BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masa bayi, lalu berkembang menjadi mandiri di akhir masa kanak-kanak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lima tahun pertama kehidupan anak adalah masa yang sangat penting karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu prioritas Kementrian Kesehatan saat ini adalah meningkatkan status

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan anak dibawah lima tahun (Balita) merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyelenggaraan pembangunan kesehatan dasar terutama ibu, bayi dan anak balita

BAB IPENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Balita menjadi istilah umum bagi anak dengan usia dibawah 5 tahun (Sutomo

PENGARUH PELATIHAN DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG BALITA (DTKB) TERHADAP MOTIVASI DAN KETRAMPILAN KADER DI DUSUN SORAGAN NGESTIHARJO KASIHAN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Masa golden period, potensi-potensi yang dimiliki seseorang akan

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat. Data. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan berat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Terutama usia 0-2

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal sesuai usianya, baik sehat secara fisik, mental,

Oleh : Yuyun Wahyu Indah Indriyani ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan ditunjukkan pada upaya penurunan angka

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN,2014) menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan sukses di masa depan, demikian juga setiap bangsa menginginkan

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG SADARI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN KADER KESEHATAN DI DESA GUNUNG SARI DAN DESA SINDANG SARI KECAMATAN CIANJUR.

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar S 1 Keperawatan. Oleh: WAHYUNI J

PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI DAN ANAK TERHADAP PENGETAHUAN KADER DI WILAYAH PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. diulang lagi, maka masa balita disebut sebagai masa keemasan (golden period),

BAB 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan ke 8 tahap mulai bayi (0-18 bulan), toddler (1,5 3 tahun), anakanak

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. 10 juta kematian terjadi setiap tahunnya pada anak-anak yang berumur di bawah lima

BAB I PENDAHULUAN. Usia toddler merupakan usia anak dimana dalam perjalanannya terjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. usia (lansia) di dunia. Lansia adalah seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menuju masyarakat Indonesia sehat, tindakan yang harus dilakukan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. MDG dilanjutkan dengan program Sustainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN. al.(2008) merujuk pada ketidaksesuaian metabolisme yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekurangan stimulasi pada usia ini akan membawa dampak negatif yang menetap

PENELITIAN PEMBERIAN STIMULASI OLEH IBU UNTUK PERKEMBANGAN BALITA. Nurlaila*, Nurchairina* LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan toddler. Anak usia toddler yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KERANGKA ACUAN STIMULASI DETEKSI DAN INTERVENSI DINI TUMBUH KEMBANG (SDIDTK) ANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1tahun) usia

BAB I PENDAHULUAN. dapat terwujud (Kemenkes, 2010). indikator kesehatan dari derajat kesehatan suatu bangsa, dimana kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghasilkan anak yang berkualitas dapat dilakukan dengan. memenuhi kebutuhan anak. Kebutuhan pada anak tidak hanya meliputi

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan melakukan aktivitas secara mandiri. pembentukan pengertian dan belajar moral (Simanjuntak, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah satu


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja atau young people adalah anak yang berusia tahun (World

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. (Ariwibowo, 2012) atau sekitar 13% dari seluruh penduduk Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. mellitus (Perkeni, 2011). Secara umum hampir 80% prevalensi. diabetes mellitus adalah diabetes mellitus tipe 2.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Balita di Kelurahan Baros Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di bidang kesehatan (Temu Karya Kader Posyandu dan Kader PKK se

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kalender atau 40 minggu atau 280 hari (Megasari, 2015). Kehamilan secara umum

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI POSYANDU

BAB I PENDAHULUAN. adaptasi psikologi. Bayi memerlukan pemantauan ketat untuk menentukan

Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) 1. Pengertian Program SDIDTK merupakan program pembinaan tumbuh kembang anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang sejak. pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. feses secara terus menerus lebih dari tiga kali dalam satu hari dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini banyak terjadi pada balita terutama di negara-negara. makanan yang tidak cukup (Nelson, 1996). Rata-rata berat badannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi oleh virus dengue

