BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah tumbuh secara pesat, diterima secara universal dan diadopsi tidak hanya oleh negaranegara Islam di kawasan Timur Tengah saja, melainkan juga oleh berbagai negara di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika. Hal tersebut ditandai dengan didirikannya berbagai lembaga keuangan syariah dan diterbitkannya berbagai instrumen keuangan berbasis syariah. Selain itu, juga telah dibentuk lembaga internasional untuk merumuskan infrastruktur sistem keuangan Islam dan standar instrumen keuangan Islam, serta didirikannya lembaga rating Islam. Beberapa prinsip pokok dalam transaksi keuangan sesuai syariah antara lain berupa penekanan pada perjanjian yang adil, anjuran atas sistem bagi hasil atau profit sharing, serta larangan terhadap riba, gharar, dan maysir. Salah satu bentuk instrumen keuangan syariah yang telah banyak diterbitkan baik oleh korporasi maupun negara adalah sukuk. Di beberapa negara, sukuk telah menjadi instrumen pembiayaan anggaran negara yang penting. Pada saat ini, beberapa negara telah menjadi regular issuer dari sukuk, misalnya Malaysia, Bahrain, Brunei Darussalam, Uni Emirate Arab, Qatar, Pakistan, dan State of Saxony Anhalt - Jerman. Penerbitan sovereign sukuk biasanya ditujukan untuk keperluan pembiayaan negara secara umum (general funding) atau untuk pembiayaan proyek-proyek 1
2 tertentu, misalnya pembangunan bendungan, unit pembangkit listrik, pelabuhan, bandar udara, rumah sakit, dan jalan tol. Selain itu, sukuk juga dapat digunakan untuk keperluan pembiayaan cash-mismatch, yaitu dengan menggunakan sukuk dengan jangka waktu pendek (Islamic Treasury Bills) yang juga dapat digunakan sebagai instrumen pasar uang. Total emisi sukuk internasional berkembang pesat dari semula pada tahun 2002 hanya sekitar USD 4,9 miliar, menjadi USD84,2 miliar pada bulan Oktober 2008. Jumlah dan jenis instrumen sukuk juga terus berkembang, dari semula hanya dikenal sukuk al-ijarah berkembang menjadi 14 jenis sukuk sebagaimana ditetapkan oleh The Accounting and Auditing Organisation of Islamic Financial Institutions (AAOIFI). Adapun investor sukuk, tidak lagi hanya terbatas pada investor Islami, karena pada saat ini sebagian besar investor sukuk justru merupakan investor konvensional. Di dalam negeri sendiri, pasar keuangan syariah, termasuk pasar sukuk juga tumbuh secara cepat, meskipun proporsinya dibandingkan pasar konvensional masih relatif sangat kecil. Untuk keperluan pengembangan basis sumber pembiayaan anggaran negara dan dalam rangka pengembangan pasar keuangan syariah dalam negeri, pada tahun 2008 telah ditetapkan oleh DPR Undang-Undang No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara). Undang-undang tersebut memberi kewenangan kepada Pemerintah untuk menerbitkan Sukuk baik di dalam negeri maupin dalam valuta asing untuk membiayai defisit APBN, serta untuk membangun proyek-proyek pembangunan. Selain itu, di dalam Undang-undang
3 tersebut diatur pula mengenai penggunaan Barang Milik Negara sebagai underlying asset, dan pendirian Perusahaan penerbit (Special Purpose Vehicle). Sebagaimana diketahui pada tahun 2009 ini perekonomian dunia sedang mengalami perlambatan yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Indonesia tahun ini juga menjadi salah satu negara yang ikut diguncang dari dampak krisis global, hal ini terlihat dari banyaknya kemunduran ekonomi yang terjadi seperti ekspor rata-rata dari Januari-Maret 2009 yang merosot sebesar 42 % dan inflasi pada bulan Februari sebesar 8.6 % Dalam kaitannya dengan dunia investasi, pada saat itu investor-investor di pasar modal tengah terkena kerugian yang besar dengan penurunan harga saham maupun obligasi. Mereka yang memegang dana tunai diuntungkan dengan penempatan dalam bentuk deposito di bank, karena Bank Indonesia (BI) pada semester II-2008 menaikkan tingkat bunga untuk menekan inflasi dan perbankan menaikkan imbal hasil deposito serta tabungan untuk mengamankan likuiditasnya. Namun kecenderungan para investor untuk menempatkan dana nya di deposito, mulai terpengaruh akibat tren penurunan bunga simpanan yang menggerus nilai deposito diperbankan Disamping dana pada bank, investor juga mulai was-was karena kondisi perdagangan lantai bursa yang semakin sepi, walaupun masih menarik, Ada reksa dana yang dikhususkan bagi investor ritel, tetapi kondisinya fluktuatif dan masih adanya resiko pengelolaan oleh manajer investasi. Disamping itu kondisi likuiditas
