyu Tristiyoherni Pembimbing Dr. Widya Utama, DEA

Koreksi Efek Pull Up dengan Menggunakan Metode Horizon Based Depth Tomography

BAB III MIGRASI KIRCHHOFF

Kata kunci: common reflection surface, tomografi seismik, atribut wavefield kinematik, migrasi prestack domain kedalaman.

BAB IV STUDI KASUS II : Model Geologi dengan Stuktur Sesar

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (Psdm Vti) Pada Data Seismik Laut 2D

Analisis Kecepatan Seismik Dengan Metode Tomografi Residual Moveout

BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PROPOSAL KERJA PRAKTIK PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D MARINE DAERAH X MENGGUNAKAN SOFTWARE PROMAX 2003

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan melalui langkah - langkah untuk memperoleh

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (PSDM VTI) pada Data Seismik Laut 2D

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Divisi Geoscience Service PT. ELNUSA Tbk., Graha

MODEL KECEPATAN MENGGUNAKAN HORIZON VELOCITY ANALYSIS DAN PENYELARASAN DENGAN DATA SUMUR TUGAS AKHIR FADHILA NURAMALIA YERU NIM:

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS APERTURE UNTUK MENINGKATKAN HASIL STACKING PADA METODE COMMON REFLECTION SURFACE STACK

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah

Perbandingan Metode Model Based Tomography dan Grid Based Tomography untuk Perbaikan Kecepatan Interval

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Maksud dan Tujuan

Komputasi Geofisika 1: Pemodelan dan Prosesing Geofisika dengan Octave/Matlab

Analisa Pre-Stack Time Migration (PSTM) Data Seismik 2D Pada Lintasan ITS Cekungan Jawa Barat Utara ABSTRAK

PRE STACK DEPTH MIGRATION VERTICAL TRANSVERSE ISOTROPY (PSDM VTI) PADA DATA SEISMIK LAUT 2D

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah

PENERAPAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE PADA DATA SEISMIK LAUT 2D DI LAUT FLORES

BAB 2 LANDASAN TEORI. kebutuhan informasi yang telah dibutuhkan oleh analisa sistem (Laudon, 1998).

III. TEORI DASAR. gangguan (usikan) dalam medium sekitarnya. Gangguan ini mula-mula terjadi

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB III TEORI DASAR. Prinsip dasar metodee seismik, yaitu menempatkan geophone sebagai penerima

ANALISIS PENAMPANG CRS PADA DATA SEISMIK 2D MULTICHANNEL DI PERAIRAN UTARA PAPUA

PENERAPAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) PADA DATA SEISMIK LAUT 2D DI LAUT FLORES

A P B. i i R i i. A A P P p B B. Gambar 6.1konfigurasi Untuk Hagiwara

ALHAZEN Journal of Physics ISSN Volume 2, Nomor 1, Issue 1, Juli 2015

SUPRESI MULTIPEL PADA DATA SEISMIK LAUT DENGAN METODE DEKONVOLUSI PREDIKTIF DAN RADON DEMULTIPEL

VARIASI NILAI MIGRATION APERTURE PADA MIGRASI KIRCHOFF DALAM PENGOLAHAN DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN ALOR

Bab 2. Teori Gelombang Elastik. sumber getar ke segala arah dengan sumber getar sebagai pusat, sehingga

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PROSES PRE-STACK TIME MIGRATION DAN POST-STACK TIME MIGRATION DI LAPANGAN X DI DAERAH SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

PERBANDINGAN PENCITRAAN PENGOLAHAN DATA SEISMIK METODA KONVENSIONAL DENGAN METODA CRS (COMMON REFLECTION SURFACE)

Pengolahan Data Seismik 2D Menggunakan Software Echos dari Paradigm 14.1

MENENTUKAN KEDALAMAN BEDROCK MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI (Studi Kasus di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember) SKRIPSI.