BULAN BAKTI IKATAN SENAT MAHASISWA KEDOKTERAN INDONESIA 2014 KESEHATAN IBU DAN ANAK

BAB I. Pendahuluan. keharmonisan hubungan suami isteri. Tanpa anak, hidup terasa kurang lengkap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode penting dalam masa tumbuh kembang seorang anak adalah masa

BAB 1 PENDAHULUAN. kurang berfungsinya lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat, seperti posyandu

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2014

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN PEMBERIAN STIMULASI IBU DENGAN PERKEMBANGAN BALITA DI POSYANDU

BAB I PENDAHULUAN. juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya akan mencapai 36 juta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Medika Saintika Vol 7 (2) Jurnal Medika Saintika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebesar 14% (WHO, 2013). Pada tahun 2011, dilaporkan 1,3 juta anak meninggal


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau diobati dengan akses yang mudah dan intervensi yang terjangkau. Kasus utama

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan persalinan dan nifas setiap tahunnya, sebanyak 99% ditentukan dalam tujuan yaitu meningkatkan kesehatan ibu.

Pengaruh Penyuluhan Imunisasi Campak Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Ibu

Materi Konsep Kebidanan

PINTAR BANANA SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI KUALITAS BALITA DI RW 04 DAN RW 05 DESA ROWOSARI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan pada Provinsi Jawa Barat 2007 dijumpai dari balita yang. terancam bergizi buruk sebanyak bayi.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebab kecelakaan atau incidental) (CIA, 2014). AKI (Angka Kematian Ibu)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. dari jumlah penduduk atau sekitar 19 juta jiwa. Menurut ramalan World

BAB I PENDAHULUAN. merupakan strategi pemerintah yang ditetapkan pada kementrian kesehatan untuk. segera dapat diambil tindakan tepat (Mubarak, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. gizi buruk. Untuk menanggulangi masalah tersebut kementerian. kesehatan (kemenkes) menyediakan anggaran hingga Rp 700 miliar

BAB I PENDAHULUAN. mudah menderita kelainan gizi, Kejadian gizi kurang seperti fenomena gunung es

BAB I PENDAHULUAN. karena masyarakat dengan tingkat kesehatan yang baik dapat memiliki angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa. Sebesar 63,4 juta jiwa diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusia (Dinkes Sumut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (pos pelayanan terpadu) di wilayah kerja Puskesmas Tampaksiring I sesuai data

PENINGKATAN PERAWATAN KEHAMILAN MELALUI KELAS IBU HAMIL DI PUSKESMAS LAMONGAN

HUBUNGAN PELATIHAN PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK (PMBA) DENGAN KETERAMPILAN KONSELING PADA BIDAN DI WILAYAH KAWEDANAN PEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas hidupnya harus berkembang dengan baik terutama anak-anak

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan anak merupakan hal yang penting untuk diperhatikan karena perkembangan anak pada fase awal akan mempengaruhi perkembangan pada fase selanjutnya. Sekitar 7,6 juta anak di seluruh dunia meninggal sebelum mencapai usia lima tahun dan lebih dari 190 juta anak yang hidup tidak dapat mencapai usia perkembangannya yang potensial (WHO, 2012). Indonesia adalah negara ketiga terbesar dalam jumlah anak yang belum diimunisasi dan kelima terbesar dalam jumlah anak yang menderita hambatan pertumbuhan dan perkembangan (UNICEF, 2012). Jumlah balita yang mencapai 10% dari penduduk Indonesia, menjadikan tumbuh kembang balita harus diperhatikan karena berpengaruh pada banyak aspek kehidupan mereka kedepannya (Depkes RI, 2005) Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Seorang anak tidak akan bisa berdiri bila pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi berdiri anak terhambat, karena itu perkembangan awal merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya (Depkes RI, 2005). Usia di bawah 24 bulan merupakan periode emas dalam kehidupan seorang anak karena pada saat itu terjadi pertumbuhan dan perkembangan otak secara cepat, yang selanjutnya menjadi dasar untuk perkembangan pengetahuan, fisik, mental, rohani, dan sosial yang berdampak kepada penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas (Kemenkes RI, 2010). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa minimnya perhatian dalam hal kesehatan dan pendidikan akan memberikan dampak negatif perkembangan anak 1

