BAB IV STUDI KASUS II : Model Geologi dengan Stuktur Sesar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV STUDI KASUS II : Model Geologi dengan Stuktur Sesar"

Transkripsi

1 BAB IV STUDI KASUS II : Model Geologi dengan Stuktur Sesar Dalam suatu kegiatan eksplorasi minyak bumi perangkap merupakan suatu hal yang sangat penting. Perangkap berfungsi untuk menjebak minyak bumi sehingga berkumpul di suatu tempat dan tidak menyebar. Salah satu jenis perangkap dalam eksplorasi hidrokarbon adalah perangkap struktur. Perangkap struktur merupakan suatu perangkap yang di akibatkan oleh suatu struktur geologi tertentu misalnya sesar atau lipatan. Sesar adalah rekahan pada batuan yang mengalami pergerakan pada bidang sesarnya. Sesar terjadi karena adanya gaya (stress) yang bekerja pada pada batuan tersebut. Bila suatu stress di kenakan pada suatu material maka material tersebut akan mengalami regangan atau strain. Bila stress tersebut melewati batas elastisitas material tersebut maka material tersebut akan mengalami fracture atau rekahan. Suatu material yang selain mengalami rekahan juga mengalami pergerakan dinamakan sesar. Dalam klasifikasi sesar digunakan pergeseran relatif, karena tidak tahu blok mana yang bergerak. Pergeseran salah satu sisi melalui bidang sesar membuat salah satu blok relatif naik atau turun terhadap yang lainnya. Blok di atas bidang sesar disebut hanging wall sedangkan blok di bawah bidang sesar disebut footwall. Geometri sesar secara visual dapat dilihat pada Gambar 4.1 Berdasarkan atas dip bidang sesar dan arah gerak relatifnya, sesar dapat diklasifikasikan menjadi menjadi sesar normal, sesar naik (reverse fault atau thrust fault) dan sesar mendatar (strike slip fault). Sesar normal disebut juga sesar turun, disebabkan oleh stress tensional yang seolah-olah saling menolak atau memisahkan. Sesar normal di definisikan juga sebagai sesar yang hanging wall nya turun terhadap footwall. Sesar naik berkembang karena stress kompresional. Pada sesar naik, blok hangingwall relatif naik terhadap blok footwall. Sesar mendatar disebut juga sesar geser, dimana gerak utamanya adalah horizontal dan sejajar dengan bidang sesarnya. Hal ini diakibatkan oleh bekerjanya shear stress. Jenis-jenis sesar seperti yang telah dijelaskan di atas dilihat pada Gambar 4.2. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya sesar memiliki hubungan yang penting dalam eksplorasi hidrokarbon, yakni dapat berperan sebagai perangkap minyak bumi. Pada dasarnya sesar mengakibatkan salah satu dari lapisan batuan yang bergeser tersebut 31

2 menutup atau menyekat lapisan lain, yang dapat berperan nantinya sebagai reservoir minyak bumi. Pada Gambar 4.3 ditampilkan konsep terperangkapnya minyak dan gas bumi pada suatu struktur sesar. Gambar 4.1: Geometri sesar (a) (b) (c) (d) Gambar 4.2: Jenis-jenis sesar (a) kondisi tak terdeformasi (b) sesar normal (c) sesar naik (d) sesar geser Mengingat pentingnya perangkap struktur sesar, maka pada bab ini akan di lakukan simulasi penjalaran gelombang seismik pada model geologi sesar normal. Model geologi ini dipilih karena seringkali perangkap minyak bumi dibentuk oleh hadirnya sesar normal. Model geologi dalam simulasi penjalaran gelombang ini hanya terbatas pada struktur sesar, tanpa mempertimbangkan apakah lapisan pada model sesar tersebut diisi oleh hidrokarbon atau tidak. Pemahaman mengenai karakteristik penjalaran gelombang di dalam model sesar sedikit banyak dapat membantu kita dalam menginterpretasi data seismik untuk tujuan eksplorasi. Pada bab ini juga akan dilakukan rekontruksi model sesar dengan cara membuat penampang seismik brute stack dari kumpulan sintetik seismogram hasil simulasi penjalaran gelombang seismik pada model sesar. Pembuatan 3232

3 penampang seismik brute stack dilakukan dengan melakukan pengolahan standar data seismik terhadap kumpulan sintetik seismogram hasil pemodelan gelombang seismik melalui model sesar. Gambar 4.3: Perangkap struktur sesar Secara ringkasnya tahapan yang akan dikerjakan pada bab ini terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah simulasi penjalaran gelombang melalui model sesar beserta analisis snapshot gelombang seismik dan sintetik seismogramnya. Sementara tahapan kedua adalah pembuatan dan pengolahan sintetik seismogram hingga penampang seismik brute stack dapat dihasilkan. Pada tahapan pertama simulasi penjalaran gelombang dilakukan pada model sesar medium akustik isotropik maupun elastik isotropik. Pada tahapan kedua, data yang digunakan untuk membuat penampang brute stack adalah sintetik seismogram hasil simulasi gelombang seismik pada medium elastik isotropik saja. IV.1 Persiapan Pembuatan Model Sesar Pada dasarnya, tahapan dalam melakukan simulasi penjalaran gelombang sama seperti yang telah dilakukan pada studi kasus I (pada BAB III). Yang berbeda disini hanya modelnya saja, dimana model yang dipilih adalah model geologi sesar normal. Pembuatan model dilakukan dengan memanfaatkan perangkat lunak Seismic Unix yaitu program yang bernama unif2. Keluarannya adalah model bawah permukaan bumi yang terdiri atas empat lapisan dengan stuktur geologi sesar normal. Model tesebut dapat dilihat pada Gambar 4.4. Model tersebut berukuran m x 5000 m. dengan menggunakan spasi grid sebesar 10 m. Dengan demikian jumlah grid dalam model tersebut adalah 2001 x 1501 buah atau sekitar buah grid. 3333

4 Gambar 4.4: Parameter fisik model sesar Jumlah grid di atas dipilih karena menunjukkan hasil yang optimum pada snapshot penjalaran gelombangnya. Jumlah grid pada model di atas tentunya jauh lebih banyak daripada yang dimiliki oleh model pada studi kasus 1 (BAB III). Hal ini dilakukan agar pada bidang miring sesar tidak terjadi difraksi artefak akibat grid yang tidak halus. Parameter-parameter model tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1, Tabel 4.1: Parameter fisik tiap lapisan model sesar Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3 Lapisan 4 Ciri Warna Merah Hijau Biru Biru Kecepatan Gel P ( Vp ) 1500 m/s 2500 m/s 3500 m/s 4500 m/s Kecepatan Gel S ( Vs) 866 m/s 1443 m/s 2020 m/s 2596 m/s Densitas 2300 gr/cc 2400 gr/cc 2500 gr/cc 2600 m/s Tebal Lapisan 1000 m s/d 1500 m 500 s/d 1500 m 500 m s/d 1000 m 1500 m s/d 2200 m Nilai kecepatan gelombang P yang dipakai dalam lapisan pertama sebesar 1500 m/s, yang mengasumsikan bahwa lapisan tersebut merupakan lapisan sedimen lunak yang belum terkompaksi dengan baik. Sedangkan kecepatan gelombang P lapisan kedua sebesar 2500 m/s, mengasumsikan bahwa lapisan tersebut merupakan lapisan batu pasir. Lapisan yang ketiga mempunyai litologi yang sama dengan lapisan ke dua yaitu lapisan batu pasir, tetapi nilai kecepatan gelombang P nya berbeda yaitu sebesar 3500 m/s. Nilai kecepatan gelombang P pada lapisan batu pasir tersebut lebih tinggi dari pada lapisan batu pasir pada lapisan yang kedua karena lapisan yang ketiga tersebut diasumsikan telah 3434

5 mengalami proses kompaksi yang lebih besar dibandingkan dengan lapisan ke dua. Lapisan yang terakhir merupakan basement berupa batuan granit. Granit tersebut memiliki nilai kecepatan dan densitas yang paling tinggi diantara lapisan yang lainnya yaitu sebesar 4500 m/s. Batuan granit memiliki kecepatan yang tinggi selain karena mineral pembentuknya berbeda dengan lapisan sedimen juga karena memiliki batuan ini sangat kompak dan keras. Nilai kecepatan gelombang S dalam model tersebut mengikuti hubungan gelombang P dan S yang formulasinya tertulis pada persamaan 2.8. Model kecepatan lapisan gelombang P tersebut dijadikan sebagai input pada program Aku2D sedangkan pada program Ela2D inputnya terdiri dari kecepatan lapisan gelombang P, gelombang S, dan densitas. IV.2 Penentuan Parameter Simulasi Gelombang Seismik Semua informasi mengenai parameter simulasi gelombang seismik diinputkan kedalam file bernama aku2d.in untuk simulasi gelombang akustik isotropik dan ela2d.in untuk simulasi gelombang elastik isotropik. Parameter yang digunakan dalam simulasi gelombang akustik dan elastik isotropik dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2: Parameter simulasi gelombang seismik model sesar No Parameter Nilai Parameter 1 Sampling rate ( dt ) 0.02 s 2 Waktu Simulasi (tmaks) 4.2 s 3 Frekuensi tengah (fcent) 5 Hz 4 Tipe Wavelet Ricker 5 Jenis sumber Explosive point source 6 Posisi sumber tembakan 7040 m (sb x) & 30 m (sb z) 7 Jumlah geophone 124 buah 8 Jarak antar geophone 50 m Nilai sampling waktu yang digunakan pada model 3 ini adalah s, dimana nilai ini sudah sesuai dengan kriteria kestabilan sistem yaitu tidak boleh melebihi nilai maksimumnya yang bernilai s. Sedangkan untuk nilai frekuensi haruslah memenuhi kriteria dispersi yang ditentukan sesuai dengan persamaan Nilai 35 35