BAB III TRANSFORMASI RADON

BAB I PENDAHULUAN. banyak dieksplorasi adalah sumber daya alam di darat, baik itu emas, batu bara,

TEORI DASAR. gelombang ini dinamakan gelombang seismik. Gelombang seismik adalah gelombang elastik yang merambat dalam bumi.bumi

PERBAIKAN CITRA PENAMPANG SEISMIK MENGGUNAKAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE : APLIKASI TERHADAP DATA SEISMIK PERAIRAN WAIGEO

APLIKASI METODE SEISMIK REFRAKSI UNTUK ANALISA LITOLOGI BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH BABARSARI, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA

ANALISA PENAMPANG SEISMIK PRE-STACK TIME MIGRATION DAN POST- STACK TIME MIGRATION BERDASARKAN METODE MIGRASI KIRCHHOFF (Studi Kasus Lapangan GAP#)

ATENUASI MULTIPLE SEISMIK REFLEKSI LAUT MENGGUNAKAN METODE FILTERING RADON PADA PERAIRAN X

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

Studi Lapisan Batuan Bawah Permukaan Kawasan Kampus Unsyiah Menggunakan Metoda Seismik Refraksi

Analisis Velocity Model Building Pada Pre Stack Depth Migration Untuk Penggambaran Struktur Bawah Permukaan Daerah x

Analisis Velocity Model Building Pada Pre Stack Depth Migration Untuk Penggambaran Struktur Bawah Permukaan Daerah x

ANALISIS MODEL KECEPATAN BERDASARKAN TOMOGRAFI REFLEKSI WAKTU TEMPUH (TRAVEL-TIME TOMOGRAPHY REFLECTION) TESIS

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR...

IV.1 Aplikasi S-Transform sebagai Indikasi Langsung Hidrokarbon (DHI) Pada Data Sintetik Model Marmousi-2 2.

BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hingga diperoleh hasil penelitian. Data dari hasil akuisisi lapangan

PENEKANAN GELOMBANG MULTIPLE PADA DATA SEISMIK 2D DENGAN MENGGUNAKAN METODE RADON TRANSFORM DI LAPANGAN DSCR DAERAH KALIMANTAN

KOREKSI EFEK PULL-UP ANOMALY MENGGUNAKAN METODE PRE STACK DEPTH MIGRATION (PSDM) DI LAPANGAN X SUBANG, JAWA BARAT SKRIPSI

Reduksi Long Period Multiple dengan Menggunakan Metode High-Resolution Radon Demultiple (RAMUR) Pada Data Seismik Darat 2D

Bab 6. Migrasi Pre-stack Domain Kedalaman. Pada Data Seismik Dua Dimensi

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

PENGOLAHAN DATA SEISMIK PADA DAERAH BATUAN BEKU VULKANIK

PERBANDINGAN POST STACK TIME MIGRATION METODE FINITE DIFFERENCE DAN METODE KIRCHOFF DENGAN PARAMETER GAP DEKONVOLUSI DATA SEISMIK DARAT 2D LINE SRDA

PENERAPAN METODE F-K DEMULTIPLE DALAM KASUS ATENUASI WATER-BOTTOM MULTIPLE

KOREKSI EFEK PULL UP DENGAN MENGGUNAKAN METODE HORIZON BASED DEPTH TOMOGRAPHY

MIGRASI PRE-STACK DOMAIN KEDALAMAN (PSDM) DENGAN METODE KIRCHHOFF DAN PEMBANGUNAN MODEL KECEPATAN DENGAN TOMOGRAFI. Oleh Kaswandhi Triyoso

BAB II : PEMBIASAN CAHAYA

BAB III TEORI DASAR. direfleksikan kembali ke permukaan, sehingga dapat menggambarkan lapisan

Perbaikan Model Kecepatan Interval Pada Pre-Stack Depth Migration 3D Dengan Analisa Residual Depth Moveout Horizon Based Tomography Pada Lapangan SF

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

Kata kunci : Seismik refraksi, metode ABC, metode plus-minus, frist break

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

Transkripsi:

