Optimalisasi Proses Isolasi Etil Parametoksisinamat (EPMS) Dari Rimpang Kencur dengan Variasi Proses dan Konsentrasi Pelarut

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

EKSTRAKSI Ekstraksi padat-cair Ekstraksi cair-cair Ekstraksi yang berkesinambungan Ekstraksi bertahap Maserasi metode ekstraksi padat-cair bertahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

BAB III. eksperimental komputasi. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Laboratorium Riset

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

2018 UNIVERSITAS HASANUDDIN

MINYAK KENCUR DARI RIMPANG KENCUR DENGAN VARIABEL JUMLAH PELARUT DAN WAKTU MASERASI

BAB III METODE PENELITIAN. salam dan uji antioksidan sediaan SNEDDS daun salam. Dalam penelitian

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah temu kunci (Boesenbergia pandurata)

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

REKRISTALISASI REKRISTALISASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath,

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

5012 Sintesis asetilsalisilat (aspirin) dari asam salisilat dan asetat anhidrida

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul WITA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

4014 Resolusi enantiomer (R)- dan (S)-2,2'-dihidroksi-1,1'- binaftil ((R)- dan (S)-1,1-bi-2-naftol)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

3 Percobaan. Garis Besar Pengerjaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Riset Jurusan Pendidikann Kimia UPI. Karakterisasi dengan

UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila

BAB III METODE PENELITIAN

3 Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA Isolasi Trimiristin dan Asam Miristat dari Biji Buah Pala Penyabunan Trimiristin Untuk Mendapatkan Asam Miristat

BAB III METODE PENELITIAN

3 Metodologi Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1. Sertifikat analisis kalium diklofenak

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika

3 Metodologi Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH

Lampiran 1. Diagram alir proses maserasi

3. Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012

Transkripsi:

Optimalisasi Proses Isolasi Etil Parametoksisinamat (EPMS) Dari Rimpang Kencur dengan Variasi Proses dan Konsentrasi Pelarut Mohammad Istnaeny Hudha, Elvianto Dwi Daryono, Muyassaroh Jurusan Teknik Kimia, FakultasTeknologi Industri, ITN Malang Jl. Bendungan Sigura-gura. 2 Malang 65145 e-mail : istnaeny.hudha@gmail.com ABSTRAK Etil parametoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan sinar matahari. Untuk mendapatkan proses isolasi dengan hasil yang terbaik terkait dengan metode ekstraksi dan mencari kadar pelarut optimum yang digunakan. Kadar Etil parametoksisinamat dalam simplisia dapat mencapai 2,5 %. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk proses isolasi Etil parametoksisinamat dari rimpang kencur untuk pengembangan dan penelitian selanjutnya sehingga dapat di peroleh hasil yang lebih baik untuk meningkatkan nilai ekonomis dari tanaman kencur sehingga usaha pembudidayaan tanaman ini akan menguntungkan petani disatu sisi dan produsen kosmetik di sisi lain. Untuk Mendapatkan EPMS dari rimpang kencur terdiri dari 3 tahapan yaitu preparasi, isolasi dan kristalisasi. Metode ekstraksi : maserasi langsung dan remaserasi, konsentrasi pelarut : 50%, 60%, 70%, 80%, 90% dan 99%. Adapun hasil penelitian diperoleh maserasi dengan menggunakan pelarut Ethanol dengan konsentrasi 99% dengan rendemen kristal Etil parametoksisinamat sebesar 0,138% Kata kunci: Kencur, EPMS, Ethanol, Ekstraksi dan Kristalisasi. Pendahuluan Salah satu kandungan kimia dari rimpang kencur adalah Etil parametoksisinamat (EPMS) dari rimpang kencur. Senyawa tersebut banyak digunakan didalam industri kosmetika yaitu sebagai bahan dasar senyawa tabir surya (pelindung kulit dari sengatan sinar matahari) dan dimanfaatkan sebagai obat asma dan anti jamur. EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air, dan heksana. Etil parametoksisinamat (EPMS) merupakan komponen utama turunan dari senyawa sinamat. Kadar EPMS dalam simplisia dapat mencapai 2,5%. Teknik ekstraksi yang banyak digunakan untuk ekstraksi kencur adalah maserasi dan perkolasi. Kelebihan dari proses maserasi adalah kerusakan bahan organic oleh pemanas dapat diminimalkan. Sedangkan kekurangannya yaitu waktu dan tenaga yang lama untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang maksimal. Sedangkan pada perkolasi parameter berhentinya pelarut adalah perkolat sudah tidak mengandung senyawa aktif pengamatan secara fisik pada ekstraksi bahan alam terlihat tetesan perkolat sudah tidak berwarna. Kelebihan dari proses ini adalah dapat meminimalkan kerusakan bahan organic karena pemanasan, Walaupun suatu zat bisa larut dalam pelarut cair, tetapi jumlah yang dapat larut selalu terbatas dan batas itu disebut kelarutan. Suatu larutan lewat jenuh merupakan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan bergeser bila suhu dinaikkan.pada umumnya kelarutan zat padat SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 757