6 frekuensi maksimum pada model ini adalah 12 Hz. Nilai frekuensi yang di pilih haruslah kurang dari nilai maksimum tersebut. Setelah dilakukan trial dan error dipilihlah frekuensi sebesar 5 Hz sebagai frekuensi dominan supaya sintetik seismogram dan snapshot yang dihasilkan cukup baik. Waktu perekaman simulasi ini 4.2 s karena di anggap sudah cukup menghasilkan event-event gelombang yang penting. Tipe sumber yang dipilih pada simulasi model ini adalah explosive point source. Jumlah penembakan pada simulasi penjalaran gelombang ini dilakukan sebanyak satu kali. Titik lokasi penembakan berada pada jarak (X) 7020 m dan kedalaman (Z) 30 m Titik lokasi sumber tersebut dipilih karena pada posisi ini fenomena gelombang dari model sesar di atas dapat terlihat dengan jelas, baik pada sintetik seismogram maupun pada snapshot penjalaran gelombang seismik. Tipe wavelet yang digunakan adalah Ricker seperti dapat dilihat pada Gambar 4.6. Wavelet tersebut dipilih karena sudah optimum dalam mensimulasikan gelombang terutama ketika muka gelombang tersebut mengenai batas-batas lapisan. Pada sintetik seismogram wavelet tersebut dapat dengan jelas menunjukkan batas-batas antar lapisan sehingga wavelet tersebut ideal untuk dipilih. Batas lapisan dalam sintetik seismogram ditunjukkan oleh bagian trough dalam gambar wavelet tersebut. Pada gambar 4.7 dapat dilihat bahwa frekuensi yang dominannya sekitar 5 Hz. Hal ini sudah sesuai dengan nilai kriteria dispersi yang digunakan dalam pemodelan ini. Gambar 4.5: Tipe wavelet pada model sesar medium akustik dan elastik isotropik 3636

7 Gambar 4.6: Spektrum frekuensi sumber model sesar IV.3 Hasil Keluaran Simulasi Gelombang Seismik melalui Model Sesar Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, solusi dari persamaan 2.5 berubah dari waktu ke waktu. Untuk setiap waktu tertentu solusi tersebut berupa snapshot penjalaran gelombang seismik seperti yang terlihat dalam Gambar 4.7 dan 4.8. Gambar 4.7 a dan d memperlihatkan snapshot penjalaran gelombang seismik melalui medium akustik setelah waktu 1,44 s (Gambar a) dan 1,92 s (Gambar d). Sedangkan Gambar 4.7 b,c,e dan f memperlihatkan penjalaran gelombang seismik melalui medium elastik isotropik setelah waktu 1,44 s dan 1,92 s. Gambar 4.7 b dan e merupakan penjalaran gelombang seismik medium elastik isotropik untuk komponen Z (vertikal) sedangkan gambar 4.7 c dan f menunjukkan penjalaran gelombang seismik elastik isotropik untuk komponen X (horizontal). Gambar 4.8 memiliki penjelasan yang sama dengan gambar 4.7 hanya saja gambar-gambar tersebut memperlihatkan snapshot pada waktu 2,64 s (Gambar 4.8 a,b,c) dan 2,85 s (Gambar 4.8 d,e,f). Batas-batas lapisan pada seluruh snapshot yang tertera pada Gambar 4.7 dan 4.8 ditunjukkan oleh garis-garis berwarna merah. Sumber yang digunakan pada simulasi penjalaran gelombang ini berada di koordinat X=7040 m dan Z=30 m. Jenis sumber yang digunakan adalah tipe exsplosive point source. Jenis sumber ini hanya menghasilkan gelombang P saja. Setelah sumber dibangkitkan, gelombang P tersebut mulai menjalar melalui model. Pada snapshot dengan medium akustik isotropik, saat t=1,44 s (Gambar 4.7 a), gelombang seismik (ditandai oleh A) sudah mengenai batas lapisan 1 dan 2 dan menghasilkan dua fasa gelombang yaitu gelombang P refleksi (fasa P-R-P di tandai oleh B) dan gelombang P. 37

8 (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 4.7: Snapshot gelombang pada model sesar (a) akustik saat t=1.44 s (b) elastik komponen Z saat t=1,44 s (c) elastik komponen X saat t=1,44 s (d) akustik saat t=1,92 s (e) elastik komponen Z saat t=1,92 s (f) elastik komponen X saat t=1,92 s 38

9 (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 4.8: Snapshot gelombang pada model sesar (a) akustik saat t=2,64 s (b) elastik komponen Z saat t=2,64 s (c) elastik komponen X saat t=2,64 s (d) akustik saat t=2,85 s (e) elastik komponen Z saat t=2,85 s (f) elastik komponen X saat t=2,85 s 39

10 (a) (b) (c) Gambar 4.9: Sintetik seismogram model sesar (a) akustik (b) elastik komponen Z (c) elastik komponen X 40

11 transmisi (fasa P-T-P ditandai oleh C). Terjadinya dua jenis gelombang ini disebabkan oleh adanya kontras akustik impedansi pada kedua lapisan tersebut. Pada snapshot dengan medium elastik isotropik, selain muncul gelombang P refleksi dan transmisi seperti yang terdapat dalam medium akustik juga muncul gelombang S. Gelombang S tersebut berasal dari gelombang P yang terkonversikan pada batas lapisan yang memiliki kontras impedansi elastik. Pada snapshot elastik komponen Z saat t=1,44 s (Gambar 4.7 b), gelombang P yang dibangkitkan oleh sumber (ditandai oleh A) sudah mengenai batas lapisan 1 dan 2 dan menghasilkan empat fasa gelombang yaitu gelombang P refleksi (fasa P-R-P di tandai oleh B), gelombang S refleksi konversi (fasa P-RC-S ditandai oleh L), gelombang P transmisi (fasa P-T-P ditandai oleh C), dan gelombang S transmisi konversi (fasa P-TC-S ditandai oleh M). Pada snapshot komponen X (Gambar 4.7 c), fasa gelombang S konversi dapat dilihat secara lebih jelas. Gelombang P transmisi akibat batas lapisan 1 dan 2 (ditandai oleh C ) kemudian terus menjalar pada lapisan dua sampai akhirnya mengenai batas lapisan 2 dan 3. Pada t=1,92 s (Gambar 4.7 e), muka gelombang P transmisi (ditandai oleh C) tadi sudah mengenai batas lapisan 2 dan 3 dan menghasilkan empat fasa gelombang yaitu Gelombang P refleksi (fasa P-T-P-R-P ditandai oleh D), gelombang S refleksi konversi (fasa P-T-RC-S ditandai oleh N), gelombang P transmisi (fasa P-T-P-T-P ditandai oleh G), dan gelombang S transmisi konversi (fasa P-T-P-TC-S ditandai oleh M). Pada medium elastik isotropik (Gambar 4.7 b), selain terdapat penjalaran gelombang transmisi P (ditunjukkan oleh C) pada lapisan 2 terdapat juga penjalaran gelombang S transmisi konversi (ditunjukkan oleh M). Gelombang S transmisi konversi tersebut menjalar sampai akhirnya mengenai batas lapisan 2 dan 3. Pada t=1,92 s (Gambar 4.7 e) gelombang S transmisi konversi sudah mengenai batas lapisan 2 dan 3 dan menghasilkan dua fasa gelombang yaitu gelombang S refleksi konversi (fasa P-TC-S-R-S) dan gelombang S transmisi konversi (fasa P-TC-S-T-S ditunjukkan oleh P ). Fasa gelombang S refleksi konversi memiliki amplitudo yang sangat kecil sehingga kurang terlihat jelas pada snapshot

12 Pada t=1,92 s juga telah terjadi suatu fenomena gelombang. Fenomena gelombang tersebut berupa pola bow tie. Pola tersebut dihasilkan oleh bentuk bidang sesar dan bidang horizontal lapisan yang menyerupai geometri sinklin pada lipatan. Pada snapshot medium akustik (Gambar 4.7 d) dan medium elastik (Gambar 4.7 e,f) pola bow tie ditunjukkan oleh E dan F. E merupakan pola bow tie gelombang P akibat bidang sesar dan batas lapisan horizontal 1 dan 2 sedangkan F merupakan pola bow tie gelombang P akibat bidang sesar dan batas lapisan horizontal 2 dan 3. Pada medium akustik isotropik saat t=1,92 s (Gambar 4.7 d), terdapat satu gelombang yang menjalar pada lapisan 3 yaitu gelombang G. G merupakan gelombang P transmisi akibat batas lapisan 2 dan 3. Gelombang tersebut terus menjalar pada lapisan 3 sampai akhirnya mengenai batas lapisan 3 dan 4. Setelah mengenai batas lapisan, gelombang P transmisi tadi berpisah menjadi gelombang P refleksi (fasa P-T-P-T-P-R-P ditunjukkan oleh H) dan P transmisi (P-T-P-T-P-T-P ditunjukkan oleh I) seperti yang terlihat pada Gambar 4.7 a. Berbeda dengan medium akustik isotropik, pada medium elastik isotropik (Gambar 4.7 e,f ) terdapat tiga gelombang yang menjalar pada lapisan 3 yaitu G, O, dan P. Ketiga gelombang tersebut menjalar pada lapisan 3 sampai mengenai batas lapisan 3 dan 4. Pada snapshot elastik komponen Z saat t=2,64 s (Gambar 4.8 b) gelombang G sudah mengenai batas lapisan 3 dan 4 sehingga menghasilkan gelombang P refleksi dan P transmisi. Pada snapshot akustik saat t=2,85 s (Gambar 4.8 d), gelombang P refleksi akibat batas lapisan 3 dan 4 (ditunjukkan oleh H) menjalar ke atas permukaan dan memantul pada reflektor 1 dan 2. Reflektor 1 adalah batas antara lapisan 1 dan 2 sedangkan reflektor 2 adalah batas antara lapisan 2 dan 3. Pada batas lapisan 2 dan 3 dihasilkan gelombang P pantulan yang ditunjukkan oleh K sedangkan pada batas lapisan 1 dan 2 dihasilkan gelombang P pantulan yang ditunjukkan oleh J. Pada snapshot elastik X dan Z saat t=2,85 s (Gambar 4.8 e,f), didapatkan juga gelombang J dan K seperti pada medium akustik isotropik. Gelombang O dan P yang menjalar pada lapisan 3 sudah mengenai batas lapisan 3 dan 4 sehingga masing-masing gelombangnya terpisahkan menjadi gelombang pantul dan transmisi. Energi gelombang pantul lebih kecil daripada energi gelombang sehingga gelombangnya kurang terlihat pada snapshot. Energi gelombang transmisi cukup besar sehingga dapat terlihat pada snapshot (Gambar 4.8 e,f). Gelombang 42 42