BAB II TEORI DASAR.1 Identifikasi Bentuk Gelombang Perambatan gelombang pada media bawah permukaan mengikuti beberapa prinsip fisika sebagai berikut : a. Prinsip Huygen menyatakan bahwa setiap titik yang dilalui muka gelombang akan dianggap sebagai sumber gelombang baru Gambar.1 Prinsip Huygen b. Azas Fermat menyatakan bahwa penjalaran gelombang dari suatu titik ke titik lainnya akan selalu melewati lintasan yang membutuhkan waktu penjalaran minimum c. Hukum Snell menyatakan gelombang yang dibiaskan atau dipantulkan akan memenuhi persamaan : sin1 sin 1 (.1) Gambar. Prinsip Snellius yang menggambarkan suatu yang merambat dari medium 1 ke medium

. Penjalaran Gelombang Berikut hubungan antara waktu tempuh gelombang [t(x)] dan jarak geophone-sumber [x] untuk beberapa macam tipe penjalaran gelombang : a. Gelombang Langsung ( ) (.) b. Gelombang Refraksi c. Gelombang Refleksi dimana : (.3) 1 ( ) 1 1 ( ) v 1 : Kecepatan lapisan I v : Kecepatan lapisan II h : (.4) 4 1 1 1 1.3 Konsep Dasar Seismologi Refleksi Data seismik diperoleh dari berbagai jenis pasangan antara sumber dan. Sinyal gelombang, yang dibentuk oleh sumber, menjalar ke dalam bumi dan akan dipantulkan kembali ke permukaan, yang direkam oleh, setelah sebelumnya menyentuh bidang batas antar dua lapisan atau bidang diskontinuitas yang berada di bawah permukaan. Berikut beberapa konsep dasar yang perlu diperhatikan dalam melakukan data seismik..3.1 Common Mid Point (CMP) gather CMP didefinisikan sebagai kumpulan data berupa yang memiliki posisi yang sama. Titik sendiri merupakan titik yang terletak diantara posisi pasangan sumber dan. Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian CMP, dapat dilihat pada gambar.3. Terdapat 3 pasangan sumber dan yang memiliki titik [M] sama di permukaan. Titik D merupakan titik yang terletak pada 5

lapisan reflektor atau disebut juga sebagai. Variabel jarak antara sumber dan, yang disebut juga sebagai, merupakan salah satu variabel dari CMP. Sedangkan variabel yang lain yang digunakan adalah variabel waktu [t(x)] yang merupakan waktu penjalaran sinyal gelombang dari titik sumber dan terpantulkan kembali hingga terekam oleh. Sama halnya dengan C (CDP), yang didefinisikan sebagai kumpulan titik antara posisi sumber dan dibawah permukaan dengan asumsi lapisan reflektor bawah permukaan merupakan lapisan horizontal. CDP dan CMP akan menjadi berbeda untuk lapisan reflektor yang miring. Gambar.3 Geometri dari (Cao, 6).3. Normal Moveout (NMO) Correction Jika model pada gambar.3 memiliki model lapisan kecepatan yang konstan, maka waktu penjalaran [t(x)] untuk tiap CMP dapat didefinisikan melalui persamaan : ( ) (.4) dimana x merupakan variabel, v merupakan variabel kecepatan pada suatu media di atas lapisan reflektor dan t merupakan antara titik M dan D atau disebut juga sebagai. Untuk bidang reflektor yang datar, seperti gambar.3, persamaan.4 menggambarkan persamaan hiperbola dimana titik puncak berada di [t ] pada grafik antara terhadap (). Gambar.5 menunjukkan garis hiperbola yang berhubungan dengan geometri pada 6

gambar.3 dan persamaan.4. Selisih antara [t(x)] pada x dengan [t ] disebut sebagai (NMO) yang dapat dijabarkan pada persamaan berikut ini : [ NMO ( ) (.5) Tujuan koreksi NMO adalah untuk menghilangkan efek dari NMO ] seiring dengan fungsi. Hasil yang diinginkan, setelah dilakukan koreksi NMO, dapat dilihat pada gambar.6. Gambar.4 Sketsa yang berhubungan dengan geometri pada gambar.3 (Cao, 6) Gambar.5 Salah satu CMP yang berhubungan dengan geometri pada gambar.3 (Cao, 6) 7