2 selama masa perkembangannya dan mempengaruhi kehidupan mereka di masa depan (UNICEF, 2012). Gangguan perkembangan di masa anak-anak berpotensi terjadi pada usia 0-12 tahun. Pada dasarnya, tiap-tiap tahap perkembangan memiliki potensi gangguan perkembangan yang berbeda-beda, tergangtung pada fase perkembangan yang dialami di setiap usia anak. Ganguan perkembangan yang potensial terjadi adalah gangguan bicara, keterlambatan mental, autis, gangguan pemusatan perhatian dan lain-lain (Fadhli, 2010). Di Yogyakarta, klinik RSUP Dr. Sardjito mencatat 1681 kunjungan konsultasi selama tahun 2011-2013 dan mengelompokkan 4 besar permasalahan perkembangan pada anak, yaitu gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas sebanyak 30,40%, gangguan emosi dan perilaku anak 21,14%, kesulitan dan gangguan belajar 15,90%, serta keterlambatan perkembangan sebanyak 11,03% (Bappeda DIY, 2013). Agar dapat meningkatkan kualitas perkembangan anak sepenuhnnya, diperlukan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu mulai dari ketika anak masih berada di dalam rahim hingga mencapai usia 6 tahun (UNICEF, 2012). Salah satu bentuk pelaksanaan pelayanan kesehatan yang memiliki peran dalam meningkatkan dan memantau perkembangan anak adalah Puskesmas (Pusat Kesehatan masyarakat) dengan mengadakan program yang dinamakan Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Posyandu memiliki peran penting sebagai salah satu kegiatan untuk memantau perkembangan anak. Pemerintah, melalui posyandu, berusaha memberikan pendidikan mengenai perkembangan anak dengan menyelenggarakan pelatihan Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) (Kemenkes RI, 2010). Akan tetapi

3 pelaksanaan pelatihan DDTK masih banyak terkendala pada kemampuan kader dan ketidakefektifan metode pelatihan (Purwandari, 2008). Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Puskesmas Mantrijeron, didapatkan hasil bahwa pelatihan DDTK yang pernah dilaksanakan di puskesmas tersebut tidak memberikan hasil yang optimal. Hal ini dibuktikan dengan tidak berjalannya kegiatan deteksi dini tumbuh kembang anak di Puskesmas Mantrijeron oleh kader karena tidak adanya follow-up dari puskesmas. Padahal, jika deteksi dini ini tidak dilakukan, penyimpangan tumbuh kembang yang terjadi pada anak tidak dapat terdeteksi dan ditindaklanjuti (Kemenkes RI, 2012). Kurangnya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kader posyandu khususnya dalam melakukan penyuluhan kepada ibu-ibu balita menjadi salah satu alasan kurang berhasilnya sistem pelayanan di posyandu (Susanti, 2014). Dari hasil studi pendahuluan, tidak optimalnya pelatihan DDTK yang pernah dilaksanakan membuat kader masih merasa kebingungan dalam menentukan kriteria anak yang mengalami masalah perkembangan. Berdasarkan hal di atas, kader sebagai penyelengara posyandu harus memiliki pengetahuan mengenai perkembangan anak. Pengetahuan kader posyandu ini sangat penting sebagai pedoman utama bagi kader dalam melakukan perannya agar dapat memberi masukan bagi orang tua untuk dapat merawat anak mereka dengan baik (Agustin et al, 2012). Untuk mengatasi kurangnya pengetahuan mengenai deteksi perkembangan anak maka perlu diupayakan pelatihan bagi kader tentang perkembangan anak. Selain pengetahuan, kader dalam melaksanakan tugasnya juga dipengaruhi oleh efikasi diri (Notoatmodjo, 2005 cit Zahara, 2013). Seperti halnya pada penelitian