13 transmisinya ditunjukkan oleh S dan Q. S merupakan gelombang S pantul konversi akibat lapisan 3 dan 4 oleh gelombang O. Q merupakan gelombang S pantul konversi akibat lapisan 3 dan 4 oleh gelombang P. Hal yang menarik untuk dikaji dari snapshot simulasi gelombang elastik adalah gelombang M. M merupakan gelombang S transmisi konversi dari gelombang langsung akibat batas lapisan 1 dan 2 (fasa P-TC-S). Gelombang M dapat dilihat pada snapshot elastik pada Gambar 4.7 b,c,e,f dan 4.8 b,c,e,f. Seperti yang kita ketahui bila gelombang P mengenai suatu batas lapisan yang memiliki kontras akustik impedansi dengan sudut lebih besar dari 0 º, maka gelombang P tersebut akan membangkitkan empat macam fase gelombang yaitu gelombang P refleksi, gelombang S refleksi konversi, gelombang P transmisi, dan gelombang S transmisi konversi. Tetapi apa yang terjadi bila gelombang S mengenai batas lapisan yang memiliki akustik impedansi yang berbeda. Perilaku mengenai gelombang S tersebut dapat kita amati pada gelombang M. Pada Gambar 4.7 e (snapshot elastik Z saat t=1,92 s) M mengenai batas lapisan 2 dan 3 sehingga menghasilkan gelombang transmisi yang ditandai oleh huruf P. Menurut analisis, gelombang tersebut merupakan gelombang S karena memiliki karakteristik penjalaran gelombang dalam snapshot elastik yang sama seperti gelombang S. Pada snapshot elastik Z, karakteristik gelombang S ditandai oleh bentuk muka gelombang yang tidak utuh berbentuk lingkaran tetapi amplitudo di tengah muka gelombangnya nol. Selain itu juga, bila dibandingkan dengan gelombang transmisi S lain pada lapisan yang sama, P memiliki kecepatan gelombang yang hampir sama. Hal itu dapat dibandingkan antara kecepatan P dengan O pada lapisan 3 (Gambar 4.7 e). O merupakan gelombang S transmisi konversi dari C akibat batas lapisan 2 dan 3. Bila terus diperhatikan maka P tersebut tetap menjalar pada lapisan tiga (Gambar 4.8 b) sampai akhirnya mengenai batas lapisan 3 dan 4. Pada Gambar 4.8 e (snapshot elastik Z saat t=2,85 s), P sudah mengenai batas lapisan dan membangkitan fasa gelombang baru yaitu gelombang transmisi dan refleksi. Jenis gelombang yang dihasilkan tetap merupakan gelombang S. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa simulasi penjalaran gelombang elastik pada program ini, tidak 43 43

14 memodelkan gelombang S konversi menjadi gelombang P refleksi ataupun transmisi pada batas lapisan yang memiliki kontras akustik impedansi yang berbeda. Gambar 4.9 menunjukkan sintetik seismogram yang merupakan produk samping (by product) dari simulasi penjalaran gelombang model geologi sesar. Titik lokasi sumber berada pada koordinat yang sama dengan titik sumber pada simulasi penjalaran gelombang di atas. Geophone yang digunakan sebanyak 124 buah dengan spasi antar geophone 50 m. Geophone tersebut ditempatkan pada model dengan kedalaman 30 m dari permukaan. Dari geophone-geophone tersebut dihasilkan trace berjumlah 124. Gambar 4.9 terdiri atas tiga gambar. Gambar pertama (Gambar 4.9 a) merupakan sintetik seismogram pada simulasi gelombang pada medium akustik isotropik. Sintetik seismogram pada gambar tersebut memperlihatkan respon geophone pada komponen radial. Sintetik seismogram pada Gambar 4.9 b dan c merupakan sintetik seismogram pada simulasi gelombang medium elastik. Gambar 4.9 b merupakan sintetik seismogram yang memperlihatkan respon geophone pada komponen vertikal (Z) saja sedangkan gambar 4.9 c merupakan respon dalam komponen horizontal (X). Pada sintetik seismogram dapat dilihat even-even gelombang seperti even yang terlihat di dalam snapshot simulasi gelombangnya. Tetapi tidak semua even gelombang dapat dilihat pada sintetik seismogram Hanya even gelombang yang melewati geophone saja yang dapat dilihat. Pada Gambar 4.9 a dapat dilihat even-even yang muncul pada sintetik seismogram medium akustik isotropik. Even-even tersebut adalah gelombang langsung (A), gelombang P pantulan akibat batas lapisan 1 dan 2 (fasa P-R-P ditunjukkan oleh B), gelombang P pantulan akibat batas lapisan 2 dan 3 (fasa P-T-P-R-P ditunjukkan oleh D), dan gelombang P pantulan akibat lapisan 3 dan 4 (fasa P-T-P-T-P-R-P ditunjukkan oleh H). Kemudian selain itu, pola bow tie pun dapat dilihat pada sintetik seismogram seperti di tunjukkan oleh E dan F. E merupakan pola bow tie pada gelombang B sedangkan F merupakan pola bow tie pada gelombang D. Pada sintetik seismogram elastik (Gambar 4.9 b), tidak hanya terdapat gelombang refleksi P saja tetapi terdapat juga even gelombang S konversi yang ditunjukkan oleh L. L merupakan gelombang S pantulan konversi akibat batas lapisan 1 dan 2 (fasa P-RC-S). Pada sintetik seismogram elastik X (Gambar 4.9 c) kita dapat melihat even gelombang konversi S secara lebih lengkap dan jelas. Gelombang tersebut ditunjukkan oleh L dan N. Pada sintetik 44 44

15 seismogram Z, N tidak dapat terlihat tetapi pada sintetik seismogram X dapat terlihat dengan jelas. N adalah gelombang S refleksi konversi akibat batas lapisan 2 dan 3. Pada sintetik seismogram elastik X pola bow tie dapat terlihat seperti ditunjukkan oleh E, F dan W. IV.4 Pembuatan Penampang Brute Stack dengan Input Sintetik Seismogram Hasil Simulasi Gelombang Pada sub bab ini akan dipaparkan proses pembentukan penampang seismik brute stack dengan inputnya berupa sintetik seismogram hasil pemodelan gelombang seismik melalui model sesar. Simulasi penjalaran gelombang ini terbatas hanya pada gelombang elastik komponen Z saja dengan mengunakan parameter elastik yang sama dengan simulasi model di atas. Simulasi tersebut dilakukan dengan menempatkan beberapa titik sumber, yang posisinya berbeda beda. Pengambilan data dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan dengan jarak antar sumber 800 m sedangkan tahap ke dua dilakukan dengan jarak sumber yang lebih rapat yaitu 480 m. Tahap pertama menghasilkan 12 sintetik shot gather sedangkan tahap ke dua menghasilkan 19 sintetik shot gather. Parameter akusisi model sesar dapat dilihat pada Tabel 4.3. Percobaan dilakukan dua tahap dengan jarak sumber yang berbeda untuk mendapatkan cdp full coverage yang lebih banyak (lebih dari satu). Pada eksplorasi hidrokarbon jumlah cdp di satu titik (full coverage) menjadi sangat penting karena dapat meningkatkan nilai sinyal terhadap ganguan (noise) sehingga data seismik yang akan di olah menjadi semakin optimum. Tabel 4.3: Parameter pembuatan penampang Brute Stack model sesar (akusisi data) Akusisi 1 Akusisi 2 Jumlah tembakan Jarak antar sumber 800 m 480 m Titik sumber (sb x ) - 60 m s/d 8760 m - 60 m s/d 8600 m Titik sumber (sb z) 30 m 30 m Jumlah geophone Jarak antar geophone 80 m 80 m Titik geophone (sb x) 40 m s/d 9960 m 40 m s/d 9960 m Titik geophone (sb y) 30 m 30 m 45 45