.3.3 CMP Stack CMP pertama kali dikenalkan oleh Mayne, (196). CMP merupakan proses penjumlahan setelah dilakukan koreksi NMO pada tiap-tiap CMP. Seperti yang dibahas pada subab sebelumnya, sinyal gelombang akan terlihat datar apabila pemilihan kecepatan NMO, pada koreksi NMO, tepat untuk tiap-tiap CMP. Sinyal gelombang primer akan diperkuat dengan melakukan penjumlahan dari seluruh pada tiap-tiap CMP gather sedangkan untuk sendiri akan melemah setelah proses penjumlahan ini. Oleh karena itu CMP dapat meningkatkan. Gambar.6 Hasil yang ideal untuk koreksi NMO pada geometri gambar.3 (Cao, 6).3.4 Root Mean Square Velocity (RMS) Untuk kasus model lapisan yang horizontal, seperti yang ditunjukkan pada gambar.7, kecepatan NMO pada persamaan.4 dapat digantikan oleh kecepatan rata-rata kuadrat akar atau (RMS). Sehingga, persamaan.4 menjadi : ( ) (.5) 8

Kecepatan RMS [v rms ] dapat didefinisikan oleh persamaan Dix ( ) sebagai berikut : 1 1 (.6) dimana v k merupakan kecepatan interval dari lapisan ke-k suatu model k merupakan vertikal pada lapisan ke-k suatu model dengan banyak lapisan berupa N. Gambar.7 Model lapisan mendatar (Cao, 6).3.5 Analisa Semblance merupakan energi normalisasi ke, yang diberikan dengan persamaan :, ( ) 1 1 * (.7), ( ) 1 dimana M merupakan jumlah pada CMP, merupakan nilai amplitudo pada ke-i pada [t(i)]. digunakan untuk melakukan analisis kecepatan, dalam hal ini kecepatan RMS [vrms]. Analisis kecepatan mengasumsikan 9

bahwa fungsi nilai -nya berbentuk hiperbola. Kemudian dilakukan terhadap kisaran kecepatan tertentu, kurva yang dibentuk untuk tiap-tiap kecepatan. Nilai dari data disepanjang kurva ini kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan.7 dan dilakukan secara berulang untuk tiap-tiap kecepatan yang di- dari setiap sampel waktu [dt]. Kemudian nilai akan diplot dalam bentuk kontur warna yang biasa dikenal dengan. Warna kontur tersebut merepresentasikan nilai tiap-tiap. Warna yang lebih gelap menunjukkan nilai mendekati 1. Mem- nilai kecepatan pada dengan mem- nilai maksimum atau biasa juga disebut dengan proses analisis kecepatan. Vc adalah harga yang maksimum Gambar.8. Skema pada CMP dan hubungannya dengan maksimum untuk mendapatkan kecepatan optimum.4 Analisis Radon Hampson (1986) menunjukkan multiple setelah dikoreksi NMO pada tiaptiap CMP dapat diprediksi sebagai bentuk parabolik. Transformasi radon parabolik melakukan penjumlahan sepanjang jalur stack atau yang didefinisikan dengan persamaan : 1

(.8) sehingga kurva parabolik yang tepat pada domain CMP secara teoritis dapat digambarkan oleh sebuah titik setelah dilakukan transformasi radon parabolik. Dengan mengasumsikan suatu event pada [t ] dan kecepatan RMS [v RMS ], jika event tersebut terkoreksi benar dengan kecepatan v c, event tersebut akan muncul pada waktu sebesar t(x), dimana : (.9) persamaan.1 dalam deret Taylor, akan didapat : (.1) (.11) (.1) kecepatan residual v r akan diperoleh dari : (.13) (.14) jika [x/(v r t )]<<1, maka derajat tertinggi bisa dibuang. Sehingga, apabila kita melihat persamaan.14 sebagai persamaan yang benar, maka setelah dilakukan koreksi NMO akan terlihat sebagai fungsi parabolik dan digambarkan sebagai titik pada domain radon : (.15) dimana q=1/t v r Gambar.9 Proses transformasi radon balik setelah pemotongan sinyal primer (Russel dan Hampson, 199) 11