dalam larutan bertambah bila suhu dinaikkan, karena umumnya proses pelarutan bersifat endotermik, tapi ada pula yang sebaliknya. Kristalisasi adalah proses pembentukan fase padat (kristal) komponen tunggal dari fase cair (larutan atau lelehan) yang multi komponen, dan dilakukan dengan cara pendinginan, penguapan dan atau kombinasi pendinginan dan penguapan. Senyawa organik padat yang dari reaksi organic diisolasi jarang terbentuk murni. Senyawa tersebut biasanya terkontaminasi dengan sedikit senyawa lain ( impurities ) yang dihasilkan selama reaksi berlangsung. Pemurnian senyawa tak murni biasanya dikerjakan dengan rekristalisasi dengan berbagai pelarut atau campuran pelarut. Metode Penelitian Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode eksperimen. Metode eksperimen adalah metode perlakuan atau penelitian secara langsung pada bahan yang akan diteliti dan menganalisa data yang telah didapat. Adapun variabel penelitian yang digunakan adalah variabel tetap : serbuk kencur: 300 gram, jenis kencur : kencur gajah atau kencur bangkok, umur kencur: 8 10 bulan. temperatur isolasi: 400C, pelarut : ethanol, volume pelarut: 900 ml, waktu ekstraksi: 24 jam. Sedangkan variabel berubahnya terdiri dari metode ekstraksi: maserasi langsung dan remaserasi, konsentrasi pelarut : 50%, 60%, 70%, 80%, 90% (diperoleh dari pengenceran Ethanol pa. 96%), 96% dan 99%. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, gelas ukur, beaker gelas, centrifuge, kertas saring, corong saring, maserator, thermometer, magnetic stirer, seperangkat alat Kromatografi, melting point untuk titik leleh 25-300 oc, Rotary vacuum evaporator, penangas es, oven, FTIR Spectroscopy. Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang kencur, larutan ethanol, kertas saring Whatman, Methanol, aquadest. Prosedur Penelitian Preparasi bahan 1. Rimpang kencur dibersihkan, dikupas sampai kulit dasar terpisah, tinggal yang putih. 2. Kencur dipotong potong hinggaberukuran kecil agar mudah dikeringkan dengan pengeringan sinar matahari tidak langsung selama 2 3 hari sampai berubah warna menjadi coklat muda. 3. Selanjutnyadihancurkan hingga halus. Serbuk kencur yang halus ini selanjutnya disebut sebagai sample kencur. Maserasi 1. Sebanyak 300 gram serbuk kencur dimasukkan kedalam maserator. 2. Ditambahkan pelarut ethanol dengan konsentrasi yaitu 50% sebanyak 900 ml. 3. Dilakukan pengadukan dan pemanasan supaya sampel dan pelarut bercampur dengan sempurna dan dibiarkan selama 24 jam pada suhu 400C. 4. Cairan ekstrak disaring menggunakan kertas saring sehingga diperoleh larutan kuning. 5. Larutan dipekatkan di bawah tekanan rendah dengan rotary vacuum evaporator sampai volume larutan kira kira setengahnya menguap. 6. Larutan pekat kemudian didinginkan dengan penangas es sampai suhu 50C hingga terbentuk kristal. 7. Kristal yang diperoleh dicuci dengan methanol dan direkristalisasi sampai diperoleh Kristal yang tidak berwarna. 8. Disentifugasi untuk memisahkan Kristal dan larutan, kemudian disaring/filtrasi. 9. Kristal dikeringkan dan ditimbang 10. Dilakukan uji kromatografi, bentuk Kristal, titik leleh EPMS dan FTIR 11. Mengulangi prosedur di atas untuk pelarut dengan konsentrasi 60%, 70%, 80%, 90%, 96% dan 99%. SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 758