16 Sampling rate ( dt ) 0.02 s 0.02 s Waktu Simulasi (tmaks) 4.2 s 4.2 s Frekuensi tengah (fcent) 5 Hz 5 Hz Tipe Wavelet Ricker Ricker Jenis source Explosive point source Explosive point source Metode Akusisi Split spread Split spread Semakin rapat jarak antar sumber, maka semakin banyak jumlah cdp pada satu titik tersebut. Sedangkan semakin rapat jarak antar geophone berarti semakin detailnya rekontruksi lapisan bawah permukaan. Namun demikian, pada proses pembuatan penampang brute stack dengan data sintetik, hal tersebut tidak begitu penting karena mediumnya dianggap bebas gangguan (noise). Hasil pembuatan penampang Brute Stack dengan data sintetik dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4: Hasil pembuatan penampang Brute Stack (akusisi 1 dan 2 ) Hasil Pembuatan Penampang Brute Stack (akusisi 1 dan 2) Jumlah sintetik shot gather 27 Jumlah trace 3348 Jumlah trace dalam satu shot gather 124 Jumlah cdp 234 Jumlah cdp full coverage 3 Offset m s/d 9920 m Geometri akusisi pembuatan penampang brute stack model sesar, secara visual dapat dilihat pada Gambar Jumlah sumber dan geophone pada Gambar 4.10 tersebut hanya sebagai ilustrasi saja tidak menunjukkan jumlah yang sebenarnya. Sumber dan geophone pada pembuatan penampang brute stack berada pada kedalaman yang sama yakni kedalaman 30 m. Posisi geophone-geophone pada pembuatan penampang brute stack akusisi tahap pertama sama dengan posisi geophone-geophone pada akusisi tahap kedua

17 : titik lokasi geophone : titik lokasi sumber akusisi 1 : titik lokasi sumber akusisi 2 Gambar 4.10: Geometri akusisi pembuatan penampang Brute Stack model sesar IV. 5 Pengolahan Data Hasil Pembuatan Penampang Brute Stack Simulasi gelombang seismik menghasilkan produk samping (by product) berupa sintetik seismogram. Data seismik pada pembuatan penampang brute stack model sesar didapat dari sintetik seismogram hasil simulasi gelombang seismik dengan menempatkan titik sumber pada posisi yang berbeda-beda sesuai dengan parameter akusisi pada Tabel 4.3. Setelah simulasi selesai dilakukan, dihasilkan kumpulan data sintetik seismogram. Data tersebut kemudian diolah sesuai prosedur pengolahan standar data seismik sehingga dihasilkan penampang brute stack yang merekontruksikan model sesar. Adapun diagram alir dari pengolahan data seismik tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.6. Penjelasan dari tiap tahapan tersebut adalah sebagai berikut : Seting Header Data seismik terdiri dari sekumpulan trace. Trace merupakan sinyal seismik yang di rekam pada tiap geophone. Sinyal seismik tersebut merupakan fungsi dari waktu dan amplitudo. Tiap trace haruslah di berikan informasi identitas mengenai trace tersebut atau yang lebih di kenal dengan header. Header tersebut antara lain berisi nomor trace, nomor tembakan, nomor trace di dalam suatu tembakan, posisi geophone, posisi sumber, nomor CDP, dan nomor offset. Header diatas merupakan informasi yang harus ada di dalam tiap trace sintetik seismogram agar kita dapat melakukan pengolahan data 4747

18 Gambar 4.12: Diagram alur pengolahan data penampang Brute Stack model sesar Pengaturan nilai header dilakukan dengan program sushw dan suchw di dalam Seismic Unix. Setelah dilakukan pemberian header pada tiap-tiap trace maka kita dapat melihat gambaran model sesar yang kita buat dengan menampilkan trace-trace yang memiliki offset yang sama. Gambar 4.13 menunjukkan gabungan dari beberapa trace yang memiliki offset yang bernilai sama. Offset pada gambar 4.13 merupakan trace near offset yaitu trace yang memiliki jarak antara sumber dengan geophone terdekat. Dari gambar tersebut dapat dilihat bentuk model yang telah kita buat walaupun secara kasar. Gambar 4.14 merupakan gambar stacking chart yang memplot nomor cdp terhadap titik lokasi sumber dalam sumbu X. Pada gambar tersebut kita dapat melihat bahwa nomor cdp meningkat seiring dengan pertambahan posisi sumber. Dari gambar tesebut kita juga dapat melihat bahwa pengambilan data dilakukan secara split spread. 4848

19 Gambar 4.13: Near common offset model sesar Gambar 4.14: Stacking chart model sesar Muting & Sorting trace Muting adalah proses menghilangkan gelombang yang tidak diperlukan di dalam rekaman seismik. Gelombang yang dihilangkan di dalam rekaman seismik hasil pemodelan di atas berupa gelombang langsung. (Gambar 4.15). Muting tersebut di lakukan dengan program sumute di dalam Seismic Unix. Setelah gelombang langsung dalam trace tersebut dihilangkan selanjutnya di pilih trace-trace dengan jarak yang tidak jauh terhadap sumbernya agar data seismik yang dihasilkan optimum (Gambar 4.16). Sorting trace menurut cdp dan offset Sorting trace adalah proses mengurutkan trace-trace dalam data seismik menurut header yang dikehendaki. Data seismik hasil pemodelan di atas di urut menurut nilai cdp dan offset. Sorting trace tersebut dilakukan dengan program susort di dalam Seismic Unix. Setelah trace di urutkan, maka proses selanjutnya adalah analisis kecepatan. 4949

20 (a) (b) Gambar 4.15: Sintetik seismogram model sesar komponen Z (sumber X= 7360 m Z=30 m) (a) Sebelum proses mute (b) Setelah proses mute Gambar 4.16: Sintetik seismogram model sesar komponen Z hasil sorting (sumber X= 7360 m Z=30 m) Analisis Kecepatan Analsis kecepatan adalah proses menganalisis nilai kecepatan terhadap kedalaman. Nilai kecepatan tersebut dipakai dalam proses NMO sehingga pengaruh perbedaan offset antara sumber dan geophone seolah-olah tidak ada. Analisis kecepatan tersebut dilakukan dengan program suvelan di dalam Seismic Unix. Data seismik hasil pemodelan berjumlah 234 cdp. Nomor cdp dimulai dari 125 sampai dengan 358. Analisis kecepatan dilakukan pada cdp no 125, 150, 175, 200, 225, 250, 275, 300, 325, 350. Semakin banyak analisis kecepatan yang dilakukan pada cdp maka hasilnya semakin baik tetapi waktu yang dibutuhkan semakin lama. Oleh karena itu banyaknya analisis kecepatan disesuaikan dengan kondisi lapisan. 50

21 (a) Gambar 4.17: Analisis Kecepatan (a) CMP 175 (b) CMP 200 (b) Nilai kecepatan yang dipilih pada analisis kecepatan tersebut adalah titik yang memperlihatkan nilai semblance yang tinggi dengan nilai kecepatan yang meningkat seiring kedalaman Koreksi NMO (Normal Move Out) Suatu koreksi untuk memindahkan pengaruh perbedaan letak antara shot dan receiver pada CDP gather. Hasil dari proses ini adalah seolah-olah shot dan receiver terletak pada offset 0. (a) (b) Gambar 4.18: CMP 175 (a) sebelum NMO (b) setelah NMO 5151

22 (a) (b) Gambar 4.19: CMP 200 (a) sebelum NMO (b) setelah NMO Stacking Tahapan yang terakhir adalah Stacking. Stacking adalah proses menumpuk trace-trace dalam cdp gather sehingga menjadi satu trace. Tujuan stacking untuk meningkatkan nilai signal to noise rasio nya sehingga data seimik menjadi optimum untuk diinterpretasi. Hasil stack dapat dilihat pada Gambar IV.6 Analisis Penampang Brute Stack Gambar 4.20 merupakan gambar penampang seismik brute stack hasil pengolahan data seismik pada model sesar. Data dalam pembuatan penampang brute stack model sesar berasal dari sintetik seismogram hasil simulasi gelombang seismik pada medium elastik isotropik sehingga direkam gelombang refleksi P dan gelombang S konversi refleksi. Akibatnya pada penampang brute stack didapatkan dua jenis reflektor yaitu reflektor P dan S. Dari gambar tesebut secara umum dapat dilihat bahwa reflektor yang ditampilkan pada penampang brute stack sudah cukup memperlihatkan kondisi reflektor pada model sesar. Batas-batas lapisan pada model sesar sangat jelas sekali ditunjukkan oleh reflektor pada penampang brute stack. Pada Gambar 4.20 reflektor gelombang P ditunjukkan oleh reflektor dengan amplitudo yang kuat yaitu pada waktu 1,5 s, 2,4 s, dan 3,5 s. Reflektor gelombang P merupakan reflektor dengan amplitudo yang kuat karena data yang diolah berasal dari sintetik seismogram komponen Z yang sensitif dalam merespon gelombang kompresi (gelombang P). Pada gambar penampang tersebut juga 5252

23 Reflektor 1 gelombang S Reflektor 1 gelombang P Reflektor 2 gelombang P Pola Bow Tie Reflektor 3 gelombang P Gambar 4.20: Penampang seismik Brute Stack model sesar 53