4 yang masih ketat, kemungkinan para investor akan meminta imbal hasil yang lebih tinggi. Dari acuan tingkat bunga pada awal Februari 2009 yang mengalami penurunan hingga 8.25 % dapat dianalisa bahwa penurunan tingkat bunga disebabkan oleh penurunan laju inflasi dan diikutinya suku bunga perbankan yang mulai menurun di awal triwulan II/2009, dan bersamaan dengan itu harga obligasi dalam hal ini Sukuk Ritel akan naik sedangkan suku bunga deposito perbankan bisa menurun, dimomen inilah Sukuk ritel dapat menjadi alternatif investasi yang tepat. Berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI) tren penurunan deposito telah terjadi sejak Februari 2009. Jika pada Februari 2009 total deposito perbankan sebesar Rp 857,2 triliun, Jika pada Februari 2009 total deposito perbankan sebesar Rp 857,2 triliun, maka di bulan Maret 2009 nilai deposito berkurang 0,05% menjadi Rp 856,7 triliun. Kondisi dapat terlihat bahwa para pemilik dana yang menanamkan investasinya di deposito, mulai mencari alternatif instrumen investasi lain yang lebih menguntungkan. Di saat momen inilah Pemerintah menerbitkan instrumen investasi keuangan berupa Sukuk (surat berharga syariah negara) yang berbasis ritel atau lebih dikenal dengan Sukuk Ritel dengan seri SR-001. Berbeda dengan instrumen investasi pasar modal yang lain, surat berharga seri SR-001 itu mulai dipasarkan dan mulai dapat dinikmati kupon imbal hasilnya setiap bulan. Sukuk Ritel merupakan obligasi negara berbasis syariah dengan menggunakan underlying aset tanah dan bangunan yang dimiliki oleh Departemen Keuangan. Nilai
5 underlying aset yang digunakan untuk sukuk tahun ini bernilai Rp 13,68 triliun. Sukuk ritel SR-001 yang berhasil terjual pada tahun ini mencapai angka yang fantastis, yaitu sebesar Rp 5,556 triliun, atau lebih besar 300%-an dari target semula yang hanya sebesar Rp 1,7 triliun. Kupon yang ditawarkan sebesar 12%. dengan jatuh tempo pada 25 Februari 2012 (3 tahun). Ditawarkan dengan minimum pesanan Rp 5 juta dan maksimum tidak terbatas. Imbalan atau bunga ditetapkan sebesar 12 persen tersebut lebih tinggi dari tingkat bunga satu bulan dengan frekuensi pembayaran kupon selama 12 kali per tahun atau tiap bulan. Imbal hasil sebesar 12% yang ditawarkan inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan investor. Dimana secara prinsipil investor akan mencari return yang tinggi dengan tingkat resiko yang minimal. Sebagaimana diketahui Sukuk ritel ini memberikan Imbalan ditetapkan sebesar 12 persen atau lebih tinggi dari SBI satu bulan dengan frekuensi pembayaran kupon selama 12 kali per tahun atau tiap bulan. Dan imbal hasil ini tentunya lebih tinggi dari return tingkat bunga Deposito perbankan yang berkisar antara 6% s.d. 11%. Apalagi pada saat sekarang tingkat bunga awal februari mengalami penurunan sebesar 8.25% (sumber www.bi.go.id). Di saat inflasi dan suku bunga turun, harga obligasi akan naik. Namun di saat inflasi dan suku bunga turun, suku bunga deposito bisa turun dan saat itulah investor menambah alokasi investasi ke obligasi salah satunya Sukuk Ritel.
6 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah tingkat bunga dan inflasi berpengaruh terhadap harga Sukuk Ritel seri SR-001? 2. Seberapa besar pengaruh tingkat bunga dan inflasi terhadap harga Sukuk Ritel seri SR-001? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh tingkat bunga Bank Indonesia terhadap harga Sukuk Ritel seri SR-001. 2. Mengetahui pengaruh inflasi terhadap harga Sukuk Ritel seri SR-001. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam mengambil sikap bagaimana langkah kebijakan yang dapat diambil, sebagai akibat terjadinya inflasi dan tingkat bunga yang menghambat upaya pemerintah mencari sumber-sumber pembiayaan alternatif untuk menutup defisit yang terjadi melalui penerbitan sukuk negara, serta masukan dalam rangka manajemen pengelolaan utang dan penyiapan strategi utang khusus yang terkait dengan Surat Berharga Syariah Negara
7 Bagi para akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian ilmiah tentang pasar modal dengan memberikan bukti empiris pengaruh inflasi dan tingkat bunga terhadap harga Sukuk Ritel seri SR-001, sekaligus upaya mendorong dilakukannya penelitian-penelitian sejenis yang akhirnya dapat memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional khususnya pasar modal.