Gambar.1 Kompensasi data menjadi 3 model yang terpisah yakni model primer, model multipel dan noise (Russel dan Hampson, 199).5 Common Reflection Surface (CRS) Operator CRS berdasarkan 3 atribut muka gelombang, yaitu sudut datang atau dan dari bentuk muka gelombang yang diwakili dengan R N dan R NIP (jari-jari gelombang ). N dan R NIP merupakan parameter yang tidak bergantung atau sudut datang, merupakan parameter yang memiliki kaitan erat dengan kemiringan dari reflektor. Dalam publikasinya, Hubral (1983) memperkenalkan konsep penjalaran gelombang hipotetikal N dan NIP. Parameter R NIP merupakan jari-jari dari gelombang NIP. didefinisikan sebagai gelombang yang menjalar dari permukaan ke reflektor dan kembali lagi ke permukaan. Muka gelombang ini mengerucut menjadi satu titik di reflektor, dengan asumsi tidak adanya energi yang hilang selama penjalaran gelombang, muka gelombang yang mencapai satu titik di reflektor menjadi sumber gelombang baru, yaitu gelombang NIP. adalah gelombang yang dihasilkan oleh satu titik point source. Dengan asumsi kecepatan konstan, maka parameter R NIP dapat digunakan untuk menentukan jarak dari reflektor ke titik x. 1

Parameter R N didefinisikan sebagai gelombang yang menjalar dengan arah normal. Gelombang ini dihasilkan oleh sebuah reflektor yang identik dengan exploding reflektor dari Lowenthal (1976). Parameter ini membawa informasi mengenai bentuk kelengkungan dari reflektor. Gambar.11 akan memberikan ilustrasi mengenai 3 parameter atribut CRS. Gambar.11 (hijau) curvature gelombang normal (merah) curvature gelombang NIP (Mann, 7) Didasarkan pada, parameter dari CRS diturunkan. Dengan mengekspresikan penjalaran gelombang dalam (NIP) dan (N) (Hubral, 1983), hiperbolik disini disebut sebagai aproksimasi CRS, adalah ekspansi deret Taylor orde dua dari refleksi untuk gelombang paraxial di sekitar gelombang normal. Dengan menggunakan teori gelombang paraxial [(Schleicher et al., 1993); (Tygel et al., 1997)] atau dengan menggunakan pendekatan geometri (Höcht et al., 1999) maka dapat diturunkan persamaan untuk CRS. Tiga atribut aproksimasi ini mendefinisikan permukaan CRS di koordinat (xm, h, t). 13

Gambar.1 Permukaan operator dari CRS (Annual Report, WIT, 1997) sin cos (, ) (.16) dimana t adalah, v adalah kecepatan dekat permukaan x dan diasumsikan bernilai konstan serta diketahui nilainya. diwakili oleh x m ; ( ) dan diwakili oleh h; ( ). Pada saat CMP gather maka x m =x dan persamaan.8 menjadi : dengan mengganggap : ( ) cos (.17) (.18) cos mengganti cos pada persamaan.17. Dengan begini analisis koherensi dari paramater q dicari untuk memberikan nilai koherensi waktu hiperbola pada persamaan.17. Proses ini disebut juga dengan CMP (Jager et al.,1). Pada saat proses dimana h= maka persamaan.14 menjadi : 14