4 Dambisya (2007) yang menjelaskan bahwa tenaga kesehatan dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh efikasi diri mengenai keyakinan mereka terhadap tugas yang mereka lakukan (Rohmah, 2013). Efikasi diri yang tinggi sangat perlu dimiliki oleh tenaga kesehatan yang salah satu tugasnya adalah memberikan edukasi kepada orang lain. Pada penelitian Susanti (2014) didapatkan hasil bahwa alasan tidak dilakukannya penyuluhan pada kegiatan posyandu adalah karena kader merasa kurang mampu dalam melakukan kegiatan penyuluhan kepada orang tua balita. Selain itu, kader posyandu lebih mengharapkan petugas kesehatan saja yang memberikan penyuluhan kepada orang tua. Salah satu manfaat penguatan efikasi diri pada tenaga kesehatan adalah dapat melakukan komunikasi dengan baik. Sebuah penelitian oleh Hall (2005) menunjukkan bahwa tenaga kesehatan yang tidak memiliki kepercayaan diri dalam berkomunikasi membuat orang tua merasa tidak nyaman (Ammentorp et al, 2009). Seperti halnya pada tenaga kesehatan, kader yang berperan dalam memberikan edukasi kepada orang tua dan merupakan perpanjangan tangan dari tenaga kesehatan di puskesmas juga perlu memiliki efikasi diri yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Seseorang yang memiliki efikasi diri tinggi akan mampu berpikir cepat dan memiliki rasa percaya diri yang stabil dalam mengelola tugasnya disaat situasi yang menuntut tingkat stres yang tinggi (Rohmah, 2013). Tidak banyaknya penelitian yang membahas mengenai efikasi diri kader membuat peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran efikasi diri pada kader.

5 Pengetahuan dan efikasi diri kader posyandu bisa didapatkan dari pelatihan tentang perkembangan anak, yaitu Pelatihan CCD (Care for Child Development). Pelatihan ini merupakan program dari WHO dan UNICEF yang bertujuan untuk meningkatkan pengasuhan perkembangan anak berbasis komunitas dan keluarga dalam rangka meningkatkan kemampuan orangtua dalam merawat bayi. CCD membantu keluarga membangun hubungan yang erat dengan anak-anak mereka dan membantu mengatasi masalah yang sering muncul (UNICEF & WHO, 2012). Implementasi penggunaan modul CCD di negara-negara Asia Tengah memperlihatkan hasil yang positif di area penerapan program CCD ini (Engle et al, 2011). Dengan dilakukannya pelatihan ini, diharapkan kader posyandu dapat memberikan konseling kepada keluarga dan pengasuh anak mengenai permasalahpermasalah yang dihadapi terkait perkembangan anak. Pelatihan CCD yang pertama kali dilakukan di Kota Yogyakarta juga akan mendukung penghargaan yang diberikan kepada Kota Yogyakarta sebagai KLA (Kota Layak Anak) (Widiyanto, 2012). Salah satu indikator sebuah kota dikatakan KLA menurut Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Nomor 02 Tahun 2009 adalah adanya akses terhadap pelayanan dasar, seperti kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal. Mengingat peran kader yang sangat strategis melalui kegiatan pemantauan perkembangan anak di posyandu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh pelatihan Care for Child Development terhadap pengetahuan dan efikasi diri kader di Kota Yogyakarta.