1. Sebanyak 300 gram serbuk kencur direndam dengan menggunakan 300 ml pelarut ethanol dengan konsentrasi yaitu 50% di dalam maserator. 2. Dilakukan pengadukan selama 8 jam pada suhu 400C. 3. Dilakukan penyaringan. 4. Cairan ekstrak ditampung dan residu direndam lagi dengan pelarut ethanol. 5. Dilakukan pengadukan kembali selama 8 jam dan pemanasan pada suhu 400C. 6. Setelah itu dilakukan penyaring kembali. 7. Cairan ekstrak ditampung dan residu kembali direndam dengan pelarut ethanol 8. Dilakukan pengadukan kembali selama 8 jam dan pemanasan pada suhu 400C (Total waktu yang digunakanadalah 24 jam). 9. Ketiga cairan ekstrak dicampur. 10. Dipekatkan dibawah tekanan rendah dengan rotary vacuum evaporator hingga volume larutan kira kira setengahnya. 11. Larutan tersebut selanjutnya didinginkan dalam penangas es untuk mendapatkan kristal EPMS. 12. Kristal dicuci dengan Methanol dan direkristalisasi sehingga diperoleh Kristal berbentuk yang tidak berwarna. 13. Disentrifugasi untuk memisahkan kristalnya. 14. Kristal yang terbentuk di keringkan dan ditimbang. 15. Dilakukan Uji Kromatografi, Bentuk Kristal,, Titik Leleh EPMS dan FTIR 16. Mengulangi prosedur diatas untuk pelarut dengan konsentrasi 60%, 70%, 80%, 90%, 96% dan 99%. Hasil dan Pembahasan Dilakukan evaporasi dengan Rotary Vakum Evaporator pada tekanan 400 mbar dan temperature pemanas 52 0 C selama kurang lebih 3 4 jam. Adapun hasilnya dapat dilihat pada table berikut ini Tabel 1. Hasil pengamatan proses evaporasi cairan ekstrak dengan Rotary Vacuum Evaporator Konsentrasi Evaporasi dengan Rotary Vacuum Evaporator Ethanol (%) Maserasi 1 50 110 ml cairan pekat kecoklatan 130 ml cairan pekat kecoklatan 2 60 170 ml cairan pekat kecoklatan 190 ml cairan pekat kecoklatan 3 70 200 ml cairan pekat kecoklatan 170 ml cairan pekat kecoklatan 4 80 180 ml cairan pekat kecoklatan 140 ml cairan pekat kecoklatan 5 90 130 ml cairan pekat kecoklatan 110 ml cairan pekat kecoklatan 6 96 150 ml cairan pekat kecoklatan 180 ml cairan pekat kecoklatan 7 99 180 ml cairan pekat kecoklatan 120 ml cairan pekat kecoklatan Selanjutnya cairan ekstrak hasil evaporasi didinginkan dalam penangas es beberapa menit untuk pembentukkan kristal. Kristal yang terbentuk kemudian dilarutkan dengan methanol dan dilakukan rekristalisasi untuk menghilangkan pengotor, dan dicentrifuge untuk memisahkan kristal dari pelarut kemudian dikeringkan dengan oven. Berikut data pengamatan pembentukan kristal Etil parametoksisinamat dari penelitian: Tabel 2. Data hasil pengamatan pada proses Kristalisasi EPMS. Konsentrasi Hasil Pemgamatan dari Proses Kristalisasi Ethanol (%) Maserasi 1 50 Tidak terbentuk kristal Tidak terbentuk kristal 2 60 Tidak terbentuk kristal Tidak terbentuk kristal 3 70 Tidak terbentuk kristal Tidak terbentuk kristal 4 80 Tidak terbentuk kristal Tidak terbentuk kristal 5 90 Tidak terbentuk kristal Tidak terbentuk kristal 6 96 0.3422 gr Kristal 0.0901 gr Kristal 7 99 0.4143 gr Kristal 0.1015 gr Kristal Pada sampel yang tidak terbentuk kristal, dilanjutkan disimpan dalam lemari pendingin selama 1 hari untuk memastikan pembentukkan kristal yang lebih lama. Ternyata masih juga tidak terbentuk kristal. SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 759