24 kita masih dapat melihat reflektor gelombang S hanya saja amplitudo pada reflektor tersebut tidak sebesar reflektor gelombang P. Reflektor gelombang S tersebut dapat dilihat pada waktu 2 s. Reflektor tersebut merupakan reflektor S untuk batas lapisan 1 dan 2. Reflektor gelombang S pada batas-batas lapisan selanjutnya tidak ditemukan. Itu dimungkinkan karena energi gelombang S refleksi konversi sangat kecil sehingga tidak dapat dideteksi oleh geophone. Pada gambar 4.20 reflektor satu merupakan gelombang pantul yang diakibatkan oleh batas lapisan 1 dan 2 pada model sesar. Reflektor dua merupakan gelombang pantul yang diakibatkan batas lapisan 2 dan 3 sedangkan reflektor tiga merupakan gelombang pantul akibat batas lapisan 3 dan 4. Bila dibandingkan antara bentuk reflektor lapisan penampang seismik brute stack (Gambar 4.20) dengan reflektor lapisan model sesar (Gambar 4.4) maka terdapat perbedaan. Perbedaaan bentuk reflektor tersebut terjadi pada reflektor tiga dan dua gelombang P pada penampang seismik brute stack. Perbedaan bentuk reflektor tiga gelombang P pada penampang brute stack dan model sesar sangat jelas terlihat. Pada penampang brute stack bentuk reflektor tiga gelombang P tidak terlalu simetris membentuk lengkungan seperti pada model sesar. Perbedaan tersebut dapat diamati seara jelas dengan membandingkan bentuk lengkungan pada reflektor tiga gelombang P bagian sebelah kiri dan kanan pada penampang brute stack. Berdasarkan analisis snapshot gelombang, hal ini dikarenakan muka gelombang hasil pantulan dari reflektor tiga gelombang P tersebut menjalar dengan kecepatan yang berbeda pada sebelah kiri dan kanan model sesar. Penjalaran gelombang pantulan tersebut lebih cepat pada bagian kiri karena lapisan ke satu pada model sesar (kecepatan lapisan paling rendah) relatif lebih tipis dari pada lapisan satu pada bagian kanannya. Hal inilah yang mengakibatkan bentuk reflektor tiga gelombang P pada bagian sebelah kiri berbeda dengan sebelah kanan pada penampang brute stack. Reflektor tiga pada bagian kiri lebih terangkat ke atas karena gelombang pantulannya merambat lebih cepat dibandingkan perambatan gelombang pantulan di sebelah kanannya. Bentuk reflektor dua gelombang P pada penampang brute stack juga berbeda dengan model sesar yang dibuat. Ini diakibatkan oleh hal yang sama yang terjadi pada reflektor 3 gelombang P tadi yaitu akibat penjalaran gelombang P yang lebih cepat pada sebelah kiri 54

25 model sesar yang diakibatkan lapisan satu (kecepatan lapisan paling rendah) relatif lebih tipis dibandingkan sebelah kanannya. Pada Gambar 4.20 juga dapat dilihat fenomena gelombang yang terjadi pada model sesar yakni berupa pola bow tie. Pola bow tie tersebut terdapat pada reflektor satu dan dua gelombang P. Pola bow tie tersebut terjadi karena gelombang mengenai suatu bentuk reflektor yang menyerupai bentuk sinklin seperti pada kasus model geologi lipatan. Pola bow tie tersebut muncul pada penampang brute stack akibat geometri sinkiln yang dibentuk reflektor bidang sesar dan reflektor bidang horizontal sebelah bawahnya sehingga seolah-olah membentuk sinklin seperti pada kasus lipatan. Bila diperhatikan Pola bow tie pada penampang brute stack hampir mirip dengan pola bow tie pada sintetik seismogram model lipatan pada bab sebelumnya. Untuk menghilangkan pola bow tie dan mengembalikan bentuk reflektor (seperti pada reflektor tiga) kepada posisi sebenarnya maka diperlukan teknik pengolahan data seismik yang lebih lanjut yaitu teknik migrasi. Teknik migrasi sangat di perlukan untuk mendapatkan rekontruksi sesar yang mendekati model sebenarn 55

BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan

BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan Dalam suatu eksplorasi sumber daya alam khususnya gas alam dan minyak bumi, para eksplorasionis umumnya mencari suatu cekungan yang berisi

Lebih terperinci

SIMULASI GELOMBANG SEISMIK UNTUK MODEL SESAR DAN LIPATAN PADA MEDIUM AKUSTIK DAN ELASTIK ISOTROPIK TUGAS AKHIR

SIMULASI GELOMBANG SEISMIK UNTUK MODEL SESAR DAN LIPATAN PADA MEDIUM AKUSTIK DAN ELASTIK ISOTROPIK TUGAS AKHIR SIMULASI GELOMBANG SEISMIK UNTUK MODEL SESAR DAN LIPATAN PADA MEDIUM AKUSTIK DAN ELASTIK ISOTROPIK TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat meraih gelar Sarjana Teknik Strata Satu Di Program Studi Teknik Geofisika,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemrosesan awal setelah dilakukan input data seismik 2D sekunder ini adalah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemrosesan awal setelah dilakukan input data seismik 2D sekunder ini adalah 44 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1. Geometry extraction Pemrosesan awal setelah dilakukan input data seismik 2D sekunder ini adalah Geometry extraction. Karena pada data ini memiliki informasi

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini dibahas mengenai proses pengolahan data seismik dengan menggunakan perangkat lunak ProMAX 2D sehingga diperoleh penampang seismik yang merepresentasikan penampang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penerapan Cadzow Filtering Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan meningkatkan strength tras seismik yang dapat dilakukan setelah koreksi NMO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin banyak penerapan teknologi dalam kehidupan sehari-hari yang berdasarkan perkembangan pemanfaatan energi dan sumber daya alam di laut Indonesia, maka ini

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR Tinjauan Umum Seismik Eksplorasi

BAB III TEORI DASAR Tinjauan Umum Seismik Eksplorasi BAB III TEORI DASAR 3. 1. Tinjauan Umum Seismik Eksplorasi Metode seismik merupakan metode eksplorasi yang menggunakan prinsip penjalaran gelombang seismik untuk tujuan penyelidikan bawah permukaan bumi.

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR (2.1) sin. Gambar 2.1 Prinsip Huygen. Gambar 2.2 Prinsip Snellius yang menggambarkan suatu yang merambat dari medium 1 ke medium 2

BAB II TEORI DASAR (2.1) sin. Gambar 2.1 Prinsip Huygen. Gambar 2.2 Prinsip Snellius yang menggambarkan suatu yang merambat dari medium 1 ke medium 2 BAB II TEORI DASAR.1 Identifikasi Bentuk Gelombang Perambatan gelombang pada media bawah permukaan mengikuti beberapa prinsip fisika sebagai berikut : a. Prinsip Huygen menyatakan bahwa setiap titik yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengolahan data pada Pre-Stack Depth Migration (PSDM) merupakan tahapan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengolahan data pada Pre-Stack Depth Migration (PSDM) merupakan tahapan V. HASIL DAN PEMBAHASAN V.1. Hasil Penelitian V.1.1. Interpretasi Horizon Pengolahan data pada Pre-Stack Depth Migration (PSDM) merupakan tahapan lanjutan setelah dilakukannya pengolahan data awal, sehingga

Lebih terperinci

menentukan sudut optimum dibawah sudut kritis yang masih relevan digunakan

menentukan sudut optimum dibawah sudut kritis yang masih relevan digunakan Gambar 4.15 Data seismic CDP gather yang telah dilakukan supergather pada crossline 504-508. 4.2.4.3 Angle Gather Angle Gather dilakukan untuk melihat variasi amplitudo terhadap sudut dan menentukan sudut

Lebih terperinci

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

BAB IV METODE DAN PENELITIAN BAB IV METODE DAN PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lapangan R, berada di daerah Laut Tarakan, yang merupakan daerah operasi PPPGL dan PPTMBG LEMIGAS. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB 3 TEORI DASAR. Seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk

BAB 3 TEORI DASAR. Seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk BAB 3 TEORI DASAR 3.1 Seismik Refleksi Seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui keadaan di bawah permukaan bumi. Metode ini menggunakan gelombang akustik yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Akuisisi Data Seismik Akuisisi data seismik dilaksanakan pada bulan April 2013 dengan menggunakan Kapal Riset Geomarin III di kawasan batas laut dan Zona Ekonomi Eksklusif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Akuisisi Data Seismik Daerah dilakukannya penelitian yaitu berada di perairan sekitar Pulau Misool. Pulau Misool sendiri adalah salah satu dari empat pulau besar

Lebih terperinci

Pengolahan Data Seismik 2D Menggunakan Software Echos dari Paradigm 14.1

Pengolahan Data Seismik 2D Menggunakan Software Echos dari Paradigm 14.1 Pengolahan Data Seismik 2D Menggunakan Software Echos dari Paradigm 14.1 Pada dasarnya pengolahan data seismik menggunakan beberapa software memiliki konsep yang sama hanya tools atau menu yang berbeda.

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam BAB III TEORI DASAR 3.1 Seismik Refleksi Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon. Telah diketahui bahwa dalam eksplorasi geofisika, metode seismik

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. hasil akuisisi seismik yang dapat dipergunakan untuk pengolahan data seismik.

BAB III TEORI DASAR. hasil akuisisi seismik yang dapat dipergunakan untuk pengolahan data seismik. BAB III TEORI DASAR Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode yang memanfaatkan luasnya data hasil akuisisi seismik yang dapat dipergunakan untuk pengolahan data seismik. Pada proses akuisisi dilakukan

Lebih terperinci

PROPOSAL KERJA PRAKTIK PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D MARINE DAERAH X MENGGUNAKAN SOFTWARE PROMAX 2003

PROPOSAL KERJA PRAKTIK PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D MARINE DAERAH X MENGGUNAKAN SOFTWARE PROMAX 2003 PROPOSAL KERJA PRAKTIK PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D MARINE DAERAH X MENGGUNAKAN SOFTWARE PROMAX 2003 Oleh ALMAS GEDIANA H1E012020 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS SAINS

Lebih terperinci

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah Wawang Sri Purnomo dan Muhammad Rizki Ramdhani Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

Analisis Pre-Stack Time Migration (PSTM) Pada Data Seismik 2D Dengan menggunakan Metode Kirchoff Pada Lapangan ITS Cekungan Jawa Barat Utara

Analisis Pre-Stack Time Migration (PSTM) Pada Data Seismik 2D Dengan menggunakan Metode Kirchoff Pada Lapangan ITS Cekungan Jawa Barat Utara Analisis Pre-Stack Time Migration (PSTM) Pada Data Seismik 2D Dengan menggunakan Metode Kirchoff Pada Lapangan ITS Cekungan Jawa Barat Utara Wahyu Tristiyoherrni 1, Mualimin 2, Widya Utama 1 1) Jurusan

Lebih terperinci

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah Priyono, Tony Rahadinata, dan Muhammad Rizki Ramdhani Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Data 3.1.1 Data Seismik Data yang dimiliki adalah data seismik hasil migrasi post stack 3-D pada skala waktu / time dari Lapangan X dengan polaritas normal, fasa nol,

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Cincin Newton didesain interferensi optik yang menunjukkan interferensi optik pada lensa udara dan udara kaca (Schuster, 2008).