sin cos, (, ) (.19) persamaan di atas kemudian bisa disederhanakan R N =~ (plane wave) dengan aproksimasi orde satu pada (x m x ) menjadi persamaan berikut: sin ( ) (1), ( ) (.) dengan menggunakan persamaan di atas maka nilai dari bisa ditentukan. Nilai ini disimpan sebagai nilai initial. Setelah q dan initial didapatkan, maka nilai initial dari jari-jari NIP dapat ditentukan. Dengan menggunakan persamaan (.17) suku yang kedua, maka dapat ditentukan nilai initial jari-jari N (R N ), setelah didapatkan nilai R NIP dan. Sekarang tiga parameter untuk tiap time sudah didapatkan, pasangan parameter ini merepresentasikan pada domain (x m, h, t). Dengan menjumlahkan data - sepanjang permukaan ini, maka akan didapatkan penampang inisial. Analisis koherensi dengan data kembali dilakukan, analisis ini digunakan sebagai dari hasil initial. Untuk memberikan hasil yang lebih optimum maka diperlukan suatu nilai sebagai kendali hasil yang optimum. Dalam hal ini nilai yang disebut sebagai kendali itu adalah. Mann () berhasil memisahkan event yang normal dengan event dengan menambahkan criteria pada penentuan koherensi. Beberapa event dengan dip berbeda, dalam kasus, dapat diidentifikasi di spektrum dip. Dengan koherensi yang sesuai, eventevent dengan kemiringan yang berbeda-beda dan saling bercampur di dalam satu event bisa dipisahkan., dengan arah yang berbeda-beda, identik dengan dip dari reflektor. Pada penelitiannya, Mann masih mempergunakan prosedur pencarian parameter sebelumnya, namun dengan pengembangan dalam prosedur pendeteksi. Selain itu, proses penentuan atribut N pada penampang CMP dilakukan secara terpisah untuk tiap event. 15

Dengan metode ini, tidak mungkin lagi dilakukan penentuan R NIP NMO. Karena ketika dilakukan penentuan parameter R NIP NMO, seperti dalam metode pencarian sebelumnya, maka hanya akan dihasilkan satu kecepatan saja, meskipun juga dihasilkan kumpulan (i). Hal ini akan menimbulkan ambiguitas dalam kasus. Oleh karena itu diperkenalkan prosedur lain untuk menghilangkan ambiguitas ini. Pada pembahasan sebelumnya, diperlihatkan bagaimana metode mampu menentukan parameter R NIP dengan menggunakan data secara langsung. Namun, ketika memperhatikan persamaan (.16), ternyata tidak ada satupun persamaan yang sesuai untuk penentuan parameter R NIP. Pada penampang, ternyata R NIP tidak memiliki kontribusi, sama halnya pada persamaan CMP NIP tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, diajukan metode baru dalam penentuan R NIP. Juergen Mann mengembangkan metode pencarian R NIP dengan menggunakan subset data yang lain dari data yaitu (CS) dan (CR). Di persamaan ini, operator akan dicari dengan menggunakan menjadi persamaan berikut: sin cos ( ) (.1) dimana 1/ = 1/R 1/R N sudah ditentukan, maka secara tidak langsung parameter ini bisa ditentukan. pencarian atribut CRS untuk kondisi dengan menggunakan metoda dapat dirangkum sebagai berikut : 1. kondisi diidentifikasi dari penampang atau dengan kata lain menggunakan penampang CMP untuk proses identifikasi ini.. (i) (i) ) dan radius dari curvature (R N ) bisa dideteksi pada penampang CMP 3. Metode pencarian radius curvature RNIP (i) bisa dilakukan pada (CS) atau CRS. 16

4. Jika hanya ada satu event, atau tidak ada, maka masih sesuai untuk digunakan. metode pencarian dengan menggunakan metode pencarian digambarkan oleh diagram alir berikut: strategi pencarian membutuhkan tambahan kriteria dalam penentuan koherensinya, dimana dalam metoda ini dipergunakan tambahan kriteria, yaitu koherensi maksimum global dan lokal. Dimana, nilai koherensi maksimum global harus lebih besar dari nilai koherensi, nilai koherensi maksimum lokal juga harus lebih besar dari nilai global maksimum koherensi. Gambar.13 untuk CRS (Mann, ) 17