Kristal yang terbentuk diuji dan diidentifikasi kristal Etil parametoksisinamat. Data hasil pengujiannya adalah sebagai berikut : Ekstraksi Tabel 3 Data hasil pengujian Kristal EPMS Konsentrasi Ethanol (%) 1 Maserasi 96 2 Maserasi 99 3 96 4 99 Pengujian Kristal Etil Parametoksisinamat Bentuk Kristal Titik Lebur ( 0 C) KLT 48.2 0.87 48.3 0.85 48.1 0.86 48.2 0.87 Pembahasan Pada proses ekstraksi dengan metode maserasi dan remaserasi memberikan hasil pengamatan yang sama yaitu cairan ekstrak yang berwarna kecoklatan dan sedikit partikel partikel kecil di bagian bawah. Cairan ekstrak yang pekat merupakan kondisi yang supersaturation atau lewat jenuh yang menjadi tahap pertama dari pembentukan kristal Etil Parametoksisinamat. Pada kondisi lewat jenuh dengan pendinginan akan terbentuk kristal. Diperoleh hasil ekstraksi dengan jumlah volume yang bermacam macam disebabkan karena ada sebagian pelarut yang terserap simplisia kering pada saat kontak antara fase padat dan fase cair yang tidak mampu dipisahkan kembali secara sempurna pada saat penyaringan. Evaporasi dengan mengunakan Rotary Vacuum Evaporator pada suhu 52 0 C, tekanan 400 mbar, karena titik didih pelarut Ethanol yang akan dipisahkan yaitu 78 0 C lebih tinggi dari senyawa Etil parametoksisinamat yang akan diisolasi yaitu mempunyai titik leleh 48-50 0 C. Dengan kondisi vakum maka Ethanol dapat diuapkan pada suhu dibawah 50 0 C, tekanan vakum yang digunakan pada saat evaporasi adalah 400 mbar. Volume ethanol yang dipisahkan pada Rotary Vacuum Evaporator (dengan ekstraksi Maserasi ) mencapai 370 480 ml sedangkan untuk ekstraksi mencapai 180 260 ml. Pada proses Maserasi lebih banyak pelarut ethanol yang mampu didapatkan dari pada menggunakan proses karena jumlah filtrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi lebih banyak diperoleh dengan menggunakan Maserasi dari pada menggunakan proses. Evaporasi berlangsung selama 3 4 jam sampai pelarut ethanol tidak menetes dari kondensor ke labu penampung pelarut yang dipisahkan. Secara kesuluruhan hasil pengamatan dari cairan ekstrak yang dievaporasi adalah cairan pekat berwarna kecoklatan dengan aroma khas kencur. Kemudian keseluruhan sampel hasil evaporasi didinginkan dalam penangas es kurang lebih 15 30 menit untuk terbentuknya Kristal EPMS. Pada proses pembentukkan Kristal tersebut, pelarut ethanol yang digunakan dengan variasi konsentrasi 50%, 60%, 70%, 80% dan 90% baik ekstraksi secara Maserasi maupun. memberikan hasil yang sama yaitu tidak terbentuk Kristal EPMS. Sedangkan pelarut ethanol dengan konsentrasi 96% dan 99% baik ekstraksi Maserasi dan menghasilkan Kristal berwarna kekuningan. Hal ini disebabkan karena pada variasi konsentrasi 50%, 60%, 70%, 80% dan 90% masih terdapat air yang tertinggal didalam larutan yang tidak dapat dipisahkan menggunakan Rotary Vacuum Evaporator. Tekanan Evaporator 400mbar masih belum mampu memisahkan air dalam larutan. Keberadaan air dalam larutan membuat suasana larutan tidak mampu mencapai keadaan jenuh yang menjadi prasyarat pembentukan Kristal EPMS, sehingga Kristal tidak terbentuk. Sedangkan pada pelarut ethanol dengan konsentrasi 96% dan 99% meskipun masih terdapat sedikit air secara teoritis ± 4% dan 1% masih mampu terbentuk Kristal sebab konsentrasi keduannya merupakan konsentrasi yang ideal, sesuai dengan sifat Etil parametoksisinamat yang relatif non polar dan memiliki gugus-gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar. Sifat sedikit polar yang dimiliki EPMS sesuai dengan sifat sedikit polar yang dimiliki pelarut ethanol 96% dan 99% (berkaitan dengan persentase air dalam pelarut Ethanol). Volume air dengan komposisi 10% (90% ethanol) lebih dirasa terlalu bersifat polar sehingga tidak sesuai dengan Etil parametoksisinamat. Selanjutnya kristal berwarna kekuningan tersebut dilarutkan kembali menggunakan Methanol dan disaring untuk menghilangkan pengotor. Filtrat hasil penyaringan kemudian di keringkan dalam oven dengan suhu 30 0 C selama kurang lebih 30 menit. Kemudian diperoleh Kristal EPMS yang berwarna putih. SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 760