Gambar 1.1 Cincin Newton didesain interferensi optik yang menunjukkan interferensi optik pada lensa udara dan udara kaca (Schuster, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telah lama ilmuwan menggunakan interferensi gelombang cahaya untuk mengakses sifat-sifat optik misalnya ketebalan lensa, geometri lensa, dan indeks bias lensa. Salah

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR METODE STACK KONVENSIONAL DAN ZERO-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (ZO CRS) STACK

BAB II TEORI DASAR METODE STACK KONVENSIONAL DAN ZERO-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (ZO CRS) STACK BAB II TEORI DASAR METODE STACK KONVENSIONAL DAN ZERO-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (ZO CRS) STACK II.1 Metode Stack Konvensional Di lapangan, data seismik hadir sebagai common source gather (CSG),lihat

Lebih terperinci

BAB II COMMON REFLECTION SURFACE

BAB II COMMON REFLECTION SURFACE BAB II COMMON REFLECTION SURFACE Pada metode seismik refleksi, bermacam-macam teknik imaging telah dikembangkan khususnya untuk eksplorasi minyak bumi antara lain common midpoint (CMP) stack dan normal

Lebih terperinci

BAB 3. PENGOLAHAN DATA

BAB 3. PENGOLAHAN DATA 27 BAB 3. PENGOLAHAN DATA 3.1 Daerah Studi Kasus Data yang digunakan sebagai studi kasus dalam tesis ini adalah data dari lapangan di area Blackfoot, Alberta, Canada (gambar 3.1). Data-data tersebut meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Metode seismik merupakan salah satu bagian dari metode geofisika aktif, yang memanfaatkan pergerakan gelombang dalam suatu medium dimana dalam penyelidikannnya di

Lebih terperinci

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (Psdm Vti) Pada Data Seismik Laut 2D

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (Psdm Vti) Pada Data Seismik Laut 2D B-50 Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy Psdm Vti Pada Data Seismik Laut 2D Thariq Guntoro, Bagus Jaya Santosa Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ITS Jl. Arief

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 32 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dengan judul Aplikasi Metode Common Reflection Surface Stack Untuk Perbaikan Kualitas Penampang Seismik Darat 2D Dan 3D Pada Lapangan

Lebih terperinci

ALHAZEN Journal of Physics ISSN Volume 2, Nomor 1, Issue 1, Juli 2015

ALHAZEN Journal of Physics ISSN Volume 2, Nomor 1, Issue 1, Juli 2015 PENGOLAHAN DATA SEISMLK REFLEKSI 2D UNTUK MEMETAKAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN LAPANGAN X PRABUMULIHSUMATRA SELATAN Ujang Permana 1), Kaswandhi Triyoso 2) Mada Sanjaya W.S 1,3) 1) Jurusan Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

Wahyu Tristiyoherni Pembimbing Dr. Widya Utama, DEA

Wahyu Tristiyoherni Pembimbing Dr. Widya Utama, DEA Analisa Pre-Stack Time Migration (PSTM) Data Seismik 2D Dengan Menggunakan Metode Kirchoff Lintasan ITS Cekungan Jawa Barat Utara Wahyu Tristiyoherni 1105 100 017 Pembimbing Dr. Widya Utama, DEA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan Data

Bab III Pengolahan Data S U U S Gambar 3.15. Contoh interpretasi patahan dan horizon batas atas dan bawah Interval Main pada penampang berarah timurlaut-barat daya. Warna hijau muda merupakan batas atas dan warna ungu tua merupakan

Lebih terperinci

BAB V INVERSI ATRIBUT AVO

BAB V INVERSI ATRIBUT AVO BAB V INVERSI ATRIBUT AVO V.1 Flow Chart Inversi Atribut AVO Gambar 5.1 Flow Chart Inversi Atribut AVO 63 V.2 Input Data Penelitian Dalam penelitian tugas akhir ini digunakan beberapa data sebagai input,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pengolahan data seismik bertujuan untuk mendapatkan hasil penampang yang maksimal. Adanya pengaruh lapisan miring maka dilakukan proses migrasi untuk mengembalikan posisi reflektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukaan bumi mempunyai beberapa lapisan pada bagian bawahnya, masing masing lapisan memiliki perbedaan densitas antara lapisan yang satu dengan yang lainnya, sehingga

Lebih terperinci

Bab 2. Teori Gelombang Elastik. sumber getar ke segala arah dengan sumber getar sebagai pusat, sehingga

Bab 2. Teori Gelombang Elastik. sumber getar ke segala arah dengan sumber getar sebagai pusat, sehingga Bab Teori Gelombang Elastik Metode seismik secara refleksi didasarkan pada perambatan gelombang seismik dari sumber getar ke dalam lapisan-lapisan bumi kemudian menerima kembali pantulan atau refleksi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dengan judul Peningkatan Kualitas Stacking dengan Metode Common Reflection Surface (CRS) Stack pada Data 2D Marine ini dilaksanakan di PPPTMGB

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. gelombang akustik yang dihasilkan oleh sumber gelombang (dapat berupa

III. TEORI DASAR. gelombang akustik yang dihasilkan oleh sumber gelombang (dapat berupa III. TEORI DASAR 3.1 Konsep Seismik Refleksi Seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui keadaan di bawah permukaan bumi. Metode ini menggunakan gelombang akustik

Lebih terperinci

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (PSDM VTI) pada Data Seismik Laut 2D

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (PSDM VTI) pada Data Seismik Laut 2D Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (PSDM VTI) pada Data Seismik Laut 2D Oleh: Thariq Guntoro 1110100004 Pembimbing: Prof. Dr. rer. nat Bagus Jaya Santosa, S. U Jurusan Fisika Institut

Lebih terperinci

BAB III MIGRASI KIRCHHOFF

BAB III MIGRASI KIRCHHOFF BAB III MIGRASI KIRCHHOFF Migrasi didefinisikan sebagai suatu teknik memindahkan reflektor miring kembali ke posisi subsurface sebenarnya dan menghilangkan pengaruh difraksi, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. seismik juga disebut gelombang elastik karena osilasi partikel-partikel

III. TEORI DASAR. seismik juga disebut gelombang elastik karena osilasi partikel-partikel III. TEORI DASAR A. Konsep Dasar Seismik Gelombang seismik merupakan gelombang mekanis yang muncul akibat adanya gempa bumi. Pengertian gelombang secara umum ialah fenomena perambatan gangguan atau (usikan)

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. Prinsip dasar metodee seismik, yaitu menempatkan geophone sebagai penerima

BAB III TEORI DASAR. Prinsip dasar metodee seismik, yaitu menempatkan geophone sebagai penerima BAB III TEORI DASAR 3.1. Konsep Refleksi Gelombang Seismik Prinsip dasar metodee seismik, yaitu menempatkan geophone sebagai penerima getaran pada lokasi penelitian. Sumber getaran dapat ditimbulkan oleh

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Data 4.1.1 Data Seismik Penelitian ini menggunakan data seismik Pre Stack Time Migration (PSTM) CDP Gather 3D. Penelitian dibatasi dari inline 870 sampai 1050, crossline

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. Metode seismik memanfaatkan penjalaran gelombang seismik ke dalam bumi.

III. TEORI DASAR. Metode seismik memanfaatkan penjalaran gelombang seismik ke dalam bumi. III. TEORI DASAR 3.1. Konsep Seismik Refleksi Metode seismik memanfaatkan penjalaran gelombang seismik ke dalam bumi. Metode seismik refleksi merupakan metode seismik mengenai penjalaran gelombang elastik

Lebih terperinci

TEKNOLOGI SEISMIK REFLEKSI UNTUK EKSPLORASI MINYAK DAN GAS BUMI

TEKNOLOGI SEISMIK REFLEKSI UNTUK EKSPLORASI MINYAK DAN GAS BUMI Oseana, Volume XXX, Nomor 4, 2005 : 1-10 ISSN 0216-1877 TEKNOLOGI SEISMIK REFLEKSI UNTUK EKSPLORASI MINYAK DAN GAS BUMI Oleh M. Hasanudin 1) ABSTRACT REFLECTION SEISMIC TECHNOLOGY FOR OIL AND GAS EXPLORATION.

Lebih terperinci

Keselarasan dan Ketidakselarasan (Conformity dan Unconformity)

Keselarasan dan Ketidakselarasan (Conformity dan Unconformity) Keselarasan dan Ketidakselarasan (Conformity dan Unconformity) a) Keselarasan (Conformity): adalah hubungan antara satu lapis batuan dengan lapis batuan lainnya diatas atau dibawahnya yang kontinyu (menerus),

Lebih terperinci

ANALISIS INDEPENDENT INVERSION GELOMBANG PP DAN PS DENGAN MENGGUNAKAN INVERSI POST-STACK UNTUK MENDAPATKAN NILAI Vp/Vs

ANALISIS INDEPENDENT INVERSION GELOMBANG PP DAN PS DENGAN MENGGUNAKAN INVERSI POST-STACK UNTUK MENDAPATKAN NILAI Vp/Vs Analisis Independent Inversion ANALISIS INDEPENDENT INVERSION GELOMBANG PP DAN PS DENGAN MENGGUNAKAN INVERSI POST-STACK UNTUK MENDAPATKAN NILAI Vp/Vs Gigih Prakoso W, Widya Utama, Firman Syaifuddin Jurusan

Lebih terperinci

IV.1 Aplikasi S-Transform sebagai Indikasi Langsung Hidrokarbon (DHI) Pada Data Sintetik Model Marmousi-2 2.