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian : Bagaimana pengaruh pelatihan Care for Child Development terhadap efikasi diri dan pengetahuan kader posyandu mengenai perkembangan anak? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh pelatihan Care for Child Development terhadap pengetahuan dan efikasi diri kader 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan kader mengenai perkembangan balita sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan Care for Child Development. b. Mengetahui perbedaan tingkat efikasi diri kader sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan Care for Child Development. 1. Manfaat institusi D. Manfaat Penelitian a. Bagi pendidikan. Menambah keragaman pengetahuan dan penelitian bagi dunia keperawatan anak dan komunitas dalam hal pelayanan kesehatan dasar khususnya perkembangan anak b. Bagi puskesmas. Hasil penelitian bisa dijadikan masukan kepada pihak puskesmas agar lebih memperhatikan pelayanan kesehatan yang berfokus pada perkembangan anak.

7 2. Manfaat praktis a. Bagi kader posyandu. Menambah pengetahuan dan keterampilan tetang perkembangan anak. b. Bagi orang tua. Sebagai masukan agar orang tua tanggap terhadap perkembangan anak C. Keaslian Penelitian Penelitian yang relevan dengan penelitian yang berhubungan dengan pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan kader mengenai perkembangan anak adalah : 1. Kusumawardani (2013) : Pengaruh Pelatihan deteksi Dini Perkembangan Mental Emosional Anak Terhadap Pengetahuan, Motivasi dan Ketermpilan Kader Posyandu di Wilayah Puskesmas Sewon II, Bantul. Penelitian ini merupakan penelitian pre eksperimental one group pretest posttest yang dilakukan pada 39 kader posyandu. Pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober-November 2012. Hasil dari penelitian ini adalah adanya peningkatan pengetahuan kader posyandu sebelum dan sesudah pelatihan deteksi dini perkembangan mental emosional anak serta sebagian besar kader posyandu memiliki tingkat motivasi dan keterampilan yang cukup setelah diberikan pelatihan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah variabel yang sama yaitu pengetahuan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah tempat yang berbeda. Tempat penelitian Kusumawardani di Puskesmas Sewon II, Bantul sedangkan penelitian yang akan dilakukan di Puskesmas Mantrijeron, Kota Yogyakarta.

8 2. Lestari (2010) : Pengaruh Pelatihan Deteksi Dini Tumbuh Kembang terhadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan, Bidan di Kabupaten Banjar. Rancangan penelitian ini adalah quasi experiment, dengan desain pretestposttest with control group design. Sampel berjumlah 74 bidan. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Pengambilan data dilakukan dari bulan Januari-Maret 2010. Hasil dari penelitian ini adalah pelatihan DDTK yang dilakukan selama tiga hari efektif meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada bidan yang mendapatkan intervensi dalam melakukan deteksi dini tumbuh kembang pada anak. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah variabel yang sama yaitu pengetahuan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah tempat dan metode. Tempat penelitian Lestari dilaksanakan di Kabupaten Banjar sedangkan penelitian yang akan dilakukan dilaksanakan di Puskesmas Mantrijeron, Kota Yogyakarta. 3. Ammentorp et al (2009) : Coach training can improve the self-efficacy of neonatal nurses. A pilot study. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan cara menginvestigasi efek dari pelatihan selama tiga hari di unit perawatan neonatal rumah sakit Kolding, Denmark dengan jumlah sampel berjumlah 44. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner efikasi diri. Hasil dari penelitian ini adalah pelatihan pembinaa yang dilakukan selama tiga hari efektif meningkatkan efikasi diri dan kinerja perawat neonatal dalam melakukan edukasi kepada orang tua. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah variabel yang sama yaitu efikasi diri. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah tempat dan karakteristik responden. Tempat penelitian ini

9 dilaksanakan di Denmark sedangkan penelitian yang akan dilakukan dilaksanakan di, Kota Yogyakarta, Indonesia. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah perawat di bangsal neonatal, sedangkan responden yang akan diikutsertakan dalam penelitian adalah kader kesehatan di Puskesmas Mantrijeron.