Berat Kristal EPMS ( gr ) 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 95 97 99 Konsentrasi Ethanol ( % ) Gambar 1. Grafik hubungan konsentrasi Ethanol dengan berat Kristal EPMS pada proses maserasi. Pada proses ekstraksi dengan metode maserasi dengan menggunakan pelarut ethanol 99% lebih banyak menghasilkan Kristal EPMS dari pada menggunakan pelarut Ethanol 96%. Karena semakin tinggi kemurnian pelarut Ethanol yang digunakan maka semakin mendekati sifat kepolaran dari EPMS yang akan diisolasi sehingga makin banyak senyawa EPMS yang dapat diikat oleh pelarut EPMS dan makin banyak pula Kristal EPMS yang terbentuk. Pada proses ekstraksi dengan metode dengan pelarut Ethanol 99% juga lebih banyak menghasilkan Kristal EPMS dari pada pelarut Ethanol dengan konsentrasi 96%. Sedangkan perbandingan antara kedua metode ekstraksi, metode maserasi lebih baik dari pada karena pada proses maserasi semakin banyak jumlah pelarut ethanol dan semakin lama kontak antara pelarut dengan senyawa EPMS yang akan diisolasi sehinga semakin banyak EPMS yang dapat diikat atau dilarutkan dan Kristal EPMS yang terbentuk juga semakin banyak. Gambar 2. Grafik hubungan konsentrasi Ethanol dengan berat Kristal EPMS pada proses Tabel 3. Data perhitungan Rendemen EPMS Metode Ekstraksi % Ethanol Berat Simplisia ( gr ) Berat Kristal EPMS ( gr ) % Rendemen 1 Maserasi 96 300.1 0.3422 0.114 2 Maserasi 99 300.2 0.4143 0.138 3 96 300.0 0.0901 0.030 4 99 300.1 0.1015 0.034 Jadi kondisi yang paling baik untuk isolasi Etil parametoksisinamat yang paling optimum dengan menggunakan pelarut Ethanol adalah menggunakan metode ekstraksi Maserasi dan konsentrasi pelarut Ethanol 99%. Dari pengujian Kristal Etil parametoksisinamat, bentuk kristal yang diamati dibawah mikroskop diperoleh bentuk kistal seperti putih kecil dan tidak beraturan.pada pengujian titik leleh juga diperoleh titik leleh yang mendekati standart EPMS yaitu 48 50 0 C. Pada SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 761

pengujian Kromatografi Lapis Tipis diperoleh nilai Rf yang sama dengan nilai standard EPMS = 0.87. Dilakukan identifikasi Kristal EPMS dengan menggunakan FTIR melalui pendekatan gugus gugus yang dibentuk karena serapan pada panjang gelombang seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut. Pada spectrum FTIR ditunjukkan adanya gugus C H pada panjang gelombang 1500 1200, gugus carbonil C = O pada 2000 1700, gugus ester C O C pada panjang gelombang 1500 1690. Kesimpulan Metode ekstraksi yang paling sesuai untuk mengisolasi Etil parametoksisinamat adalah maserasi dengan menggunakan pelarut Ethanol dengan konsentrasi 99% dengan rendemen kristal Etil parametoksisinamat sebesar 0,138%. Daftar Pustaka 1. Anonim, 2006. Kencur. http://id.wikipedia.org/wiki/kencur. Diakses tanggal (17/10/2012). 2. Fessenden and Fessenden.1992.Kimia Organik Jilid II. Jakarta : Erlangga. 3. Dyatmoko, W., Santosa, M.H., Hafid, A.F, dan Budiati, A.S., 1995, Validasi Senyawa Etilp-Metoksi sinamat secara Densitometer dalam Standarisasi Produk Jadi yang Mengandung Ekstrak Ethanol dari Rimpang Kencur (Kaempferia galangga L.) Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Surabaya. 4. Innayatullah, M. S., 1997, Standarisasi Rimpang Kencur dengan parameter Etil Parametoksisinamat, Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Surabaya. 5. Jani, 1993., Uji aktivitas Tabir Matahari Senyawa Etil Parametoksi Transinamat dari Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga Linn). Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Surabaya. Surabaya. 6. Rosbina B., 2008, Amidasi EPMS yang diisolasi dari Kencur (Kampferia galanga L.), Universitas Sumatra Utara, Medan, Diakses tanggal (25,09,2012). 7. Soeratri W., Iffansyah N., Fitrianingrum D., 2005, Penentuan Stabilitas Sediaan Krim Tabir Surya dari Bahan Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.), Lembaga Penelitian Universitas Airlangga, Surabaya. Diakses tanggal (07,08,2012). 8. Taufikurohmah T, 2005, Sintesis p-metoksisinamil p-metoksisinamat dari Etil p- Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) sebagai Kandidat Tabir Surya. Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Diakses tanggal (07,08,2012). 9. Taufikurohmah T., Rusmini, Nurhayati, 2008, Penentuan Pelarut dan Optmasi Suhu pada Isolasi Senyawa Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya pada Industri Kosmetik. Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Diakses tanggal (07,08,2012). SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 762