IV.1 Aplikasi S-Transform sebagai Indikasi Langsung Hidrokarbon (DHI) Pada Data Sintetik Model Marmousi-2 2. Stack Time Migration (PSTM) dengan sampling interval 4 ms. Panjang line FD-1 lebih kurang 653 trace, sedangkan line FD-2 lebih kurang 645 trace dengan masing-masing memiliki kedalaman 3000 m dan sampling

Lebih terperinci

Analisis dan Pembahasan

Analisis dan Pembahasan Bab V Analisis dan Pembahasan V.1 Analisis Peta Struktur Waktu Dari Gambar V.3 memperlihatkan 2 closure struktur tinggian dan rendahan yang diantara keduanya dibatasi oleh kontur-kontur yang rapat. Disini

Lebih terperinci

TEORI DASAR. gelombang ini dinamakan gelombang seismik. Gelombang seismik adalah gelombang elastik yang merambat dalam bumi.bumi

TEORI DASAR. gelombang ini dinamakan gelombang seismik. Gelombang seismik adalah gelombang elastik yang merambat dalam bumi.bumi 10 III. TEORI DASAR 3.1 Gelombang Seismik Menurut Tristiyoherni dkk (2009), gelombang merupakan getaran yang merambat dalam suatu medium. Medium disini yang dimaksudkan adalah bumi. Sehingga gelombang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan melalui langkah - langkah untuk memperoleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan melalui langkah - langkah untuk memperoleh BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan melalui langkah - langkah untuk memperoleh hasil penelitian. Data hasil akuisisi diproses secara terpadu dalam pengolahan data seismik menggunakan

Lebih terperinci

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Monitoring dan Eksplorasi Hidrokarbon Oleh : Andika Perbawa 1), Indah Hermansyah

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK BAB IV INTERPRETASI SEISMIK Analisa dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah menginterpretasi keberadaan struktur sesar pada penampang seismik dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Dasar Seismik

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Dasar Seismik BAB III DASAR TEORI 3.1 Dasar Seismik 3.1.1 Pendahuluan Metode seismik adalah metode pemetaan struktur geologi bawah permukaan dengan menggunakan energi gelombang akustik yang diinjeksikan ke dalam bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dieksplorasi adalah sumber daya alam di darat, baik itu emas, batu bara,

BAB I PENDAHULUAN. banyak dieksplorasi adalah sumber daya alam di darat, baik itu emas, batu bara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dengan 2/3 wilayahnya adalah lautan dan memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah baik di darat

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. A. Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. akumulasi stress (tekanan) dan pelepasan strain (regangan). Ketika gempa terjadi,

III. TEORI DASAR. A. Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. akumulasi stress (tekanan) dan pelepasan strain (regangan). Ketika gempa terjadi, 1 III. TEORI DASAR A. Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik Gempa bumi umumnya menggambarkan proses dinamis yang melibatkan akumulasi stress (tekanan) dan pelepasan strain (regangan). Ketika gempa

Lebih terperinci

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena

Lebih terperinci

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya 2) Pertamina Asset 3

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya 2) Pertamina Asset 3 ANALISIS AVO MENGGUNAKAN GRAFIK RESPON AVO (AVO SIGNATURE) DAN CROSSPLOT INTERCEPT DAN GRADIENT DALAM PENENTUAN KELAS AVO STUDI KASUS : LAPISAN TAF-5 FORMASI TALANG AKAR LAPANGAN LMG CEKUNGAN JAWA BARAT

Lebih terperinci

Analisa Pre-Stack Time Migration (PSTM) Data Seismik 2D Pada Lintasan ITS Cekungan Jawa Barat Utara ABSTRAK

Analisa Pre-Stack Time Migration (PSTM) Data Seismik 2D Pada Lintasan ITS Cekungan Jawa Barat Utara ABSTRAK Analisa Pre-Stack Time Migration (PSTM) Data Seismik 2D Pada Lintasan ITS Cekungan Jawa Barat Utara Wahyu Tristiyoherni, Wahyuni, Widya Utama Laboratorium Geoisika Jurusan Fisika FMIPA ITS Surabaya Jl.

Lebih terperinci

BAB II PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIK

BAB II PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIK BAB II PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIK.1 Teori Perambatan Gelombang Seismik Metode seismik adalah sebuah metode yang memanfaatkan perambatan gelombang elastik dengan bumi sebagai medium rambatnya. Perambatan

Lebih terperinci

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan. Ukuran pergerakan ini adalah bersifat relatif

Lebih terperinci

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan.

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB III TEORI DASAR

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB III TEORI DASAR BAB III TEORI DASAR 3.1 INTERPRETASI PENAMPANG SEISMIK 3.1.1 Metoda seismik Prinsip dasar metoda seismik adalah perambatan energi gelombang seismik yang ditimbulkan oleh sumber getaran di permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pesat. Hasil perkembangan dari metode seismik ini, khususnya dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pesat. Hasil perkembangan dari metode seismik ini, khususnya dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seismik telah menjadi metode geofisika utama dalam industri minyak bumi dalam beberapa dekade terakhir sehingga menyebabkan metode ini berkembang dengan sangat pesat.

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempa bumi dan struktur dalam bumi

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempa bumi dan struktur dalam bumi 20 BAB III TEORI DASAR 3.1 Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempa bumi dan struktur dalam bumi dengan menggunakan gelombang seismik yang dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBEDAAN PENAMPANG SEISMIK ANTARA HASIL PENGOLAHAN STANDAR DENGAN PENGOLAHAN PRESERVED AMPLITUDE

ANALISIS PERBEDAAN PENAMPANG SEISMIK ANTARA HASIL PENGOLAHAN STANDAR DENGAN PENGOLAHAN PRESERVED AMPLITUDE ANALISIS PERBEDAAN PENAMPANG SEISMIK ANTARA HASIL PENGOLAHAN STANDAR DENGAN PENGOLAHAN PRESERVED AMPLITUDE Abd. Mukaddas * * Abstract Landslide is one of the most types of slope movements of soil\rock

Lebih terperinci

Migrasi Pre-Stack Domain Kedalaman Dengan Metode Kirchhoff Pada Medium Anisotropi VTI (Vertical Transverse Isotropy)

Migrasi Pre-Stack Domain Kedalaman Dengan Metode Kirchhoff Pada Medium Anisotropi VTI (Vertical Transverse Isotropy) Migrasi Pre-Stack Domain Kedalaman Dengan Metode Kirchhoff Pada Medium Anisotropi VTI (Vertical Transverse Isotropy) Adriandi 1,a), Bagus Endar B. Nurhandoko 2,b) 1 Laboratorium Fisika Bumi, Kelompok Keilmuan

Lebih terperinci

Koreksi Efek Pull Up dengan Menggunakan Metode Horizon Based Depth Tomography

Koreksi Efek Pull Up dengan Menggunakan Metode Horizon Based Depth Tomography JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print) B-69 Koreksi Efek Pull Up dengan Menggunakan Metode Horizon Based Depth Tomography Sando Crisiasa Rahmawan Yanuar, Bagus Jaya

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM. Pengolahan Data Seismik 2D Darat

MODUL PRAKTIKUM. Pengolahan Data Seismik 2D Darat MODUL PRAKTIKUM Pengolahan Data Seismik 2D Darat MODUL PRAKTIKUM PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D DARAT Jilid 1, 13 April 2014 Mata Kuliah: Seismik Eksplorasi (GEOFISIKA Universitas Hasanuddin) Page 1 CATATAN

Lebih terperinci

PEMODELAN PROPAGASI GELOMBANG SEISMIK MENGGUNAKAN METODE BEDA BERHINGGA (FINITE DIFFERENCE)

PEMODELAN PROPAGASI GELOMBANG SEISMIK MENGGUNAKAN METODE BEDA BERHINGGA (FINITE DIFFERENCE) PEMODELAN PROPAGASI GELOMBANG SEISMIK MENGGUNAKAN METODE BEDA BERHINGGA (FINITE DIFFERENCE) Muhammad Taufiq Rafie, Lantu, Sabrianto Aswad Program Studi Geofisika FMIPA Unhas Email : taufiqrafie@gmail.com

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN.... KATA PENGANTAR.... ABSTRAK.... ABSTRACT.... DAFTAR ISI.... DAFTAR GAMBAR.... DAFTAR TABEL.... i ii iii v vi vii x xiv BAB I PENDAHULUAN....

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi adalah metoda geofisika dengan menggunakan

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi adalah metoda geofisika dengan menggunakan 16 BAB III TEORI DASAR 3.1 Seismik Refleksi Metode seismik refleksi adalah metoda geofisika dengan menggunakan gelombang elastik yang dipancarkan oleh suatu sumber getar yang biasanya berupa ledakan dinamit

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN HASIL

BAB IV ANALISIS DAN HASIL BAB IV ANALISIS DAN HASIL 4.1 Hasil dari Atenuasi Multiple menggunakan Analisis Radon Setelah dilakukan proses konvensional untuk data sintetik penulis, yang terjadi dasar laut (WBM) terlihat masih jelas

Lebih terperinci

BAB III COMMON-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (CO CRS) STACK

BAB III COMMON-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (CO CRS) STACK BAB III COMMON-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (CO CRS) STACK Simulasi penampang ZO stack dari data prestack multi-coverage adalah proses standar dalam pemrosesan seismik. Hal ini meningkatkan rasio sinyal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Minyak dan gasbumi hingga saat ini masih memiliki peranan sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan energi umat manusia, meskipun sumber energy alternatif lainnya sudah

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA. Pada penelitian ini data seismik yang digunakan adalah data migrasi poststack 3D

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA. Pada penelitian ini data seismik yang digunakan adalah data migrasi poststack 3D BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Data 4.1.1. Data Seismik Pada penelitian ini data seismik yang digunakan adalah data migrasi poststack 3D (seismic cube) sebagai input untuk proses multiatribut. Data

Lebih terperinci

GELOMBANG SEISMIK Oleh : Retno Juanita/M

GELOMBANG SEISMIK Oleh : Retno Juanita/M GELOMBANG SEISMIK Oleh : Retno Juanita/M0208050 Gelombang seismik merupakan gelombang yang merambat melalui bumi. Perambatan gelombang ini bergantung pada sifat elastisitas batuan. Gelombang seismik dapat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non Preserve. Data sumur acuan yang digunakan untuk inversi adalah sumur

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA RESPON SEISMIK SINTETIK PP DAN PS BERDASARKAN PEMODELAN SUBSTITUSI FLUIDA PADA SUMUR

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA RESPON SEISMIK SINTETIK PP DAN PS BERDASARKAN PEMODELAN SUBSTITUSI FLUIDA PADA SUMUR Analisis Perbandingan antara... ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA RESPON SEISMIK SINTETIK PP DAN PS BERDASARKAN PEMODELAN SUBSTITUSI FLUIDA PADA SUMUR Nova Linzai, Firman Syaifuddin, Amin Widodo Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 10 GELOMBANG BUNYI DALAM ZAT PADAT ISOTROPIK

BAB 10 GELOMBANG BUNYI DALAM ZAT PADAT ISOTROPIK BAB 10 GELOMBANG BUNYI DALAM ZAT PADAT ISOTROPIK Sepertinya bunyi dalam padatan hanya berperan kecil dibandingkan bunyi dalam zat alir, terutama, di udara. Kesan ini mungkin timbul karena kita tidak dapat

Lebih terperinci

Pengolahan Data Seismik 2 D Menggunakan ProMAX "Area Cekungan Gorontalo"

Pengolahan Data Seismik 2 D Menggunakan ProMAX Area Cekungan Gorontalo Pengolahan Data Seismik 2 D Menggunakan ProMAX "Area Cekungan Gorontalo" Friday, November 27, 2009 Henry Nainggolan 5 comments PENDAHULUAN Latar belakang Dalam menghadapi permasalahan mengenai recovery

Lebih terperinci

Studi Lapisan Batuan Bawah Permukaan Kawasan Kampus Unsyiah Menggunakan Metoda Seismik Refraksi

Studi Lapisan Batuan Bawah Permukaan Kawasan Kampus Unsyiah Menggunakan Metoda Seismik Refraksi Jurnal radien Vol No Juli : - Studi Lapisan Batuan Bawah Permukaan Kawasan Kampus Unsyiah Menggunakan Metoda Seismik Refraksi Muhammad Isa, Nuriza Yani, Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Syiah Kuala, Indonesia

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN DINAMIT PADA MINYAK DAN GAS BUMI DALAM SURVEI SEISMIK 3D KABUPATEN INDRAMAYU

EFISIENSI PENGGUNAAN DINAMIT PADA MINYAK DAN GAS BUMI DALAM SURVEI SEISMIK 3D KABUPATEN INDRAMAYU EFISIENSI PENGGUNAAN DINAMIT PADA MINYAK DAN GAS BUMI DALAM SURVEI SEISMIK 3D KABUPATEN INDRAMAYU Alfian 1, Sri Widodo 2, Nur Asmiani 1* 1. Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Muslim Indonesia 2. Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambah majunya ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong manusia untuk lebih mengeksplorasi kekayaan dan sumber daya alam yang belum terjamah,

Lebih terperinci

APLIKASI METODE TRANSFORMASI RADON UNTUK ATENUASI MULTIPEL PADA PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D LAUT DI PERARIRAN X

APLIKASI METODE TRANSFORMASI RADON UNTUK ATENUASI MULTIPEL PADA PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D LAUT DI PERARIRAN X Youngster Physics Journal ISSN : 2302-7371 Vol. 4, No. 4, Oktober 2015, Hal 279-284 APLIKASI METODE TRANSFORMASI RADON UNTUK ATENUASI MULTIPEL PADA PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D LAUT DI PERARIRAN X Nona Dili

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar

III. TEORI DASAR. melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar III. TEORI DASAR 3.1. Jenis-jenis Gelombang Seismik 3.1.1. Gelombang Badan (Body Waves) Gelombang badan (body wave) yang merupakan gelombang yang menjalar melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free

Lebih terperinci

GEOLOGI STRUKTUR. PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi. By : Asri Oktaviani

GEOLOGI STRUKTUR. PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi. By : Asri Oktaviani GEOLOGI STRUKTUR PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi By : Asri Oktaviani http://pelatihan-osn.com Lembaga Pelatihan OSN PEDAHULUAN Geologi : Ilmu yang mempelajari bumi yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hingga diperoleh hasil penelitian. Data dari hasil akuisisi lapangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hingga diperoleh hasil penelitian. Data dari hasil akuisisi lapangan 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini dilalui dengan beberapa langkah - langkah hingga diperoleh hasil penelitian. Data dari hasil akuisisi lapangan diproses secara terstruktur dalam proses

Lebih terperinci

KARAKTERISASI RESERVOAR BATUPASIR PADA LAPANGAN SG MENGGUNAKAN INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) DAN ELASTIC IMPEDANCE (EI)

KARAKTERISASI RESERVOAR BATUPASIR PADA LAPANGAN SG MENGGUNAKAN INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) DAN ELASTIC IMPEDANCE (EI) Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. 15 No. Des 014 KARAKTERISASI RESERVOAR BATUPASIR PADA LAPANGAN SG MENGGUNAKAN INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) DAN ELASTIC IMPEDANCE (EI) Fajri Akbar 1*) dan

Lebih terperinci

Imaging Subsurface Menggunakan Metode Crs: Study Kasus pada Steep Dip Reflector dan Data Low Fold

Imaging Subsurface Menggunakan Metode Crs: Study Kasus pada Steep Dip Reflector dan Data Low Fold B-94 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) Imaging Subsurface Menggunakan Metode Crs: Study Kasus pada Steep Dip Reflector dan Data Low Fold Khusna Indria Rukmana, Eko

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian yang mengambil judul Analisis Seismik dengan

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian yang mengambil judul Analisis Seismik dengan 41 BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian yang mengambil judul Analisis Seismik dengan menggunakan Acoustic Impedance (AI), Gradient Impedance (GI), dan Extended Elastic

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009] BAB III REALISASI DAN HASIL SURVEI 3.1 Rencana dan Pelaksanaan Survei Survei dilakukan selama dua tahap, yaitu tahap I adalah survei batimetri untuk menentukan Foot Of Slope (FOS) dengan menggunakan kapal

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 18 BAB 3 METODE PENELITIAN Pada penelitian ini, dilakukan beberapa tahapan untuk memenuhi dan mencapai tujuan dari penelitian. Tahapan- tahapan penelitian ini digambarkan pada gambar 3.1. Data hasil dari

Lebih terperinci

IERFHAN SURYA

IERFHAN SURYA PERBANDINGAN PENGUNAAN ATENUASI MULTIPLE ANTARA ANALISIS RADON DENGAN ANALISIS SUBTRACT PADA DATA SINTETIK MARMOUSI II SERTA PENGGUNAAN COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat

Lebih terperinci

matematis dari tegangan ( σ σ = F A

matematis dari tegangan ( σ σ = F A TEORI PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIk Gelombang seismik merupakan gelombang yang merambat melalui bumi. Perambatan gelombang ini bergantung pada sifat elastisitas batuan. Gelombang seismik dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. pada permukaan kemudian berpropagasi ke bawah permukaan dan sebagian

III. TEORI DASAR. pada permukaan kemudian berpropagasi ke bawah permukaan dan sebagian III. TEORI DASAR III.1. Konsep Seismik Refleksi Metode seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang menggunakan perambatan gelombang elastik yang dihasilkan oleh suatu sumber pada permukaan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR Dalam pembahasan kali ini, penulis mencoba menganalisis suatu prospek terdapatnya hidrokarbon ditinjau dari kondisi struktur di sekitar daerah tersebut. Struktur yang menjadi

Lebih terperinci

APLIKASI METODE SEISMIK REFRAKSI UNTUK ANALISA LITOLOGI BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH BABARSARI, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA

APLIKASI METODE SEISMIK REFRAKSI UNTUK ANALISA LITOLOGI BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH BABARSARI, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA APLIKASI METODE SEISMIK REFRAKSI UNTUK ANALISA LITOLOGI BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH BABARSARI, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA Kevin Gardo Bangkit Ekaristi 115.130.094 Program Studi Teknik Geofisika, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan TERRA adalah salah satu lapangan yang dikelola oleh PT.

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan TERRA adalah salah satu lapangan yang dikelola oleh PT. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan TERRA adalah salah satu lapangan yang dikelola oleh PT. Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) dalam eksplorasi dan produksi minyak bumi. Lapangan ini terletak

Lebih terperinci